Share

Bab 4. Bisakah aku tinggal bersamamu?

Di belakang Nenek Limanto, Arka menahan senyum. Dari semua orang yang ada di kota ini hanya neneknya yang berani memanggil Rayyan dengan sebutan nama. Tetapi ekspresi wajah Rayyan tetap terlihat tenang, dia bahkan menjawab dengan lembut dan sopan. “Jangan khawatir, Nenek. Aku pasti menjaganya dengan baik.”

Mendengarnya memanggil Nyonya besar Limanto sebagai nenek, bukan hanya Evelyn saja yang kaget, Arka bahkan hampir terjengkang ke belakang.

Dasar sial! Dia benar-benar pandai berakting!

Nyonya besar tampak terlihat lelah, jadi ibu dan ayah Evelyn pun mengantarnya kembali ke rumah sakit. Karena saat ini tubuhnya memang sudah tidak dapat dipisahkan dari perawatan serius tim dokter rumah sakit.

Arka disuruh menjadi sopir untuk mengantar mereka. Sebelum dia pergi, Arka tidak lupa untuk memberi tatapan penuh peringatan dulu pada Rayyan Miga .

Akhirnya di ruangan ini hanya tersisa Evelyn dan Rayyan saja. Suasana mendadak berubah menjadi sunyi dan canggung. Mata Evelyn yang sebelumnya menunduk sekarang mulai terangkat, lalu menatap Rayyan dengan gelisah. “Tuan Rayyan, Terima kasih sekali untuk hari ini.”

“Tidak perlu.” Mungkin karena orang-orang sudah pergi jadi ekspresi pria itu kembali dingin, bahkan dia tidak menatap Evelyn sedikitpun.

Evelyn tidak tersinggung, dia sadar semua yang dilakukan Rayyan hari ini hanyalah karena sebuah kesepakatan yang ia tawarkan. Dia masih sangat bersyukur karena pria ini mau bekerja sama dengannya untuk berakting di depan neneknya.

“Tuan Rayyan, Aku akan segera menyembuhkan adikmu, tapi aku masih memiliki satu permintaan lagi yang mungkin sedikit lebih lancang.”

Mata Rayyan terangkat lagi, lalu dia menatap dingin, “Katakan.”

Evelyn mengulum bibir bawahnya, lalu berkata dengan pelan. “Bisakah kalau untuk sementara aku tinggal bersamamu?”

Rayyan tercengang, namun dia belum menjawab.

Karena takut Rayyan menolak, Evelyn buru-buru berkata lagi, “Anggap saja aku menyewa satu kamar di rumahmu. Aku bisa membayar sewanya. “ Begitu selesai mengatakan itu, Evelyn menggigit bibir bawahnya sendiri saat menyadari telah mengatakan sesuatu yang terlalu bodoh. Bukankah Rayyan Miga adalah pewaris tunggal perusahaan Brahmana? Perusahaan yang berbisnis properti internasional? Mana mungkin dia akan peduli dengan uang sewa?

“Ah, baiklah. Kalau begitu lupakan saja ucapanku. Aku akan mencari jalan cara lain lagi. Terima kasih.”

Rayyan Miga menegakkan duduknya, jari-jarinya yang ramping bertumpuk di atas celananya. Entah sadar atau tidak, ujung jarinya tengah mengetuk-ngetuk lututnya seolah dia sedang berpikir serius. Sedangkan bola matanya diam-diam menangkap semua ekspresi di wajah mungil Evelyn.

Lalu kemudian suara keluar dari mulutnya, “Baiklah. Kamu bisa tinggal bersamaku.”

Akhirnya, Rayyan pun membawa Evelyn pergi ke tempat tinggalnya, yaitu Villa Bunga Mawar.

Robi menyerahkan koper hitam milik Evelyn kepada pengurus Villa, kemudian dengan lembut mengingatkan Evelyn.

“Nona Evelyn, Tuan Rayyan tidak suka jika ada orang asing yang memasuki kamarnya. Jadi anda bisa pergi kemanapun yang anda suka, kecuali kamar dan ruang kerjanya.”

Evelyn tahu, mungkin alasan terkuat yang membuat Rayyan menginginkan dirinya untuk pindah ke sini adalah karena kakaknya. Dia sama sekali tidak tersinggung dengan peringatan dari Robi, dia justru tersenyum kemudian mengangguk, “Iya, aku paham. Terima kasih.”

Robi menoleh pada kepala pelayan. Kepala pelayan langsung mengerti kemudian mempersilahkan Evelyn untuk mengikutinya.

Evelyn berjalan mengikuti pelayan itu menuju lantai atas.

Sebelum dia menaiki tangga, dia teringat sesuatu. Kemudian dia menoleh pada Robi yang akan pergi, lalu dia berkata. “Tuan Robi, itu bagaimana dengan Nona,”

Mendengar ini, Robi langsung paham. Dia berhenti dan berbalik kemudian menjawab dengan singkat, “Ada seseorang yang akan menjemput anda besok.”

Evelyn mengangguk, “Baiklah kalau begitu.”

Kepala pelayan membawa dirinya menuju ke sebuah kamar. “Nona Evelyn, bagaimana kalau dengan kamar ini? Apa anda suka? Jika tidak, saya akan mencarikan kamar yang lain.”

Evelyn berdiri di depan pintu kamar itu, dia melihat ke dalam. Kamar itu sangat besar, rapi.

‘Tuan Rayyan ternyata pria yang baik, bukan hanya setuju aku tinggal di sini, tapi dia juga memberikan kamar yang sebagus ini untukku.’

“Sepertinya kamar ini sudah sangat baik untukku.”

Kepala pelayan mengangguk. Karena Evelyn tidak ingin mengganggu Rayyan, jadi dia meminta kepala pelayan untuk membawakan makan malam ke kamarnya saja. Setelah makan malam, dia mengambil baju piyama dari kopernya dan pergi mandi. Setelah itu dia berbaring di atas tempat tidur besar yang empuk ini.

Hari ini dia telah melewati hari yang sangat berat baginya. Dia merasa sangat lelah, tapi dia tidak bisa tidur. Pikirannya terus saja seperti terisi penuh. Dia tidak bisa menahan kesedihan saat teringat akan kepergian Revan.

“Dia benar-benar tidak menyukaiku. Dia bahkan tega meninggalkanku di hari yang sangat penting itu. Dia sama sekali tidak peduli dengan perasaan dan nama baikku.”

Evelyn beranjak duduk, dia menarik nafas dalam-dalam kemudian menyemangati dirinya sendiri.

‘Evelyn, kamu hanya boleh bersedih malam ini saja. Sebelum matahari terbit besok, kamu sudah harus melepaskan dirinya. Kamu harus bisa melanjutkan hidup dengan baik.’

***

Semalaman Evelyn hampir tidak bisa tidur, dia baru terlelap saat hari sudah mulai subuh. Tidak lama setelah dia tertidur, suara ketukan pintu terdengar dari luar kamar. Kepala pelayan datang, mengatakan jika seorang sopir telah tiba.

Evelyn melirik ponselnya dan mendapati jam sudah menunjukkan jam setengah sembilan, dia buru-buru menjawab, mengangkat selimut dan turun dari tempat tidur untuk mandi lalu bergegas untuk berganti baju.

Saat dia turun, kepala pelayan sudah menunggunya di bawah tangga.

“Nona Evelyn, anda ingin sarapan apa? Saya akan segera menyiapkan.”

Evelyn menggeleng, “Tidak perlu.” dia kemudian menoleh kepada sang sopir yang sudah berdiri di ujung sana.”Ayo kita berangkat sekarang saja, Pak.”

Sang sopir mengangguk, lalu mengantar Evelyn ke sebuah rumah sakit terbesar di kota ini. Sopir mengantarnya sampai di depan pintu bangsal, kemudian dia pergi.

Robi yang sudah menunggu di sana pun langsung membukakan pintu dan mempersilahkan Evelyn masuk.

Evelyn masuk, dia melihat seorang pria yang sedang duduk di samping tempat tidur ranjang sakit. Pria itu tidak memakai jas, hanya kemeja putih tanpa dasi. Lengan bajunya digulung sampai di siku memperlihatkan lengannya yang kokoh.

Pria itu terlihat baru saja selesai menyeka wajah seorang gadis yang tengah berbaring di ranjang sakit itu. Setelah menyerahkan handuk dari tangannya pada perawat, matanya langsung menoleh pada Evelyn.

Cahaya matahari di luar masuk melalui jendela dan menyinari tangan gadis yang tengah berbaring itu. Kulit putihnya tampak begitu lembut, sepertinya dia berusia sekitar 17-an tahun.

Meskipun katanya gadis itu adalah adiknya, tapi jika dilihat-lihat, dia sama sekali tidak mirip dengan Rayyan Miga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status