Share

Bab 5. Ada Yang Aneh

Gadis yang tengah berbaring koma itu sebenarnya adalah adik sepupu dari Rayyan Miga. Dia bernama Amara, anak dari Bibi Rayyan Miga.

Rayyan tidak punya saudara kandung, Amara adalah satu-satunya saudara yang dia punya. Meskipun mereka berbeda orang tua, tetapi ibu Amara adalah bibi kandungnya. Jadi Rayyan begitu sangat menyayangi Amara melebihi nyawanya sendiri.

Sejak kecil, Amara terus sakit-sakitan. Katanya dia pernah mengalami kecelakaan sewaktu bayi, lalu setelah remaja ini, dia ditemukan dalam keadaan pingsan. Tetapi sampai saat ini, dia sama sekali belum bisa sadarkan diri.

Keluarga Brahmana sudah meminta tolong pada semua ahli dan tim medis, namun belum ada yang berhasil.

Rayyan Miga begitu penasaran, apa yang bisa dilakukan gadis kecil ini untuk menyelamatkan adik tercintanya? Dulu, dia pernah mendengar cerita dari Arka selaku sahabat dekatnya, jika adiknya tinggal didesa bersama nenek mereka yang ahli pengobatan.

Entah apa karena teringat cerita Arka ini atau hal lain, Rayyan seperti sedikit menyimpan harapan pada Evelyn.

Meskipun Rayan tidak mengatakan sepatah kata pun, tapi Evelyn sudah paham dengan maksudnya. Rayyan Miga telah menepati janjinya dan sekarang giliran dirinya untuk memenuhi janjinya menyembuhkan adiknya. Evelyn menutup bibirnya kemudian berkata dengan nada suara yang bersahabat,” Bisakah kalian keluar sebentar?”

Rayyan Miga terdiam sejenak, kemudian dia berbalik dan meninggalkan bangsal. Meskipun orang-orang menatapnya seperti tidak percaya karena telah menyanggupi permintaan Evelyn, tapi tidak ada di antara mereka yang berani menegurnya. Akhirnya, mau tidak mau mereka pun ikut keluar menyusulnya.

Evelyn memandang gadis berambut panjang yang sedang berbaring di atas ranjang itu, dengan poster wajah yang begitu cantik dan kulitnya putih seputih salju dan tampak pucat itu. Evelyn memandangnya dan tersenyum. Dalam pikirannya nona ini seperti putri yang tertidur dalam dongeng. Dia kemudian melangkah maju meraih tangan gadis itu. “Maaf ya nona,” meskipun dia tahu kalau Gadis itu tidak akan merasakan apapun dan mendengar apapun, dia tetap meminta maaf.

“Mungkin akan sedikit sakit, tapi tahanlah sebentar ya?”

Di luar, Rayyan berdiri membelakangi pintu bangsal, rahangnya yang tegas seolah menegang. Sementara tangannya yang diletakkan di balik punggung terkepal erat. Robi bertanya penuh khawatir. “Tuan Rayyan apa gdis itu benar-benar bisa menyembuhkan Nona Amara? Kenapa anda bisa percaya dengan begitu mudah?”

Dia berpikir, bahkan para tim Dokter pun sudah putus asa, memangnya apa yang bisa dilakukan seorang mahasiswa biasa seperti gadis itu untuk menyelamatkan Nona mudanya?

Rayyan menoleh untuk melihat Robi, lalu tiba-tiba dia bertanya,”Bukankah kamu sudah memasang kamera pengawas di dalam bangsal?”

Pandangan Robi terangkat, dia mengangguk.

“Iya. Saat itu anda sendiri yang khawatir jika para perawat tidak merawat Nona muda dengan baik, lalu anda menyuruhku memasang kamera pengawas.” Robi segera mengeluarkan ponselnya membuka aplikasi pemantau, lalu menyerahkan pada Rayyan. Saat Rayan menurunkan pandangannya, terlihat di layar ponsel gadis itu mengeluarkan sebuah jarum entah darimana lalu terlihat dia menusukkannya ke jari tengah Amara.

Robi yang melihat itu langsung terkejut. “Tuan Rayyan, dia ingin menyakiti Nona Amara?” Robi panik, pria itu langsung berbalik dan ingin membuka pintu tapi Rayyan mencegahnya.”Jangan.”

Meskipun belum tahu pasti apa yang dilakukan gadis itu, tapi Rayyan pernah mendengar jika akupuntur menggunakan jarum itu adalah pengobatan alternatif kuno yang diyakini banyak orang sangat mujarab. Tetapi hanya bisa dilakukan oleh ahlinya saja.

Robi menoleh, raut wajahnya terlihat cemas. “Tapi Tuan,”

Meskipun Rayyan hanya menjawab dengan gelengan, tapi Robi tidak berani bertindak lagi. Lalu dia memilih untuk menunggu dengan harap-harap cemas.

Selang lima belas menit, pintu bangsal itu dibuka dari dalam. Evelyn menatap pria yang tengah berdiri di depan pintu tersebut. Raut wajah tampan itu sangat terlihat datar, tapi tatapannya menusuk tertuju ke arah ranjang sakit.

Dari kejauhan, Robi juga menatap ke arah yang sama, dia lalu menoleh pada Evelyn dan bertanya, “Nona Evelyn, kenapa Nona muda Amara masih belum bangun?” Nada suaranya seperti sedang mencurigai Evelyn sebagai seorang penipu. Evelyn tidak menjawab sebaliknya dia menoleh pada Rayyan yang juga sepertinya sedang mencurigainya. Akan tetapi pria itu lebih tenang daripada Robi.

“Nona muda Amara akan segera sadar.” jawab Evelyn.

“Berapa lama?” suara Rayyan terdengar dingin.

Evelyn berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, “Paling lama satu minggu.”

Sebenarnya bisa jadi Nona Amara akan sadar dalam waktu 3 sampai 4 hari, tapi karena dia ingin menghindari adanya kesalahan, jadi dia mengatakan dalam waktu satu minggu saja.

Rayyan tidak ingin meragukan kata-katanya, kemudian dia memberi perintah pada Robi, “Antar Nona Evelyn kembali.”

“Eh, tidak perlu.” Evelyn menolak. “Hari ini aku ada kelas. Di dekat sini ada stasiun bus. Aku bisa naik bus saja.”

Evelyn khawatir, jika sang sopir mengantarnya langsung di depan gerbang kampus, dia takut dirinya akan menjadi pusat perhatian dalam sekejap. Rayyan tidak ingin memaksa dia mengangguk. Tapi saat Evelyn berbalik dan siap pergi, dia tiba-tiba memanggil, “Tunggu.”

Evelyn kemudian menoleh, “Tuan Rayyan, ada apa lagi?”

Rayyan tidak langsung menjawab, dia justru menatap Robi. Robi yang paham dengan maksud Rayyan pun segera melenggang pergi.

Begitu di sini tidak ada orang lain, Rayyan langsung bertanya pada Evelyn, “Bagaimana kamu bisa tahu tentang adikku?”

Evelyn terkejut, bulu mata tebalnya terlihat bergetar, sementara otaknya langsung seperti membeku. Kemudian dia cepat tersadar, “Dari mana lagi? Kakakku yang mengatakannya.”

“Benarkah?” Suara Rayyan terdengar tenang tanpa adanya emosi sedikitpun, dia lalu membuka bibirnya yang tipis dan berkata, “Tapi, aku tidak pernah memberitahu tentang hal ini pada kakakmu.”

Selain keluarga Brahmana memang tidak ada orang luar manapun yang tahu tentang keadaan Amara.

Evelyn mendadak gugup, lalu dia mencari alasan. “Maaf Tuan Rayyan, sepertinya aku sudah sangat terlambat. Jadi aku harus buru-buru pergi. Kita bisa bicara nanti lagi.” Evelyn langsung berbalik dan berjalan dengan cepat meninggalkan tempat ini bahkan saat dia sudah tiba di luar rumah sakit dia segera berlari.

Rayyan hanya bisa melihat punggung Evelyn yang berlari meninggalkan dirinya. Ekspresi wajahnya datar, lalu dia menoleh pada Robi yang baru saja masuk menghampirinya.

Hanya dengan sebuah tatapan saja, Robi sudah langsung paham, kemudian dia pun pergi.

Tidak lama berselang, Robi sudah kembali lagi dengan membawa sebuah dokumen di tangannya lalu menyerahkannya pada Rayyan. “Tuan Rayyan, semua informasi tentang nona Evelyn ada disini.”

Rayyan mengangguk kemudian membuka dokumen yang sudah berada di tangannya itu. Pertama yang dilihatnya adalah sebuah foto berukuran 3 inci yang memperlihatkan wajah bulat Evelyn dengan rambut yang diikat asal keatas, terlihat masih seperti anak-anak.

“Nona Evelyn adalah adik kandung Arka. Sejak dia dilahirkan, dia dikirim pada seorang wanita tua di pedesaan dengan alasan untuk memulihkan kesehatannya yang terganggu. Lalu dia dibawa kembali ke kota saat berusia 15 tahun. Tapi ada yang aneh, Tuan,” Robi menghentikan ucapannya sampai Rayyan mendongak untuk menatapnya, barulah Robi melanjutkan bicara.

“Aku sudah pergi ke rumah sakit tempat Nona Evelyn dilahirkan dan menyelidikinya.

Menurut dokter yang membantu kelahirannya, Nona Evelyn tidak memiliki masalah kesehatan ataupun sejak dia dilahirkan, dan tidak ditemukan catatan medis mengenai penyakit serius apapun selama bertahun-tahun ini.”

Rayyan mengerutkan kedua alisnya. Benar, ada yang aneh. Evelyn dikirim ke pedesaan karena dengan alasan untuk memulihkan kesehatan yang terganggu. Tapi nyatanya, dia tidak mengalami sakit apapun?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status