Share

Chapter 5

Aiden tetap datang ke kediaman Wilson pagi ini pukul 6 pagi. Luna tidak ada pilihan lain selain mengiyakan tawaran laki-laki itu. Meski pada akhirnya ia harus gelimpungan untuk pergi lagi naik taksi untuk menuju kantornya. 

Dan hari ini Selena telah mendandani Luna dengan pakaian sebaik mungkin. Membawa birkin agar terlihat bahwa dirinya sungguhan keturunan dari kelurga Wilson. Blouse hijau mint, celana putih, heels berwarna putih dan birkin yang senada dengan warna blousenya. Tidak lupa rambut blonde Luna yang kini berbentuk curly

Hal tersebut cukup memanjakan mata Aiden. Bahwa Luna tampak keren dan profesional. 

"Luna kau melupakan snellimu!" Selena berteriak di depan pintu dengan menjinjing snelli. 

Luna sontak memejamkan mata kemudian membuka pintu mobil Aiden dan menghampiri Selena. "Terima kasih Selena."

"Sama-sama, jangan sampai lupa lagi kau ini seorang dokter." Selena berkata dengan begitu pelan. 

Luna mengangguk. "Aku pergi dulu."

Selena mengangguk berikut melambaikan tangan begitu Luna berlari kecil menuju mobil Aiden. 

Mobilpun melaju, membelah jalanan New York yang hari ini sedang cerah dan menyenangkan. Begitu juga dengan Aiden yang sesekali mencuri pandang pada Luna. 

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, mereka yang sejak kecil tidak pernah bertemu menjadi pasangan yang sebentar lagi akan menikah. 

"Kau sudah ada gambaran bagaimana pernikahan yang kau inginkan?" tanya Aiden.

Luna terdiam. Ah betul juga. Perannya disini tidak hanya sampai menjadi tunangan Aiden. Justru peran utama Luna adalah menjadi pengantin Aiden. Astaga. Rasanya masih susah menerima. Mengingat bahwa mereka baru kenal dan Luna belum memiliki perasaan apa-apa pada Aiden. 

Tetapi ini kan hanya sandiwara kan?

Demi nominal yang tertera pada surat perjanjian, Luna akan berusaha semaksimal mungkin. 

"Hmm aku belum tahu ada gambaran bagaimana konsep pernikahannya nanti. Tapi yang pasti aku tidak ingin terlalu ramai."

"Yang itu sepertinya sulit, kau tahu sendiri kan kita berasal dari keluarga mana. Tapi akan aku obrolkan dengan Ibu jika itu yang kau mau," balas Aiden. 

Luna tersenyum. "Terima kasih."

Sisanya hanya hening, Aiden bukanlah orang yang banyak bicara. Begitu juga Luna yang sebenarnya masih canggung dengan Aiden. 

Sampai akhirnya Luna kelepasan membuka mulutnya begitu mobil milik Aiden memasuki kawasan rumah sakit tempat di mana Luna koas. 

"Benar ini kan?" tanya Aiden melihat raut muka Luna yang tampak terpana. 

"Ah iya benar." Luna langsung menetralkan raut wajahnya. 

Begitu mobil berhenti di depan lobi Luna langsung buru-buru untuk turun. "Terima kasih Aiden, maaf merepotkanmu."

Aiden menahan tangan Luna yang sudah kepalang buru-buru keluar mobil. "Kau melupakan sesuatu."

Alis Luna terangkat bertanya.

Tubuh Aiden mendekat kemudian mencium kening Luna. "Selamat bertugas. Kabari aku jika sudah selesai aku akan menjemputmu lagi."

******

Luna masih sedikit syok dengan perlakuan Aiden tadi. Ya, kala laki-laki itu tiba-tiba mencium keningnya. Namun tak urung wajah Luna mendadak sedih. Ia jadi mengingat perlakuan pacarnya dulu padanya. 

Astaga move on susah juga ternyata. 

Begitu mobil Aiden berlalu pergi, Luna langsung memanggil taksi. Gadis itu segera menuju ke kantor dimana ia sebenarnya bekerja. Di dalam taksi Luna langsung memasukkan snelli yang sudah terlipat rapi ke dalam tas. 

"Aman. Aiden sudah pergi dari rumah sakit," kata Luna menelepon pada Selena. Memberi sinyal pada gadis itu bahwa ia bisa langsung ke rumah sakit. 

"Oke, terima kasih Luna." 

Kemudian sambungan telepon terputus. Disaat bersamaan taksi berhenti di depan gedung Perusahaan Bellagas. Perusahaan mode yang sudah lebih dari 10 tahun berdiri. 

Begitu Luna turun dari taksi, dan juga menuju ke meja kerjanya menimbulkan tanda tanya untuk rekan kerja gadis itu. 

"Rambutmu kenapa jadi begitu?" tanya Kai yang terbengong dengan penampilan Luna hari ini. Rambut blonde curly, tas birkin dan sepatu bermerk itu. 

"Astaga kau sekarang alih profesi jadi simpanan pejabat ya?" tuduh Hana yang juga terbengong dengan penampilan badas Luna. 

"Mungkin seperti itu," balas Luna tidak terlalu menggubris dan buru-buru duduk di kursi kerjanya kemudian menyalakan komputer. 

Begitu Luna mulai membuka file pekerjaannya dia merasa atmosfir di ruangan terasa berbeda. Jadi gadis itu mendongak melihat teman-temannya masih pada di posisi semula dengan tatapan heran padanya. 

Astaga ini akan panjang jika menjelaskan ke mereka. Tapi misi perjanjian ini juga rahasia. 

Luna melirik gerak-gerik Hana yang berjalan ke arah mejanya. Tangan Hana menyentuh tas birkin yang ada di ujung meja Luna. 

"Ini asli?" tanya Hana mengundang Kai untuk datang juga. 

Kai ikut menyentuh tas yang sudah Hana jinjing itu. Merogoh-rogoh dalam tas untuk mencari label merk. "Wah, ini asli. Kau dari mana mendapatkannya?" tanya Kai.

Luna tetap diam. Dia mendadak sudah risih dengan kedatangan keduanya. 

"Aish, sudah sana bekerja!" Usir Luna mengambil paksa tasnya dari tangan Hana. 

"Jawab dulu, kau sungguhan jadi simpanan pejabat?" tanya Kai yang rasa penasarannya sudah diambang batas. 

"Sssttt... kecilkan suaramu Kai." Luna melirik ke kanan dan kiri takut jika ada orang lain selain mereka. Tapi untungnya keadaan ruangan sedang sepi. Jadi aman. 

Mendengar itu Kai jadi mendekat. Sekali lagi bertanya dengan suara berbisik. "Kau simpanan pejabat?"

Luna mengernyitkan keningnya. Astaga dia benar-benar tidak tahu mau menjawab apa. Tapi jawaban "Ya" adalah hal paling menjijikan saat ini. 

Suara ketukan sepatu pada lantai membuat mereka terdiam dan menoleh ke arah pintu. 

Ada kepala sekretaris CEO disana. "Luna, Pak Marcell mencarimu."

Yang sontak langsung membuat ketiga orang di ruangan tersebut menyatukan alis bingung. Apalagi Luna yang jadi bertanya-tanya. Mengingat kemarin kinerjanya menurun. Ia jadi tidak fokus setelah pacarnya memutuskan hubungan mereka saat itu. 

Apa dia akan dipecat?

Ah ayolah, meskipun saat ini Luna memiliki simpanan uang di keluarga Wilson. Tapi tetap saja, menjadi wanita karir yang bekerja di kantor adalah cita-citanya dari kecil. Selain keren, Luna merasakan gairahnya disini. Dia merasa hidup ketika bekerja di depan komputer dengan outfit bagus setiap harinya. 

Berbeda dengan pikiran Luna. Justru Kai mulai berbisik ke arah Hana. 

"Apa mungkin Luna simpanan Pak Marcell?" 

Kai memang berbisik, tetapi Luna masih mendengarnya. 

Luna memejamkan mata dan bergumam kecil. Menyupah serapahi Kai. 

Menghembuskan nafas, Luna memilih segera beranjak berdiri. Ia harus segera menghadap Pak Marcell sebelum beliau marah. 

Maklum, sebagai bawahan Luna tidak bisa begitu saja berlama-lama ketika CEO Perusahaan menyuruhnya menghadap. 

Tok..Tok...Tok...

Luna mengetuk pintu ruangan Pak Marcell sebelum masuk. Begitu mendapat respon dari pemilik ruangan barulah Luna masuk ke dalam ruangan. 

"APA-APAAN WARNA RAMBUT ITU?"

******

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status