Dua lelaki jahat bertemu, entah apa yang akan mereka rencanakan.
"Ayahmu bertemu dengan Ayah Monica."Jantung Nadia seketika berdetak semakin kencang ketika mendengar perkataan Daniel dan dia yang tengah menyantap makan malam itu pun seketika langsung berhenti. "Apa?" Rasanya dia tak percaya dengan telinganya sendiri. Bagaimana mungkin ayahnya itu bisa berhubungan dengan Bagaskoro? Entah mengapa perasaan gadis itu menjadi tak enak seolah-olah firasatnya tengah mencoba untuk mengingatkan bahwa masalah kali ini memang bukan hal biasa. Tak mungkin kebetulan terus terjadi seperti ini dan sudah bisa dipastikan itu telah direncanakan.Nadia dengan cepat langsung mengangkat wajahnya kembali dan menatap Daniel. "Apa yang dilakukan oleh ayahku? Apa dia membuat masalah lagi?"Kekhawatiran itu segera muncul karena Nadia tak ingin merepotkan Daniel dan dia merasa sangat malu karena ayahnya sempat memeras calon suaminya itu. Tapi sekarang Handoko kembali membuat masalah dengan berhubungan dengan Bagaskoro.Daniel menggelengkan kepalanya perlahan. Dia berusaha
Malam ini, Nadia merasa sangat gelisah dan dia tak bisa tidur sama sekali meskipun beberapa kali mencoba untuk memejamkan matanya. Dia kembali membalikkan tubuhnya dan menghela nafas berat, "Kenapa aku jadi susah tidur begini?"Dia bukan tipe orang yang suka begadang. Apalagi saat hamil seperti ini.Biasanya dia akan langsung terlelap ketika masuk ke dalam kamarnya dan merebahkan tubuhnya itu ke atas ranjang.Tapi entah mengapa rasanya dia tak bisa tenang malam ini dan kantuk pun tak kunjung menyerangnya.Gadis itu mendesah kesal dan kini berbalik menatap langit-langit kamarnya sambil memikirkan sesuatu setelah dia selesai makan malam bersama dengan Daniel."Ayah ... sebenarnya kenapa dia bisa berhubungan dengan Pak Bagaskoro?"Jika dipikirkan 1000 kali pun rasanya aneh karena tak mungkin ayahnya itu tiba-tiba saja memiliki hubungan dengan seseorang seperti Bagaskoro.Dia menggigit bibir bawahnya perlahan ketika sebuah pemikiran aneh dan mengerikan mulai muncul di dalam kepalanya. "Aya
"Minumlah, mumpung masih hangat." Daniel meletakkan dua cangkir teh dan duduk tepat di samping Nadia. Dia menatap gadis yang mengangguk pelan itu dan tersenyum tipis.Jantung Nadia sedari tadi tak berhenti berdetak kencang dan bahkan ketika pria itu duduk tepat di sampingnya, dia menjadi makin tak karuan.Dia meraih tehnya itu dan menggenggamnya. Perlahan rasa hangat mulai menyapu telapak tangannya. Tak pernah ada seseorang yang perhatian seperti ini selain Ratna. Terlebih lagi seorang lawan jenis yang memperhatikannya. Dia menyesap teh hangat itu dan kini mulai merasakan hal yang cukup menakjubkan. Matanya membulat sempurna dan segera memuji Daniel, "Teh-nya enak."Daniel yang mendapatkan pujian itu tampak menganggukkan kepalanya perlahan dan tersenyum tipis. "Syukurlah kalau kamu suka." Bersamaan dengan jawabannya itu, dia juga segera meminum tehnya. Tiba-tiba senyumannya itu menghilang dan keningnya berkerut karena sadar bahwa teks buatannya tak seenak yang biasanya disiapkan oleh
"Bohong kalau aku bilang awalnya terasa tak seperti terpaksa. Tapi aku nggak menyesal sama sekali. Aku malah merasa bersalah karena sudah menodaimu."Jantung Nadia terasa berdetak semakin kencang ketika mendengar itu dan dia menundukkan kepalanya.Namun Daniel dengan cepat langsung meraih tangan gadis itu dan meremasnya perlahan sambil berkata, "Aku serius ingin meminangmu. Kamu juga sudah tahu mengenai perasaanku, bukan?"Perlahan gadis itu mulai mengangkat kepalanya dan menatap lekat sosok pria yang duduk tepat di sampingnya. Dia juga yakin kalau semua yang dikatakan oleh Daniel adalah kebenaran dan pria itu tak mungkin mengingkari janjinya.Hanya saja terkadang perasaan bersalah muncul di dalam hati Nadia. Dia tak bisa menutup mata serta telinganya begitu saja."Aku tahu kalau kamu serius," lirihnya sambil tersenyum tipis dan menambahkan, "Aku harap kamu nggak akan menyesal nantinya karena memilih untuk bertanggung jawab."Daniel dengan cepat langsung menggelengkan kepalanya. Mana
"Keadaan pasien semakin membaik dan sekarang sudah boleh pulang ke rumah." Dokter yang baru saja selesai memeriksa Sean, segera memberikan kabar yang begitu menyenangkan kepada Hendrawan dan juga Martha.Wajah Martha seketika langsung berseri-seri ketika mendengar hal itu dan dia segera mendekati cucunya sambil berkata, "Akhirnya kamu bisa pulang juga, Sayang.""Iya, Oma! Sean juga udah nggak sabar buat ketemu Kak Nadia!" serunya girang.Selama berada di rumah sakit dia jadi jarang bertemu dengan Nadia dan tentu saja merasa terkurung karena tak diperbolehkan untuk keluar dari ruang rawat oleh ayahnya.Ketika mendengar bahwa dirinya sudah diperbolehkan untuk kembali ke rumah, rasanya dia menemukan kembali kebahagiaannya."Tapi perlu saya ingatkan, keluarga pasien harus menjaganya dengan baik dan meminimalisir adanya kemungkinan bahwa sesuatu yang bisa membangkitkan rasa traumanya ada di sekitarnya."Hendrawan menganggukan kepalanya dengan patuh karena dia tahu dengan jelas maksud dari p
"Ayah saya dan Ayah Monica ternyata sempat bertemu."Mata Hendrawan dan Martha seketika langsung membulat dengan sempurna ketika mendengar hal itu. "Apa? Apa kamu serius Nadia?" Martha menatap lekat gadis yang duduk di sampingnya itu seolah-olah dia tak percaya sama sekali dengan perkataannya tadi.Namun Nadia tak menyangkalnya sama sekali dan gadis itu menganggukkan kepalanya."Itu benar, Tante. Nadia juga tahu hal ini semalam dari Daniel."Wajah kedua orang tua itu seketika langsung dipenuhi dengan kekhawatiran karena mereka tahu ini bukanlah kebetulan semata.Walaupun sempat berbesan dengan Bagaskoro, mereka berdua tak memiliki hubungan yang baik dengan pria itu.Bahkan Hendrawan sejak awal sudah bisa menebak kalau pria itulah yang telah merencanakan tentang hubungan antara Daniel dan Monica.Martha menghela nafas berat dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia sudah tahu mengenai sosok ayah kandung Nadia dari Daniel. Ketika mengingat hubungan buruk antara Nadia dan ayahnya itu, Mart
"Papa dan Mama akan bawa pulang Sean. Kebetulan Nadia juga ada disini."Daniel menganggukkan kepalanya perlahan ketika mendengar perkataan ayahnya dari ujung telepon sana. "Syukurlah. Daniel akan pulang lebih awal nanti.""Nggak masalah, selesaikan aja dulu semuanya." Hendrawan juga tahu dengan jelas bahwa saat ini putranya sedang sibuk untuk menyelesaikan berbagai masalah mengenai Monica. Dia tak ingin membuat putranya itu terburu-buru untuk kembali ke rumah. Pria itu menghela nafas perlahan dan melirik ke arah sang cucu yang saat ini tengah bercanda ria dengan Nadia. Dia tersenyum tipis dan menambahkan, "Ada Papa dan Mama. Sean sama Nadia juga lagi main. Kamu nggak perlu khawatir."Daniel menarik ujung bibirnya tipis ketika mendengar hal itu. Untunglah putranya telah sehat kembali dan saat ini sudah bisa pulang ke rumah.Pagi tadi dia tak mampir ke rumah sakit karena harus menyelesaikan berbagai masalah di perusahaannya setelah disibukkan oleh acara konferensi pers.Sekarang adalah
"Nona Monica, silahkan ikut saya. Ada seseorang yang ingin Bertemu dengan Anda."Monica mengangkat wajahnya ketika melihat sipir penjara kini mulai membuka gembok sel. Dia terlihat mengerutkan keningnya sambil berjalan mendekat dan bertanya-tanya dalam hati, 'Siapa yang datang untuk menemuiku?'Setelah dia keluar dari sel, sipir penjara menuntunnya untuk pergi ke ruang pertemuan. Ketika masuk ke dalam ruangan itu matanya seketika langsung membulat dengan sempurna ketika melihat sosok sang ayah. "Ayah?!" pekiknya tak percaya karena selama dua hari lamanya pria itu tak datang sama sekali ke penjara dan dia sampai merasa telah ditinggalkan. "Kenapa Ayah baru datang ke sini?"Bagaskoro menatap putrinya itu dengan pandangan acuh tak acuh dan segera memerintahkannya untuk duduk. Tanpa banyak bicara lagi, Monica segera duduk tepat di hadapan sang ayah.Bagaskoro tampak melirik ke arah sipir penjara yang kini telah keluar dan saat itulah dia berbalik menatap putrinya itu dengan tajam. "Apa kam