Share

Chapter 4

Berbeda dengan yang Selena ceritakan tentang calon suaminya dari keturunan keluarga Ellworth. Nyatanya Aiden bukanlah laki-laki menakutkan dan seram seperti bayangannya.

Jika dibayangan Luna Aiden merupakan laki-laki bertubuh tinggi dan besar. Dengan otot di lengan dan wajah garang. Atau mungkin tambahan tato di leher juga garis luka di wajah.

Tapi nyatanya Aiden bak pangeran berkuda putih. Tinggi, memang badannya tampak besar dibanding Luna. Tapi itu wajar karena Aiden laki-laki. Aromanya maskulin namun tak berlebih. Garis wajahnya tegas dengan kedua alis yang tebal. Tatapan matanya?

Jangan ditanya. Luna sampai lupa dunia begitu mata coklat itu menatapnya.

"Terima kasih sudah meluangkan waktumu," kata Aiden begitu mobil mulai memasuki wilayah kediaman Wilson.

Luna terkesiap dari lamunannya. Ia lantas menoleh pada Aiden yang duduk di kursi penumpang bersamanya.

Meski cahaya sedang remang, tapi Luna dapat melihat jelas bagaimana wajah tampan itu. "Sudah seharusnya aku datang. Besok kita akan melaksanakan pertunangan." Luna menjawab dengan pelan dan mencoba tidak menjadi gadis bar-bar seperti sebelumnya.

Bibir Aiden tertarik membentuk senyuman. Begitu mobil berhenti, ia menahan Luna untuk turun. Sedangkan dirinya segera keluar dari mobil dan memutar hingga berhenti di depan pintu mobil Luna.

Luna tersenyum mendapati perilaku Aiden yang manis padanya. Ya, Aiden membuka pintu untuknya. Tidak hanya itu, Aiden juga mengulurkan tangannya begitu tubuh Luna akan keluar dari mobil.

"Ini terlalu manis," ujar Luna berkomentar.

"Tebak, aku belum pernah melakukan ini sebelumnya." Aiden membalas.

"Benarkah? kau belum pernah pacaran?" tanya Luna sedikit terkejut. Tidak mungkin bukan laki-laki setampan Aiden melajang sejak lahir?

Tetapi justru jawaban yang Aiden katakan sama persis dengan pemikiran Luna.

"Aku terlahir untuk dijodohkan dengan keturunan Wilson. Jadi aku tidak berpacaran dengan siapapun."

Luna terdiam. Bagaimana bisa ada laki-laki yang berkonsisten menuruti perintah orang tuanya. Dari cerita Selena, Aiden juga belum pernah bertemu dengan Selena sebelumnya. Tapi laki-laki itu justru menjaga diri dan hatinya untuk seseorang yang akan jadi istrinya kelak.

Sikap Selena sungguh keterlaluan. Bagaimana bisa perempuan itu justru memiliki kekasih sampai mengandung anak dari kekasihnya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Aiden yang menjadi khawatir melihat perubahan air muka Luna.

"Eh? Ya aku tidak apa-apa. Terima kasih telah mengantarku pulang Aiden." Luna mengulas senyumnya.

Aiden mengangguk. Masih menggenggam tangan Luna lantas ia mendekat mendekap pinggang gadis itu dan menyandarkan kepalanya pada pundak Luna.

"See you tomorrow, dear."

******

Jika ditanya bagaimana keadaan Luna sekarang. Sudah pasti gugup, tangannya terus berkeringat, nafasnya tak beraturan akibat jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya.

Selena, memberikan Luna tisu lagi setelah tisu di tangan gadis itu mulai basah oleh keringat. Luna telah memerankan perannya dengan baik kemarin. Tapi bagaimanapun juga Selena harus selalu di sampingnya dan mengawasinya.

Begitu seorang make up artist selesai dengan pekerjaannya, barulah saat itu Luna semakin gugup. Ia melihat pantulan dirinya di depan cermin. Dengan dress panjang berwarna silver pas di badannya kemudian rambutnya yang digelung rapi.

"Tidak apa, kau pasti bisa Luna. Kemarin saja kau telah berhasil meluluhkan Aiden." Selena menenangkan. Kemarin ia juga melihat perlakuan Aiden pada Luna melalui celah jendela.

Luna mengangguk. Memastikan lagi penampilannya hingga akhirnya beranjak dari kursi. Selena menggandengnya. Merangkul lengan gadis itu untuk menuruni tangga di mana acara berlangsung di lantai 1, tepatnya di taman.

Baik keluarga Wilson dan Keluarga Ellworth telah berkumpul. Semalaman Luna membaca file dari Selena tentang silsilah keluarga Ellworth, agar hari ini dia tidak terlalu bingung.

Dapat Luna lihat, Aiden sudah menunggu di pertengahan dekor. Dengan tuxedo berwarna silver juga dan bunga berwarna biru muda di tangannya.

Tunggu. Itu bukan bunga berwarna biru saja, ada beberapa lembar dollar yang dibentuk seperti bunga di bagian tengah buket.

Dengan langkah pelan, Luna mulai menarik bibirnya untuk tersenyum. Ia harus menampakkan kebahagiaan di depan kedua keluarga terhormat ini.

"Menantuku secantik ini ternyata," kata Andreas Ellworth, ayah Aiden berbisik pada Arthur Wilson.

Arthur terkekeh menghilangkan rasa gugupnya. Beliau juga mengkhawatirkan hal yang tidak diinginkan terjadi. "Dia telah berusaha keras untuk pantas bersanding dengan tuan muda Aiden."

"Tidak perlu bersusah payah begitu, selama dia keturunan murni dari Wilson. Itu sudah cukup pantas untuk Aiden," balas Andreas bak menekankan bahwa selama gadis itu merupakan keturunan dari keluarga Wilson semua akan baik-baik saja.

Tetapi justru hal tersebut semakin membuat Arthur gugup. "Ekhmm.." mencoba menenangkan dirinya Arthur berdeham.

Selanjutnya acara berlangsung dengan lancar. Ibu Aiden memasangkan cincin pada jari manis Luna, begitu juga sebaliknya Brianna memasangkan cincin pada jari manis Aiden. 

Acara pertunangan hanya mendatangkan sedikit tamu. Ini permintaan dari keluarga Wilson yang hanya ingin acara berlangsung secara intimate saja. 

Namun disisi lain, Giselle Ibu Aiden menatap Luna dengan penuh kecurigaan. Bukan bermaksud curiga, tetapi ketika melihat garis wajah Luna dia merasa asing dan berbeda dengan wajah keluarga Wilson yang lain. 

Mungkin karena make up atau perawatan anak muda zaman sekarang yang membuat garis wajah Luna menjadi berbeda. 

Tak lama berikutnya, acara berlangsung pada tahap makan-makan bersama. 

Kali ini Luna duduk tepat di samping Aiden. Kata orang tua agar mereka lekas lebih mengenal satu sama lain juga. 

"Bagaimana kuliahmu?" tanya Aiden melupakan pertanyaan ini ketika bertemu kemarin. 

"Aku sudah menyelesaikannya bulan kemarin. Masih harus menjalani koas dan ujian lagi." Luna menjelaskan sesuai dengan materi yang telah Selena berikan. 

Aiden mengangguk-angguk. "Sudah mendapatkan rumah sakit untuk koas?" 

"Sudah, mungkin senin nanti aku sudah bisa datang."

"Aku akan mengantarmu," kata Aiden yang sontak malah membuat Luna panik. 

"Ahh tidak perlu, kau tidak perlu repot-repot menjemputku kemudian mengantarku. Kau pasti sibuk juga dengan pekerjaanmu Aiden." Sebisa mungkin Luna menghindari hal tersebut terjadi. Karena sungguh, hari senin Luna kembali pergi bekerja ke Bellagas kantornya. 

Aiden terkekeh."Tidak masalah Luna, aku pemilik perusahaan. Aku bisa datang kapanpun aku mau. Dan sekarang aku tunanganmu. Aku ingin melakukan hal ini agar kau tahu bahwa kau bisa bergantung apapun padaku."

"Tidak apa-apa Aiden, aku terbiasa hidup mandiri. Ku rasa untuk berangkat pergi aku juga bisa melakukannya sendiri." Luna kembali menolak. Berusaha untuk tetap mempertahankan egonya. 

Tanpa sadar kalimat tersebut justru menyakiti perasaan Aiden. Laki-laki itu jadi merasa bahwa tidak ada bedanya mereka bertunangan dengan tidak jika Luna hanya mengandalkan dirinya sendiri. 

"Tolong jangan berbicara begitu." 

Luna menelan ludahnya merasa tak enak dengan raut wajah Aiden kali ini. Sorot matanya tampak terluka. 

Tapi ia juga tidak bisa berangkat terlambat ke kantor jika harus pergi ke rumah sakit dulu. Ayolah harus bagaimana dia sekarang?

****** 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status