Aiden tetap datang ke kediaman Wilson pagi ini pukul 6 pagi. Luna tidak ada pilihan lain selain mengiyakan tawaran laki-laki itu. Meski pada akhirnya ia harus gelimpungan untuk pergi lagi naik taksi untuk menuju kantornya.
Dan hari ini Selena telah mendandani Luna dengan pakaian sebaik mungkin. Membawa birkin agar terlihat bahwa dirinya sungguhan keturunan dari kelurga Wilson. Blouse hijau mint, celana putih, heels berwarna putih dan birkin yang senada dengan warna blousenya. Tidak lupa rambut blonde Luna yang kini berbentuk curly.
Hal tersebut cukup memanjakan mata Aiden. Bahwa Luna tampak keren dan profesional.
"Luna kau melupakan snellimu!" Selena berteriak di depan pintu dengan menjinjing snelli.
Luna sontak memejamkan mata kemudian membuka pintu mobil Aiden dan menghampiri Selena. "Terima kasih Selena."
"Sama-sama, jangan sampai lupa lagi kau ini seorang dokter." Selena berkata dengan begitu pelan.
Luna mengangguk. "Aku pergi dulu."
Selena mengangguk berikut melambaikan tangan begitu Luna berlari kecil menuju mobil Aiden.
Mobilpun melaju, membelah jalanan New York yang hari ini sedang cerah dan menyenangkan. Begitu juga dengan Aiden yang sesekali mencuri pandang pada Luna.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, mereka yang sejak kecil tidak pernah bertemu menjadi pasangan yang sebentar lagi akan menikah.
"Kau sudah ada gambaran bagaimana pernikahan yang kau inginkan?" tanya Aiden.
Luna terdiam. Ah betul juga. Perannya disini tidak hanya sampai menjadi tunangan Aiden. Justru peran utama Luna adalah menjadi pengantin Aiden. Astaga. Rasanya masih susah menerima. Mengingat bahwa mereka baru kenal dan Luna belum memiliki perasaan apa-apa pada Aiden.
Tetapi ini kan hanya sandiwara kan?
Demi nominal yang tertera pada surat perjanjian, Luna akan berusaha semaksimal mungkin.
"Hmm aku belum tahu ada gambaran bagaimana konsep pernikahannya nanti. Tapi yang pasti aku tidak ingin terlalu ramai."
"Yang itu sepertinya sulit, kau tahu sendiri kan kita berasal dari keluarga mana. Tapi akan aku obrolkan dengan Ibu jika itu yang kau mau," balas Aiden.
Luna tersenyum. "Terima kasih."
Sisanya hanya hening, Aiden bukanlah orang yang banyak bicara. Begitu juga Luna yang sebenarnya masih canggung dengan Aiden.
Sampai akhirnya Luna kelepasan membuka mulutnya begitu mobil milik Aiden memasuki kawasan rumah sakit tempat di mana Luna koas.
"Benar ini kan?" tanya Aiden melihat raut muka Luna yang tampak terpana.
"Ah iya benar." Luna langsung menetralkan raut wajahnya.
Begitu mobil berhenti di depan lobi Luna langsung buru-buru untuk turun. "Terima kasih Aiden, maaf merepotkanmu."
Aiden menahan tangan Luna yang sudah kepalang buru-buru keluar mobil. "Kau melupakan sesuatu."
Alis Luna terangkat bertanya.
Tubuh Aiden mendekat kemudian mencium kening Luna. "Selamat bertugas. Kabari aku jika sudah selesai aku akan menjemputmu lagi."
******
Luna masih sedikit syok dengan perlakuan Aiden tadi. Ya, kala laki-laki itu tiba-tiba mencium keningnya. Namun tak urung wajah Luna mendadak sedih. Ia jadi mengingat perlakuan pacarnya dulu padanya.
Astaga move on susah juga ternyata.
Begitu mobil Aiden berlalu pergi, Luna langsung memanggil taksi. Gadis itu segera menuju ke kantor dimana ia sebenarnya bekerja. Di dalam taksi Luna langsung memasukkan snelli yang sudah terlipat rapi ke dalam tas.
"Aman. Aiden sudah pergi dari rumah sakit," kata Luna menelepon pada Selena. Memberi sinyal pada gadis itu bahwa ia bisa langsung ke rumah sakit.
"Oke, terima kasih Luna."
Kemudian sambungan telepon terputus. Disaat bersamaan taksi berhenti di depan gedung Perusahaan Bellagas. Perusahaan mode yang sudah lebih dari 10 tahun berdiri.
Begitu Luna turun dari taksi, dan juga menuju ke meja kerjanya menimbulkan tanda tanya untuk rekan kerja gadis itu.
"Rambutmu kenapa jadi begitu?" tanya Kai yang terbengong dengan penampilan Luna hari ini. Rambut blonde curly, tas birkin dan sepatu bermerk itu.
"Astaga kau sekarang alih profesi jadi simpanan pejabat ya?" tuduh Hana yang juga terbengong dengan penampilan badas Luna.
"Mungkin seperti itu," balas Luna tidak terlalu menggubris dan buru-buru duduk di kursi kerjanya kemudian menyalakan komputer.
Begitu Luna mulai membuka file pekerjaannya dia merasa atmosfir di ruangan terasa berbeda. Jadi gadis itu mendongak melihat teman-temannya masih pada di posisi semula dengan tatapan heran padanya.
Astaga ini akan panjang jika menjelaskan ke mereka. Tapi misi perjanjian ini juga rahasia.
Luna melirik gerak-gerik Hana yang berjalan ke arah mejanya. Tangan Hana menyentuh tas birkin yang ada di ujung meja Luna.
"Ini asli?" tanya Hana mengundang Kai untuk datang juga.
Kai ikut menyentuh tas yang sudah Hana jinjing itu. Merogoh-rogoh dalam tas untuk mencari label merk. "Wah, ini asli. Kau dari mana mendapatkannya?" tanya Kai.
Luna tetap diam. Dia mendadak sudah risih dengan kedatangan keduanya.
"Aish, sudah sana bekerja!" Usir Luna mengambil paksa tasnya dari tangan Hana.
"Jawab dulu, kau sungguhan jadi simpanan pejabat?" tanya Kai yang rasa penasarannya sudah diambang batas.
"Sssttt... kecilkan suaramu Kai." Luna melirik ke kanan dan kiri takut jika ada orang lain selain mereka. Tapi untungnya keadaan ruangan sedang sepi. Jadi aman.
Mendengar itu Kai jadi mendekat. Sekali lagi bertanya dengan suara berbisik. "Kau simpanan pejabat?"
Luna mengernyitkan keningnya. Astaga dia benar-benar tidak tahu mau menjawab apa. Tapi jawaban "Ya" adalah hal paling menjijikan saat ini.
Suara ketukan sepatu pada lantai membuat mereka terdiam dan menoleh ke arah pintu.
Ada kepala sekretaris CEO disana. "Luna, Pak Marcell mencarimu."
Yang sontak langsung membuat ketiga orang di ruangan tersebut menyatukan alis bingung. Apalagi Luna yang jadi bertanya-tanya. Mengingat kemarin kinerjanya menurun. Ia jadi tidak fokus setelah pacarnya memutuskan hubungan mereka saat itu.
Apa dia akan dipecat?
Ah ayolah, meskipun saat ini Luna memiliki simpanan uang di keluarga Wilson. Tapi tetap saja, menjadi wanita karir yang bekerja di kantor adalah cita-citanya dari kecil. Selain keren, Luna merasakan gairahnya disini. Dia merasa hidup ketika bekerja di depan komputer dengan outfit bagus setiap harinya.
Berbeda dengan pikiran Luna. Justru Kai mulai berbisik ke arah Hana.
"Apa mungkin Luna simpanan Pak Marcell?"
Kai memang berbisik, tetapi Luna masih mendengarnya.
Luna memejamkan mata dan bergumam kecil. Menyupah serapahi Kai.
Menghembuskan nafas, Luna memilih segera beranjak berdiri. Ia harus segera menghadap Pak Marcell sebelum beliau marah.
Maklum, sebagai bawahan Luna tidak bisa begitu saja berlama-lama ketika CEO Perusahaan menyuruhnya menghadap.
Tok..Tok...Tok...
Luna mengetuk pintu ruangan Pak Marcell sebelum masuk. Begitu mendapat respon dari pemilik ruangan barulah Luna masuk ke dalam ruangan.
"APA-APAAN WARNA RAMBUT ITU?"
******
"Apa-apaan warna rambut itu?"Luna langsung memejam mata mendengar suara Marcell yang meninggi. Di kantor memang tidak ada peraturan dilarang mengecat warna rambut. Namun siapa yang tidak pangling dengan penampilan Luna saat ini? Warna blonde terlalu mencolok dari warna rambut sebelumnya."Ehehe.. saya perlu mengganti penampilan saya agar tidak bosan." Luna berujar dengan alasan klasik. Berikut melangkahkan kakinya agar sampai di depan meja Marcell."Ck.ck..ckk.." Marcell berdecak sembari memegang kepalanya.Dari penampilan dan raut mukanya, Luna dapat melihat sesuatu telah terjadi. Sesuatu yang buruk pada perusahaan atau apapun kesalahan pekerjaan yang telah merugikan.Menghembuskan napasnya Marcell berusaha mengabaikan hal tidak penting itu. Tapi bisa-bisanya karyawannya membuat matanya sakit dengan warna rambut seterang itu."Silahkan duduk!" perintah Marcell mulai menstabilkan suara dan raut wajahnya.Luna menurut mengambil duduk di kursi depan meja Marcell.Pria yang sudah beranj
Ternyata kepanikan dan kericuhan Luna tidak hanya berakhir pada pesan makan siang dari Aiden. Gadis itu harus segera bergegas mengemasi barang-barangnya dan meluncur ke rumah sakit kala jam pulang telah tiba. Apa setiap hari Luna akan merasakan ketidak tenangan ini? Pergi bolak balik dari rumah sakit ke kantornya karena Aiden yang menawarkan untuk mengantar dan menjemput. Selena sudah menunggu di lobi rumah sakit. Begitu Luna datang turun dari taksi, gadis itu terlihat berantakan. Pasti karena panik dan terburu-buru. "Kau harus belajar berbohong dengan beribu alasan," kata Selena kala Luna telah berdiri di hadapannya. "Ya, sepertinya sekarang aku harus membiasakan diri dengan berbohong." Luna menerima cermin yang Selena ulurkan. Gadis itu paham mungkin penampilannya sedang tidak karu-karuan sampai Selena memberikan cermin. Dapat Luna lihat riasan wajah yang sudah menghilang, rambut curly badainya tadi sudah tercepol tak rapi. "Apa kau harus memindahkan box ke satu tempat ke tempa
Luna menghembuskan nafas, merasa badannya sangat lelah dan mau remuk saat itu juga. Pagi ini agenda kantor adalah mengadakan senam pagi, jadi Luna tidak terlalu terburu-buru meski pergi dua kali dari rumah sakit kemudian ke kantor."Kau tidak ikut senam?" tanya Kai dengan pakaian casualnya masuk ke ruangan dengan aroma keringat yang menyengat itu. Di leher lelaki itu sudah ada handuk untuk mengelapnya, ditangannya ada sebotol air mineral."Tidak dulu, aku sangat sibuk kalo pagi hari." Luna membalas sembari menyalakan komputernya.Kai memicingkan matanya. Seperti kemarin penampilan Luna yang penuh kejutan, hari ini Kai kembali dikejutkan dengang tas merk lain yang dibawa gadis itu. Parfum yang menguar juga tidak tercium murahan. Wajah gadis itu yang selembut pantat bayipun kini tampak lebih indah lagi."Kau melakukan pekerjaan sampingan di pagi hari?" tanya Kai. Mungkin perubahan pada penampilan Luna karena gadis itu punya pekerjaan sampingan dengan gaji fantastis.Luna tampak berpikir
Aiden membukakan pintu untuk Luna, menggandeng tangan mungilnya, menarik kursi agar Luna bisa lebih mudah untuk duduk. Itu semua berhasil membuat Luna tersanjung.Tidak hanya itu, Aiden memberi rekomendasi ice cream stroberi yang cocok di lidah Luna. Menceritakan hal menarik dalam hidupnya atau masa kecilnya. Aiden ternyata tidak seperti bayangan Luna dulu kala Selena enggan dijodohkan.Aiden hangat, perhatian, memanjakannya, dan ya apakah mungkin laki-laki itu sudah jatuh cinta pada Luna?Melupakan ungkapan cinta, justru Luna telah tersentuh oleh perilaku Aiden padanya."Ah iya, sampai lupa kau kembali bekerja jam berapa? aku akan mengantarmu." Aiden melihat pada jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya.Luna tersentak. ASTAGAA!!! gadis itu ikut melihat ke arah jam tangannya. Ia sudah terlambat satu jam lebih.Gadis itu lantas mengeluaran ponsel dari saku blazer. Menemukan 10 pemberitahuan pesan dari Hana dan Kai. Juga panggilan tak terjawab dari kepala divisi.GILA!
Selena telah mengirimkan alamat apartemen baru untuk Luna. Selain itu perempuan itu juga berpesan bahwa barang-barang Luna telah berhasil di pindahkan. Jadi Luna dapat menempati saat itu juga. Pada saat itu juga Luna meminta Aiden untuk mengantarnya ke apartemen. Kali ini tidak ada supir, Aiden sendiri yang menyetir mobilnya. Dan lihatlah.. itu semakin membuat Aiden tampak mengagumkan. Apalagi melihat Aiden memakai baju casual, kaos polo berlengan pendek. Menunjukkan bisep dan urat pada tangan laki-laki itu. Kadang masih membuat Luna bertanya-tanya mengapa Aiden memilih melajang dengan alasan sudah dijodohkan. Bisa saja laki-laki itu menjalin hubungan untuk bersenang-senang semasa mudanya bukan? Usia 28 tahun juga terlalu lama untuk menemui calon istrinya. "Usiamu benar 28 tahun kan?" tanya Luna memastikan. Seingatnya itu yang pernah Selena infokan. Senyum Aiden tertarik memperlihatkan gigi rapinya. "Benar, aku senang kau mencari tahu itu. Tapi ingat minggu depan aku berulang ta
Ciuman Aiden berubah menjadi lebih panas begitu Luna membalasnya. Di sela kegiatan Aiden sempat menyunggingkan senyumnya. Lantas tangan laki-laki itu menarik pinggang Luna untuk lebih dekat. Begitu Aiden membawa tubuh Luna pada pangkuannya, Luna langsung terbahak dan melepas tautan bibirnya."Hei!" Luna memekik dengan canda."Kenapa?" tanya Aiden tersenyum lebar.Luna menghela nafas menatap Aiden dengan senyum juga.Ding.. Dong.."Aku rasa pizza kita telah tiba." Luna beranjak dari pangkuan Aiden, berjalan ke arah pintu untuk mengambil pesanan.Luna kembali dengan pizza di tangannya. Gadis itu memperlihatkan pizza dengan menggoyangkan badannya riang. "Waktunya makan!!"Yang Aiden lakukan berikutnya adalah menyalakan televisi untuk mencari film yang akan telah mereka rencanakan tadi.Film yang mereka pilih jatuh pada 500 days of summer. Meski sebelumnya Luna pernah menonton, tapi kali ini ia akan berpura-pura baru pertama kali menontonnya.Selagi menikmati pizza dan film berputar, kedu
Luna merasa bebannya sedikit hilang kala kedua teman ekhm.. sahabatnya begitu peduli dengannya. Lupakan candaan Hana dan Kai soal mentraktir lagi atau membelanjakan mereka. Luna cukup tahu diri memakai uang dari kartu Aiden dengan bijak.Mereka kembali ke kantor setelah kenyang dan waktu istirahat telah berakhir. Namun belum berhasil duduk pada kursi kerjanya, Bu Mega bersuara."Luna, Pak Marcell mencarimu."Eh? apa ini soal kemarin? tapi Hana bilang laporan penjualan telah ter-handle dan berhasil masuk ke email Pak Marcell kemarin.Tapi Luna tetap menurut dan langsung kembali menegakkan diri. Ia segera berjalan ke arah ruangan Marcell.Pintu ruangan Marcell telah terbuka ketika sekretarisnya baru saja keluar dari ruangan. Jadi Luna dapat lebih leluasa untuk masuk ke dalam."Kau cukup buat gaduh Bellagas akhir-akhir ini." Kalimat pertama begitu mata Marcell mendapati karyawan bandelnya.Luna menutup pintu ruangan berikut menyengir ke arah Marcell. "Maafkan saya," ungkap Luna mendekat
Luna menaruh curiga pada Selena, tapi harusnya ia sadar bahwa siapapun pacar Selena itu bukan urusannya. Meski pikiran jelek mengganggu dirinya, mungkin figur belakang Mr. A hanya mirip dengan seseorang yang tadi dipikirannya.Seperginya mobil pacar Selena, sebuah mobil Bentley berwarna putih memasuki halaman kediaman Wilson. Mata Luna membulat kala tahu siapa pengemudinya.Gadis itu tidak langsung beranjak pergi keluar rumah, melainkan tetap menyaksikan Aiden yang masuk ke dalam rumah setelah dipersilahkan penjaga di luar.Seingatnya ia tidak membuat janji dengan Aiden, apalagi Luna pulang kerja lebih awal dari biasanya. Dan Luna tidak memberitahu Aiden kalau dirinya ada di rumah."Selamat siang kakek," ucap Aiden menyapa Arthur yang sedang menikmati teh di halaman belakang. Kedatangan Adien ke kediaman Wilson memang untuk bertemu Arthur. Apalagi jika bukan mengobrol tentang pernikahan yang ingin ia segerakan.Arthur tersenyum mendapati calon menantunya datang ke rumah. "Bagaimana ka