Hari esok tiba.
Asoka bangun lebih dulu karena terik matahari menyengat tubuhnya.
Lana Ari tidak sedikitpun terlihat lesu, dia tetap terbang seperti biasa, bunyi dengung sayapnya sungguh mengganggu sampai-sampai Gatra keluar dari tubuh Asoka hanya untuk memaki roh lebah itu.
“Woi Tawon Gemulai! Bisa kau kecilkan suara kepak sayapmu, tidak? Aku tidak bisa tidur, Bodoh!”
Asoka hanya tertawa melihat Gatra, namun si gagak merasa tidak nyaman dengan suara tawa pemuda berkuncir. “Matamu! Bangun tidur langsung tertawa, dasar orang gila!”
“Kau yang gila, hanya karena kepak sayap saja tidak bisa tidur. Dasar gagak manja!”
Perdebatan itu hanya dibalas senyuman oleh Lana Ari, dia perlahan turun dari ketinggian, menepi di dekat pintu keluar hutan bakau.
Berbeda dengan Gatra, Lana Ari lebih pendiam dan suka menikmati suasana. Semua sifat roh mustika merupakan cerminan dari pemiliknya, dan karena itulah, Lana Ari lebih santai.
“Kenap
Sembari menunggu update, mari bisa baca novel rekomendasi berjudul Mustika Naga Bumi dan Lanting Baruga.
Dua hari perjalanan dilewati, Asoka bersama beberapa pendekar utusan Lenong Panama menepi di tepian Selat Jawa, dekat dengan pelabuhan Purwo.Tidak ada kendala selama perjalanan berlangsung, mereka melewati selat yang tenang tanpa adanya arus atau ancaman dari siluman aliran hitam.“Lumba-lumba tadi kenapa membantu kita menyebrangi selat?” tanya seorang awak kapal. “Guru Lenong tidak memberitahu itu, apa ada hal yang membuat mereka sukarela mendorong kapal?”Asoka hanya diam.Sebenarnya pemuda itu tahu, lumba-lumba itu adalah jelmaan anak buah Ratu Kencana Sari, penguasa pantai Nusantara, yang diutus langsung mempercepat laju kapal.Datuk Lembu Sora sempat berpesan sebelum kapal berangkat, dia telah melakukan dialog khusus bersama Nyi Roro Kidul, minta agar surat kecil itu disampaikan pada Ratu Kencana Sari.Untungnya Ratu Kencana Sari mau diajak kerja sama.Tentu harga yang dirogoh tidaklah murah, Datuk Lembu
Purwo adalah kadipaten yang letaknya ada di ujung Tenggara pulau Jawa.Selama delapan tahun terakhir, kadipaten ini dipimpin seorang sakti bernama Lenong Panama, kebijakannya selalu membela rakyat, bahkan pedagang-pedagang Tiongkok tidak berani melakukan transaksi dengan pedagang lokal karena tegasnya kebijakan pria paruh baya itu.Dari semua kebijakan yang tertulis, ada tiga peraturan yang tidak boleh dilanggar masyarakat Purwo, terutama yang berkaitan dengan pribadi Lenong Panama.Aturan pertama, semua masyarakat Purwo tidak boleh memberitahu bahwa Lenong Panama adalah pemimpin kadipaten Purwo. Dan jika ada yang bertanya siapa pemimpinnya, mereka harus menyebut nama lain yang sudah disepakati.Aturan kedua, identitas Lenong Panama hanya diketahui oleh orang-orang Purwo saja, tidak lebih. Informasi tentang siapa sebenarnya Lenong Panama adalah rahasia mutlak warga Purwo dan Ikatan Pendekar Nusantara.Aturan ketiga, siapapun yang melanggar dua atur
“Jangan dibuka kalau keadaan benar-benar darurat. Ingat, Soka, kaki gunung Welirang, tempat itu yang harus kau jadikan acuan.”Ucapan Ki Langkir Pamanang terus terngiang dalam telinga Asoka, dia merasa ada yang aneh dengan bingkisan itu. Getaran yang dihasilkan terasa semakin kuat, bingkisan itu mulai condong ke sebuah tempat misterius di tengah hutan.“Pasti ada yang mengintaiku,” batin Asoka. “Fahma, tetaplah berdiri di belakangku, ada tiga orang bersembunyi di balik bebatuan goa.”Dua pedang melesat dari balik semak belukar.Asoka berhasil berkelit, tapi pelipisnya tergores. Dia merintih pelan saat melihat ada bercak darah yang mengalir melalui pipi, lalu menetes ke kerikil kecil di atas tanah.Fahma yang melihat itu, terketuk hatinya. Dia membuka ikatan hitam yang menutupi mata kiri, mengeluarkan sinar kebiruan yang langsung menjahit luka di pelipis kanan Asoka.“Apa yang kau lakukan? Ki Langkir
Pemuda itu sempat terlempar karena tendangan musuh menggunakan kanuragan tingkat tinggi, tapi dengan cepat dia membentuk perisai tameng energi untuk melindungi punggungnya.Tiga pohon tumbang akibat bertabrakan langsung dengan punggung Asoka.“Cih, guru tidak memberitahuku kalau mereka adalah pengguna elemen tanah!”Pemuda kuncir kesal karena dia tidak menyangka musuhnya adalah pengguna elemen amplifi tiga.Elemen api amplifi lima tidak cukup kuat menembus perisai tanah. Serangan api lemah terhadap pertahanan tanah, dan itu dimanfaatkan musuh untuk memancing amarah Asoka.“Hesa, maafkan aku, energi mereka tidak mudah dideteksi.”Gatra keluar dari tubuh Asoka dengan wujud gagak kecil.“Pinjamkan aku sedikit energi lagi, Guru!”Perut Asoka serasa terbakar, empat persen energi Bunar Kumbara masuk ke dalam tubuhnya. Zirah api seperti tulang-belulang terbentuk menyelimuti tubuh Asoka.- Perisai N
Pria berpakaian merah itu hanya tertawa, dia sudah tahu, ada gagak yang selalu menemani Asoka ke manapun dia pergi.Sejauh mengabdi sebagai tangan kanan Ki Seno Aji bersama Prabu Wusanggeni, Ki Langkir Pamanang dianggap sebagai murid paling sukses sampai-sampai dinobatkan sebagai orang terkuat keempat di Ikatan Pendekar Nusantara, tepat di atas Lenong Panama.“Aku pendekar naga spesialis mata, kau tidak perlu cemas, aku bisa melihat di mana gagak itu berada. Toh sebelum mustika merah diwariskan padamu, aku sudah lebih dulu akrab dengan Gatra, waktu kau masih berada di Perguruan Kabut Butana.”Seraya menunggu dua anggota laskar itu siuman, Asoka diminta mencari kayu bakar dan memburu dua ayam hutan yang tadi terlihat berkeliaran di sekitar goa. Perut Fahma berbunyi beberapa kali, pertanda jika gadis itu lapar.Di saat Asoka pergi, Ki Langkir Pamanang meminta Fahma mendekat, lantas menanyai gadis itu. “Kenapa kau melanggar aturan yang suda
Fahma masuk lebih dulu, disusul Asoka dan Ki Langkir Pamanang. Dua pria ikat kepala merah nampaknya tidak suka melihat kehadiran Langkir Pamanang, seolah ada dendam kesumat yang tertanam di benak mereka.Keduanya diinterogasi dan diminta mengaku di mana markas Laskar Tengkorak Merah berada, namun mereka tidak bergeming, tetap mempertahankan pendirian.“Katakan atau kubunuh!” Asoka coba mengancam, tapi keduanya malah pingsan.Ki Langkir Pamanang meminta Fahma dan Asoka mundur beberapa langkah, dia membuka Tameng Api karena sadar ada hal tidak enak terasa di dalam goa.“Menangislah, Langkir! Kau tidak akan pernah bisa menemukanku! Markasku adalah tempat paling aman untuk membangun pasukan. Tunggu aku dua tahun lagi ... hahahaha!”Kesadaran dua anggota laskar tiba-tiba hilang, suara mereka berubah seperti ada yang mengontrol pikiran mereka dari jauh. Usai mengucapkan pesan terakhir, tubuh keduanya semakin membesar dan membesar.
Asoka menyempatkan diri mampir ke istana Segoro Kidul sebelum melanjutkan perjalanan menuju Hutan Babel di kaki Gunung Welirang.Penyambutan istimewa dilakukan oleh para prajurit, mereka sangat bahagia melihat Asoka hadir kembali di tengah-tengah istana. Tiga buah kuda terbaik disiapkan, Asoka berhak memilih kuda mana yang ingin dia tunggangi.“Silakan, Tuan, Raja Syailendra dan Pangeran Kundalini pasti bahagia mengetahui Anda datang ke istana.” Semua prajurit berbaris di belakang Asoka, mengikuti tapak kuda pemuda itu.“Mereka berdua tidak tahu jika aku datang, kan?” Asoka bertanya pada beberapa prajurit, semua kompak menggelengkan kepala. “Syukurlah, aku bisa memberi mereka kejutan.”Di gerbang depan, dekat sungai buas, nampak Tomina dan enam pendekar elit sedang berlatih melawan siluman buaya penjaga gerbang istana.Mahapatih Abimanyu merasakan energi dahsyat dari kejauhan. Rapat dibubarkan seketika, dia seger
“Bukankah dia Putri Fahma dari Kerajaan Alingga?” Pangeran Kundalini berbisik kepada Asoka.“Ssstt...”“Ada apa?”Asoka mengehela nafas berat, dia menoleh ke arah Fahma, wajahnya sayup mungkin karena lelah setelah mereka berjalan menyusuri hutan hampir tiga jam lamanya.Terkadang Asoka menggendong gadis kecil itu, kadang juga menuruti kemauannya untuk duduk sejenak meremajakan kaki.“Ama istirahat dulu ya, Kakang bertemu raja dulu. Besok pagi kita lanjutkan perjalanan.” Asoka mendekati Fahma, mengelus rambutnya, lantas merayu gadis itu agar mau diajak istirahat di kamar istimewa istana.“Ta-tapi Ama takut, tempat ini asing bagi Ama, nanti semisal ada orang jahat yang ingin menculik Ama bagaimana?” Fahma merengek selayaknya bocah berusia 13 tahun.“Dulu Kakang tinggal di sini, semuanya adalah teman-teman Kakang ... atau Ama mau didampingi kakak cantik satu ini? Ama nanti