"Ton!" bisik Satya pelan.
Hartono yang sedang membuka buku, celingukan mencari sumber suara yang memanggilnya,"Siapa?" bisiknya juga pelan, khawatir dengan ibunya yang judes dan galak. Ya Ibunya Hartono ini sangat judes dan galak, Hartono ini agak terkekang karenanya, jadi dia agak kuper."Aku...! Satya!" bisik Satya pelan dari sela-sela dinding kayu rumahnya Hartono."Ayo kita main!" bisik Satya lagi.Hartono tampaknya agak-agak takut kalau ketahuan Ibunya, karena Ibunya terobsesi anaknya ini bisa melampaui Satya dalam kepandaian dan segalanya, tapi Hartono sendiri sangat mengagumi dan patuh pada Satya sahabatnya."Aku takut ketahuan ibu," jawab Hartono lirih.Dan kelihatannya kali ini Satya tidak berhasil merayu Hartono untuk di ajaknya main.Satya akhirnya menyerah merayu Hartono.Langkahnya kemudian di arahkan ke padukuhan lain yang berdekatan dengan rumahnya.Ya dia menuju ke rumah Bambang, karena anak ini mudah dirayu untuk mengikutinya, apalagi orang tuanya juga tidak terlalu mengekang, bahkan cenderung membebaskannya dalam bermain.Dan benar saja, Bambang terlihat bersama Satya berjalan di pematang sawah yang gelap, hanya sebatang obor yang dibawa mereka.Waktu-waktu mendekati musim kemarau seperti ini adalah masanya anak-anak bermain aduan jangkrik.Malam itu Satya dan Bambang menyusuri pematang di sawah yang di tanami kacang tanah dan Jagung.Setelah padi di tuai, memang petani di desa ini memilih kacang tanah, kacang hijau, juga jenis kacang yang lain.Ketika sudah memasuki areal persawahan terdengar banyak sekali suara jangkrik. Memang ini baru musimnya jangkrik."Mbang, hari ini kita dapat jangkrik banyak nih!" Kata Satya sambil menunjukkan toples yang di bawanya yang sudah terisi jangkrik berbagai jenis.Ada Jlitheng (hitam legam) Jerabang ( merah) juga Pilo (agak kekuningan)."Bener Sat, besok bisa kita adu setelah pulang sekolah sama temen-temen," sahut Bambang.Dalam mencari jangkrik ini Satya yang bertugas menangkap dan Bambang yang bertugas membawa obor, sedangkan toples tempat jangkerik di cangklongkan di bahu Satya.Malam itu mereka mendapatkan jangkerik yang cukup banyak dan mereka segera berjalan pulang.Dalam perjalanan, mereka melewati gerumbul bambu yang besar-besar dan rimbun, banyak anak-anak yang sangat takut jika lewat jalanan ini, bahkan orang tua pun banyak yang takut, karena di dipercaya sebagai sarangnya lelembut seperti Genderuwo, Banaspati atau jenis makhluk halus lain.Genderuwo sendiri di lukiskan oleh penduduk seperti sosok berbulu lebat hitam seperti kingkong, tinggi dan besar terbiasa bertempat di pohon besar juga bambu yang rimbun.Sedangkan Banaspati di lukiskan sebagai bola api yang bisa bergerak sendiri dan suka menyedot darah manusia."Aku takut lewat sini hii ." Kata Bambang mulai ketakutan. Dia memegangi ujung bajunya Satya saking takutnyaBamb tidak berani melihat gerumbul-gerumbul bambu yang melambai-lambai tertiup angin malam, seperti bayangan-bayangan setan yang sedang melambai pada mereka.Satya sebenarnya juga takut, tapi berhubung ada kawannya jadi hatinya di kuat-kuatkan.Ketika mereka sudah dekat dengan batang-batang bambu yang rimbun mendadak terlihat ada bola api berwarna merah menyala- nyala melayang di udara seperti layaknya permainan bola api saja.Satya sebenarnya juga sangat takut apalagi Bambang yang segera bersembunyi di belakangnya.Satya segera teringat kata-kata Mbah Wiguno, bahwa manusia diciptakan dengan derajat yang lebih tinggi dari makhluk lainnya seperti jin dan setan.Apalagi akhir-akhir ini dia juga sering menghadapi hal- hal aneh bersama Mbah Wiguno!Dia sudah di beri pesan Mbah Wiguno supaya jangan takut menghadapi makhluk halus, anggap saja seperti hal-hal yang lucu atau menarik.Hilang sudah rasa takut di hati Satya. Dia berpikir ini adalah bola api mainan yang sering di mainkan anak-anak dalam mengisi tujuh belasan memperingati kemerdekaan Republik Indonesia.Kini dia berjalan semakin dekat, bola apipun tampaknya masih menunggu di tempatnya.Satya berjongkok dan mengambil segenggam tanah halus seperti pasir yang halus.Ketika sudah berjarak dekat dengan bola itu, Satya segera berkata, "kamu ini hewan apakah, mengganggu aku saja!"Dan dia kemudia telah melontarkan tanah yang di genggamnya kearah bola api itu.Bola api segera tersambar tanah yang di lontarkan oleh Satya.Terdengar suara seperti erangan kesakitan dari bola api itu.Kemudian Satya yang menganggap bola api itu sebagai bola mainan segera melompat dan menendang layaknya bola mainan saja."Ugh, bocah gila, bocah gendeng! Bocah gemblung! Hentikan! Hentikaaan!" Terdengar sebuah suara yang berasal dari bola api yang ditendang dan di permainkan oleh Satya."Ayo Mbang, kita main bola api!" Seru Satya gembira menemukan mainan baru.Hilang sudah rasa takut di hatinya, berganti dengan kegembiraan."Aduh tolong hentikaaan!" Kembali terdengar suara dari bola api tersebut.Dengan satu tendangan keras, bola api itu meluncur ke arah Bambang."Anak edan, anak edan!" Kembali terdengar suara dari bola api itu.Satya malah tertawa-tawa gembira mendengar suara ini.Tanpa memperdulikan suara yang jengkel dan kesakitan dari bola api yang di tendangnya.Bambang yang ketakutan setengah mati hendak lari menjauh ketika melihat bola api meluncur di bawah kakinya dan tanpa sengaja tertendang oleh kakinya!Bola api itu meluncur kembali ke arah Satya!Setelah menendang, tampak hilang rasa takut dari Bambang. Dia jadi ikutan memburu bola api itu yang tampaknya mulai takut dan jengkel pada kedua anak manusia ini.Ternyata bola api yang menyala-nyala merah ini adalah Banaspati yang sangat di takuti penduduk di desa, yang katanya bisa menyedot darah manusia."Heh bocah edan, bocah gemblung! Jangan tendang aku ! Tolong hentikan !"Terdengar suara dari Banaspati yang berbentuk bola api itu yang terdengar memelas.Satya ketika itu sudah berada pada jangkauan tendangan bola api. Tapi dia segera menghentikan tendangan nya karena suara memelas tadi.Banaspati ini tampaknya ingin menakuti saja dua bocah laki-laki ini, eh dia salah alamat karena satu anak lelaki ini tidak mengenal rasa takut.Sehingga malah membuat Banaspati ini jadi bahan mainan dan kehilangan harga dirinya sebagai siluman atau makhluk yang menakutkan.Ketika Banaspati sudah tertendang maka Banaspati tidak mampu menguasai dirinya, seperti layang-layang putus tali.Karena Satya dan Bambang berdiam, maka kemudian bola api ini bergerak masuk dalam gerumbul bambu .***Hari berganti hari, dan bulan pun berganti bulan dan tahun berganti dengan tahun.Tanpa terasa Satya Wiguna sudah kelas tiga di sebuah SMA negeri di kotanya dan sebentar lagi akan menghadapi ujian akhir untuk menentukan kelulusan.Dia anak yang cukup pintar dan cerdas dalam bidang akademis , walaupun tidak sangat pintar!Dan di SMA ini dia selalu meraih peringkat tiga besar di kelasnya!Satya tumbuh menjadi seorang anak yang lumayan gagah untuk ukuran anak desa!Tubuhnya agak hitam terbakar matahari karena seringnya dia bekerja serabutan untuk menambah uang sakunya dan membantu ibu yang hidup bersamanya.Tubuhnya tidak terlalu tinggi, tidak pula termasuk pendek untuk pemuda di jaman itu.Apapun pekerjaan yang di berikan oleh tetangga-tetangga di desanya selalu di terimanya dengan senang hati!Berapapun upah yang diterimanya, dia tidak pernah protes maupun menggerutu.Semua diterima sebagai rezeki dari Tuhan Yang Maha Pemberi dengan ikhlas dan legowo.Dari buruh cangkul di sawah, menanam padi, memanen padi sampai kuli bangunan dijalaninya tanpa mengeluh dan tanpa memilih-milih pekerjaan.Semua di jalani tanpa rasa terbebani sedikitpun dan ikhlas menerima keadaan yang serba kekurangan.Ibu selalu memberi kan semangat dan tuntunan hidup ."Tiap manusia lahir sudah tertulis tentang jalan hidupnya sendiri-sendiri nak!" kata sang ibu."Ada yang di takdirkan menjadi kaya raya, ada yang miskin, ada yang menderita dan ada pula yang bahagia" lanjut sang ibu."Jangan Iri dan dengki ketika melihat orang lain mendapat apa yang tidak kita dapat dan jangan kita pamer dan sombong ketika kita mendapat sesuatu yang orang lain tidak bisa mendapatkannya!" kata sang ibu bijak.Begitulah nasihat nasihat dari sang ibu yang selalu tersimpan di hati Satya Wiguna.Dan dengan cepat dia sudah terkenal sebagai pemuda yang ringan tangan sehingga ada-ada saja pekerjaan yang di berikan kepadanya oleh para tetangga.Wajahnya penuh semangat dengan tenaga yang meluap-luap di balik otot-ototnya yang terlihat liat dan lentur!Semua itu dikerjakannya di sela-sela waktunya usai bersekolah atau juga di hari Minggu atau ketika libur sekolah.Ibu Satya bekerja sebagai buruh jahit di kota dengan penghasilan yang pas pasan, sedangkan ayahnya sudah jarang pulang karena sibuk dengan istri mudanya di kota besar!Di sekolah ini Satya cenderung diam dan minder karena sekolah ini termasuk sekolah elite dimana banyak dari siswanya adalah anak dari orang-orang kaya, pejabat pemerintahan dan juga para pengusaha kaya di kota kecil ini, walaupun banyak pula yang datang dari keluarga biasa dan miskin.Dan selalu saja ada gab dalam pergaulan di antara si kaya dan si miskin.Anak orang-orang kaya berkumpul dengan anak orang-orang kaya dan anak orang miskin berkumpul dengan sesamanya, walaupun tidak semuanya demikian!Ada juga anak-anak dari para pejabat dan pengusaha kaya yang nyaman bergaul denan anak-anak miskin dan sebaliknya.Hari itu setelah jam pelajaran terakhir, Satya beranjak dari duduknya dengan cepat.Siang ini dia berjanji pada pak Jamin untuk membantunya mencangkul di sawah dan membenarkan galengan (pematang) sawah yang rusak karena sebentar lagi akan memasuki musim tanam padi!Pak Jamin ini seorang pegawai pemerintah atau pegawai negri, tepatnya adalah seorang guru sekolah dasar di desa itu
"Ayo Satya, segera bawa cangkul yang satunya," kata Pak Jamin seraya menunjuk sebuah cangkul di teras rumahnya.Berdua mereka berboncengan naik sepeda onta kuno menuju daerah persawahan di pinggiran desa ini.Lokasi persawahan milik Pak Jamin ini searah dengan bukit kapur kecil Klamping yang berada di bawah rel kereta api yang melintasi sungai di Desa Landoh ini.Sesampai di sawah milik Pak Jamin, Satya segera mengayunkan cangkulnya dan mulai membetulkan galengan yang tampak rusak di sana sini karena ulah tikus dan juga yuyu (kepiting sawah / ketam) yang melubangi galengan-galengan sawah milik Pak Jamin, sedangkan Pak Jamin sendiri membersihkan rumput-rumput liar di sekitar sawahnya.Dipandanginya anak muda yang rajin ini."Sungguh pemuda yang sederhana dan temen (bersungguh-sungguh)," batin pak Jamin.Pak Jamin memang sangat menyukai pemuda ini, dia sering memberikan pekerjaan pada Satya dan Satya pun selalu merasa senang menerima pekerjaan dari Pak Jamin ini.Apalagi Satya memang mem
"Ayo duduk Satya!" Pak Haryono menyuruh Satya duduk di sebelah Galang.Dilihatnya Galang duduk dengan menundukkan kepalanya."Tahukah kamu Satya! Kenapa bapak panggil?!" Tanya Pak Harsono ketika Satya sudah duduk di depannya, di sebelah Galang."Tidak tahu Pak!" Jawab Satya sambil menggelengkan kepalanya.Kemudian Pak Haryono menyodorkan dua lembar kertas ulangan, satu lembar atas nama Galang dengan nilai 95 dan satu kertas ulangan dengan nilai 30 atas nama Satya Wiguna.Terlihat sekali di nama yang tertera di kedua lembar kertas ulangan ini terdapat penebalan dan coretan yang menunjukkan bahwa bukan nama asli yang ada di lembar kertas jawaban ini."Kalian tahu ini hasil pekerjaan kalian, tapi yang menjadi pertanyaannya benarkah nama yang sama tertera di sini?" Tanya Pak Haryono."Aku sudah menjadi guru hampir dua puluh tahun! Aku tahu mana yang jujur dan mana yang tidak! " Kata pak Haryono
Tidak banyak ikan yang didapat sore itu.Mereka bertiga kemudian pulang kembali, begitulah mereka sering menghabiskan waktu bersama.Hari itu, sehabis dari langgar (surau /musholla) yang letaknya tidak jauh dari rumahnya, Satya sedang sibuk belajar di ruang tamu yang sangat sangat sederhana dengan lampu yang redup.Ruang tamu ini hanya terdapat beberapa kursi kayu tua dan sebuah menja sederhana.Walaupun aliran listrik sudah mulai menjangkau desa ini, akan tetapi keluarga Satya tidak mampu untuk memasang sendiri listrik ke rumahnya.Jadilah mereka hanya bisa menyambung listrik dari tetangga yang berbaik hati mau mengalirkan listrik ke rumah awan dengan imbalan seikhlasnya.Ketika Satya sedang berkonsentrasi mengerjakan tugas sekolah, tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti di depan rumahnya."Paling-paling mobil yang sekedar parkir saja," pikir Satya.Ya, rumah Satya mempunyai halaman yang cukup luas, berada di
Hari sudah larut malam, sekitar Jam 12 malam ketika mereka sudah berada di lokasi yang dituju oleh Satya, sesuai ancar-ancar yang di berikan oleh serdadu Jepang dalam mimpinya.Lokasi ini memang berada di pinggiran Desa Lambangan dan di kanan kiri jalannya di tumbuhi pohon-pohon Secang.Desa ini berada di barat Kota Kecamatan Sulang dan kontur desanya berbukit-bukit walaupun tidak terlalu tinggi.Bukit-bukit kapur yang ada di tempat ini menyebabkan desa ini hanya bisa ditanami dengan tanaman-tanaman tertentu. Beberapa waktu yang lalu, lokasi ini memang sudah di ubek-ubek oleh orang-orang Jepang menggunakan buldoser dan juga ekscavator, akan tetapi tidak mendapatkan hasil seperti yang di harapkan oleh orang-orang Jepang ini.Dan dalam mimpinya, orang Jepang yang menemui Satya tidak menghendaki orang-orang Jepang sendiri menemukan peninggalan dari serdadu-serdadu Jepang.Dia tidak menghendaki katana/ samurai peninggalan Jepang yang sudah berlumuran darah dan menyengsarakan orang-orang I
Semua peninggalan tersebut berada pada beberapa buah peti kayu yang sudah lapuk, sehingga mudah saja bagi Satya untuk membukanya.Dalam mimpinya, Satya di minta untuk mengambil beberapa buah katana / samurai untuk di pakai dalam mempertahankan diri dan juga membela kebenaran.Dalam mimpinya tersebut katana yang harus di ambil adalah katana khusus milik sang serdadu dengan ukuran yang paling panjang dan bergagang berwarna hitam berukirkan naga!Dengan hati-hati di pilah nya katana-katana ini.Dan diantara puluhan katana samurai ini ternyata ada satu bilah yang memang punya panjang lebih daripada yang lainnya.Setelah di periksa, alangkah gembira nya Satya, ternyata apa yang di sampaikan oleh serdadu Jepang itu benar.Katana yang paling panjang dan bergagang hitam ada terukir gambar Naga!Satya segera mengambil katana itu serta mengambil dua lainnya yang nantinya akan di berikan kepada T
"Dinda?" Bisik Satya kaget seraya mengucek-ucek kedua matanya. Mungkin saja dia salah lihat."Iya Sat!" Kata sang gadis cantik."Ini Satya, aku ada sedikit oleh-oleh buat ibu," kata Dinda seraya menyodorkan sebuah bungkusan pada Satya Wiguna.Wangi tubuh gadis menelusup masuk ke lubang hidung Satya Wiguna, membuat sensasi tersendiri baginya.Gugup lah si pemuda, dadanya berdebar tak karuan.Kembali dia merasakan perasaan seperti ini, setelah beberapa hari yang lalu, Dinda kini telah mengunjungi rumahnya kembali."Terimalah," kata Dinda sambil menyodorkan bungkusan yang di bawanya pada Satya yang masih saja berdiri kaku dan bengong saja."Ah, gak usah aneh-aneh Dinda," kata Satya berbasa-basi.Akan tetapi Satya tidak segera menerimanya.Dalam kebingungannya dia justru kemudian memanggil sang ibu."Bu, Ibu...! Ini ada tamu!"Seru Saty
Tiga orang langsung menyerang tanpa basa-basi lagi! Tongkat di tangan mereka di ayunkan dengan cepat dan kuat!"Wuuss, wuus, wuuus!"Secara bersamaan tongkat telah mengarah ke tubuh Satya Wiguna dari tiga arah yang berbeda.Satya Wiguna segera menggunakan kelincahannya dalam bergerak, melompat menghindar dari serangan-serangan tiga orang tak dikenalinya ini yang nampak garang dan brangasan. Tongkat mereka memburu kemanapun Satya Wiguna bergerak menghindar.Beberapa saat Satya hanya bisa menghindar dan berlompatan kesana kemari!Maklumlah Satya belum pernah terlibat dalam perkelahian yang bersungguh-sungguh seperti kali ini.Gerakannya masih canggung dan kaku.Selama ini dia hanya berlatih tanding melawan Hartono dan Bamb, itupun sering bercandanya daripada seriusnya.Setelah beberapa saat barulah Satya mulai dapat menyesuaikan dirinya.Ternyata apa yang telah di ajarkan oleh Mbah Wiguno sedikit demi sedikit mulai terungkap keluar dan tercermin dar