Beranda / Pendekar / Pendekar Naga Siluman / Satya dan Banaspati

Share

Satya dan Banaspati

"Ton!" bisik Satya pelan.

Hartono yang sedang membuka buku, celingukan mencari sumber suara yang memanggilnya,

"Siapa?" bisiknya juga pelan, khawatir dengan ibunya yang judes dan galak. Ya Ibunya Hartono ini sangat judes dan galak, Hartono ini agak terkekang karenanya, jadi dia agak kuper.

"Aku...! Satya!" bisik Satya pelan dari sela-sela dinding kayu rumahnya Hartono.

"Ayo kita main!" bisik Satya lagi.

Hartono tampaknya agak-agak takut kalau ketahuan Ibunya, karena Ibunya terobsesi anaknya ini bisa melampaui Satya dalam kepandaian dan segalanya, tapi Hartono sendiri sangat mengagumi dan patuh pada Satya sahabatnya.

"Aku takut ketahuan ibu," jawab Hartono lirih.

Dan kelihatannya kali ini Satya tidak berhasil merayu Hartono untuk di ajaknya main.

Satya akhirnya menyerah merayu Hartono.

Langkahnya kemudian di arahkan ke padukuhan lain yang berdekatan dengan rumahnya.

Ya dia menuju ke rumah Bambang, karena anak ini mudah dirayu untuk mengikutinya, apalagi orang tuanya juga tidak terlalu mengekang, bahkan cenderung membebaskannya dalam bermain.

Dan benar saja, Bambang terlihat bersama Satya berjalan di pematang sawah yang gelap, hanya sebatang obor yang dibawa mereka.

Waktu-waktu mendekati musim kemarau seperti ini adalah masanya anak-anak bermain aduan jangkrik.

Malam itu Satya dan Bambang menyusuri pematang di sawah yang di tanami kacang tanah dan Jagung.

Setelah padi di tuai, memang petani di desa ini memilih kacang tanah, kacang hijau, juga jenis kacang yang lain.

Ketika sudah memasuki areal persawahan terdengar banyak sekali suara jangkrik. Memang ini baru musimnya jangkrik.

"Mbang, hari ini kita dapat jangkrik banyak nih!" Kata Satya sambil menunjukkan toples yang di bawanya yang sudah terisi jangkrik berbagai jenis.

Ada Jlitheng (hitam legam) Jerabang ( merah) juga Pilo (agak kekuningan).

"Bener Sat, besok bisa kita adu setelah pulang sekolah sama temen-temen," sahut Bambang.

Dalam mencari jangkrik ini Satya yang bertugas menangkap dan Bambang yang bertugas membawa obor, sedangkan toples tempat jangkerik di cangklongkan di bahu Satya.

Malam itu mereka mendapatkan jangkerik yang cukup banyak dan mereka segera berjalan pulang.

Dalam perjalanan, mereka melewati gerumbul bambu yang besar-besar dan rimbun, banyak anak-anak yang sangat takut jika lewat jalanan ini, bahkan orang tua pun banyak yang takut, karena di dipercaya sebagai sarangnya lelembut seperti Genderuwo, Banaspati atau jenis makhluk halus lain.

Genderuwo sendiri di lukiskan oleh penduduk seperti sosok berbulu lebat hitam seperti kingkong, tinggi dan besar terbiasa bertempat di pohon besar juga bambu yang rimbun.

Sedangkan Banaspati di lukiskan sebagai bola api yang bisa bergerak sendiri dan suka menyedot darah manusia.

"Aku takut lewat sini hii ." Kata Bambang mulai ketakutan. Dia memegangi ujung bajunya Satya saking takutnya

Bamb tidak berani melihat gerumbul-gerumbul bambu yang melambai-lambai tertiup angin malam, seperti bayangan-bayangan setan yang sedang melambai pada mereka.

Satya sebenarnya juga takut, tapi berhubung ada kawannya jadi hatinya di kuat-kuatkan.

Ketika mereka sudah dekat dengan batang-batang bambu yang rimbun mendadak terlihat ada bola api berwarna merah menyala- nyala melayang di udara seperti layaknya permainan bola api saja.

Satya sebenarnya juga sangat takut apalagi Bambang yang segera bersembunyi di belakangnya.

Satya segera teringat kata-kata Mbah Wiguno, bahwa manusia diciptakan dengan derajat yang lebih tinggi dari makhluk lainnya seperti jin dan setan.

Apalagi akhir-akhir ini dia juga sering menghadapi hal- hal aneh bersama Mbah Wiguno!

Dia sudah di beri pesan Mbah Wiguno supaya jangan takut menghadapi makhluk halus, anggap saja seperti hal-hal yang lucu atau menarik.

Hilang sudah rasa takut di hati Satya. Dia berpikir ini adalah bola api mainan yang sering di mainkan anak-anak dalam mengisi tujuh belasan memperingati kemerdekaan Republik Indonesia.

Kini dia berjalan semakin dekat, bola apipun tampaknya masih menunggu di tempatnya.

Satya berjongkok dan mengambil segenggam tanah halus seperti pasir yang halus.

Ketika sudah berjarak dekat dengan bola itu, Satya segera berkata, "kamu ini hewan apakah, mengganggu aku saja!"

Dan dia kemudia telah melontarkan tanah yang di genggamnya kearah bola api itu.

Bola api segera tersambar tanah yang di lontarkan oleh Satya.

Terdengar suara seperti erangan kesakitan dari bola api itu.

Kemudian Satya yang menganggap bola api itu sebagai bola mainan segera melompat dan menendang layaknya bola mainan saja.

"Ugh, bocah gila, bocah gendeng! Bocah gemblung! Hentikan! Hentikaaan!" Terdengar sebuah suara yang berasal dari bola api yang ditendang dan di permainkan oleh Satya.

"Ayo Mbang, kita main bola api!" Seru Satya gembira menemukan mainan baru.

Hilang sudah rasa takut di hatinya, berganti dengan kegembiraan.

"Aduh tolong hentikaaan!" Kembali terdengar suara dari bola api tersebut.

Dengan satu tendangan keras, bola api itu meluncur ke arah Bambang.

"Anak edan, anak edan!" Kembali terdengar suara dari bola api itu.

Satya malah tertawa-tawa gembira mendengar suara ini.

Tanpa memperdulikan suara yang jengkel dan kesakitan dari bola api yang di tendangnya.

Bambang yang ketakutan setengah mati hendak lari menjauh ketika melihat bola api meluncur di bawah kakinya dan tanpa sengaja tertendang oleh kakinya!

Bola api itu meluncur kembali ke arah Satya!

Setelah menendang, tampak hilang rasa takut dari Bambang. Dia jadi ikutan memburu bola api itu yang tampaknya mulai takut dan jengkel pada kedua anak manusia ini.

Ternyata bola api yang menyala-nyala merah ini adalah Banaspati yang sangat di takuti penduduk di desa, yang katanya bisa menyedot darah manusia.

"Heh bocah edan, bocah gemblung! Jangan tendang aku ! Tolong hentikan !"

Terdengar suara dari Banaspati yang berbentuk bola api itu yang terdengar memelas.

Satya ketika itu sudah berada pada jangkauan tendangan bola api. Tapi dia segera menghentikan tendangan nya karena suara memelas tadi.

Banaspati ini tampaknya ingin menakuti saja dua bocah laki-laki ini, eh dia salah alamat karena satu anak lelaki ini tidak mengenal rasa takut.

Sehingga malah membuat Banaspati ini jadi bahan mainan dan kehilangan harga dirinya sebagai siluman atau makhluk yang menakutkan.

Ketika Banaspati sudah tertendang maka Banaspati tidak mampu menguasai dirinya, seperti layang-layang putus tali.

Karena Satya dan Bambang berdiam, maka kemudian bola api ini bergerak masuk dalam gerumbul bambu .

***

Hari berganti hari, dan bulan pun berganti bulan dan tahun berganti dengan tahun.

Tanpa terasa Satya Wiguna sudah kelas tiga di sebuah SMA negeri di kotanya dan sebentar lagi akan menghadapi ujian akhir untuk menentukan kelulusan.

Dia anak yang cukup pintar dan cerdas dalam bidang akademis , walaupun tidak sangat pintar!

Dan di SMA ini dia selalu meraih peringkat tiga besar di kelasnya!

Satya tumbuh menjadi seorang anak yang lumayan gagah untuk ukuran anak desa!

Tubuhnya agak hitam terbakar matahari karena seringnya dia bekerja serabutan untuk menambah uang sakunya dan membantu ibu yang hidup bersamanya.

Tubuhnya tidak terlalu tinggi, tidak pula termasuk pendek untuk pemuda di jaman itu.

Apapun pekerjaan yang di berikan oleh tetangga-tetangga di desanya selalu di terimanya dengan senang hati!

Berapapun upah yang diterimanya, dia tidak pernah protes maupun menggerutu.

Semua diterima sebagai rezeki dari Tuhan Yang Maha Pemberi dengan ikhlas dan legowo.

Dari buruh cangkul di sawah, menanam padi, memanen padi sampai kuli bangunan dijalaninya tanpa mengeluh dan tanpa memilih-milih pekerjaan.

Semua di jalani tanpa rasa terbebani sedikitpun dan ikhlas menerima keadaan yang serba kekurangan.

Ibu selalu memberi kan semangat dan tuntunan hidup .

"Tiap manusia lahir sudah tertulis tentang jalan hidupnya sendiri-sendiri nak!" kata sang ibu.

"Ada yang di takdirkan menjadi kaya raya, ada yang miskin, ada yang menderita dan ada pula yang bahagia" lanjut sang ibu.

"Jangan Iri dan dengki ketika melihat orang lain mendapat apa yang tidak kita dapat dan jangan kita pamer dan sombong ketika kita mendapat sesuatu yang orang lain tidak bisa mendapatkannya!" kata sang ibu bijak.

Begitulah nasihat nasihat dari sang ibu yang selalu tersimpan di hati Satya Wiguna.

Dan dengan cepat dia sudah terkenal sebagai pemuda yang ringan tangan sehingga ada-ada saja pekerjaan yang di berikan kepadanya oleh para tetangga.

Wajahnya penuh semangat dengan tenaga yang meluap-luap di balik otot-ototnya yang terlihat liat dan lentur!

Semua itu dikerjakannya di sela-sela waktunya usai bersekolah atau juga di hari Minggu atau ketika libur sekolah.

Ibu Satya bekerja sebagai buruh jahit di kota dengan penghasilan yang pas pasan, sedangkan ayahnya sudah jarang pulang karena sibuk dengan istri mudanya di kota besar!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Brmgun Drrrk
mulai seru,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status