Haidar langsung duduk kembali mendengar ancaman sang ayah mertua. Ia merebahkan tubuhnya dibantu oleh sang mami. Suster pun kembali memasang jarum infus di tangannya.
Setelah mengancam sang menantu, Ayah Rey bersama Papi Mannaf keluar dari kamar, mereka kembali ke ruang tamu untuk berbincang.
“Dia lebih takut sama ayah mertuanya dari pada sama papi kandungnya sendiri,” ucap Papi Mannaf sambil terkekeh.
“Lebih tepatnya, dia takut kehilangan istrinya,” timpal Ayah Rey sambil tertawa.
Kedua laki-laki yang sudah tidak muda itu tertawa bahagia di atas penderitaan anaknya. Mereka teringat masa lalu, ketika mereka jatuh cinta pada pasangan.
“Sehebat apa pun laki-laki selalu kalah dengan wanitanya,” ucap Papi Mannaf sambil tertawa. “Dan itu pernah saya alami,” lanjutnya.
“Ternyata kita sama,” timpal Ay
Seminggu sudah sejak kepergian Andin, kini Haidar sudah benar-benar pulih. Ia bergegas untuk mencari istrinya bersama sang kakak ipar. Andai saja tidak mendapat ancaman dari mertuannya mungkin dia sudah mencari sang istri dari kemarin.“Kamu yakin Andin ada di rumah itu?” tanya Haidar pada kakak iparnya. Pagi-pagi sekali Haidar bersama Aldin dan Sisil hendak pergi ke Bandung.“Aku yakin dia di sana. Dari dulu Mang Ace begitu menyayangi Andin, ia selalu menuruti keinginannya,” ujar Aldin.Mereka pun segera masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya menuju kota Bandung. Kota kelahiran orang tua Andin.“Sil, apa dalam seminggu ini, Andin nggak menghubungimu?” tanya Aldin pada sahabat Andin yang duduk di sampingnya. Sementara Haidar duduk di kursi samping bodyguard yang mengemudikan mobilnya.“Ini hari libur, pasti macet,” uja
“Akhirnya aku bisa tiap saat main sama Nia, jadi aku nggak merasa bosen lagi,” gumam Andin sambil mengunci pintu rumahnya.Tapi, ketika Andin berbalik badan, mobil mewah berwarna hitam mengkilat yang ia tahu itu adalah mobil suaminya masuk ke dalam pekarangan rumah sang kakek.Andin terkejut dengan kedatangan suaminya, ia tampak gugup ketika hendak membuka pintu rumahnya lagi, anak kuncinya tidak masuk-masuk ke dalam lubang kunci karena tangan Andin gemetaran.Seketika emosinya kembali memuncak saat melihat sang suami yang sudah turun dari mobil ketika Andin menoleh ke belakang. “Ya Tuhan tolong bantu aku!” Andin belum bisa membuka kunci pintu karena ia tidak fokus. Andin menghirup napas panjang dan mengembuskannya dengan perlahan untuk menenangkan diri, dan akhirnya ia bisa membuka pintu itu. “Terima kasih, Tuhan.Pintu rumah mewah itu sudah bisa dibuka, Andin dengan ce
“Pergi!” teriak Andin pada suaminya.Andin benar-benar membenci Haidar, hatinya sangat sakit melihat sang suami berjalan dengan wanita lain. Ia begitu kecewa dengan suaminya. Kesalahan lain bisa di maafkan, tapi tidak untuk sebuah pengkhianatan.Andin terus mendorong pintunya dengan kuat sambil menendangi kaki suaminya. “Aku juga kangen, tapi kebencianku melebihi apa pun. Hatiku sakit, sangat sakit,” ucapnya dalam hati.Haidar meringis karena betisnya semakin terjepit. “Aku ada ide,” batin Haidar.“Bee, aku nggak ada apa-apa sama wanita itu. Dia partner bisnisku.” Haidar berusaha menjelaskannya.“Aku nggak percaya! Mana ada maling mau ngaku, penjara penuh kalau semua maling pada ngaku.” Andin mendorong pintu dengan sekuat tenaga agar suaminya kesakitan dan menarik kakinya.“Aw
“Gue juga kangen banget sama lo,” balas Sisil sambil berlari menghampiri Andin.“Gue butuh lo, di saat pengin curhat nggak ada lo di sisi gue,” ucap Andin sambil terisak di dalam pelukan sahabatnya.“Makanya, lain kali kalau kabur ajakin gue, biar lo nggak kesepian.” Sisil semakin erat memeluk sahabatnya itu.Haidar menoleh pada kedua sahabat yang sedang melepas rindu. “Kenapa Sisil yang dipeluk? Suaminya yang sedang kesakitan diabaikan. Ternyata singa betina sangat berbahaya kalau lagi marah,” ucap Haidar dalam hatinya.“Dek, ambilin kotak obat! Suamimu kakinya lecet,” kata Aldin. “Memar juga,” imbuhnya.“Laki-laki kok manja banget, cuma lecet aja sampai teriak-teriak kayak gitu, nggak malu apa sama brewok,” gerutu Andin sambil berjalan untuk mengambil kotak obat yang ada di dapur.
Aldin dan Sisil berlari masuk ke dalam saat mendengar teriakan Andin. Hanya ada Haidar yang masih ada di ruang keluarga. Ia duduk bersandar di kursi sambil memejamkan mata dengan rambut yang acak-acakan. Laki-laki gagah itu terlihat kacau.“Bang Ar, kenapa?” tanya Sisil pada suami sahabatnya. “Kenapa masalah rumah tangga begitu rumit,” gumam Sisil dalam hati.Haidar menegakkan tubuhnya, tatapannya kosong. “Andin mau pisah,” ucapnya lirih.“Apa?!” Aldin dan Sisil terkejut mendengar ucapan Haidar.Haidar bangun dari duduknya. “Ayo kita pulang!” ajak Haidar pada Sisil dan Aldin. Wajahnya dingin tanpa ekspresi.“Aku ingin tetap di sini. Dia butuh aku,” kata Sisil sambil menyeka air matanya. Ia sangat sedih melihat sahabatnya terluka.“Baiklah, besok aku jemput,” sahut Aldin dengan ramah.Sisil menoleh pada laki-laki dingin yang ia cintai dalam diam. Lalu tersen
Mang Ace dan Bi Icih menghampiri Sisil. “Neng ini temennya Neng Andin ya?” tanya Bi Icih pada gadis mungil yang sedang berdiri di ujung tangga.“Iya, Bi,” jawab Sisil dengan ramah.”Namaku Sisil.” Sisil memperkenalkan diri, walau mang Ace dan Bi Icih belum bertanya padanya.“Neng Sisil datang bareng Den Aldin?” tanya Bi Icih pada gadis mungil yang terlihat sangat cantik walau tanpa riasan.“Iya, Bi. Aku ke sini sama Aldin dan suaminya Andin,” jawab Sisil dengan ramah.“Den Aldin dan suami Neng Andin udah pulang ya, Neng?” tanya Mang Ace sambil celingukan mencari Aldin. Ia mendapat pesan singkat dari Aldin kalau ia akan pulang, Mang Ace dan Bi Icih diminta menemani adiknya.“Udah, Mang,” jawab Sisil. “Mang, kamar Andin yang mana ya?” tanya Sisil pada Mang Ace. Dari tadi Sisil kebingungan
Sisil terkejut melihat penampilan sahabatnya yang berantakan.“Kenapa lo? Kayak lihat setan aja,” sahut Andin sambil merapikan rambutnya.“Lo lebih serem dari pada setan, Din,” balas Sisil sambil terkekeh. “Cuci muka dulu sana! Ntar sore kita nyari gebetan orang Bandung.” Sisil sengaja memancing sahabatnya. Ia ingin tahu bagaimana reaksi Andin.“Gue udah punya laki,” sergah Andin sambil memukul lengan sahabatnya dengan keras.“Sakit bego!” Sisil mengusap-uasp tangannya yang dipukul Andin.“Lagian lo ngajakin gue selingkuh, dosa tahu,” sahut Andin. “Biarin aja tuh si Haidar yang menanggung dosa besar karena udah nyakitin hati gue.”“Lo juga dosa, maki-maki suami sendiri. Di tendangin juga kakinya, digencet juga kaki orang sampai luka,” kata Sisil. “Kata
Sisil tertawa terbahak-bahak melihat penampilan sahabatnya. “Mau ngurut di mana, Neng.” Sisil tertawa sambil memegangi perutnya melihat Andin memakai kaca mata hitam. “Lo pake kacamata siapa sih?” lanjutnya sambil terkekeh.“Itu kacamata si mamang,” sahut Bi Icih sambil menahan tawa.“Terus gimana?” Andin membuka kacamata itu, lalu ditaruhnya di meja dapur. “Gue juga laper.”“Lah itu Bibi lagi masak!” sahut Sisil sambil menunjuk Bi Icih yang sedang menggoreng ikan. “Emangnya lo nggak nyium aroma ikan goreng?”“Idung gue mampet. Nggak bisa nyium apa-apa,” jawab Andin sambil memencet hidungnya.“Jangan deket-deket gue, sana jauhan! Jaga jarak sepuluh meter.” Sisil beringsut menjauhi Andin.“Dua meter bego!” umpat Andin pada sahabatnya. “
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.“Apa yang harus saya lakukan?”“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.“Baiklah, saya akan melakuknanya.”“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
Gara bangun dan berdiri. "Saya mau pakai baju dulu."Laki-laki tampan itu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Jennie bangun dan terduduk sambil memerhatikan suaminya. "Katanya mau pakai baju, tapi kenapa malah masuk lagi ke dalam kamar mandi?" gumamnya."Kenapa adik saya bangun hanya karena saya menindihnya?" gumam Gara saat berada di bawah pancuran air. Berharap sang adik tenang dan kembali tertidur. "Kalau Biggie tahu, ini sangat memalukan."Setelah beberapa menit Gara keluar dari kamar mandi dan langsung pergi ke ruang ganti. Laki-laki itu menghampiri istrinya setelah berpakaian."Lehermu tidak apa-apa 'kan?" Gara duduk di samping istrinya . "Maafkan saya ya!"Jennie memiringkan duduknya menghadap sang suami. "Gara, apa kamu sadar saat tadi kamu bilang kalau kamu mencintai saya?"Bukannya menjawab laki-laki tampan itu malah menyentil kening istrinya dengan keras."Sakit, Garangan!" Jennie mengusap-usap keningnya samb
"Apa kamu mencoba menukar keperawananku dengan motor ini?"“Kamu itu istri saya, kenapa kamu berbicara seperti itu kepada suamimu?”Gara tersinggung dengan ucapan istrinya karena dia menyiapkan motor itu setelah resmi menjadi suami Jennie.Ia hanya ingin memfasilitasi istrinya supaya wanita yang telah sah menjadi pendamping hidupnya itu bisa aman berkendara dengan motor barunya karena motor lamanya sudah tidak layak pakai."Bukannya kamu bilang nggak mau melakukannya kalau aku belum siap? Kalau ngomong tuh jangan asal keluar terus dilupain, kayak kentut aja.”Gara menatap istrinya dengan tatapan tajam, lalu pergi meninggalkan wanita itu. Ia kembali ke kamar dan langsung berendam air hangat untuk melemaskan otot-ototnya.“Kenapa saya selalu lupa dengan apa yang saya ucapkan padanya. Saya pasti terlihat seperti laki-laki bodoh yang plin plan,” ucapnya sambil menengadahkan kepalanya dengan tangan bersandar pa
"Bukannya kamu rindu dengan keluargamu," sahut Gara sambil berjalan menghampiri istrinya."Mereka ada di mana?" tanya Jennie tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel. Ia tersenyum bahagia saat melihat adik satu-satunya."Di rumah keluarga barunya. Ibu kamu sudah menikah lagi dan mereka hidup bahagia bersama adikmu.""Kenapa Mama nggak bilang sama aku kalau mau menikah? Kenapa Mama melupakanku?"Gara mencengkram dagu istrinya dengan lembut. "Hey, Cantik! Apa kamu memberitahu ibumu kalau kamu sudah menikah dengan saya?""Benar juga," sahutnya. "Tapi, aku punya alasan sendiri kenapa nggak bilang sama Mama." Jennie menepis tangan suaminya."Ibu kamu juga punya alasan sendiri.""Kamu tahu dari mana?""Jangan lupakan siapa suamimu ini?""Maaf, aku lupa soal itu," jawabnya sambil melirik dengan sinis suaminya."Jangan bersedih!" Gara membelai lembut rambut sang istri yang tergerai indah."Kenapa dia
“Ya saya ingin merekam suara kamu,” jawab Gara pelan sambil tersenyum.“Sejak tadi kamu udah denger ‘kan, apa yang aku katakan?” tukas Jennie yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh suaminya. “Kamu memang menyebalkan Gara.”Jennie menggelengkan kepala sambil menggeser duduknya membelakangi sang suami. “Kena kutukan apa aku ini? Bisa-bisanya jatuh cinta kepada laki-laki seperti dia. Laki-laki narsis, dingin, angkuh, dan sangat menyebalkan."“Salah saya apa? Saya hanya ingin merekam suara kamu, itu aja. Saya ingin menyimpannya sebagai pengingat kalau saya sedang merindukanmu.”Jennie menoleh pada suaminya, lalu berkata, “Salah kamu apa? Astaga, ini CEO punya otak apa nggak sih? Tensi darahku bisa naik ini." Jennie menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku harus tetap menjaga kewarasanku," ucapnya sambil mengipasi wajah menggunakan telapak tangan."Biggie, saya ha