Share

Chapter 6

"Apa-apaan warna rambut itu?"

Luna langsung memejam mata mendengar suara Marcell yang meninggi. Di kantor memang tidak ada peraturan dilarang mengecat warna rambut. Namun siapa yang tidak pangling dengan penampilan Luna saat ini? Warna blonde terlalu mencolok dari warna rambut sebelumnya.

"Ehehe.. saya perlu mengganti penampilan saya agar tidak bosan." Luna berujar dengan alasan klasik. Berikut melangkahkan kakinya agar sampai di depan meja Marcell.

"Ck.ck..ckk.." Marcell berdecak sembari memegang kepalanya.

Dari penampilan dan raut mukanya, Luna dapat melihat sesuatu telah terjadi. Sesuatu yang buruk pada perusahaan atau apapun kesalahan pekerjaan yang telah merugikan.

Menghembuskan napasnya Marcell berusaha mengabaikan hal tidak penting itu. Tapi bisa-bisanya karyawannya membuat matanya sakit dengan warna rambut seterang itu.

"Silahkan duduk!" perintah Marcell mulai menstabilkan suara dan raut wajahnya.

Luna menurut mengambil duduk di kursi depan meja Marcell.

Pria yang sudah beranjak 38 tahun itu membuka file dari komputernya. File yang menjadi pokok pembahasan pada bawahannya.

"Aku tidak tahu apa hubungan kau dengan Pak Ddevano Wilson, tapi dengan banyaknya saham yang beliau miliki cukup membungkam gerak saya disini." Marcell memulai pembicaraan.

Oh jadi soal keluarga Wilson. Luna paham betul bagaimana pergerakkan keluarga tersebut. Selena menepati ucapannya. Mungkin sebentar lagi Luna akan naik jabatan? Hmm entahlah semoga saja begitu.

"Kau tidak akan naik jabatan," kata Marcell cukup membuat mata Luna membulat. Kenapa bertentangan dengan bayangannya?

"Tetapi 2% saham milik Wilson atas namamu." Marcell melanjutkan yang justru membuat mata Luna semakin melebar. Ini kalau Marcell mengucapkan kalimat mengejutkan lagi mungkin bola mata Luna akan keluar dari kelopaknya.

"Du-dua persen Pak?" tanya Luna tergagap.

Marcell mengangguk. "Ini rahasia. Saya belum bisa menaikan jabatanmu karena pekerjaanmu masih belum kompeten. Terlepas dari kesalahan kemarin, saya tidak bisa gegabah begitu saja menaikkan jabatanmu. Kepemilikan saham 2% atas namamu juga mungkin dapat membantumu saat terjadi sesuatu nanti."

Luna mengernyitkan keningnya. "Sesuatu?"

Marcell mengedikkan bahu. "Kita tidak akan pernah tahu apa yang terjadi selanjutnya."

Luna terdiam. Pak Marcell benar, jika hanya naik jabatan ketika pekerjaan Luna belum maksimal mungkin akan menghambat kemajuan Perusahaan. Dan dengan adanya saham atas nama dirinya akan menjaga Luna tetap bekerja di Bellagas

******

New messages

Aiden <3

Luna melirik ponselnya yang berada tak jauh dari komputer. Melihat nama Aiden muncul pada layar locksreen, membuatnya langsung mengambil ponsel untuk membuka pesan.

From : Aiden <3

Hai, bagaimana pekerjaanmu?

Aku mengirimkan makan siang ke rumah sakit. Semoga kau suka.

Sontak kedua mata Luna langsung melotot dan ia memekik nyaring membuat beberapa pasang mata melirik ke sumber suara. "HAHH!" Luna menutup mulutnya menyadari jika suaranya terlalu keras. Ini belum jam istirahat dan pekerjaan sedang menumpuk-menumpuknya.

Luna berdeham, beranjak dari kursi dan keluar dari ruangan. Gadis itu segera menelepon Selena. Tapi sudah ketiga kali tetap tidak terdengar jawaban. Selena pasti sedang sibuk.

Kaki Luna melangkah kesana kemari, membuat cleaning service yang sedang bertugas menatapnya diam. Karena, ayolah! area yang Luna tempati sebenarnya mau dipel dulu.

"Hallo? Selena apa kau sibuk?" tanya Luna langsung begitu sambungan terjawab oleh Selena.

"Ah iya, aku baru istirahat. Ada apa?" tanya Selena balik. Dari suaranya Luna dapat menilai perempuan itu sedikit kelelahan.

"Aiden mengirimkan pesan padaku, dia mengirim makanan ke rumah sakit. Harus bagaimana ini? Apa aku perlu kesana? atau aku mengatakan sedang sibuk tidak bisa diganggu??" Luna mendadak panik dan kembali berjalan mondar mandir dengan ponsel di telinga.

Tidakkah dia menyadari ada cleaning service yang sedang menunggunya beranjak dari tempat? Pemuda tersebut menghela nafas dengan tongkat pel di samping tubuhnya.

"Luna tenanglah dulu. Ambil nafas keluarkan.."

Luna mengikuti intruksi Selena. Yang ia rasakan berikutnya adalah tenang dan ya dia melangkah menjauh dari depan toilet. Lebih baik Luna ke taman mencari udara segar sekalian.

Kepergian Luna pun menjadi nafas lega untuk cleaning service yang sudah menunggunya untuk pergi.

"Ya menurutmu bagaimana?" tanya Luna lagi setelah dirinya sudah ada di luar kantor.

"Dia hanya mengirimkannya kan? dia yang mengirim sendiri atau pakai jasa pengantaran?" tanya Selena yang kini membuat Luna semakin berpikir kritis. Benar juga. Itu masalah sepele dia tidak perlu sepanik tadi.

"Hmm coba ku tanya dulu." Dengan begitu Luna lantas kembali membuka pesan dari Aiden. Tapi tak menutup sambungan teleponnya dengan Selena juga.

Heels yang Luna kenakan mengetuk-ketuk pada lantai. Dua menit berikutnya ponselnya berdenting memunculkan notifikasi pesan baru.

"Kurir yang mengantarnya. Huftt untung saja," kata Luna membaca pesan dari Aiden.

"Tuhkan, tidak perlu sepanik tadi. Tapi tak apa terima kasih telah memberitahuku. Suruh dia antar ke lobi saja pada resepsionis nanti aku yang akan mengambilnya." Selena berpesan.

Meski Selena tak dapat melihat namun Luna tetap mengangguk. "Itu kau makan saja tidak apa-apa. Aku akan pergi makan siang dengan teman kantorku nanti."

"Baiklah terima kasih Luna. Tetap berhati-hati yaa, lepas lanyardmu nanti ketika keluar kantor. Untuk berjaga-jaga saja, kau tidak tahu akan bertemu siapa saja nanti di luar."

"Iya Selena. Terima kasih sudah mengingatkan. Aku tutup dulu," ucap Luna mengakhiri sambungan telepon.

Lantas gadis itu kembali ke ruangan kerjanya. Mengerjakan pekerjaan yang sempat tertunda dan merencanakan makan siang dengan Kai dan Hana.

******

Audi, menyesap rokok terakhirnya dengan tenang. Pemandangan dari kediaman keluarga Wilson cukup memuaskan. Mansion yang dibangun di daerah perbukitan itu berhasil memanjakan mata para penghuninya.

Brianna datang, mengambil duduk di kursi samping Audi kakaknya. "Kau minum terlalu banyak," komentar Brianna kala melihat dua botol anggur yang sudah kosong di atas meja.

Audi tersenyum miring di sela kegiatan merokoknya. Tatapan mata wanita itu masih tak teralih dari pemandangan pegunungan yang hijau dan asri.

"Perubahan pembagian warisan kemarin cukup memusingkan," ujar Audi membahas hal lain. Jujur hal tersebut cukup menganggu ketenangannya akhir-akhir ini. Apalagi kala mendengar anak Brianna yang berulah dengan hamil di luar pernikahan.

"Aku tahu ini menjadi sulit semenjak Selena tidak jadi menikah dengan anak Andreas Ellworth." Menghela nafas Brianna jadi ikut menuang anggur yang masih tersisa pada gelas bekas milik Audi. "Anak itu benar-benar tidak tahu diuntung," kesalnya mengumpati anaknya sendiri.

"Kita kehilangan 2% saham di Bellagas. Juga uang yang begitu lumayan untuk hadiah gadis miskin itu." Audi menambahi kekesalannya.

Ketahuilah tidak ada keluarga yang harmonis ramah dan saling support pada keluarga konglomerat seperti mereka. Yang ada hanyalah saling berebut, kedekatan yang sarkas, dan tidak sungkan membahas keserakahan.

Tampak menakutkan. Mungkin mereka bisa melakukan apapun yang telah merusak rencana mereka.

"Jangan lupakan biaya identitas baru padanya," ujar Brianna mengingatkan. Wanita itu sampai tak bisa mempublikasikan anak tunggalnya pada rekan bisnis atau teman-teman sosialitanya.

Selena memang tidak pernah terpublish sebelumnya, perempuan itu sibuk belajar dan berdiam diri di rumah.

Jadi semoga rencana keluarga Wilson mengelabuhi keluarga Ellworth akan berhasil.

Audi berdecak, sangat disayangkan. "Selena bisa saja menggugurkan anak itu."

Brianna melirik sekilas. "Kita sudah pernah membahasnya. Aiden pasti juga tidak akan sudi menikahi gadis yang sudah tidak perawan. Menyerahkan Selena hanya akan mempermalukan keluarga."

Pembicaraan mereka terhenti begitu salah satu asisten rumah tangga datang mendekat. Mendudukkan diri pada rumput dan menghadap pada kedua nyonya besar Wilson.

"Mohon maaf sebelumnya, nyonya Giselle dari keluarga Ellworth telah tiba." Begitu pemberitahuannya yang lantas membuat Audi langsung mematikan putung rokok. Tentu ia perlu menggosok gigi dulu dan mengganti pakaiannya juga.

Brianna berdeham meletakkan lagi gelas berisi anggur yang belum sempat ia teguk. Wanita itu segera beranjak dari kursi taman. Menegakkan diri untuk menjaga wibawa karena akan berhadapan dengan calon besannya. 

******

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status