"Kamu bawa motor apa mobil?" tanya Haidar pada Andin setelah melepas pelukannya.
"Mobil," jawab Andin, "Kamu tenang aja! Aku bawa banyak pengawal Ayah. Pengawal kamu aku suruh untuk menjaga rumah kita dan Baron."
Andin bangun dari duduknya merapikan bajunya, lalu menenteng kotak makan yang sudah kosong itu.
"Aku pulang ya, Boo." Andin mengecup bibir suaminya sekilas. "Mbak Tari, aku pulang ya, lain kali kita bertemu lagi."
Setelah berpamitan, Andin segera keluar dari ruangan itu, Tari pun ikut keluar setelah berpamitan terlebih dulu kepada suaminya.
"Mbak Andin terima kasih ya," ucap Tari saat mereka sudah keluar dari ruangan sang CEO.
"Sama-sama," balas Andin sembari tersenyum ramah. "Mbak Tari beruntung mempunyai suami seperti Baron, tapi mungkin harus sedikit maklum kalau laki-laki itu mendadak manja dan bucin karena baru mengenal cinta," ucap Andin sambil tertawa geli.
Tari pun ikut tertawa. Memang benar, laki-laki angkuh it
Baron menyesapi bibir istrinya dengan rakus tanpa memedulikan penolakan sang istri. Tari berusaha melepas ciumannya, bukan karena ia tidak menyukai sentuhan bibir sang suami, tapi ia takut menjadi masalah karena melakukannya di kantor. "Abang, udah ah," Tari mendorong suaminya supaya melepaskannya dan membiarkan ia keluar dari ruang kerjanya. "Kenapa? Ini masih jam istirahat," kata Baron yang kembali mengecup bibir istrinya sekilas. "Tidak akan ada yang melihatnya." "Bukannya di ruangan ini ada CCTV-nya?" tanya Tari sambil menyapu pandangannya ke seluruh ruangan mencari keberadaan kamera itu. 'Kenapa saya bisa lupa? Pasti Tuan sudah melihatnya,' ucap Baron dalam hati. "Baiklah, silakan kamu keluar, tapi bersihkan dulu riasan di bibirmu!" titah Baron sembari tersenyum melihat lipstik istrinya yang berantakan. Tari menutup mulutnya untuk menahan tawa. 'Aku biarkan aja dia begitu, ini hukumanmu wahai suamiku yang bawel,' ucap Tari dalam hatinya.
Haidar memeriksa CCTV di ruang kerja asistennya. Benar saja dugaannya, orang kepercayaannya itu habis melakukan ciuman panas bersama dengan istrinya.Ia kembali beralih menatap asistennya. "Darah siapa yang kamu hisap? Kenapa bibirmu menjadi merah seperti itu?" tanya Haidar sembari tertawa geli. "Apa ini alasannya kamu melarang Tari berdandan? Karena kamu yang ingin berdandan."Baron langsung merogoh kameranya dan melihat wajahnya dalam pantulan kamera depan ponselnya.'Kenapa saya bisa sebodoh ini? Ternyata benar cinta bisa membuat orang menjadi bodoh, termasuk saya,' ucapnya dalam hati sembari mengusap-usap bibirnya untuk menghapus lipstik sang istri yang tertinggal di bibirnya."Saya permisi dulu, Tuan." Baron pergi ke toilet yang ada di ruang kerja tuannya untuk membersihkan bibirnya.Setelah membersihkannya ia bercermin, mengamati sekitar bibirnya masih ada sisa lipstik atau tidak. "Pasti Tari sengaja tidak memberitahu saya," gumam
Haidar dan Baron kembali bekerja di ruangannya masing-masing."Halo, Bee. Nanti aku pulang telat ya. Kerjaanku masih banyak," kata Haidar melalui sambungan telepon."Iya, nggak apa-apa," jawab Andin singkat, "Semangat, Suamiku!" seru ibu muda itu sebelum memutus panggilan teleponnya."Kenapa udah ditutup aja? Sedang apa dia?" tanya Haidar sambil menatap layar ponsel yang menampakkan foto kedua jagoannya. "Ah sudah lah, mungkin dia sibuk dengan anak-anak."Haidar memasukkan benda pipih itu ke dalam saku jas berwarna abu tua. Ia melanjutkan kembali pekerjaannya yang sudah menumpuk.Tiga orang di ruangan itu begitu sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, hingga ia tidak sadar kalau langit sudah menggelap.Haidar meregangkan otot-ototnya setelah menyelesaikan pekerjaannya. Ia melirik jam yang melingkar di tangannya.Ternyata sudah menunjukkan pukul tujuh malam. "Astaga! Aku sampai tidak sadar kalau sudah malam."Laki-laki it
"Abang benar," sahut Tari, "Dulu sempat ingin menolak perjodohan itu, tapi takut dipecat. Dalam hatiku yang benar saja aku dijodohkan dengan es balok yang tiap hari selalu memerintahku seenaknya termasuk mengatur hal pribadiku juga, tapi ternyata Tuan menjodohkan aku dengan laki-laki yang begitu baik, Pangeran yang sudah aku tunggu-tunggu selama bertahun-tahun."Tari melingkarkan tangannya di pinggang sang suami, memeluknya dengan erat tubuh kekar itu. "Aku mencintaimu, Suamiku. Sungguh aku tergila-gila padamu. Jangan pernah berubah, dan jangan tinggalkan aku!"Baron memeluk istrinya sambil tersenyum, 'Sepertinya dia lupa kalau sedang marah pada saya,' ucapnya dalam hati.Baron menangkup wajah istrinya, lalu mengecup kening, pipi, dagu, dan hidung lancip wanita cantik itu berkali-kali. "Saya juga sangat mencintaimu, saya tidak akan meninggalkan kalian," ucapnya."Yah basah dah," ucap Tari sambil mengusap wajahnya yang dicium berkali-kali oleh sang suami.
"Bee, kamu dari mana?" tanya Haidar pada sang istri saat ia keluar dari mobil, ternyata Andin juga baru pulang. Entah dari mana, Haidar tidak mengetahuinya."Aku dari rumah Ayah," jawab Andin sambil tersenyum, "Maaf ya, aku nggak bilang dulu sama kamu. Aku takut mengganggu kerjaanmu." Andin melingkarkan tangannya di lengan kekar sang suami yang terbalut jas berwarna hitam."Tidak apa-apa, Bee," kata Haidar sambil mengusap-usap lengan istrinya.Sebenarnya Haidar sudah mengira kalau sang istri juga ikut andil dalam akuisisi perusahaan yang membantu Ardi."Boo, Besok aku pergi ke Bandung. Ada masalah di kafe jadi aku harus mengurusnya. Aku bawa anak-anak ya," izin Andin pada suaminya, "Bunda juga ikut ke sana kok.""Kamu berapa hari di sana?" tanya Haidar pada wanita cantik yang berjalan di sampingnya."Seminggu," jawab Andin sembari tersenyum. "Pulangnya setelah resepsi pernikahan sahabatku.""Haidar menghentikan langkah kakinya. Ia men
"Apa mau dilanjut?" bisik Haidar di telinga sang istri.Andin menganggukkan kepalanya perlahan. "Apa kamu tidak capek mijitin aku? Kamu juga 'kan abis kerja?" tanya Andin pada laki-laki yang sedang memijat bahu dan punggung sang istri."Nggak apa-apa, Bee," jawab Haidar sambil terus memijat bahu istrinya, "Kamu lebih capek karena harus mengurus dua juniorku.""Beruntungnya aku menikah dengan Brondong alot," ucap Andin sambil menyandarkan kepalanya pada dada bidang sang suami.Kini Haidar memijat pelipis sang istri dengan lembut. "Sekali-sekali pergi lah ke salon! Manjakan tubuhmu, jangan terlalu fokus pada anak-anak. Kalau kamu sering kelelahan seperti gini, nanti kamu sakit, aku nggak mau bidadari mesumku sakit.""Hmm ... pijatanmu lebih enak dari pijatan orang lain," kata Andin pelan sembari memejamkan mata.Sebenarnya ia tidak terlalu suka berlama-lama di salon. Ia lebih suka dipijat oleh pelayan Bi Marni, salah satu pelayan d
Andin mengangguk sambil tersenyum. "Kenapa kamu bertanya dulu, biasanya juga main hajar aja." "Kamu 'kan lagi capek," sahut Haidar sambil terus berjalan menuju kamarnya. "Iya sih, tapi kalau kamu mau, aku nggak bisa menolak, Boo," kata Andin sambil mengeratkan pelukannya. Sadar dengan berat tubuhnya yang semakin melebar, ia khawatir sang suami tidak kuat membopongnya saat menapaki anak tangga. "Tenang aja, Bee," kata Haidar sambil terkekeh melihat raut wajah istrinya yang terlihat takut terjatuh. "Kamu takut jatuh ya?" "Jatuh di pelukanmu itu sangat nikmat, tapi kalau jatuh di tangga nikmatnya beda," balas Andin sambil terkekeh. Andin memutar kenop pintu dan mendorongnya dengan perlahan, lalu menguncinya setelah mereka masuk. Haidar menurunkan sang istri di tempat tidur. Sang istri terlihat sangat mengantuk, ia jadi tidak tega mengganggunya. "Ini udah larut, ayo kita tidur! Besok pagi-pagi sekali kamu harus berangkat 'k
Tari menjambak rambut sang suami, membenamkan semakin dalam wajah laki-laki yang telah menikahinya itu. Bahkan ia menjepit kepala Baron saat laki-laki itu menyesapi lahan garapannya dengan buas.Baron semakin bringas saat mendengar desahan istrinya. Laki-laki itu seakan tidak peduli dengan erangan wanita cantiknya.Semakin Tari bereaksi, dirinya akan semakin liar beraksi. Tidak sampai di situ, laki-laki itu malah mengganjal bemper sang istri dengan bantal supaya lidahnya lebih leluasa lagi mengobok-obok lubang keramat sang istri.Setelah merasa puas menyedot madu dari lubang keramat itu, ia bangun, lalu mengangkat kedua kaki sang istri dan menaruhnya di pundaknya.Ia segera memasukan senjata keperkasaannya, dan menggerakkannya maju mundur. Gunung kembar sang istri berayun naik turun seiring dengan hentakkan pinggul Baron.Tari menggigit bibir bawahnya, tangannya meremas sprei yang sudah acak-acakan. Tempat tidur itu sudah sangat berantakan.