Beberapa orang yang sedang berkerumun di sekitar mereka hampir semua mendengar obrolan mereka. Semua orang langsung memandang jijik pada Revan, menganggap jika Revan tidak tahu malu sudah mengganggu wanita yang sudah menikah. Dan yang paling penting bagi mereka adalah suami wanita itu sangat tampan.“Dasar tidak tahu malu!” Satu orang mengumpat.Revan memegang pergelangan tangannya yang sakit lalu menatap Evelyn yang patuh dibawa pergi oleh pria asing yang entah dari mana datangnya tadi. Raut wajahnya menjadi gelap.Rayyan sendiri masih menggenggam tangan Evelyn menuju mobil hitam yang terparkir di sisi jalan. Sebelum naik mobil, dia melirik ke arah kotak yang masih ada di tangan Evelyn. Lalu dia berkata dengan lembut, “Berikan padaku.”“Hah, apa?” Evelyn terlihat bingung sesaat kemudian dia baru sadar setelah melihat tangan Rayyan yang menunjuk pada kotak yang masih digenggamnya. Meskipun tidak tahu apa yang ingin dilakukan Rayyan, tapi dia tetap menyerahkan kotak itu tanpa protes.R
Rayyan melirik ke arah Evelyn yang hanya terdiam ketika mendengarkan semua penuturan yang diucapkannya, meskipun dirinya sudah banyak memberi nasehat akan tetapi anehnya tetap saja Evelyn tanpa respon sepata kata kepadanya, dengan mata yang terbuka lebar dan tampak menyerngitkan dahinya, Kemudian dia bertanya dengan suara rendah, “Apa Kamu paham, semua maksud yang sudah aku katakan?” “Iya, aku paham,” Evelyn langsung mengangguk, lalu kembali terdiam. “Kalau kamu memang paham, lalu mengapa ekspresi wajahmu masih terlihat bingung seperti itu? Apa kamu masih merasa sangat sedih, karena tidak jadi menikah denganya?” Evelyn menggelengkan kepalanya, “Sama sekali tidak! Aku tidak sedih, karena tidak jadi menikah dengannya. Hanya saja saat ini aku merasa terkejut, karena tiba-tiba saja hari ini, dia datang padaku dan mengatakan banyak hal, jadi aku merasa seperti tidak pernah mengenalnya sama sekali sebelumnya. Dia benar-benar berbeda dari orang yang aku kenal dulu. Aku bahkan tidak bi
Rayyan menyipitkan matanya, kemudian dia berbalik menuju pintu. Suara bingung Mia terdengar dari ponsel yang sebelumnya hening, "Halo, Evelyn apa kamu mendengarku? Evelyn, kenapa diam saja?" Kicauan Mia terdengar. Evelyn masih terpaku dengan ucapan singkat dari Rayyan tadi, Sementara pria yang tengah berjalan menuju pintu itu mendadak menghentikan langkahnya, ia menoleh dan menatap gadis itu dengan mata gelapnya yang sulit ditebak. "Berguna atau tidaknya seorang pria, itu tidak ada hubungannya dengan usianya. Terlebih lagi jika kalian mulai membahas soal performa kejantanannya." Ujarnya santai. Kemudian terdengar suara tambahan darinya, “Kamu memang masih muda dan lugu, aku tidak menyalahkanmu jika pikiranmu seperti itu, tapi menurutku tidak baik meremehkan kemampuan seseorang jika kamu dan dia sama sekali belum pernah melakukan itu.” Setelah itu, Rayyan membantunya menutup pintu kemudian dia keluar. Evelyn membeku. "Evelyn, Evelyn… kamu bicara dengan siapa?" Gadis it
Rayyan berjalan keluar dari ruang makan untuk menuju pintu utama, diikuti oleh Evelyn dibelakangnya.Sebelum masuk ke dalam mobil Rayyan terlebih dahulu mengenakan jas yang sejak tadi digantung pada tangganya,Rayyan merasa ada yang tidak beres dengan tatapan Evelyn, namun saat dia melirik jam tangannya dia tahu bahwa dia sudah tidak punya waktu lagi.Tapi baru saja Rayyan berjalan beberapa langkah, dia merasakan ada sesuatu yang menahannya, saat dia menoleh dia melihat jari-jemari ramping yang putih itu mencengkeram lengan bajunya dan begitu dia mendongak dia melihat wajah Evelyn.Evelyn sendiri terlihat begitu cemas, otaknya berputar cepat. ‘Aku harus bagaimana?’Pria ini adalah sahabat kakaknya. Jika sesuatu terjadi padanya, kakaknya pasti akan sedih. Apalagi, dia masih suami pura-puranya, jika pria ini benar-benar mati bukankah dia akan menjadi janda? Dan neneknya pasti jadi semakin khawatir.‘Tidak, tidak! Aku harus menolongnya.’Rayyan menyerngitkan dahi sambil menatapnya curiga
Sebetulnya ada keraguan di hati perawat itu, namun melihatnya tampak lebih tenang daripada pria brengsek berbaju coklat yang saat ini terlihat memasang wajah jutek itu, akhirnya perawat dengan yakin menyerahkan obat dan kapas padanya.“Jika ada masalah, silahkan tekan bel yang ada di atas kepala ranjang itu untuk menghubungi kami.” Ucap perawat sambil jarinya menunjuk ke arah yang dimaksudRayyan mengangguk samar, sambil duduk di samping tempat tidur. Dia menyeka luka di dahi Evelyn menggunakan obat dan kapas dengan lembut.Evelyn tertegun saat matanya menatap wajah tampan yang ada di hadapannya. Kulit pria itu begitu halus sampai tidak terlihat pori-porinya. Alisnya seperti pedang dan matanya berkilau terlihat tajam namun memancarkan keteduhan. Dua bibir tipis kemerahan di bawah pangkal hidung yang mancung. Lalu jakunnya… Seksi dan menggairahkan…Terutama aroma maskulin yang menguar dari tubuhnya, yang seakan saja sangkin harumnya bisa mengalahkan aroma bau obat yang menyengat di dal
Arka tampak lebih tenang setelah mendengar kata-kata itu.“Sepertinya, aku bisa melihat jika adikku sangat senang tinggal di villa mu, tapi ingat kamu jangan berbangga hati, sebab aku tidak akan berterima kasih kepadamu. Bagaimanapun juga aku sudah bekerja keras untukmu setiap hari. Jadi untuk hal ini aku rasa kita adil bukan?”Rayyan menutup bibirnya tanpa bicara.Saat Arka hendak pergi tiba-tiba dia terpikir sesuatu, dia pun berbalik lagi dan menunjuk ke arah Rayyan.“Satu lagi, aku peringatkan kamu! Jangan permainkan adikku. Kamu harus sadar jika usiamu terpaut sepuluh tahun lebih tua darinya, kamu lebih pantas menjadi pamannya!”Pembuluh darah di dahi Rayyan sedikit berkedut, “Sembilan tahun, hanya lebih sedikit.”Dalam hati dia sempat berpikir, Kenapa semua orang menyerang umurnya akhir-akhir ini?“Apa kamu tahu artinya pembulatan? Sepuluh tahun jika dibulatkan!” Arka mengangkat dagunya, ketika dia memikirkan sesuatu tiba-tiba dia mengubah nada suaranya“Eh, sebenarnya tidak apa-
Mobil mereka telah sampai di gerbang Villa bunga mawar. Rayyan tidak langsung turun dari mobil, dia masih memperhatikan kepala pelayan yang membantu Evelyn masuk ke dalam villa. Setelah itu, dia memalingkan wajah dengan mata yang berkilat dingin.“Bagaimana pemeriksaannya?”Robi menoleh ke belakang, lalu dia menjawab,“Penyelidikan mengatakan, jika latar belakang sopir truk itu sangat bersih dan tidak ada yang salah sedikit pun. Sepertinya ini memang kecelakaan.”Rayyan menarik senyuman sinis. ‘Sudah berapa banyak kecelakaan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir?’Robi yang sepertinya tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Rayyan kemudian berkata lagi, “Mungkin saja bukan orang itu, tetapi kali ini adalah perbuatan pihak lain,” Sebelum dia selesai bicara, Rayyan sudah memotongnya.“Suruh Roy untuk melindungi Evelyn.”Roy adalah sopir Evelyn tadi, dia bukan hanya memiliki keterampilan dalam mengemudi yang baik, tapi juga hebat dalam hal lainnya.Robi sedikit bingung memikirkannya, k
Sudah satu Minggu ini Evelyn beristirahat di rumah. Sepertinya luka bekas kecelakaan kemarin juga sudah terlihat sembuh, hanya meninggalkan sedikit bekas goresan tipis saja pada keningnya. Jadi dia tidak perlu lagi memakai plester untuk menutupinya.Evelyn hanya perlu sedikit merapikan poninya saja, supaya bekas luka itu bisa tertutup dari pandangan mata, terutama dari Mia, sahabatnya itu pasti akan sangat heboh bertanya kepadanya, jika sampai dia tau jika luka gores itu lah yang menjadi penyebab utama Evelyn selama satu Minggu ini cuti dari kuliahnya.Setelah Mereka selesai sarapan pagi bersama, baik Evelyn ataupun Rayyan keduanya tampak bersiap untuk melanjutkan aktivitas masing-masing, Rayyan bersiap untuk berangkat kerja dan Evelyn bersiap untuk berangkat ke kampus.Keduanya berjalan keluar, tepat di depan pintu utama Villa bunga Mawar mata Evelyn sedikit mengerjap saat melihat sebuah mobil sport mewah berwarna orange yang telah terparkir di sana.Arka terlihat duduk santai menikm
Arka menghela nafas, menarik wajah Amara dan mengusapnya."Semua orang tua, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaan putrinya. Tapi, sebagai anak, kamu juga tidak boleh membuat orang tuamu sampai bersedih. Jangan membebani mereka dengan keinginan kita." ucap Arka dengan sangat hati-hati."Aku tidak membebani mereka, Kak Arka. Aku hanya bertanya apa papa akan membantu kita? Papa jawab, tentu saja. Itu artinya papaku merestui hubungan kita!" sahut Amara, matanya membulat."Ah iya. Baiklah. Jangan marah lagi." Arka meraih kedua tangannya. Menatap wajah Amara yang mulai berseri kembali."Kita akan menikah kan, kak Arka?"Arka mengangguk lagi. "Iya. Kita akan menikah."Amara tersenyum senang. Menarik tengkuk Arka untuk mencium keningnya dan kembali memeluknya."Aku bahagia. Akhirnya kita akan menikah.""Amara!"Keduanya sama-sama tersentak saat mendengar suara seseorang memanggil nama Amara dan menoleh cepat ke arah yang sama.“Kak Rayyan?"“Rayyan?”Rayyan sudah berjalan ke arah merek
Hampir setengah harian ini Amara mengurung diri di kamar. Dia kecewa kepada Arka karena tidak memberi jawaban pasti padanya. Padahal kedua orang tuanya sudah menyetujui permintaannya, pamannya Azam pun begitu.Azura dan Arka sudah beberapa kali mengetuk pintu untuk mencoba membujuknya. Tetapi Amara tetap tidak mau membuka pintu kamarnya."Sebenarnya ini ada apa lagi?" Amar bertanya pada Azura.“Aku tidak tahu. Sepertinya Amara …. “ Azura menggantung kalimatnya, kemudian dia menoleh pada Arka yang ada di samping sana.Arka hanya bisa menunduk, dengan perasaan yang tidak nyaman. Dia sama sekali tidak pernah bermimpi jika harus terlibat dengan keluarga Brahmana seperti ini.Amar kemudian menatapnya dan bertanya,"Arka, apa kamu tidak ingin mengatakan sesuatu pada kami? Saya yakin jika kamu pasti tahu, penyebab kenapa Amara mengurung diri di kamar seperti ini?”Arka menghela nafas cukup panjang, kini dia melangkah dan duduk di hadapan Amar yang sudah duduk di ruangan tengah."Nona Amara …
Linda yang juga melihat siaran langsung pesta pernikahan itu tidak dapat menahan diri, seketika dia menyambar remote tv dan mematikan televisi itu kemudian melempar remote secara sembarangan.Dadanya bergemuruh ia benar-benar kesal lalu melangkah dengan cepat untuk menuju ke dalam kamar.Wajahnya terlihat menggerutu kesal, kini mereka sekeluarga hanya bisa merenungi nasib keluarga mereka yang sedang berada di ambang kehancuran.Dulu dirinya begitu sombong dan angkuh menganggap jika keluarga Limanto tidak satu derajat dengan status mereka, dan alasan ini lah yang menjadi dasar dia tidak merestui hubungan Evelyn dan putranya.Namun kini takdir mengubah segalanya. Perusahaannya bangkrut, kehidupan dan masa depan putra-putrinya tidak jelas arah tujuan, dengan keadaan yang seperti ini tentunya status mereka sudah sangat tertinggal jauh di bawah keluarga Limanto.Keadaan yang sama juga terjadi pada Tomi Lewis, saat ini ia juga sedang meratapi nasib di kantornya. Dia tidak peduli adanya siar
Tetapi untuk menyuruh Amara pulang, rasanya Rayyan tidak tega. Bukankah sejak dulu gadis itu sangat menginginkan pergi ke negara itu bahkan, Rayyan juga sudah jauh-jauh hari menyusun rencana dan menghabiskan waktu serta pikiran untuk mengurus semuanya demi bisa mewujudkan mimpi dari adiknya itu. Tapi baru saja berapa hari dia di sana, sudah akan disuruh pulang.Namun Rayyan kembali berpikir jika apa yang dikatakan oleh ayahnya semua benar, jika Amara di sana sendirian di sana pasti akan sangat mengkhawatirkan. Jadi pada akhirnya Rayyan memutuskan untuk menyuruh Amara pulang dan kembali ke sini.Mengenai Arka, tentu saja dia harus ikut pulang. Karena yang pertama tugas Arka sudah selesai dan yang kedua tidak ada yang perlu diawasi lagi oleh Arka. Kemudian mereka semua memang harus berkumpul di hari bahagia mereka.Rayyan pada akhirnya mengatakan iya ada ayahnya, kemudian dia segera menghubungi sekretaris Robi dan meminta Robi untuk segera mengatur kepulangan Amara dan Arka.Kabar renca
Sofyan bergegas untuk pulang ke rumah, rasanya ia betul-betul tidak sabaran, untuk memberitahu kabar gembira yang tadi baru saja dia dapat kepada istrinya.Tapi begitu dia sampai di rumah bukannya dia yang memberi kejutan untuk kabar kabar baik yang ada, justru dia sendiri yang disambut oleh senyuman lebar dari istrinya, belum sempat dia berkata atau bertanya Laras sudah menariknya menuju ruangan tengah.“Lihat, apa itu?” Laras menunjuk tumpukan hadiah. Mata Sofyan terbelalak melihatnya. Ia terkejut saat melihat begitu banyak barang-barang mewah yang tersusun di ruangan rumahnya.“Laras, itu semua kamu dapatkan dari mana?” tanya Sofyan, dia terheran-heran. Selama ini dia mengenal istrinya ini adalah sosok seorang wanita yang super pengiritan dan tidak boros, tetapi kenapa tiba-tiba banyak barang mewah di rumahnya?“Semua ini dari keluarga Brahmana. Tadi Nyonya Brahmana datang kemari dan membawa hadiah yang katanya semua ini adalah hadiah lamaran yang tertunda.”Sofyan tertegun, betap
Saat dia tengah termenung, perwakilan dari grup Brahmana itu sudah berada di depan pintu ruangan kerjanya, mengetuk pintu dan memberi salam dengan sopan."Pak Sofyan, apa saya boleh masuk? Saya adalah utusan dari, Tuan Rayyan.” tutur utusan itu sopan.Sofyan mendongak dan menatap ke arah wajah pria itu, dia merasa tidak asing lagi dengannya. Beberapa kali dia pernah melihat pria tersebut datang ke rumahnya. "Tuan Robi, bukan?"Pria itu tersenyum lembut dan mengangguk, "Iya, Pak Sofyan. Saya Robi, sekretaris utama perusahaan grup Brahmana. Saya datang kemari atas perintah Tuan Rayyan untuk membahas suatu hal dengan Anda.""Oh, mari silahkan masuk dan duduk," ujar Sofyan sambil mengajak Robi untuk duduk.“Sebelumnya kalau saya boleh tahu, kira-kira apa yang ingin dibahas oleh Tuan Rayyan dengan saya? Apakah ini masalah putri saya?” tanya Sofyan.Robi mengerutkan alisnya. "Oh, tentu saja bukan. Tidak mungkin jika masalah keluarga akan dibahas di kantor, bukan? Dan tentu saja tidak mungk
Tubuhnya sampai gemetaran handphone di tangannya pun hampir terjatuh, namun cepat-cepat diambil oleh Anesa dan memberikannya lagi pada Linda.“Kenapa bisa begitu? Kenapa kamu bisa kalah? Tidak mungkin kamu kalah, kamu hanya bercanda kan? Kamu ingin memberi surprise kepada ibumu kan? Ya ampun Revan, jangan seperti itu. Ibu nanti bisa jantungan loh.” Linda seperti masih kurang percaya, dia masih berharap jika Revan ini sedang hanya bercanda padanya dan ingin memberinya kejutan saja.Terdengar suara lesu dari Revan kembali, “Tidak Bu, Revan tidak sedang bercanda. Ini benar. Revan kalah, Bu, tidak bisa memenangkan proyek itu bahkan paman tidak bisa membantuku.”Emosi Linda kian tersulut nada suaranya kian tinggi, “Revan! Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu bodoh sekali,” belum selesai Linda memarahi putranya panggilan sudah dimatikan oleh sepihak.Linda terlihat benar-benar seperti orang linglung, dia menoleh pada Anesa yang menatapnya dengan cukup khawatir.“Ibu, ada apa? Apa yang dikata
Saat ini terlihat Laras masih membeku dan cenderung seperti orang linglung, Arumi menoleh ke arahnya, lalu bertanya pada Laras, "Besan kalau boleh aku tau, wanita itu siapa? Apa dia kerabat kalian?"“Dia itu … Eh bagaimana menjelaskannya ...." Laras tampak bingung untuk memulai menjelaskan, lalu dia berkata ragu-ragu, "Sebenarnya dia itu, Nyonya Lewis."Tanpa perlu dijelaskan lebih lanjut oleh Laras, Arumi langsung paham karena sebelumnya putranya memang sudah menjelaskan, dan Evelyn, sang menantu, juga sudah pernah sedikit bercerita tentang bagaimana mereka bertemu dan siapa bagian dari masa lalunya."Kalau begitu, mengapa tidak kamu perkenalkan saja besan kamu ini, pada mantan calon besan yang sombong itu!" Arumi berkata dengan nada sindiran."Eh, iya ...." Awalnya Laras terlihat takut namun setelah mendengar ucapan Arumi, wajah langsung ceria kemudian ia langsung menoleh pada Linda. "Nyonya Lewis, kamu tadikan sangat penasaran dengan suami Evelyn? Nah kebetulan sekali ini dia ibu
Pagi ini di kediaman Limanto. Mereka dikejutkan oleh kedatangan Linda dan Anesa. Awalnya mereka datang masih sedikit sopan, akan tetapi ketika Bu Linda mulai menanyakan dimana keberadaan Evelyn dan Arka, dan Laras menjawab jujur jika Evelyn sudah diboyong ke keluarga suaminya sedangkan Arka sedang berada di luar negeri dengan urusan bisnis, Linda mulai melihatkan ekspresi iri hatinya.Terlebih Linda mulai sadar jika saat ini dirumah itu hanya ada Laras dan Bibi Leni saja. Sedangkan pak Sofyan sudah pergi ke tempat kerja dan Nenek Limanto sendiri sudah kembali ke rumah sakit.“Laras, sebenarnya apa kalian sengaja ingin mempersulit kami ya? Atau memang kalian menaruh dendam pada kami karena batalnya perjodohan dua keluarga kita? Padahal jelas di sini, Evelyn sama sekali tidak dirugikan. Dia sudah bahagia. Kenapa kalian begitu kejam, membuat kami menjadi kacau! Apa sebenarnya yang kalian inginkan?”Laras mengerutkan keningnya, dia tidak mengerti dengan semua ucapan Nyonya Lewis ini.Kemu