Suasana semakin Pilu dan terasa sangat mencekam saat Arka menandatangani surat itu.Tidak ada yang tidak mengeluarkan air mata. Pengorbanan Arka saat ini sungguh tidak bisa dikatakan main-main. Arka akan menyerahkan jantungnya untuk kelangsungan hidup Amara. Dia akan mati, demi Amara bisa hidup."Ikut lah bersama kami." Dokter melangkah. Arka mengikutinya."Kak Arka!" Evelyn yang sejak tadi membeku kini tidak bisa lagi menahan diri. Dia memanggil Arka sambil menarik lengannya.Arka menghentikan langkahnya kemudian dia menoleh.“Kak Arka, apa kamu akan meninggalkan kami?”Arka membalikkan badannya dia menatap lekat wajah adiknya yang teramat ya sayangi itu. Kemudian tangannya terulur untuk mengusap air mata Evelyn ini yang sejak tadi sudah membasahi pipinya.“Kak Arka tidak pernah pergi. Kak Arka akan tetap ada di hati kalian.” Dia meraih kedua tangan Evelyn kemudian menggenggamnya dengan erat.“Evelyn dengarkan kakak, tanpa Kakak, kamu akan tetap hidup lebih baik asalkan ada Rayyan di
Suasana kembali hening. Kembali tidak ada suara dari mereka, kembali tidak ada yang beranjak dari tempatnya. Mata mereka hanya terfokus pada satu titik saja yaitu ke arah dimana Dokter membawa Arka.Ingin rasanya mereka berlari menyusul kemudian berteriak memanggil Arka. Namun mereka menahan keinginan itu dengan sekuatnya. Bahkan cenderung dengan berat hati hanya bisa pasrah menghargai keinginan dan pengorbanan Arka.Sambil terus menekan dadanya, membayangkan apa yang sedang dilakukan para Ahli medis di dalam sana pada tubuh Arka. Membelah dadanya dan mengeluarkan jantungnya hidup-hidup? Atau Arka di bius dulu hingga mati kemudian diambil Jantungnya?Semua orang hanya bisa membisu ngeri dan menahan sakit dalam hati.Hingga beberapa saat lamanya, di tengah-tengah ketegangan yang meraja, seorang perawat berlari mendekati mereka. Semua berdiri."Tuan Rayyan, Dokter memanggil Anda. Mari silahkan ikut saya.""Aku ikut." Evelyn cepat ikut bangun."Mohon maaf Nyonya. Hanya Tuan Rayyan saja.
Sepasang calon mempelai pengantin saat ini sedang berdiri di luar aula pernikahan di hotel berbintang di kota ini. Sekitar lima belas menit lagi, mereka akan berjalan menuju altar pernikahan. Mengikat janji suci untuk sehidup semati.Calon mempelai wanita menoleh, menatap sang mempelai prianya yang berdiri di sampingnya dengan senyuman bahagia.Tiba-tiba saja, ponsel dalam saku dibalik jas Revan berbunyi. Calon pengantin pria itu pun segera mengambil ponselnya dan mengeluarkannya. Raut wajah Revan seketika berubah saat dia menatap nama kontak yang tertera di layar ponselnya. Lalu dengan ragu-ragu dia berkata pada Evelyn. “Tunggu sebentar, aku akan mengangkat panggilan dulu.”Evelyn hanya mengangguk, menatap punggung calon suaminya yang melangkah pergi menjauh dari tempatnya berdiri.Beberapa saat telah berlalu, Evelyn melihat Revan sudah selesai dengan panggilannya. Tapi dia merasa sedikit heran ketika melihat ekspresi Revan berubah menjadi suram. Evelyn pun bertanya, “Ada apa? Siapa
"Iya, ibuku benar. Nenek tua yang sedang sekarat itu memaksa kakakku atas nama keluarga untuk menikahimu. Kalian benar-benar bukan keluarga yang punya kehormatan!"Sebelum Anesa menyelesaikan ucapannya, Evelyn sudah memotong dengan suara dingin. "Jaga bicaramu, Anesa! Terserah kalian mau menghinaku seperti apa, tapi jangan berani-beraninya kalian menghina nenekku!"Evelyn telah bersama neneknya sejak kecil, dan neneknya lah yang membesarkan dirinya. Sang nenek adalah segalanya baginya. Tidak ada seorangpun yang boleh menghinanya.Bu Linda menegakkan kepalanya, lalu berkata dengan nada kasar, "Sekarang apa yang kamu inginkan? Ingin melawanku? Aku sudah tahu dari dulu gadis liar sepertimu ini memang tidak punya etika. Pantas saja putraku tidak bisa menyukaimu!"Tangan Bu Linda mendorong bahu Evelyn. Mungkin karena Evelyn mengenakan gaun pengantin berekor panjang dan sepatu hak tinggi, tubuhnya kehilangan keseimbangan dan tergoyang ke belakang.Evelyn panik, dia refleks ingin meraih tang
Evelyn berkedip, lalu berkata dengan tenang, "Kamu teman baik kakakku, ‘kan? Aku sering melihat fotomu bersamanya di ponselnya."Rayyan Miga, dia adalah CEO dari Grup Brahmana, juga satu-satunya penerus keluarga Brahmana. Dia adalah orang yang sangat misterius dan tertutup.Selama sepuluh tahun ini, dia telah berhasil menguasai pasar bisnis, tetapi tidak ada satupun media yang berani mempublikasikan fotonya. Karena itulah, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mengenalinya.Rayyan terdiam sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Apa kamu benar-benar bisa menyelamatkan adikku?"Evelyn menjawab dengan yakin, "Percayalah padaku. Kalau aku sampai membohongimu atau gagal, kamu bisa melakukan apa pun pada kakakku."Suasana di sana tiba-tiba menjadi hening, kedua orang itu masih saling berhadapan dan saling menatap. Setelah beberapa saat, Rayyan terlihat mengangguk. "Baik, aku akan menikah denganmu.”Sedangkan di dalam aula. Orang-orang sudah diberitahu jika pernikahan ini dibatalkan. Mereka
Di belakang Nenek Limanto, Arka menahan senyum. Dari semua orang yang ada di kota ini hanya neneknya yang berani memanggil Rayyan dengan sebutan nama. Tetapi ekspresi wajah Rayyan tetap terlihat tenang, dia bahkan menjawab dengan lembut dan sopan. “Jangan khawatir, Nenek. Aku pasti menjaganya dengan baik.”Mendengarnya memanggil Nyonya besar Limanto sebagai nenek, bukan hanya Evelyn saja yang kaget, Arka bahkan hampir terjengkang ke belakang.Dasar sial! Dia benar-benar pandai berakting!Nyonya besar tampak terlihat lelah, jadi ibu dan ayah Evelyn pun mengantarnya kembali ke rumah sakit. Karena saat ini tubuhnya memang sudah tidak dapat dipisahkan dari perawatan serius tim dokter rumah sakit.Arka disuruh menjadi sopir untuk mengantar mereka. Sebelum dia pergi, Arka tidak lupa untuk memberi tatapan penuh peringatan dulu pada Rayyan Miga .Akhirnya di ruangan ini hanya tersisa Evelyn dan Rayyan saja. Suasana mendadak berubah menjadi sunyi dan canggung. Mata Evelyn yang sebelumnya menun
Gadis yang tengah berbaring koma itu sebenarnya adalah adik sepupu dari Rayyan Miga. Dia bernama Amara, anak dari Bibi Rayyan Miga.Rayyan tidak punya saudara kandung, Amara adalah satu-satunya saudara yang dia punya. Meskipun mereka berbeda orang tua, tetapi ibu Amara adalah bibi kandungnya. Jadi Rayyan begitu sangat menyayangi Amara melebihi nyawanya sendiri.Sejak kecil, Amara terus sakit-sakitan. Katanya dia pernah mengalami kecelakaan sewaktu bayi, lalu setelah remaja ini, dia ditemukan dalam keadaan pingsan. Tetapi sampai saat ini, dia sama sekali belum bisa sadarkan diri. Keluarga Brahmana sudah meminta tolong pada semua ahli dan tim medis, namun belum ada yang berhasil.Rayyan Miga begitu penasaran, apa yang bisa dilakukan gadis kecil ini untuk menyelamatkan adik tercintanya? Dulu, dia pernah mendengar cerita dari Arka selaku sahabat dekatnya, jika adiknya tinggal didesa bersama nenek mereka yang ahli pengobatan. Entah apa karena teringat cerita Arka ini atau hal lain, Rayya
Rayyan jadi bertanya-tanya, tetapi untuk saat ini dia tidak tertarik dengan keanehan keluarga Limanto itu. Saat ini yang dia pikirkan hanyalah, apakah benar gadis itu bisa menyadarkan Amara? Karena bagi Rayyan, kesembuhan Amara adalah senyuman untuk keluarga besarnya terutama Bibi.Mengenai hal ini, bukan hanya Rayyan saja yang khawatir, tetapi Robi juga. Dia menatap Nona muda Amara mereka yang masih terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang, lalu terdengar dia berkata tanpa menoleh, “Tuan Rayyan, bagaimana jika Nona Evelyn hanya ingin menipumu?”Rayyan melempar dokumen di atas meja, “Tidak perlu khawatir.” Kemudian dia bangun, melipat lengan bajunya sampai ke siku, dan berkata lagi, “Jika dia menipuku, maka kakak kesayangannya lah yang akan membayar semua perbuatannya.”Tentu saja Rayyan tidak akan melakukan apapun pada seorang gadis kecil seperti Evelyn, tetapi Arka mungkin akan menjadi sasarannya.Sementara disini lain, saat ini Arka baru saja pulang dari balap liar. Suatu hobi y
Suasana kembali hening. Kembali tidak ada suara dari mereka, kembali tidak ada yang beranjak dari tempatnya. Mata mereka hanya terfokus pada satu titik saja yaitu ke arah dimana Dokter membawa Arka.Ingin rasanya mereka berlari menyusul kemudian berteriak memanggil Arka. Namun mereka menahan keinginan itu dengan sekuatnya. Bahkan cenderung dengan berat hati hanya bisa pasrah menghargai keinginan dan pengorbanan Arka.Sambil terus menekan dadanya, membayangkan apa yang sedang dilakukan para Ahli medis di dalam sana pada tubuh Arka. Membelah dadanya dan mengeluarkan jantungnya hidup-hidup? Atau Arka di bius dulu hingga mati kemudian diambil Jantungnya?Semua orang hanya bisa membisu ngeri dan menahan sakit dalam hati.Hingga beberapa saat lamanya, di tengah-tengah ketegangan yang meraja, seorang perawat berlari mendekati mereka. Semua berdiri."Tuan Rayyan, Dokter memanggil Anda. Mari silahkan ikut saya.""Aku ikut." Evelyn cepat ikut bangun."Mohon maaf Nyonya. Hanya Tuan Rayyan saja.
Suasana semakin Pilu dan terasa sangat mencekam saat Arka menandatangani surat itu.Tidak ada yang tidak mengeluarkan air mata. Pengorbanan Arka saat ini sungguh tidak bisa dikatakan main-main. Arka akan menyerahkan jantungnya untuk kelangsungan hidup Amara. Dia akan mati, demi Amara bisa hidup."Ikut lah bersama kami." Dokter melangkah. Arka mengikutinya."Kak Arka!" Evelyn yang sejak tadi membeku kini tidak bisa lagi menahan diri. Dia memanggil Arka sambil menarik lengannya.Arka menghentikan langkahnya kemudian dia menoleh.“Kak Arka, apa kamu akan meninggalkan kami?”Arka membalikkan badannya dia menatap lekat wajah adiknya yang teramat ya sayangi itu. Kemudian tangannya terulur untuk mengusap air mata Evelyn ini yang sejak tadi sudah membasahi pipinya.“Kak Arka tidak pernah pergi. Kak Arka akan tetap ada di hati kalian.” Dia meraih kedua tangan Evelyn kemudian menggenggamnya dengan erat.“Evelyn dengarkan kakak, tanpa Kakak, kamu akan tetap hidup lebih baik asalkan ada Rayyan di
Tidak perlu menunggu waktu lama, seseorang yang dihubungi oleh Rayyan itu langsung mengangkat panggilan teleponnya.[Robi, segera mungkin hubungi semua tim kita, untuk bergerak keseluruh rumah sakit atau kemana saja untuk mencari seseorang yang bisa mendonorkan Jantungnya untuk Amara. Berapapun harganya, kita akan membayarnya! Dengar berapapun, itu aku tidak peduli!]Tanpa bertanya, Robi sudah paham dengan maksud dari perintah yang diutarakan oleh Rayyan dan cepat mengiyakan.Baru saja Rayyan mengakhiri panggilannya, Seorang Perawat masuk dan berseru."Dokter! Nona Amara kritis!"Tanpa bertanya, Dokter pun segera berlari menyusul langkah perawat itu yang dengan sigapnya disusul juga oleh yang lainnya.Dokter segera masuk ke dalam ruangan tempat Amara berbaring."Amar, kondisi Amara, Putri kita memburuk! Dia tidak sadarkan diri lagi!" Azura langsung menubruk tubuh Amar dan menangis histeris saat sang suami muncul di hadapannya.Amar cepat membawa tubuh Azura ke luar ruangan mengikuti i
Sudah hampir tiga jam lamanya, Tim medis dari rumah sakit ternama di kota mereka itu menangani Amara di ruangan ICU.Saat ini, Rayyan dan Evelyn sudah berada di rumah sakit, Amar yang sudah menghubungi mereka. Saat Rayyan mendapatkan kabar jika kondisi Amara kritis seketika saja ia langsung membawa serta Evelyn untuk bergegas menuju rumah sakit.Mereka sempat tidak percaya dengan berita yang mereka dengar, karena baru beberapa jam yang lalu suami dari Bibinya itu baru saja mengabarkan jika kesehatan Amara sudah membaik, bahkan hari ini Amara sudah dinyatakan boleh pulang ke rumah dan menjalankan berobat jalan saja.Akan tetapi semuanya terasa seperti mimpi, mendadak kondisi Amara menjadi kritis seperti saat ini. Semua orang dipenuhi rasa kekhawatiran. Menatap penuh harap ke arah pintu ruangan ICU tempat Amara sedang ditangani secara intensif oleh tim medis.Tak ada satupun suara yang terdengar, mereka hanya terdiam dan memanjatkan doa didalam hati mereka masing-masing. Hingga akhirnya
Epilog.Pagi-pagi, Amar dan Azura sudah terlihat melangkah menuju ruangan dimana Amara dirawat dengan wajah penuh ketenangan."Pagi sayang!" Azura menyapa berbarengan dengan membuka pintu ruangan."Pagi Mama, Papa." Amara menyambut dengan mata yang berbinar bahagia.Mata Azura langsung fokus pada tangan Arka yang sedang menyisir rambut Amara.'Wajar saja kalau Amara jatuh cinta pada pria itu. Dia begitu perhatian.' batinnya.Arka cepat mengangguk pada mereka berdua lalu kembali pada rambut Amara. Dia mengikat rapi rambut Amara keatas. Kemudian segera beranjak untuk menyisih."Bagaimana keadaan Amara, Arka?" tanya Amar pada Arka."Kata Dokter, aku sudah diperbolehkan pulang hari ini, Pa!" seru Amara.Amar tersenyum. "Papa sudah tahu. Dokter sudah menelpon Papa semalam, jika pagi ini kamu sudah boleh kembali ke rumah.""Paman, kalau begitu aku akan segera mengurus administrasi dulu." ucap Arka.Amar mengangguk."Kak Arka, kamu mau kemana?" tanya Amara."Arka harus mengurus biaya adminis
Hari ini, Amar menepati janji.Sepulang dari menjenguk Amara di rumah sakit, dia langsung menghubungi Rayyan untuk membahas rencana persiapan pernikahan Amara dan Arka.Rayyan pun segera datang bersama dengan Evelyn ke rumah besar keluarga Brahmana untuk membahas hal ini di sana.Setelah mereka berdiskusi akhirnya mereka memutuskan untuk mengunjungi rumah orang tua Evelyn yaitu kediaman keluarga Limanto. Sebelum menuju rumah orang tuanya tidak lupa Evelyn memberi kabar pada ibunya supaya Ayahnya jangan dulu berangkat kerja, agar saat mereka tiba di kediaman keluarga Limanto, sang Ayah masih berada di rumah karena keluarga Brahmana akan datang ke sana.Laras tidak tahu apa yang akan mereka bahas, Dia mengira jika keluarga besar Brahmana hanya mengunjungi mereka sekedar untuk bersilaturahmi saja.Jadi dia pun memberitahu suaminya agar jangan pergi dulu ke kantor.Ketika semua orang sudah berkumpul di ruangan tengah kediaman keluarga Limanto, Laras dan Sofyan sedikit terkejut karena yang
Terdengar suara pintu terbuka dengan begitu hati-hati, ternyata seseorang sedang mengintip mereka. Kemudian orang itu tersenyum hangat ketika melihat pemandangan yang ada di dalam ruangan rawat inap dari rumah sakit terkenal itu.Amara tertidur dengan mendekap erat lengan Arka. Sedangkan Arka sendiri dengan posisi tengkurap disisi Amara, dengan tangan kanan berada di perut Amara. Kemudian pintu tertutup kembali. Seseorang itu kemudian melangkah pergi."Cinta memang tidak bisa disalahkan. Seperti halnya aku dulu, ketika jatuh cinta. Tak pandang jika wanita itu lah yang sudah buatku dan Ibuku celaka.” Terdengar suaranya pelan sambil melangkah."Kamu mendapatkan semuanya dari Arka, Amara. Kasih sayang, perhatian, cinta dan kesetiaan. Kamu pasti akan bahagia bersamanya putriku. Papa berjanji akan terus mendukung kalian." tuturnya sambil tersenyum."Pa, kenapa tidak jadi masuk?" tanya Azura menghampiri Amar sedikit heran, karena barusa saja tadi dia pergi ke kamar mandi dahulu."Kita pulan
Walau mereka semua tau jika Amara bukan darah daging dari mereka. Tapi sedikitpun tidak mengubah rasa sayang yang ada.“Karena kecelakaan itulah yang menyebabkan Amara terus saja sakit-sakitan. Karena pada saat kecelakaan itu Amara juga ikut serta.”Saat mengatakan itu tiba-tiba Rayyan teringat sesuatu, dia langsung menoleh pada Evelyn.“Evelyn, apa untuk kali ini kamu tidak bisa menyembuhkan Amara dengan jarum akupunturmu?”Evelyn tercengang. Dia kemudian menggeleng. “Gagal jantung adalah penyakit yang sangat kronis. Jarum akupunturku tidak akan mampu mengatasinya, sebab jarum akupuntur ku hanya bisa membuka saraf-saraf yang tertutup dan tidak berfungsi. Tetapi lain halnya dengan masalah jantung. Apalagi jarum akupuntur itu mempunyai rentan waktu yang cukup lama dalam pengobatan, sedangkan Amara memerlukan penanganan yang harus secepat mungkin.”Rayyan menunduk, “Sebenarnya perasaanku sangat tidak enak, aku takut terjadi sesuatu pada Amara. Aku benar-benar takut. Tapi aku tidak beran
“Amara? Sayang ku,” Azura memanggil lirih ketika melihat Amara membuka matanya secara perlahan.“Mama,” ucap Amara dengan suara yang lemah."Apa yang kamu rasakan,Nak?" tanya Azura sambil mencium kening Amara beberapa kali."Aku merasa tubuhku sangat lemas dan seperti tidak punya tenaga, Ma.""Ah, tidak apa-apa. Putri Papa akan segera sehat." Amar kini berganti mencium kening Amara.Lalu Amara menoleh, menatap keberadaan Arka. Mendapatkan tatapan dari Amar pria itu cepat mendekat. Melihat Arka mendekat Azura dan Amar pun memilih untuk menyisih."Nona Amara, apa dadanya masih sakit?" tanya Arka, dia kini duduk di samping Amara.Gadis itu menggeleng. "Kak Arka, aku ingin duduk."Arka mengangguk dan segera membantu Amara untuk duduk bersandar dengan hati-hati."Kak Arka, apa sakitku parah?" Amara bertanya pada Arka.Arka menghela nafas berat, lalu menoleh pada Rayyan dan Amar. Kemudian dia kembali lagi pada Amara. Arka meraih satu tangan Amara dan menggenggamnya dengan kedua tangannya."