Berbeda dengan yang Selena ceritakan tentang calon suaminya dari keturunan keluarga Ellworth. Nyatanya Aiden bukanlah laki-laki menakutkan dan seram seperti bayangannya.
Jika dibayangan Luna Aiden merupakan laki-laki bertubuh tinggi dan besar. Dengan otot di lengan dan wajah garang. Atau mungkin tambahan tato di leher juga garis luka di wajah.
Tapi nyatanya Aiden bak pangeran berkuda putih. Tinggi, memang badannya tampak besar dibanding Luna. Tapi itu wajar karena Aiden laki-laki. Aromanya maskulin namun tak berlebih. Garis wajahnya tegas dengan kedua alis yang tebal. Tatapan matanya?
Jangan ditanya. Luna sampai lupa dunia begitu mata coklat itu menatapnya.
"Terima kasih sudah meluangkan waktumu," kata Aiden begitu mobil mulai memasuki wilayah kediaman Wilson.
Luna terkesiap dari lamunannya. Ia lantas menoleh pada Aiden yang duduk di kursi penumpang bersamanya.
Meski cahaya sedang remang, tapi Luna dapat melihat jelas bagaimana wajah tampan itu. "Sudah seharusnya aku datang. Besok kita akan melaksanakan pertunangan." Luna menjawab dengan pelan dan mencoba tidak menjadi gadis bar-bar seperti sebelumnya.
Bibir Aiden tertarik membentuk senyuman. Begitu mobil berhenti, ia menahan Luna untuk turun. Sedangkan dirinya segera keluar dari mobil dan memutar hingga berhenti di depan pintu mobil Luna.
Luna tersenyum mendapati perilaku Aiden yang manis padanya. Ya, Aiden membuka pintu untuknya. Tidak hanya itu, Aiden juga mengulurkan tangannya begitu tubuh Luna akan keluar dari mobil.
"Ini terlalu manis," ujar Luna berkomentar.
"Tebak, aku belum pernah melakukan ini sebelumnya." Aiden membalas.
"Benarkah? kau belum pernah pacaran?" tanya Luna sedikit terkejut. Tidak mungkin bukan laki-laki setampan Aiden melajang sejak lahir?
Tetapi justru jawaban yang Aiden katakan sama persis dengan pemikiran Luna.
"Aku terlahir untuk dijodohkan dengan keturunan Wilson. Jadi aku tidak berpacaran dengan siapapun."
Luna terdiam. Bagaimana bisa ada laki-laki yang berkonsisten menuruti perintah orang tuanya. Dari cerita Selena, Aiden juga belum pernah bertemu dengan Selena sebelumnya. Tapi laki-laki itu justru menjaga diri dan hatinya untuk seseorang yang akan jadi istrinya kelak.
Sikap Selena sungguh keterlaluan. Bagaimana bisa perempuan itu justru memiliki kekasih sampai mengandung anak dari kekasihnya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Aiden yang menjadi khawatir melihat perubahan air muka Luna.
"Eh? Ya aku tidak apa-apa. Terima kasih telah mengantarku pulang Aiden." Luna mengulas senyumnya.
Aiden mengangguk. Masih menggenggam tangan Luna lantas ia mendekat mendekap pinggang gadis itu dan menyandarkan kepalanya pada pundak Luna.
"See you tomorrow, dear."
******
Jika ditanya bagaimana keadaan Luna sekarang. Sudah pasti gugup, tangannya terus berkeringat, nafasnya tak beraturan akibat jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya.
Selena, memberikan Luna tisu lagi setelah tisu di tangan gadis itu mulai basah oleh keringat. Luna telah memerankan perannya dengan baik kemarin. Tapi bagaimanapun juga Selena harus selalu di sampingnya dan mengawasinya.
Begitu seorang make up artist selesai dengan pekerjaannya, barulah saat itu Luna semakin gugup. Ia melihat pantulan dirinya di depan cermin. Dengan dress panjang berwarna silver pas di badannya kemudian rambutnya yang digelung rapi.
"Tidak apa, kau pasti bisa Luna. Kemarin saja kau telah berhasil meluluhkan Aiden." Selena menenangkan. Kemarin ia juga melihat perlakuan Aiden pada Luna melalui celah jendela.
Luna mengangguk. Memastikan lagi penampilannya hingga akhirnya beranjak dari kursi. Selena menggandengnya. Merangkul lengan gadis itu untuk menuruni tangga di mana acara berlangsung di lantai 1, tepatnya di taman.
Baik keluarga Wilson dan Keluarga Ellworth telah berkumpul. Semalaman Luna membaca file dari Selena tentang silsilah keluarga Ellworth, agar hari ini dia tidak terlalu bingung.
Dapat Luna lihat, Aiden sudah menunggu di pertengahan dekor. Dengan tuxedo berwarna silver juga dan bunga berwarna biru muda di tangannya.
Tunggu. Itu bukan bunga berwarna biru saja, ada beberapa lembar dollar yang dibentuk seperti bunga di bagian tengah buket.
Dengan langkah pelan, Luna mulai menarik bibirnya untuk tersenyum. Ia harus menampakkan kebahagiaan di depan kedua keluarga terhormat ini.
"Menantuku secantik ini ternyata," kata Andreas Ellworth, ayah Aiden berbisik pada Arthur Wilson.
Arthur terkekeh menghilangkan rasa gugupnya. Beliau juga mengkhawatirkan hal yang tidak diinginkan terjadi. "Dia telah berusaha keras untuk pantas bersanding dengan tuan muda Aiden."
"Tidak perlu bersusah payah begitu, selama dia keturunan murni dari Wilson. Itu sudah cukup pantas untuk Aiden," balas Andreas bak menekankan bahwa selama gadis itu merupakan keturunan dari keluarga Wilson semua akan baik-baik saja.
Tetapi justru hal tersebut semakin membuat Arthur gugup. "Ekhmm.." mencoba menenangkan dirinya Arthur berdeham.
Selanjutnya acara berlangsung dengan lancar. Ibu Aiden memasangkan cincin pada jari manis Luna, begitu juga sebaliknya Brianna memasangkan cincin pada jari manis Aiden.
Acara pertunangan hanya mendatangkan sedikit tamu. Ini permintaan dari keluarga Wilson yang hanya ingin acara berlangsung secara intimate saja.
Namun disisi lain, Giselle Ibu Aiden menatap Luna dengan penuh kecurigaan. Bukan bermaksud curiga, tetapi ketika melihat garis wajah Luna dia merasa asing dan berbeda dengan wajah keluarga Wilson yang lain.
Mungkin karena make up atau perawatan anak muda zaman sekarang yang membuat garis wajah Luna menjadi berbeda.
Tak lama berikutnya, acara berlangsung pada tahap makan-makan bersama.
Kali ini Luna duduk tepat di samping Aiden. Kata orang tua agar mereka lekas lebih mengenal satu sama lain juga.
"Bagaimana kuliahmu?" tanya Aiden melupakan pertanyaan ini ketika bertemu kemarin.
"Aku sudah menyelesaikannya bulan kemarin. Masih harus menjalani koas dan ujian lagi." Luna menjelaskan sesuai dengan materi yang telah Selena berikan.
Aiden mengangguk-angguk. "Sudah mendapatkan rumah sakit untuk koas?"
"Sudah, mungkin senin nanti aku sudah bisa datang."
"Aku akan mengantarmu," kata Aiden yang sontak malah membuat Luna panik.
"Ahh tidak perlu, kau tidak perlu repot-repot menjemputku kemudian mengantarku. Kau pasti sibuk juga dengan pekerjaanmu Aiden." Sebisa mungkin Luna menghindari hal tersebut terjadi. Karena sungguh, hari senin Luna kembali pergi bekerja ke Bellagas kantornya.
Aiden terkekeh."Tidak masalah Luna, aku pemilik perusahaan. Aku bisa datang kapanpun aku mau. Dan sekarang aku tunanganmu. Aku ingin melakukan hal ini agar kau tahu bahwa kau bisa bergantung apapun padaku."
"Tidak apa-apa Aiden, aku terbiasa hidup mandiri. Ku rasa untuk berangkat pergi aku juga bisa melakukannya sendiri." Luna kembali menolak. Berusaha untuk tetap mempertahankan egonya.
Tanpa sadar kalimat tersebut justru menyakiti perasaan Aiden. Laki-laki itu jadi merasa bahwa tidak ada bedanya mereka bertunangan dengan tidak jika Luna hanya mengandalkan dirinya sendiri.
"Tolong jangan berbicara begitu."
Luna menelan ludahnya merasa tak enak dengan raut wajah Aiden kali ini. Sorot matanya tampak terluka.
Tapi ia juga tidak bisa berangkat terlambat ke kantor jika harus pergi ke rumah sakit dulu. Ayolah harus bagaimana dia sekarang?
******
Aiden tetap datang ke kediaman Wilson pagi ini pukul 6 pagi. Luna tidak ada pilihan lain selain mengiyakan tawaran laki-laki itu. Meski pada akhirnya ia harus gelimpungan untuk pergi lagi naik taksi untuk menuju kantornya. Dan hari ini Selena telah mendandani Luna dengan pakaian sebaik mungkin. Membawa birkin agar terlihat bahwa dirinya sungguhan keturunan dari kelurga Wilson. Blouse hijau mint, celana putih, heels berwarna putih dan birkin yang senada dengan warna blousenya. Tidak lupa rambut blonde Luna yang kini berbentuk curly. Hal tersebut cukup memanjakan mata Aiden. Bahwa Luna tampak keren dan profesional. "Luna kau melupakan snellimu!" Selena berteriak di depan pintu dengan menjinjing snelli. Luna sontak memejamkan mata kemudian membuka pintu mobil Aiden dan menghampiri Selena. "Terima kasih Selena.""Sama-sama, jangan sampai lupa lagi kau ini seorang dokter." Selena berkata dengan begitu pelan. Luna mengangguk. "Aku pergi dulu."Selena mengangguk berikut melambaikan tang
"Apa-apaan warna rambut itu?"Luna langsung memejam mata mendengar suara Marcell yang meninggi. Di kantor memang tidak ada peraturan dilarang mengecat warna rambut. Namun siapa yang tidak pangling dengan penampilan Luna saat ini? Warna blonde terlalu mencolok dari warna rambut sebelumnya."Ehehe.. saya perlu mengganti penampilan saya agar tidak bosan." Luna berujar dengan alasan klasik. Berikut melangkahkan kakinya agar sampai di depan meja Marcell."Ck.ck..ckk.." Marcell berdecak sembari memegang kepalanya.Dari penampilan dan raut mukanya, Luna dapat melihat sesuatu telah terjadi. Sesuatu yang buruk pada perusahaan atau apapun kesalahan pekerjaan yang telah merugikan.Menghembuskan napasnya Marcell berusaha mengabaikan hal tidak penting itu. Tapi bisa-bisanya karyawannya membuat matanya sakit dengan warna rambut seterang itu."Silahkan duduk!" perintah Marcell mulai menstabilkan suara dan raut wajahnya.Luna menurut mengambil duduk di kursi depan meja Marcell.Pria yang sudah beranj
Ternyata kepanikan dan kericuhan Luna tidak hanya berakhir pada pesan makan siang dari Aiden. Gadis itu harus segera bergegas mengemasi barang-barangnya dan meluncur ke rumah sakit kala jam pulang telah tiba. Apa setiap hari Luna akan merasakan ketidak tenangan ini? Pergi bolak balik dari rumah sakit ke kantornya karena Aiden yang menawarkan untuk mengantar dan menjemput. Selena sudah menunggu di lobi rumah sakit. Begitu Luna datang turun dari taksi, gadis itu terlihat berantakan. Pasti karena panik dan terburu-buru. "Kau harus belajar berbohong dengan beribu alasan," kata Selena kala Luna telah berdiri di hadapannya. "Ya, sepertinya sekarang aku harus membiasakan diri dengan berbohong." Luna menerima cermin yang Selena ulurkan. Gadis itu paham mungkin penampilannya sedang tidak karu-karuan sampai Selena memberikan cermin. Dapat Luna lihat riasan wajah yang sudah menghilang, rambut curly badainya tadi sudah tercepol tak rapi. "Apa kau harus memindahkan box ke satu tempat ke tempa
Luna menghembuskan nafas, merasa badannya sangat lelah dan mau remuk saat itu juga. Pagi ini agenda kantor adalah mengadakan senam pagi, jadi Luna tidak terlalu terburu-buru meski pergi dua kali dari rumah sakit kemudian ke kantor."Kau tidak ikut senam?" tanya Kai dengan pakaian casualnya masuk ke ruangan dengan aroma keringat yang menyengat itu. Di leher lelaki itu sudah ada handuk untuk mengelapnya, ditangannya ada sebotol air mineral."Tidak dulu, aku sangat sibuk kalo pagi hari." Luna membalas sembari menyalakan komputernya.Kai memicingkan matanya. Seperti kemarin penampilan Luna yang penuh kejutan, hari ini Kai kembali dikejutkan dengang tas merk lain yang dibawa gadis itu. Parfum yang menguar juga tidak tercium murahan. Wajah gadis itu yang selembut pantat bayipun kini tampak lebih indah lagi."Kau melakukan pekerjaan sampingan di pagi hari?" tanya Kai. Mungkin perubahan pada penampilan Luna karena gadis itu punya pekerjaan sampingan dengan gaji fantastis.Luna tampak berpikir
Aiden membukakan pintu untuk Luna, menggandeng tangan mungilnya, menarik kursi agar Luna bisa lebih mudah untuk duduk. Itu semua berhasil membuat Luna tersanjung.Tidak hanya itu, Aiden memberi rekomendasi ice cream stroberi yang cocok di lidah Luna. Menceritakan hal menarik dalam hidupnya atau masa kecilnya. Aiden ternyata tidak seperti bayangan Luna dulu kala Selena enggan dijodohkan.Aiden hangat, perhatian, memanjakannya, dan ya apakah mungkin laki-laki itu sudah jatuh cinta pada Luna?Melupakan ungkapan cinta, justru Luna telah tersentuh oleh perilaku Aiden padanya."Ah iya, sampai lupa kau kembali bekerja jam berapa? aku akan mengantarmu." Aiden melihat pada jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya.Luna tersentak. ASTAGAA!!! gadis itu ikut melihat ke arah jam tangannya. Ia sudah terlambat satu jam lebih.Gadis itu lantas mengeluaran ponsel dari saku blazer. Menemukan 10 pemberitahuan pesan dari Hana dan Kai. Juga panggilan tak terjawab dari kepala divisi.GILA!
Selena telah mengirimkan alamat apartemen baru untuk Luna. Selain itu perempuan itu juga berpesan bahwa barang-barang Luna telah berhasil di pindahkan. Jadi Luna dapat menempati saat itu juga. Pada saat itu juga Luna meminta Aiden untuk mengantarnya ke apartemen. Kali ini tidak ada supir, Aiden sendiri yang menyetir mobilnya. Dan lihatlah.. itu semakin membuat Aiden tampak mengagumkan. Apalagi melihat Aiden memakai baju casual, kaos polo berlengan pendek. Menunjukkan bisep dan urat pada tangan laki-laki itu. Kadang masih membuat Luna bertanya-tanya mengapa Aiden memilih melajang dengan alasan sudah dijodohkan. Bisa saja laki-laki itu menjalin hubungan untuk bersenang-senang semasa mudanya bukan? Usia 28 tahun juga terlalu lama untuk menemui calon istrinya. "Usiamu benar 28 tahun kan?" tanya Luna memastikan. Seingatnya itu yang pernah Selena infokan. Senyum Aiden tertarik memperlihatkan gigi rapinya. "Benar, aku senang kau mencari tahu itu. Tapi ingat minggu depan aku berulang ta
Ciuman Aiden berubah menjadi lebih panas begitu Luna membalasnya. Di sela kegiatan Aiden sempat menyunggingkan senyumnya. Lantas tangan laki-laki itu menarik pinggang Luna untuk lebih dekat. Begitu Aiden membawa tubuh Luna pada pangkuannya, Luna langsung terbahak dan melepas tautan bibirnya."Hei!" Luna memekik dengan canda."Kenapa?" tanya Aiden tersenyum lebar.Luna menghela nafas menatap Aiden dengan senyum juga.Ding.. Dong.."Aku rasa pizza kita telah tiba." Luna beranjak dari pangkuan Aiden, berjalan ke arah pintu untuk mengambil pesanan.Luna kembali dengan pizza di tangannya. Gadis itu memperlihatkan pizza dengan menggoyangkan badannya riang. "Waktunya makan!!"Yang Aiden lakukan berikutnya adalah menyalakan televisi untuk mencari film yang akan telah mereka rencanakan tadi.Film yang mereka pilih jatuh pada 500 days of summer. Meski sebelumnya Luna pernah menonton, tapi kali ini ia akan berpura-pura baru pertama kali menontonnya.Selagi menikmati pizza dan film berputar, kedu
Luna merasa bebannya sedikit hilang kala kedua teman ekhm.. sahabatnya begitu peduli dengannya. Lupakan candaan Hana dan Kai soal mentraktir lagi atau membelanjakan mereka. Luna cukup tahu diri memakai uang dari kartu Aiden dengan bijak.Mereka kembali ke kantor setelah kenyang dan waktu istirahat telah berakhir. Namun belum berhasil duduk pada kursi kerjanya, Bu Mega bersuara."Luna, Pak Marcell mencarimu."Eh? apa ini soal kemarin? tapi Hana bilang laporan penjualan telah ter-handle dan berhasil masuk ke email Pak Marcell kemarin.Tapi Luna tetap menurut dan langsung kembali menegakkan diri. Ia segera berjalan ke arah ruangan Marcell.Pintu ruangan Marcell telah terbuka ketika sekretarisnya baru saja keluar dari ruangan. Jadi Luna dapat lebih leluasa untuk masuk ke dalam."Kau cukup buat gaduh Bellagas akhir-akhir ini." Kalimat pertama begitu mata Marcell mendapati karyawan bandelnya.Luna menutup pintu ruangan berikut menyengir ke arah Marcell. "Maafkan saya," ungkap Luna mendekat