Share

Chapter 3

Luna telah duduk di kursi yang berhadapan dengan meja panjang yang tak lain dan tak bukan merupakan meja makan. Beberapa saat gadis itu sempat terpana dengan interior yang ada di dalam rumah Selena. Sungguh mewah dan klasik. 

Tok..tok..tok..

Suara heels sepatu yang mengetuk lantai terdengar mendekat ke tempat Luna berada. 

"Anak itu benar-benar membuat pusing kita semua. Aku tidak ada cara lain selain ini Bu," Brianna Wilson. Wanita dengan usia 46 tahun itu seketika berhenti melangkah kala melihat atensi Luna di kursi makan. Raut wajah yang semula marah dan garang berganti menjadi senyum tipis yang tak begitu kentara. 

"Nanti aku telfon lagi." Begitu bisik Brianna pada ponsel di telinganya. Berikut wanita itu kembali melangkahkan kaki untuk mengambil duduk di salah satu kursi. 

Terjadi hening beberapa saat sebab Luna tidak berani membuka mulut lebih dulu. Dia tamu disini. Dan keadaannya memang sedang tidak bisa dianggap bercanda. 

"Kau Laluna?" tanya Brianna dengan postur tegaknya menoleh sedikit pada Luna yang ada pada serong kirinya. 

"Iya aku Laluna," jawab Luna dengan begitu pelan. 

Brianna tidak membalas lagi, lima menit berikutnya suara gaduh berdatangan. Ada dua orang pria dan dua wanita yang menuju meja makan.

Selena juga baru kembali dari arah belakang Luna. Membawa map berwarna merah yang mungkin isinya merupakan kontrak perjanjian mereka. Itu asumsi Luna.

Pria paruh baya yang Luna yakini merupakan kakek Selena. Mengambil duduk tepat di depan Luna, menatap gadis itu dengan sorot mata tajam. Arthur Wilson. Dalang dari perjodohan Selena. 

Kemudian di samping Arthur duduklah pria lain yang lebih muda darinya, dengan garis wajah sama persis. Devano Wilson. Ayah Selena. 

Berikut dua wanita lainnya, Rebecca Wilson adik dari Devano Wilson dan Audi Wilson kakak Devano. 

Kini semuanya telah berkumpul. Mungkin. Tetapi Arthur mulai mengenakan kacamata bacanya begitu Selena menyerahkan map merah yang telah ia bawa. 

"Laluna Devaux. Staff Keuangan di Bellagas. 24 tahun. Baru putus cinta dari hubungan yang telah berjalan 3 tahun. Sebatang kara. Hmm.."

Arthur tampak berpikir kemudian tanganny bergerak mengganti halaman. "Ibu telah meninggal. Dan ayahmu entah ada dimana. Datang ketika ia butuh uang darimu," kata Arthur melanjutkan.

Luna hanya dapat diam. Entah dari bagaimana riwayat hidup kelamnya tertulis rapi pada kertas itu. 

Alis Arthur menukik. Semua mata tertuju pada gadis bersurai coklat dengan wajah manis itu. 

"Kau cukup cantik untuk menjadi bagian Wilson." Arthur melanjutkan. "Kau gadis pekerja keras. Tapi nasib baik tak berpihak padamu."

Meski menyakitkan, tapi memang benar semua yang Arthur katakan. 

"Kau kemari karena uang?" tanya Arthur yang lebih seperti pertanyaan retoris. 

Luna mengangguk. Wajahnya mulai kaku tak mampu mengekspresikan apapun. 

"Ini memang diluar prediksi kami. Apa yang telah terjadi pada Selena memang keterlaluan dan mencoreng nama keluarga." Ketika mengatakan hal itu, Arthur bahkan tidak sudi menatap Selena. Fokusnya hanya pada gadis di depannya itu. Pada wajah Luna yang terintimidasi. 

"Ini mungkin adalah satu-satunya cara untuk menghadapi keluarga Ellworth nanti." Arthur menambahkan. Menggeser map merah yang sudah terbuka memperlihatkan kertas putih di dalamnya. 

Kini map tersebut telah berada di depan Luna. 

"Itu perjanjian kita," kata Arthur mempersilahkan Luna untuk membaca isi kontrak.

Tubuh Luna bergerak maju mengambil map tersebut. Gadis itu lalu membacanya dengan seksama. Pelan dan penuh ketelitian. 

Kontrak Perjanjian Pengantin Pengganti. Beberapa poin mulai Luna amati. Mulai dari mengganti identitas, mengganti warna rambutnya, berpura-pura menjadi dokter, dan lain sebagainya yang harus ia taati sebagai keturunan Wilson. 

Kedua bola mata Luna sontak membulat melihat nominal yang tertera pada poin 9. Lebih besar dari yang Selena tawarkan kemarin. 

Jari Luna mengetuk pada meja menimbang sesuatu. Dengan nominal sebesar itu mungkin ia bisa mengubah kehidupannya. Dia bisa membeli Apartemen di luar kota, membangun bisnisnya dan yang paling penting melunasi hutang-hutang ayahnya. Namun, nominal sebesar itu bisa jadi resiko yang akan didapatkan besar pula. Menghembuskan nafas, tidak punya pilihan lain, Luna lantas mengambil bulpoin yang telah tersedia dan menandatanganinya. Tepat di atas namanya dan terkena materai. 

******

Ini hari yang mendebarkan. Luna bahkan tidak dapat tidur tenang semalam setelah menandatangani kontrak. Meski semua telah tersedia dan terencana Luna tetap gugup memulai harinya sebagai keturunan Wilson.

Kini gadis itu sudah berada di dalam mansion kepemilikan Wilson. Baru saja selesai diwarnai rambutnya oleh seorang hairstylish yang telah Selena datangkan.

"Kulitmu menjadi lebih cerah dengan warna rambut ini," ucap Selena memuji. Memperhatikan penampilan Luna dari pantulan cermin. 

"Aku seperti bukan diriku." Luna bergumam. Dengan rambut blonde bergelombang, wajah pucatnya semakin bersinar. Belum lagi pakaian mahal yang melekat pada tubuhnya. Bak bangsawan yang terpandang. 

Selena mengusap-usap pundak gadis itu. Selain Luna yang mengganti warna rambutnya menjadi blonde, Selena juga mengganti warna rambutnya. Berhighlight ash grey. Disini perannya adalah sebagai sahabat dekat Luna. 

Akan Selena pastikan sendiri bahwa peran Luna berhasil. 

"Kau sudah siap?" tanya Selena.

Luna melirik atensi Selena dari cermin kemudian mengangguk. 

Dua puluh menit kemudian, Luna dan Selena akan menyelesaikan perjalanannya menuju La Grande Boucherie. Begitu mobil berhenti di parkiran, Selena memainkan perannya dengan baik. Perempuan itu turun dari mobil lebih dulu untuk membukakan Luna pintu. 

"Astaga kau berlebihan jangan lakukan ini," kata Luna dengan senyum sungkan. 

"Kau harus mulai terbiasa." Selena membalas dengan senyuman. 

Luna turun dari mobil dan melihat suasana restoran yang sepi. Apa mungkin tempat ini di sewa?

"Kau tak ikut?" tanya Luna menoleh ke belakang sebab merasa Selena tak segera berjalan.

Selena mengeleng. "Sekarang waktunya kau memainkan peran. Aku akan pantau dari sini."

"A..Apa? secepat ini? sungguhan kau tak ikut?" Mendadak gagap yang tadinya bersikap tenang kini Luna menjadi deg-deg an tak karuan. 

"Kau pasti bisa." Hanya itu yang Selena katakan kemudian kembali masuk ke mobil. 

Luna? gadis itu masih bengong di samping mobil hitam Selena dengan tak tahu harus melakukan apa. Namun begitu suara mobil datang dan terparkir di sampingnya membuat Luna sadar bahwa lawan mainnya telah datang. 

Jadi gadis itu segera beranjak untuk masuk lebih dulu agar tidak terlihat seperti orang bodoh yang menunggu di deparn restoran. 

Seperti intruksi Selena, bahwa keluarga Ellworth telah memesan meja nomor 26. Jadi Luna berjalan seanggun mungkin dan duduk dengan rapi. 

Tak lama seseorang menyusul. Seorang laki-laki tinggi berjas hitam dengan aroma maskulin yang menguar memenuhi sekitar Luna. 

Ini pasti calon suaminya. 

Dengan perlahan pandangan Luna bergerak tertuju pada atensi laki-laki tersebut yang dengan perlahan mengambil duduk di depannya. 

Luna terkesiap. Mendadak oksigen disekitarnya habis dan tenggorokannya tercekat melihat bagaimana sosok laki-laki keturunan Ellworth itu.

"Selamat malam Nona Wilson. Perkenalkan aku Aiden Ellworth." Suara berat nan dalam itu cukup membuat Luna semakin terpana. 

Wajah tampan, tubuh gagah dan suara yang berat nan dalam. Sempurna. 

******

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status