"Apa-apaan warna rambut itu?"
Luna langsung memejam mata mendengar suara Marcell yang meninggi. Di kantor memang tidak ada peraturan dilarang mengecat warna rambut. Namun siapa yang tidak pangling dengan penampilan Luna saat ini? Warna blonde terlalu mencolok dari warna rambut sebelumnya.
"Ehehe.. saya perlu mengganti penampilan saya agar tidak bosan." Luna berujar dengan alasan klasik. Berikut melangkahkan kakinya agar sampai di depan meja Marcell.
"Ck.ck..ckk.." Marcell berdecak sembari memegang kepalanya.
Dari penampilan dan raut mukanya, Luna dapat melihat sesuatu telah terjadi. Sesuatu yang buruk pada perusahaan atau apapun kesalahan pekerjaan yang telah merugikan.
Menghembuskan napasnya Marcell berusaha mengabaikan hal tidak penting itu. Tapi bisa-bisanya karyawannya membuat matanya sakit dengan warna rambut seterang itu.
"Silahkan duduk!" perintah Marcell mulai menstabilkan suara dan raut wajahnya.
Luna menurut mengambil duduk di kursi depan meja Marcell.
Pria yang sudah beranjak 38 tahun itu membuka file dari komputernya. File yang menjadi pokok pembahasan pada bawahannya.
"Aku tidak tahu apa hubungan kau dengan Pak Ddevano Wilson, tapi dengan banyaknya saham yang beliau miliki cukup membungkam gerak saya disini." Marcell memulai pembicaraan.
Oh jadi soal keluarga Wilson. Luna paham betul bagaimana pergerakkan keluarga tersebut. Selena menepati ucapannya. Mungkin sebentar lagi Luna akan naik jabatan? Hmm entahlah semoga saja begitu.
"Kau tidak akan naik jabatan," kata Marcell cukup membuat mata Luna membulat. Kenapa bertentangan dengan bayangannya?
"Tetapi 2% saham milik Wilson atas namamu." Marcell melanjutkan yang justru membuat mata Luna semakin melebar. Ini kalau Marcell mengucapkan kalimat mengejutkan lagi mungkin bola mata Luna akan keluar dari kelopaknya.
"Du-dua persen Pak?" tanya Luna tergagap.
Marcell mengangguk. "Ini rahasia. Saya belum bisa menaikan jabatanmu karena pekerjaanmu masih belum kompeten. Terlepas dari kesalahan kemarin, saya tidak bisa gegabah begitu saja menaikkan jabatanmu. Kepemilikan saham 2% atas namamu juga mungkin dapat membantumu saat terjadi sesuatu nanti."
Luna mengernyitkan keningnya. "Sesuatu?"
Marcell mengedikkan bahu. "Kita tidak akan pernah tahu apa yang terjadi selanjutnya."
Luna terdiam. Pak Marcell benar, jika hanya naik jabatan ketika pekerjaan Luna belum maksimal mungkin akan menghambat kemajuan Perusahaan. Dan dengan adanya saham atas nama dirinya akan menjaga Luna tetap bekerja di Bellagas
******
New messages
Aiden <3
Luna melirik ponselnya yang berada tak jauh dari komputer. Melihat nama Aiden muncul pada layar locksreen, membuatnya langsung mengambil ponsel untuk membuka pesan.
From : Aiden <3
Hai, bagaimana pekerjaanmu?
Aku mengirimkan makan siang ke rumah sakit. Semoga kau suka.
Sontak kedua mata Luna langsung melotot dan ia memekik nyaring membuat beberapa pasang mata melirik ke sumber suara. "HAHH!" Luna menutup mulutnya menyadari jika suaranya terlalu keras. Ini belum jam istirahat dan pekerjaan sedang menumpuk-menumpuknya.
Luna berdeham, beranjak dari kursi dan keluar dari ruangan. Gadis itu segera menelepon Selena. Tapi sudah ketiga kali tetap tidak terdengar jawaban. Selena pasti sedang sibuk.
Kaki Luna melangkah kesana kemari, membuat cleaning service yang sedang bertugas menatapnya diam. Karena, ayolah! area yang Luna tempati sebenarnya mau dipel dulu.
"Hallo? Selena apa kau sibuk?" tanya Luna langsung begitu sambungan terjawab oleh Selena.
"Ah iya, aku baru istirahat. Ada apa?" tanya Selena balik. Dari suaranya Luna dapat menilai perempuan itu sedikit kelelahan.
"Aiden mengirimkan pesan padaku, dia mengirim makanan ke rumah sakit. Harus bagaimana ini? Apa aku perlu kesana? atau aku mengatakan sedang sibuk tidak bisa diganggu??" Luna mendadak panik dan kembali berjalan mondar mandir dengan ponsel di telinga.
Tidakkah dia menyadari ada cleaning service yang sedang menunggunya beranjak dari tempat? Pemuda tersebut menghela nafas dengan tongkat pel di samping tubuhnya.
"Luna tenanglah dulu. Ambil nafas keluarkan.."
Luna mengikuti intruksi Selena. Yang ia rasakan berikutnya adalah tenang dan ya dia melangkah menjauh dari depan toilet. Lebih baik Luna ke taman mencari udara segar sekalian.
Kepergian Luna pun menjadi nafas lega untuk cleaning service yang sudah menunggunya untuk pergi.
"Ya menurutmu bagaimana?" tanya Luna lagi setelah dirinya sudah ada di luar kantor.
"Dia hanya mengirimkannya kan? dia yang mengirim sendiri atau pakai jasa pengantaran?" tanya Selena yang kini membuat Luna semakin berpikir kritis. Benar juga. Itu masalah sepele dia tidak perlu sepanik tadi.
"Hmm coba ku tanya dulu." Dengan begitu Luna lantas kembali membuka pesan dari Aiden. Tapi tak menutup sambungan teleponnya dengan Selena juga.
Heels yang Luna kenakan mengetuk-ketuk pada lantai. Dua menit berikutnya ponselnya berdenting memunculkan notifikasi pesan baru.
"Kurir yang mengantarnya. Huftt untung saja," kata Luna membaca pesan dari Aiden.
"Tuhkan, tidak perlu sepanik tadi. Tapi tak apa terima kasih telah memberitahuku. Suruh dia antar ke lobi saja pada resepsionis nanti aku yang akan mengambilnya." Selena berpesan.
Meski Selena tak dapat melihat namun Luna tetap mengangguk. "Itu kau makan saja tidak apa-apa. Aku akan pergi makan siang dengan teman kantorku nanti."
"Baiklah terima kasih Luna. Tetap berhati-hati yaa, lepas lanyardmu nanti ketika keluar kantor. Untuk berjaga-jaga saja, kau tidak tahu akan bertemu siapa saja nanti di luar."
"Iya Selena. Terima kasih sudah mengingatkan. Aku tutup dulu," ucap Luna mengakhiri sambungan telepon.
Lantas gadis itu kembali ke ruangan kerjanya. Mengerjakan pekerjaan yang sempat tertunda dan merencanakan makan siang dengan Kai dan Hana.
******
Audi, menyesap rokok terakhirnya dengan tenang. Pemandangan dari kediaman keluarga Wilson cukup memuaskan. Mansion yang dibangun di daerah perbukitan itu berhasil memanjakan mata para penghuninya.
Brianna datang, mengambil duduk di kursi samping Audi kakaknya. "Kau minum terlalu banyak," komentar Brianna kala melihat dua botol anggur yang sudah kosong di atas meja.
Audi tersenyum miring di sela kegiatan merokoknya. Tatapan mata wanita itu masih tak teralih dari pemandangan pegunungan yang hijau dan asri.
"Perubahan pembagian warisan kemarin cukup memusingkan," ujar Audi membahas hal lain. Jujur hal tersebut cukup menganggu ketenangannya akhir-akhir ini. Apalagi kala mendengar anak Brianna yang berulah dengan hamil di luar pernikahan.
"Aku tahu ini menjadi sulit semenjak Selena tidak jadi menikah dengan anak Andreas Ellworth." Menghela nafas Brianna jadi ikut menuang anggur yang masih tersisa pada gelas bekas milik Audi. "Anak itu benar-benar tidak tahu diuntung," kesalnya mengumpati anaknya sendiri.
"Kita kehilangan 2% saham di Bellagas. Juga uang yang begitu lumayan untuk hadiah gadis miskin itu." Audi menambahi kekesalannya.
Ketahuilah tidak ada keluarga yang harmonis ramah dan saling support pada keluarga konglomerat seperti mereka. Yang ada hanyalah saling berebut, kedekatan yang sarkas, dan tidak sungkan membahas keserakahan.
Tampak menakutkan. Mungkin mereka bisa melakukan apapun yang telah merusak rencana mereka.
"Jangan lupakan biaya identitas baru padanya," ujar Brianna mengingatkan. Wanita itu sampai tak bisa mempublikasikan anak tunggalnya pada rekan bisnis atau teman-teman sosialitanya.
Selena memang tidak pernah terpublish sebelumnya, perempuan itu sibuk belajar dan berdiam diri di rumah.
Jadi semoga rencana keluarga Wilson mengelabuhi keluarga Ellworth akan berhasil.
Audi berdecak, sangat disayangkan. "Selena bisa saja menggugurkan anak itu."
Brianna melirik sekilas. "Kita sudah pernah membahasnya. Aiden pasti juga tidak akan sudi menikahi gadis yang sudah tidak perawan. Menyerahkan Selena hanya akan mempermalukan keluarga."
Pembicaraan mereka terhenti begitu salah satu asisten rumah tangga datang mendekat. Mendudukkan diri pada rumput dan menghadap pada kedua nyonya besar Wilson.
"Mohon maaf sebelumnya, nyonya Giselle dari keluarga Ellworth telah tiba." Begitu pemberitahuannya yang lantas membuat Audi langsung mematikan putung rokok. Tentu ia perlu menggosok gigi dulu dan mengganti pakaiannya juga.
Brianna berdeham meletakkan lagi gelas berisi anggur yang belum sempat ia teguk. Wanita itu segera beranjak dari kursi taman. Menegakkan diri untuk menjaga wibawa karena akan berhadapan dengan calon besannya.
******
Ternyata kepanikan dan kericuhan Luna tidak hanya berakhir pada pesan makan siang dari Aiden. Gadis itu harus segera bergegas mengemasi barang-barangnya dan meluncur ke rumah sakit kala jam pulang telah tiba. Apa setiap hari Luna akan merasakan ketidak tenangan ini? Pergi bolak balik dari rumah sakit ke kantornya karena Aiden yang menawarkan untuk mengantar dan menjemput. Selena sudah menunggu di lobi rumah sakit. Begitu Luna datang turun dari taksi, gadis itu terlihat berantakan. Pasti karena panik dan terburu-buru. "Kau harus belajar berbohong dengan beribu alasan," kata Selena kala Luna telah berdiri di hadapannya. "Ya, sepertinya sekarang aku harus membiasakan diri dengan berbohong." Luna menerima cermin yang Selena ulurkan. Gadis itu paham mungkin penampilannya sedang tidak karu-karuan sampai Selena memberikan cermin. Dapat Luna lihat riasan wajah yang sudah menghilang, rambut curly badainya tadi sudah tercepol tak rapi. "Apa kau harus memindahkan box ke satu tempat ke tempa
Luna menghembuskan nafas, merasa badannya sangat lelah dan mau remuk saat itu juga. Pagi ini agenda kantor adalah mengadakan senam pagi, jadi Luna tidak terlalu terburu-buru meski pergi dua kali dari rumah sakit kemudian ke kantor."Kau tidak ikut senam?" tanya Kai dengan pakaian casualnya masuk ke ruangan dengan aroma keringat yang menyengat itu. Di leher lelaki itu sudah ada handuk untuk mengelapnya, ditangannya ada sebotol air mineral."Tidak dulu, aku sangat sibuk kalo pagi hari." Luna membalas sembari menyalakan komputernya.Kai memicingkan matanya. Seperti kemarin penampilan Luna yang penuh kejutan, hari ini Kai kembali dikejutkan dengang tas merk lain yang dibawa gadis itu. Parfum yang menguar juga tidak tercium murahan. Wajah gadis itu yang selembut pantat bayipun kini tampak lebih indah lagi."Kau melakukan pekerjaan sampingan di pagi hari?" tanya Kai. Mungkin perubahan pada penampilan Luna karena gadis itu punya pekerjaan sampingan dengan gaji fantastis.Luna tampak berpikir
Aiden membukakan pintu untuk Luna, menggandeng tangan mungilnya, menarik kursi agar Luna bisa lebih mudah untuk duduk. Itu semua berhasil membuat Luna tersanjung.Tidak hanya itu, Aiden memberi rekomendasi ice cream stroberi yang cocok di lidah Luna. Menceritakan hal menarik dalam hidupnya atau masa kecilnya. Aiden ternyata tidak seperti bayangan Luna dulu kala Selena enggan dijodohkan.Aiden hangat, perhatian, memanjakannya, dan ya apakah mungkin laki-laki itu sudah jatuh cinta pada Luna?Melupakan ungkapan cinta, justru Luna telah tersentuh oleh perilaku Aiden padanya."Ah iya, sampai lupa kau kembali bekerja jam berapa? aku akan mengantarmu." Aiden melihat pada jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya.Luna tersentak. ASTAGAA!!! gadis itu ikut melihat ke arah jam tangannya. Ia sudah terlambat satu jam lebih.Gadis itu lantas mengeluaran ponsel dari saku blazer. Menemukan 10 pemberitahuan pesan dari Hana dan Kai. Juga panggilan tak terjawab dari kepala divisi.GILA!
Selena telah mengirimkan alamat apartemen baru untuk Luna. Selain itu perempuan itu juga berpesan bahwa barang-barang Luna telah berhasil di pindahkan. Jadi Luna dapat menempati saat itu juga. Pada saat itu juga Luna meminta Aiden untuk mengantarnya ke apartemen. Kali ini tidak ada supir, Aiden sendiri yang menyetir mobilnya. Dan lihatlah.. itu semakin membuat Aiden tampak mengagumkan. Apalagi melihat Aiden memakai baju casual, kaos polo berlengan pendek. Menunjukkan bisep dan urat pada tangan laki-laki itu. Kadang masih membuat Luna bertanya-tanya mengapa Aiden memilih melajang dengan alasan sudah dijodohkan. Bisa saja laki-laki itu menjalin hubungan untuk bersenang-senang semasa mudanya bukan? Usia 28 tahun juga terlalu lama untuk menemui calon istrinya. "Usiamu benar 28 tahun kan?" tanya Luna memastikan. Seingatnya itu yang pernah Selena infokan. Senyum Aiden tertarik memperlihatkan gigi rapinya. "Benar, aku senang kau mencari tahu itu. Tapi ingat minggu depan aku berulang ta
Ciuman Aiden berubah menjadi lebih panas begitu Luna membalasnya. Di sela kegiatan Aiden sempat menyunggingkan senyumnya. Lantas tangan laki-laki itu menarik pinggang Luna untuk lebih dekat. Begitu Aiden membawa tubuh Luna pada pangkuannya, Luna langsung terbahak dan melepas tautan bibirnya."Hei!" Luna memekik dengan canda."Kenapa?" tanya Aiden tersenyum lebar.Luna menghela nafas menatap Aiden dengan senyum juga.Ding.. Dong.."Aku rasa pizza kita telah tiba." Luna beranjak dari pangkuan Aiden, berjalan ke arah pintu untuk mengambil pesanan.Luna kembali dengan pizza di tangannya. Gadis itu memperlihatkan pizza dengan menggoyangkan badannya riang. "Waktunya makan!!"Yang Aiden lakukan berikutnya adalah menyalakan televisi untuk mencari film yang akan telah mereka rencanakan tadi.Film yang mereka pilih jatuh pada 500 days of summer. Meski sebelumnya Luna pernah menonton, tapi kali ini ia akan berpura-pura baru pertama kali menontonnya.Selagi menikmati pizza dan film berputar, kedu
Luna merasa bebannya sedikit hilang kala kedua teman ekhm.. sahabatnya begitu peduli dengannya. Lupakan candaan Hana dan Kai soal mentraktir lagi atau membelanjakan mereka. Luna cukup tahu diri memakai uang dari kartu Aiden dengan bijak.Mereka kembali ke kantor setelah kenyang dan waktu istirahat telah berakhir. Namun belum berhasil duduk pada kursi kerjanya, Bu Mega bersuara."Luna, Pak Marcell mencarimu."Eh? apa ini soal kemarin? tapi Hana bilang laporan penjualan telah ter-handle dan berhasil masuk ke email Pak Marcell kemarin.Tapi Luna tetap menurut dan langsung kembali menegakkan diri. Ia segera berjalan ke arah ruangan Marcell.Pintu ruangan Marcell telah terbuka ketika sekretarisnya baru saja keluar dari ruangan. Jadi Luna dapat lebih leluasa untuk masuk ke dalam."Kau cukup buat gaduh Bellagas akhir-akhir ini." Kalimat pertama begitu mata Marcell mendapati karyawan bandelnya.Luna menutup pintu ruangan berikut menyengir ke arah Marcell. "Maafkan saya," ungkap Luna mendekat
Luna menaruh curiga pada Selena, tapi harusnya ia sadar bahwa siapapun pacar Selena itu bukan urusannya. Meski pikiran jelek mengganggu dirinya, mungkin figur belakang Mr. A hanya mirip dengan seseorang yang tadi dipikirannya.Seperginya mobil pacar Selena, sebuah mobil Bentley berwarna putih memasuki halaman kediaman Wilson. Mata Luna membulat kala tahu siapa pengemudinya.Gadis itu tidak langsung beranjak pergi keluar rumah, melainkan tetap menyaksikan Aiden yang masuk ke dalam rumah setelah dipersilahkan penjaga di luar.Seingatnya ia tidak membuat janji dengan Aiden, apalagi Luna pulang kerja lebih awal dari biasanya. Dan Luna tidak memberitahu Aiden kalau dirinya ada di rumah."Selamat siang kakek," ucap Aiden menyapa Arthur yang sedang menikmati teh di halaman belakang. Kedatangan Adien ke kediaman Wilson memang untuk bertemu Arthur. Apalagi jika bukan mengobrol tentang pernikahan yang ingin ia segerakan.Arthur tersenyum mendapati calon menantunya datang ke rumah. "Bagaimana ka
Saat itu juga Darren tak mampu bergerak. Calon suami?Mari hitung berapa lama ia memutuskan Luna. Benar, tidak sampai sebulan mungkin hanya 16 atau 17 hari?"Ayo kita pulang! Oh tunggu kita ke supermarket dulu untuk belanja." Bak tidak ada Darren, Aiden mengajak Luna untuk pergi."Sampai jumpa Darren, kita pergi dulu." Itulah yang Luna ucapkan untuk menghormati keberadaan Darren. Berikutnya Luna menggandeng Aiden untuk pergi. Persetan dengan asumsi Darren, Luna sudah terlalu banyak berpikir akhir-akhir ini. Jadi biarkan semua mengalir tanpa dipusingkan."Kau kenapa tiba-tiba ada di sekitar sini?" Tanya Luna begitu mereka telah masuk ke dalam mobil."Aku berniat ke apartemenmu. Tapi aku tak sengaja melihatmu tadi di sana dengan Darren." Aiden sibuk melajukan mobilnya. "Darren itu teman apa?""Teman kerja. Kita dulu-" APA! Astaga Luna keceplosan. Bukankah harusnya Luna terlahir fokus untuk mengejar pendidikan kedokterannya? Gadis itu lantas melirik Aiden yang masih belum menyadari ucapa