Sepasang calon mempelai pengantin saat ini sedang berdiri di luar aula pernikahan di hotel berbintang di kota ini. Sekitar lima belas menit lagi, mereka akan berjalan menuju altar pernikahan. Mengikat janji suci untuk sehidup semati.
Calon mempelai wanita menoleh, menatap sang mempelai prianya yang berdiri di sampingnya dengan senyuman bahagia.
Tiba-tiba saja, ponsel dalam saku dibalik jas Revan berbunyi. Calon pengantin pria itu pun segera mengambil ponselnya dan mengeluarkannya. Raut wajah Revan seketika berubah saat dia menatap nama kontak yang tertera di layar ponselnya. Lalu dengan ragu-ragu dia berkata pada Evelyn. “Tunggu sebentar, aku akan mengangkat panggilan dulu.”
Evelyn hanya mengangguk, menatap punggung calon suaminya yang melangkah pergi menjauh dari tempatnya berdiri.
Beberapa saat telah berlalu, Evelyn melihat Revan sudah selesai dengan panggilannya.
Tapi dia merasa sedikit heran ketika melihat ekspresi Revan berubah menjadi suram. Evelyn pun bertanya, “Ada apa? Siapa yang menghubungimu?”
Revan belum menjawab, dia terdiam beberapa saat. Lalu terdengar dia menarik nafas dalam-dalam kemudian berkata dengan ragu-ragu, “Evelyn, maafkan aku. Pernikahan kita ini, kita tunda dulu. Jangan sekarang. Aku ada urusan yang sangat mendesak. Aku harus pergi sekarang.”
Evelyn tercengang bukan main. Acara sebentar lagi akan dimulai, tapi tiba-tiba saja Revan justru ingin menunda pernikahan mereka ini.
Kebahagiaan Evelyn yang tadi memuncak, lenyap dalam sekejap. Wajahnya pun menjadi pucat. Dia langsung bertanya dengan cemas, "Kak Revan, sebenarnya ada apa? Acara akan dimulai sebentar lagi. Apa kamu benar-benar tidak bisa menunggu acara kita selesai dulu?”
Revan menoleh ke arah aula pernikahan di belakang mereka. Saat kembali menatap Evelyn, sorot matanya terlihat begitu gelisah. "Urusan ini sangat penting, aku harus pergi sekarang. Meskipun kita menikah sekarang atau nanti, kurasa itu sama saja. Tidak akan ada masalah." Setelah berkata demikian, tanpa menunggu jawaban dari Evelyn, Revan melangkah pergi dengan terburu-buru.
Apa? Tidak akan ada masalah katanya? Bagaimana dengan nama baik keluarga Evelyn jika pernikahan ini sampai gagal?
Evelyn kebingungan. Dia kemudian langsung tersadar dan segera menahan lengan Revan untuk menghentikan langkahnya. "Apa sebenarnya yang lebih penting dari pernikahan kita? Tolong beritahu aku dulu." Evelyn menatap gusar pada Revan.
Revan menghentikan langkahnya. Setelah diam beberapa saat, dia berkata dengan suara rendah. "Sesuatu terjadi pada Clarissa."
Evelyn terkejut bukan main saat mendengar nama itu. Rasa dingin seketika menusuk hatinya dan menyebar ke seluruh tubuh hingga ke tulang belulangnya. Tangannya yang tadi memegang lengan Revan dengan kuat, kini terkulai lemas dan jatuh begitu saja.
Clarissa, adalah pacar Revan di masa lalu. Revan memang pernah bercerita kalau dia memiliki seorang pacar yang sangat dicintainya. Demi bisa bersama dengan pacarnya itu, Revan pernah memohon pada nenek dan kakeknya untuk memutuskan perjodohan di antara mereka. Dia bahkan sempat memberontak beberapa kali hanya untuk bersama Clarissa.
Tapi, entah karena masalah apa, hubungan cinta yang begitu kuat di antara mereka akhirnya putus. Clarissa pergi ke luar negeri, sedangkan Revan tetap tinggal di kota ini.
Evelyn mengira jika Clarissa hanya akan menjadi masa lalu Revan. Namun, dia sama sekali tidak menyangka akan mendengar nama itu lagi, tepat di hari pernikahan mereka.
Revan melihat Evelyn yang terdiam, lalu dia menepis tangannya dan berjalan menuju lift. Dia berjalan pergi tanpa ragu.
Evelyn menatap kepergian Revan dengan tatapan kosong. Ternyata Revan belum pernah menghapus nama Clarissa dalam hatinya.
‘Lalu, kenapa dia setuju untuk menikah denganku? Apa hanya untuk memenuhi perjodohan antara keluarga saja? Tetapi, untuk apa jika tidak ada cinta sedikitpun di hatinya? Apa selama ini aku hanya terlalu berharap?’
Banyak pertanyaan di kepala Evelyn saat ini.
Tiba-tiba Evelyn tersadar saat melihat Revan hendak memasuki lift dan langsung memanggilnya, "Kak Revan, tunggu sebentar!"
Mata gadis itu sudah berkaca-kaca, tapi dia berusaha keras untuk tidak menangis di depan pria itu. Lalu perlahan, dia membuka bibirnya dan berkata dengan pelan, "Pernikahan akan segera dimulai. Apa kamu benar-benar tidak bisa menunggu setelah pernikahan kita selesai?"
Revan terdiam sejenak, kemudian berkata dengan nada tegas, "Evelyn, sesuatu terjadi pada Clarissa, dia saat ini sedang sendirian. Aku harus pergi ke sana. Kamu harus bisa mengerti. Kita hanya tidak bisa menikah hari ini, sementara saat ini Clarissa sedang sangat membutuhkanku."
Mendengar ucapan Revan seperti itu, hati Evelyn benar-benar sangat sakit. Sisa ucapannya tersangkut di tenggorokan dan tidak bisa diucapkannya lagi. Melihat cara Revan yang begitu tidak sabar ingin menemui Clarissa, harapan yang tadinya ada dalam dirinya sekarang tiba-tiba menghilang.
Pria itu sudah menyakitinya sampai sejauh ini, bahkan tidak ada sedikitpun rasa kasihan atau bersalah yang ditunjukkan pria itu padanya.
Setelah hening sejenak dan Revan sudah hampir masuk kembali ke dalam lift, Evelyn berkata, "Kalau begitu, mari kita putus saja."
Revan kembali berbalik, dia melihat Evelyn dengan tatapan penuh keterkejutan, namun hatinya penuh ejekan. "Kamu tidak usah bicara sembarangan, Evelyn. Setelah aku menyelesaikan masalah Clarissa, aku akan kembali dan kita bisa mengulang pernikahan kita yang–"
"Tidak perlu. Pergilah temui Clarissa, tetapi hubungan di antara kita telah berakhir sampai disini!" Evelyn memotong ucapan Revan. Suaranya terdengar serak, tapi sangat tegas.
Meskipun dia begitu menyukai Revan dan menikah dengannya adalah impiannya, tapi bukan berarti harga dirinya bisa diinjak-injak seperti ini.
Tidak ada cinta yang sebanding dengan harga diri seseorang.
"Evelyn, jangan bicara seperti itu. Setelah aku kembali, kita bisa melanjutkan pernikahan kita lagi," ujar Revan lalu kemudian dia masuk ke dalam lift tanpa ragu dan menekan tombol tutup.
Revan sama sekali tidak khawatir dengan Evelyn. Dia merasa jika ucapan Evelyn itu pasti hanya sebatas amarah sesaat. Dia yakin jika Evelyn tidak mungkin mau putus dengannya, karena selama ini gadis itu begitu tergila-gila padanya.
Evelyn melihat kepergian Revan dengan putus asa. Hatinya tiba-tiba menjadi sedingin es. Matanya mengembun, kemudian perlahan jatuh menetes membasahi kulit wajahnya yang mulus.
"Apa pun yang aku lakukan, aku tetap tidak sebanding dengan Clarissa yang selalu ada di hatimu, Kak Revan."
Pintu aula resepsi pernikahan terbuka, sosok wanita setengah umur keluar dari sana. Dia menatap Evelyn dengan tatapan tidak suka, "Di mana Revan?" tanyanya.
Jika bukan karena perjodohan antara kedua keluarga yang dibuat oleh ibunya yang mengharuskan putranya untuk menikahi Evelyn, wanita ini tidak akan sudi menerima Evelyn sebagai menantunya. Ditambah lagi dia sudah mengetahui jika perusahaan Limanto mengalami kebangkrutan.
Evelyn menunduk kemudian dia berkata, "Revan pergi."
Bu Linda pura-pura tercengang. Sebelum dia sempat berkata, Evelyn kembali berbicara, "Revan pergi menemui Clarissa."
Mendengar nama Clarissa disebut oleh Evelyn, Bu Linda langsung berbinar.
Dia berkata dengan keras pada Evelyn tanpa merasa bersalah. "Calon istri macam apa kamu ini? Bahkan kamu tidak bisa mempertahankan calon suamimu di hari pernikahanmu sendiri! Mana mungkin kamu membiarkan Revan menemui wanita lain? Dasar perempuan tidak berguna!"
Seorang gadis muda yang memakai gaun pink muncul di belakang Bu Linda, dia langsung mencibir Evelyn. "Bukan hanya kampungan dan tidak berpendidikan, tapi kamu juga sama sekali tidak cantik. Kalau dibanding dengan Kak Clarissa, kamu sama sekali tidak ada seujung rambutnya. Wajar saja kalau kak Revan tidak menyukaimu!"
Gadis ini bernama Anesa, dia adik Revan. Cucu kesayangan nyonya besar Lewis.
Tetapi, sejak bertemu dengan Evelyn, Nyonya besar Lewis sering membandingkan Anesa dengan dirinya. Mengatakan jika Anesa harus banyak belajar dari Evelyn. Evelyn bukan hanya pintar tapi dia gadis yang baik dalam hal apa pun. Karena itulah, sejak saat itu Anesa sangat tidak menyukai Evelyn.
Evelyn yang tadi menunduk, dia langsung mendongak. Kabut di matanya tadi pun seketika lenyap. Bibirnya yang merah terlihat bergetar saat mengucapkan sebuah kalimat, "Aku bukan calon istrinyanya lagi."
"Apa?" Anesa terkejut.
"Iya, kami baru saja putus. Dia pergi menemui mantan pacarnya di hari pernikahan ini, jadi aku memutuskan untuk mengakhiri pertunangan dan membatalkan pernikahan kami."
Evelyn menyadari jika ibu dan anak ini tidak pernah menyukainya. Namun, dia telah mempersiapkan diri jika suatu saat harus menikah dengan Revan. Baginya, yang penting adalah Revan, bukan ibu atau keluarganya. Dia juga sudah merencanakan untuk tidak tinggal bersama keluarga Revan. Jadi menurutnya, keluarga Revan tidaklah penting. Dia hanya perlu bersabar. Tapi sekarang, sepertinya dia tidak perlu bersabar lagi.
Wajah Bu Linda menggelap, lalu berkata dengan sinis, "Seharusnya kamu bersyukur karena putraku bersedia menikahimu. Kamu hanya ingin menyelamatkan perusahaan ayahmu yang akan bangkrut , ‘kan? Jangan berpura-pura. Bukankah pernikahan itu yang diharapkan oleh nenekmu dan juga keluargamu yang tidak berpendidikan?"
"Iya, ibuku benar. Nenek tua yang sedang sekarat itu memaksa kakakku atas nama keluarga untuk menikahimu. Kalian benar-benar bukan keluarga yang punya kehormatan!"Sebelum Anesa menyelesaikan ucapannya, Evelyn sudah memotong dengan suara dingin. "Jaga bicaramu, Anesa! Terserah kalian mau menghinaku seperti apa, tapi jangan berani-beraninya kalian menghina nenekku!"Evelyn telah bersama neneknya sejak kecil, dan neneknya lah yang membesarkan dirinya. Sang nenek adalah segalanya baginya. Tidak ada seorangpun yang boleh menghinanya.Bu Linda menegakkan kepalanya, lalu berkata dengan nada kasar, "Sekarang apa yang kamu inginkan? Ingin melawanku? Aku sudah tahu dari dulu gadis liar sepertimu ini memang tidak punya etika. Pantas saja putraku tidak bisa menyukaimu!"Tangan Bu Linda mendorong bahu Evelyn. Mungkin karena Evelyn mengenakan gaun pengantin berekor panjang dan sepatu hak tinggi, tubuhnya kehilangan keseimbangan dan tergoyang ke belakang.Evelyn panik, dia refleks ingin meraih tang
Evelyn berkedip, lalu berkata dengan tenang, "Kamu teman baik kakakku, ‘kan? Aku sering melihat fotomu bersamanya di ponselnya."Rayyan Miga, dia adalah CEO dari Grup Brahmana, juga satu-satunya penerus keluarga Brahmana. Dia adalah orang yang sangat misterius dan tertutup.Selama sepuluh tahun ini, dia telah berhasil menguasai pasar bisnis, tetapi tidak ada satupun media yang berani mempublikasikan fotonya. Karena itulah, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mengenalinya.Rayyan terdiam sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Apa kamu benar-benar bisa menyelamatkan adikku?"Evelyn menjawab dengan yakin, "Percayalah padaku. Kalau aku sampai membohongimu atau gagal, kamu bisa melakukan apa pun pada kakakku."Suasana di sana tiba-tiba menjadi hening, kedua orang itu masih saling berhadapan dan saling menatap. Setelah beberapa saat, Rayyan terlihat mengangguk. "Baik, aku akan menikah denganmu.”Sedangkan di dalam aula. Orang-orang sudah diberitahu jika pernikahan ini dibatalkan. Mereka
Di belakang Nenek Limanto, Arka menahan senyum. Dari semua orang yang ada di kota ini hanya neneknya yang berani memanggil Rayyan dengan sebutan nama. Tetapi ekspresi wajah Rayyan tetap terlihat tenang, dia bahkan menjawab dengan lembut dan sopan. “Jangan khawatir, Nenek. Aku pasti menjaganya dengan baik.”Mendengarnya memanggil Nyonya besar Limanto sebagai nenek, bukan hanya Evelyn saja yang kaget, Arka bahkan hampir terjengkang ke belakang.Dasar sial! Dia benar-benar pandai berakting!Nyonya besar tampak terlihat lelah, jadi ibu dan ayah Evelyn pun mengantarnya kembali ke rumah sakit. Karena saat ini tubuhnya memang sudah tidak dapat dipisahkan dari perawatan serius tim dokter rumah sakit.Arka disuruh menjadi sopir untuk mengantar mereka. Sebelum dia pergi, Arka tidak lupa untuk memberi tatapan penuh peringatan dulu pada Rayyan Miga .Akhirnya di ruangan ini hanya tersisa Evelyn dan Rayyan saja. Suasana mendadak berubah menjadi sunyi dan canggung. Mata Evelyn yang sebelumnya menun
Gadis yang tengah berbaring koma itu sebenarnya adalah adik sepupu dari Rayyan Miga. Dia bernama Amara, anak dari Bibi Rayyan Miga.Rayyan tidak punya saudara kandung, Amara adalah satu-satunya saudara yang dia punya. Meskipun mereka berbeda orang tua, tetapi ibu Amara adalah bibi kandungnya. Jadi Rayyan begitu sangat menyayangi Amara melebihi nyawanya sendiri.Sejak kecil, Amara terus sakit-sakitan. Katanya dia pernah mengalami kecelakaan sewaktu bayi, lalu setelah remaja ini, dia ditemukan dalam keadaan pingsan. Tetapi sampai saat ini, dia sama sekali belum bisa sadarkan diri. Keluarga Brahmana sudah meminta tolong pada semua ahli dan tim medis, namun belum ada yang berhasil.Rayyan Miga begitu penasaran, apa yang bisa dilakukan gadis kecil ini untuk menyelamatkan adik tercintanya? Dulu, dia pernah mendengar cerita dari Arka selaku sahabat dekatnya, jika adiknya tinggal didesa bersama nenek mereka yang ahli pengobatan. Entah apa karena teringat cerita Arka ini atau hal lain, Rayya
Rayyan jadi bertanya-tanya, tetapi untuk saat ini dia tidak tertarik dengan keanehan keluarga Limanto itu. Saat ini yang dia pikirkan hanyalah, apakah benar gadis itu bisa menyadarkan Amara? Karena bagi Rayyan, kesembuhan Amara adalah senyuman untuk keluarga besarnya terutama Bibi.Mengenai hal ini, bukan hanya Rayyan saja yang khawatir, tetapi Robi juga. Dia menatap Nona muda Amara mereka yang masih terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang, lalu terdengar dia berkata tanpa menoleh, “Tuan Rayyan, bagaimana jika Nona Evelyn hanya ingin menipumu?”Rayyan melempar dokumen di atas meja, “Tidak perlu khawatir.” Kemudian dia bangun, melipat lengan bajunya sampai ke siku, dan berkata lagi, “Jika dia menipuku, maka kakak kesayangannya lah yang akan membayar semua perbuatannya.”Tentu saja Rayyan tidak akan melakukan apapun pada seorang gadis kecil seperti Evelyn, tetapi Arka mungkin akan menjadi sasarannya.Sementara disini lain, saat ini Arka baru saja pulang dari balap liar. Suatu hobi y
Sementara itu, sejak Rayyan mengungkapkan kebohongannya, Evelyn sangat ketakutan selama beberapa hari ini. Setiap hari dia menghabiskan waktu di perpustakaan kampus. Dia akan pulang saat hari sudah larut malam dan bergegas pergi saat hari masih subuh, hanya demi menghindari bertemu dengan Rayyan.Hari-harinya menjadi cemas sampai dia tidak punya waktu untuk memikirkan Revan lagi.Tapi pagi ini rupanya dia kesiangan. Dia sudah panik setengah mati, dia takut bertemu dengan Rayyan di luar. Untung saja kepala pelayan mengatakan jika Rayyan baru saja pergi karena ada bisnis di luar kota.Kepala pelayan juga mengatakan jika saat Rayyan sedang berada di luar kota, biasanya itu akan memakan waktu hingga berminggu-minggu. Akhirnya Evelyn bisa merasa tenang sekarang.Hari ini dia bisa pulang tidak terlalu malam.Tapi ketika dia sampai di villa itu, suasana tampak sepi semua pelayan sudah pergi beristirahat. Lampu utama Villa juga telah dimatikan, hanya tersisa satu set lampu dinding untuk mener
Mendengar penuturan yang di ucapkan oleh Rayyan, Evelyn merasa lega, sambil berkata dalam hati, ‘Ternyata alasan Tuan Rayyan Kembali, karena Nona Amara sudah sadar. Untung saja nona Amara sudah sadar, kalau tidak aku pasti akan dalam masalah besar. Bisa saja justru malah dibawa ke kantor polisi atas tuduhan penipuan.’Saat ini pandangan Rayyan tertuju pada kakinya, “Apa kakimu sudah lebih baik?” tanyanya.Rayyan masih memikirkan pergelangan kaki Evelyn yang terkilir di hari pernikahan tempo lalu, sebenarnya dia pada saat itu melihat, tapi dia tidak terlalu peduli.Dan hari ini sepertinya Rayyan memang perlu peduli dengan gadis ini, karena gadis ini telah bisa membuat adiknya bangun dari komanya.Evelyn menggeleng, “Tidak apa-apa, sudah sembuh kok.”Rayyan hanya mengangguk, kemudian dia berdiri dan berjalan menuju lantai atas. Saat melihat Rayyan pergi, Evelyn langsung merasa lega. Dia menarik nafas panjang, tapi belum beberapa detik tiba-tiba suara dingin Rayyan kembali terdengar mema
Langit malam terlihat begitu gelap malam ini, seolah sedang menyelimuti seluruh kota membuat suasana kota yang awalnya bising berangsur tenang dan damai.Evelyn mengikuti langkah Mia memasuki sebuah bar. Mungkin karena bar itu baru dibuka, jadi hanya masih ada beberapa orang yang datang.Mia sudah biasa pergi ke bar, jadi dia sudah terlihat sangat luwes. Dia menyeret Evelyn melewati kerumunan di bar lalu meminta dua gelas bir kepada bartender.“Aku tidak mau minum bir!” Evelyn buru-buru berkata pada partner wanita itu.Mia tidak bisa menahan tawa, dia tertawa sambil menoleh menatap temannya. “Ayolah. Mana mungkin kamu pergi kesini hanya untuk minum Jus?”Evelyn mendekatkan wajahnya, “Kalau kakakku tahu kamu membawaku ke sini dan mau menyuruhku minum bir,”Sebelum Evelyn melanjutkan kata-katanya Mia dengan cepat mengangkat tangannya “Oke! Baiklah, aku akan memesankan limun saja.”Evelyn tersenyum lalu dia menerima segelas limun yang diserahkan oleh bartender.Mia menggembungkan pipinya
Kemudian terdengar Rayyan berdehem kecil dan membuka suara untuk memecah keheningan yang ada diantara mereka. Dia belum kepada intinya melainkan terlebih dahulu bertanya pada Evelyn dan Neneknya, karena dari sepintas mata memandang sepertinya semua orang yang ada di sana merasakan penasaran akan kisah bagaimana awal mulai pertemuan Nenek dan Evelyn bisa terjadi.“Ini tadi ceritanya bagaimana? Kalian sudah saling mengenal, begitu?” Pertanyaan Rayyan tentu tertuju pada Neneknya sekaligus untuk Evelyn.Dua orang yang ditanya itu saling menatap dan kemudian mengulas senyuman. Wulan menjawab dengan bangga, menceritakan tentang pertemuan mereka. Waktu itu ada Azura, tetapi dia tidak sempat melihat siapa gadis yang sudah menolong ibunya. Tapi dia membenarkan omongan Wulan.Evelyn juga mengangguk, mengingatkan pada Rayyan saat dia menanyakan memar yang ada di dahinya tempo lalu.“Ooh…” Rayyan mengangguk-angguk. Waktu itu dia sempat marah pada Evelyn yang ceroboh, yang telah mengabaikan kesela
Di Tengah-tengah penantian kedatangan keluarga Brahmana itu, yang disertai rasa berdebar di hati mereka tiba-tiba ponsel yang ada di saku Evelyn bergetar. Ia melihat ternyata itu isi pesan chat dari Rayyan.[Kami sudah meluncur ke rumahmu. Ada Kakek, Nenek, Paman, Bibi dan juga Ibuku.]“Astaga ibu! Bagaimana ini? Mereka benar-benar akan datang. Sekarang sudah ada di jalan menuju kemari!” Evelyn langsung berteriak pada Ibunya.“Aduh, bagaimana ini? Ibu kok jadi tegang sekali ini, Evelyn? Dada Ibu jeduk-jeduk nggak karuan rasanya.” Laras sangat gugup, sampai dia mengambil tangan Evelyn dan menaruhnya di dadanya. Evelyn bisa merasakan jika jantung Ibunya memang berdebar kencang.“Sebenarnya bukan hanya Ibu, aku juga iya.” Evelyn pun mengambil tangan Laras dan meletakkan di dadanya.Dua orang itu sama-sama berdebar jantungnya. Berbeda sekali dengan Nenek Limanto yang duduk dengan manis dan penuh senyum kebahagiaan karena menanti kedatangan keluarga Brahmana.Evelyn melirik Neneknya, ada r
Sofyan, sebetulnya sudah mendengar kabar tentang hal itu. Meskipun kabar di internet yang dulu tidak menjelaskan tentang siapa status istri dari Presiden Rayyan, tetapi Sofyan sudah tahu jika yang dimaksud istri Presiden Rayan tentunya adalah putrinya.“Baiklah, mendengar ucapan kamu ini ibu sedikit merasa lega.”“Kalau begitu lebih baik kita sama-sama berdoa dan lihat saja nanti malam, bagaimana reaksi dari keluarga Brahmana, apakah mereka benar-benar akan menerima kita atau justru …,” Sofyan menggantung kalimatnya.Namun dari ucapan itu Evelyn tahu apa yang dikhawatirkan oleh Ayah dan Ibunyakemudian dia memberi jawaban untuk menenangkan mereka. “Ayah dan Ibu, jangan khawatir. Kita harus percaya kepada kak Rayyan. Aku yakin jika keluarga besar nya adalah keluarga yang baik dan ramah juga. Jadi tidak mungkin mereka tidak akan menerima kita. Apalagi aku dan Rayyan sudah sejauh ini menjalin hubungan pernikahan.”Kedua orang tuanya mengangguk kemudian saling menggandeng tangan Evelyn da
Bisnis keluarga Brahmana bukanlah bisnis dari orang sembarangan, Sofyan tidak ingin jika nanti putranya ini akan membuat kesalahan. Apalagi dia masih merasa khawatir jika Arka ini masih memiliki emosi yang tidak labil dan pemikiran yang belum cukup dewasa, rasanya jika harus memegang sebuah perusahaan besar seperti ini Sofyan betul-betul merasa ragu.“Bukankah Ayah dari Nak Rayyan sudah berada di sana? Kenapa kini mesti Arka yang menangani?” Biar bagaimanapun juga Sofyan perlu bertanya masalah ini karena dia tetap merasa khawatir memikirkannya.Rayyan mengangkat pandangannya untuk menatap Ayah mertuanya, kemudian dia menunduk kembali dan berkata dengan sopan. “Sebetulnya Ayah sudah memintaku berulang kali untuk mengambil alih perusahaan itu. Tetapi aku belum mendapatkan orang yang bisa dipercaya. Sekarang aku sudah mempercayakan semuanya pada Arka oleh karena itu aku menyuruhnya untuk pergi ke sana, sekaligus menitipkan adikku yang juga akan tinggal di sana untuk berobat.”“Oh ... Jad
Barulah sampai di sini Evelyn tersadar dan paham akan semuanya. Rasa takutnya tiba-tiba sirna, akhirnya dia senyum-senyum sendiri tidak jelas sambil mandi.Ketika dia keluar dari kamar mandi, dia sudah melihat Rayyan juga bersiap untuk mandi. Evelyn sedikit menggeser tubuhnya supaya Rayyan bisa masuk ke dalam kamar mandi. Tidak butuh waktu lama Rayyan sudah terlihat keluar dari kamar mandi.“Apa kamu membawa baju ganti?” Evelyn bertanya, hanya untuk mengusir rasa malu dan canggung sebenarnya.“Tadi aku yang meminta Robi untuk mengantarkan baju kesini. Setelah itu Bibi Leni yang mengantarkannya ke kamar ini”“Ohh …!” hanya begitu saja jawab Evelyn. Dia segera memilih baju dan berganti dengan cepat saat memastikan Rayyan sudah berganti dengan baju ala kantornya. Dan kini terlihat sedang sibuk dengan ponselnya.Ketukan pintu terdengar memecah kesunyian yang ada, suara Bibi Leni memanggil dengan lembut dari luar kamar, mengajak mereka berdua untuk segera turun sarapan karena keluarga besa
Evelyn kembali menatap ke arah Rayyan terlihat pria itu kembali tersenyum menatapnya, Evelyn terlihat seperti orang linglung.Evelyn kembali menoleh padanya dan bertanya, "Kak Rayyan apa semalam kamu tidur disini?" Sambil mengencangkan selimut untuk menyembunyikan tubuh polosnya.Rayyan menarik ujung bibirnya dengan senyum merekah, "Kamu bertanya padaku? Aku yang seharusnya bertanya padamu Evelyn Limanto, eh salah, Nyonya Miga Brahmana, apa semalam kamu melupakan sesuatu?” Nada bicara Rayyan seperti sedang kecewa.Tentu saja ia akan merasa sangat kecewa, jika Evelyn benar-benar melupakan kejadian indah tadi malam. Padahal pagi ini Rayyan berencana ingin merasa kembali kehangatan indah yang tidak akan dilupakan seumur hidup mereka itu, yaitu malam pertama penyatuan jiwa raga dan cinta mereka.Evelyn masih penuh kebingungan, dengan hati-hati kemudian dia berusaha untuk mengingat semua kejadian tadi malam.Semalam ia mengingat jika dia memang pergi bersama kakaknya Arka dan minum dua gel
Sofyan dan Laras membukakan pintu, ketika dia melihat yang datang adalah Rayyan sambil menggendong Evelyn. Mereka pun terkejut.Laras langsung bertanya dengan cemas, “Apa yang sudah terjadi pada Evelyn, nak Rayyan?”Sebelumnya Rayyan tersenyum dahulu pada mereka, kemudian menjawab. “Tidak perlu khawatir Ibu mertua, tidak ada yang serius terjadi pada Evelyn. Tadi saat aku datang, aku melihat Evelyn sedang mabuk, jadi aku mengantarnya pulang saja.”Dua orang itu langsung saling menatap, mata keduanya membulat sempurna dari tatapan mata keduanya, seakan-akan saja saling memberi isyarat jika yang ada dalam pikiran mereka adalah sama.Sofyan kemudian berkata dengan marah. “Dasar Arka, memang dia anak kurang ajar! Bisa-bisanya dia membiarkan Adiknya mabuk sampai seperti ini?”Sedangkan Laras hanya menggelengkan kepala, saat menyadari kelakuan putranya itu. Laras kemudian langsung mempersilahkan Rayyan untuk masuk dan membimbingnya ke kamar Evelyn. Rayyan kemudian melangkah masuk ke dalam k
Untuk membuang rasa canggung yang ada kemudian Arka berkata, “Apa Rayyan belum datang?” tanya Arka.“Belum, katanya dia akan sedikit terlambat. Ayo lebih baik kita duduk dulu.”Arka menyuruh Evelyn untuk duduk di meja lain, “Kamu duduk di sini dulu ya? Tunggu Rayyan datang sebentar lagi. Kamu boleh pesan apapun. Kakak akan mengobrol sebentar dengan Ethan.”Kemudian dua pria itu menyisih, di meja yang bersebelahan dengan meja tempat Evelyn duduk. Mereka berdua sedang membicarakan tentang kepergian Arka besok ke luar negeri. Sebab perusahaan milik grup Brahmana di sana itu masih ada hubungannya dengan Ethan, jadi tentu saja harus ada pembicaraan terlebih dahulu mengenai hal-hal rumit dan lumayan penting diantara mereka berdua.Ketika mereka sedang serius mengobrol, pelayan datang menyuguhkan anggur Merah pada Evelyn. Evelyn terkejut melihat botol anggur merah di depannya. Dia seketika mendongak, dia ingin mengatakan Jika dia tidak minum anggur merah, tapi ingin memesan jus saja. Tetapi
Mendengar gumaman Ibunya, Sofyan langsung berkata, “Ibu, kita tidak boleh berharap seperti itu. Meskipun sekarang kita ini adalah besan dengan grup Brahmana, tetapi kita harus tahu diri siapa kita. Jika dibanding dengan keluarga Brahmana, kita ini diibaratkan cuma seujung kukunya saja dari Brahmana grup. Evelyn dipilih oleh Tuan Rayyan untuk menjadi istrinya saja, itu sudah merupakan sebuah kebanggaan yang tidak bisa dimiliki oleh orang lain. Jadi aku harap kita jangan bermimpi terlalu tinggi untuk mendapatkan jantung, jika saat ini kita sudah dikasih mereka hati.”Nenek Limanto tertawa kecil, “Iya, kamu benar. Lagi pula perkataan ibu tadi tidak terlalu serius.”Seharian ini Evelyn melewati waktu di rumah keluarganya ini. Dia mulai merasa suntuk dan bosan. Dia merindukan Rayyan, ingin menelepon tetapi dia takut mengganggu kesibukan Rayyan. Jadi pada akhirnya dia hanya bisa menahan diri.Hingga malam telah tiba, dia melihat kakaknya sudah pulang dari kantor nya. Dia segera menghampiri