Share

Bertemu Makhluk Aneh

Kulit, daging dan organ tubuh milik Lin Tan habis dimakan oleh para iblis. 

Sakit, sangat sakit rasanya ketika daging dikelupas paksa menggunakan cakar-cakar yang begitu tajam. Lalu puluhan paruh keras menusuk dan merobek daging dan organ dalam pemuda itu. Bahkan darah yang menetes dan mengalir deras keluar dari tubuh pemuda itu menjadi minuman segar bagi mereka. 

Lin Tan hanya terdiam membisu menerima ajal yang menyambut dirinya dengan penuh kepedihan. Air mata terakhir yang menetes dan membasahi pipinya menjadi saksi akan nasib buruk dirinya dan kedua adiknya. Dan di saat terakhirnya, ia hanya mampu menatap langit biru saja.

"Maafkan kebodohan dan kelemahan kakak kalian…," ucapnya lirih. 

"Seandainya waktu itu aku menuruti Sin Hwa untuk segera pindah ke tempat lain, mungkin kita bertiga masih bersama saat ini," ungkapnya dalam hati.

Perlahan kedua kelopak mata Lin Tan menutup. Kesadarannya pun kian menghilang ketika setengah tubuhnya telah hilang disantap oleh para iblis. Semua organ dalamnya berceceran keluar dan menutupi tanah disekitarnya. 

Namun beberapa saat ketika Lin Tan menutup matanya, suara asing bergema di telinga pemuda itu. Suaranya semakin keras dan semakin terdengar. Di dalam keheningan batinnya, Lin Tan mendengar panggilan dari suara asing itu. 

"Apa kau masih ingin hidup?"

"Apa kau ingin membalaskan kematian adik-adikmu?" 

"Bila kau memang ingin hidup lagi, tunjukkan tekadmu kepadaku!"

Suara itu terus mengajukan pertanyaan yang aneh. Namun Gilang tetap mendengarnya sebagai jawaban dari Yang Maha Kuasa untuk dirinya. 

Ia berteriak dengan suara yang lantang dan terus menjawab setiap hal yang ditanyakan oleh suara itu.

"Aku ingin hidup!"

"Aku ingin membalas dendam ke semua iblis!"

"Bantu aku! Hidupkan aku kembali!"

"Ini adalah janjiku untuk kedua adikku!"

Lin Tan berteriak tanpa henti di dalam batinnya. Hingga akhirnya ia menutup kedua matanya. Dan perlahan napasnya ikut berhenti. 

Akhirnya, pemuda itu tewas di samping kedua jasad adiknya. 

"Atas nama langit, bangkitlah!"

Suara itu berteriak sangat keras dan menyuruh Lin Tan untuk kembali bangkit.

BANGKITLAH!!!

Sekali lagi, suara itu berteriak dengan lantang. Hingga sebuah keajaiban pun terjadi.

Tubuh pemuda yang telah habis dimakan oleh para iblis, perlahan memancarkan cahaya terang. 

Para iblis yang masih sibuk mematuk daging pemuda itu terlihat langsung terbang menjauhi mayat Lin Tan.

"Atas kuasa yang diberikan Yang Maha Kuasa kepadaku, aku perintahkan ke jiwa pemuda ini untuk kembali ke tubuhnya! Dan putar kembali waktu di mana tubuh pemuda ini utuh sepenuhnya!" 

Cahaya berpendar ke segala arah. Sinarnya pun begitu menyilaukan hingga membuat seluruh hal di sekitarnya menjadi putih terang. Dan tidak lama kemudian, Lin Tan kembali bernapas.

"A–apa yang terjadi?" Tanyanya yang terlihat kebingungan.

Tubuh yang telah habis dimakan oleh puluhan iblis burung perlahan kembali utuh. Daging, kulit, organ serta darah dan tulang kembali pada posisinya semula.

Lin Tan menoleh ke arah depannya. Ia melihat kedua jasad adiknya yang terlihat begitu mengenaskan. Namun tanpa ia sadari, sedari tadi ternyata ada sesosok makhluk yang berdiri di belakang dirinya.

"Siapa kau? K–kenapa bentukmu seperti itu?" Tanya Lin Tan.

"Oh, maaf. Aku tidak tahu bila kau ingin melihat penolongmu dalam bentuk yang terlihat sempurna," sindir sosok itu.

Bias dari cahaya terang menyelubungi sosok itu. Lin Tan belum melihat dengan jelas penampakan dari wujudnya, namun setiap kali kedua matanya ingin fokus, ia selalu teralihkan oleh cahaya yang begitu terang.

"Maaf, tapi tolong redupkan sedikit efek cahayamu dulu," ucap Lin Tan. 

"Maaf, aku terlalu bersemangat. Jadi, apa segini cukup?" Tanya sosok itu. Akhirnya ia meredupkan efek cahayanya.

Ketika Lin Tan melihat secara nyata wujud dari sosok itu, ia terlihat sangat terkejut akan penampilan penolongnya.

"Apa kau seekor cacing besar?" Tanya Lin Tan.

"Cacing?! Apa kau tidak bisa menebak wujudku?!" Sosok itu terlihat gusar. 

Ia memiliki tubuh bersisik emas kekuningan. Kepalanya seperti sendok yang lebar. Tepat di keningnya terdapat permata berwarna merah delima. Lalu dua gigi taring tersemat di mulutnya yang kecil. Ia tidak memiliki kaki dan tangan, namun memiliki corak tubuh yang indah di sisiknya.

"Apa kau ular kobra? Tapi apa mungkin ada ular kobra berwarna emas terang seperti itu?" Tanya Lin Tan yang begitu ragu.

"Tentu saja ada! Aku adalah bukti kongkrit bila kobra berwarna emas ada, bukan?!" Ular itu merasa kesal. 

"Lalu kenapa kobra bisa berbicara?" Tanya pemuda itu lagi. 

"Oh, itu karena aku bukanlah ular biasa. Kau penasaran, 'kan?" Ular itu memancing Lin Tan.

"Tidak… aku tidak penasaran sama sekali," ungkap pemuda itu dengan tatapan datar.

"Hah?! Dasar tidak peka! Manusia datar! Tidak punya emosi! Apa kau itu bodoh?!" Ular itu terus menyindir Lin Tan. 

"Baiklah, aku akan bertanya. Kau itu siapa? Kenapa begitu aneh?" Tanya pemuda itu yang terasa seperti sindiran.

"Entahlah, sepertinya aku sedikit tersinggung dengan perkataanmu itu," ucap ular itu yang sudah terlanjur kesal.

Ia akhirnya memperkenalkan dirinya sebagai sang dewa ular, Long Wang. Ia dijuluki sebagai nenek moyang para ular dan menjadi salah satu peliharaan atau wahana para dewa nirwana. Kesaktiannya tidak perlu ditanya lagi. Ia sangat sakti hingga dijuluki Dewa Ular Emas. 

"Oh, begitu." Pemuda itu sama sekali tidak terkesan.

"Hanya begitu?"

"Hanya itu saja tanggapanmu?! Apa kau tidak terkejut dengan jati diriku ini?!" Ling Wang merasa terhina.

"Tidak, aku hanya melihatmu sebagai seekor ular yang bisa berbicara dan memiliki bentuk tubuh yang eksotis," ucap Lin Tan.

Ular itu merasa jengkel. Kedua sorot matanya berubah datar. Dirinya menjadi malas untuk meladeni pemuda bodoh yang baru saja ditolongnya.

"Ah, sudahlah… apa perlu aku ambil lagi bola jiwaku yang berada di dalam tubuhmu?" Ucap Long Wang.

"Tu–tunggu sebentar. Bola jiwa?" Lin Tan merasa bingung.

Ternyata Long Wang menggunakan bola jiwa miliknya untuk menghidupkan Lin Tan kembali. Bola jiwa itu akan menopang tubuh seseorang dan mengikat nyawanya yang sebelumnya meninggalkan tubuh pemiliknya.

Dengan adanya bola jiwa itu, hidup dari Lin Tan bergantung dari hidup Long Wang. Selama ular itu masih hidup, maka Lin Tan pun akan tetap hidup, dan bisa dikatakan abadi, mengikuti panjangnya umur sang dewa ular emas.

"Bola jiwa seperti nyawaku yang kuberikan kepadamu. Ia mampu mengikat nyawamu agar tetap berada di tubuh yang kenyataannya sudah hancur," jelas Long Wang.

"Jadi, aku hidup karena bola jiwamu?" Lin Tan baru memahaminya.

"Garis besarnya adalah bila mengeluarkan bola jiwa itu dari tubuhmu, kau akan mati. Dan bila aku mati, kau juga akan mati. Lalu bila aku hidup sampai puluhan ribu tahun, kau juga akan mengalami hal yang serupa," ungkap Long Wang.

"Yah, aku mengerti. Namun apa tidak berlebihan bila harus hidup hingga puluhan ribu tahun?" Pikirnya. Lin Tan merasa aneh bila dirinya bisa hidup selama itu. 

"Intinya, ingat saja janji, tekad, dan tujuanmu ketika kau ingin hidup kembali. Aku memberikan kesempatan kedua ini bukan hanya sebagai rasa belas kasihan saja. Namun karena aku juga memiliki tujuan tersendiri," ungkap Long Wang.

Ketika mendengar hal itu, Lin Tan langsung mengerti apa yang harus ia perjuangkan sekarang. Tekad, janji dan dendam yang ia topang di pundaknya akan menjadi bahan bakar untuk hidupnya.

"Aku ingat semuanya. Aku tidak akan lupa dengan apa yang terjadi dengan kedua orang yang kusayang," ucapnya. Lin Tan kembali menoleh ke arah jasad adik-adiknya.

Long Wang hanya bisa melihatnya dengan raut wajah terluka. Bagi dirinya, nasib tragis dari kedua adik Lin Tan adalah salah satu dari sekian banyak gambaran takdir yang harus diterima oleh orang-orang yang bertemu dengan para iblis itu.

Untungnya teknik waktu milik Long Wang bisa memulihkan jasad keduanya. Perlahan kedua jasad itu kembali pulih seperti sedia kala. Daging, otot, organ dalam dan kulit yang berceceran pun kembali ke tempatnya semula. Namun sayangnya teknik itu hanya bisa memundurkan waktu, bukan mengembalikan nyawa.

Lin Tan tidak menyangka bila ular emas itu begitu baik kepadanya. Ia berjalan ke arah kedua jasad adiknya yang telah kembali utuh. Tangis pun pecah dan suara Lin Tan pun menggema ke segala penjuru.

"Aku hanya bisa menolong sampai di sini saja. Makamkan kedua adikmu dengan layak, lalu ucapkan salam perpisahan ke mereka berdua. Karena selanjutnya, kita harus bergegas pergi untuk menentukan nasib dunia ini, ucap Long Wang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status