Home / Pendekar / Pendekar Naga Siluman / Seorang petani dan putrinya

Share

Seorang petani dan putrinya

Semua peninggalan tersebut berada pada beberapa buah peti kayu yang sudah lapuk, sehingga mudah saja bagi Satya untuk membukanya.

Dalam mimpinya, Satya di minta untuk mengambil beberapa buah katana / samurai untuk di pakai dalam mempertahankan diri dan juga membela kebenaran.

Dalam mimpinya tersebut katana yang harus di ambil adalah katana khusus milik sang serdadu dengan ukuran yang paling  panjang dan bergagang berwarna hitam berukirkan naga!

Dengan hati-hati di pilah nya katana-katana ini.

Dan diantara puluhan katana samurai ini ternyata ada satu bilah yang memang punya panjang lebih daripada yang lainnya.

Setelah di periksa, alangkah gembira nya Satya, ternyata apa yang di sampaikan oleh serdadu Jepang itu benar.

Katana yang paling panjang dan bergagang hitam ada terukir gambar Naga!

Satya segera mengambil katana itu serta mengambil dua lainnya yang nantinya akan di berikan kepada Tono dan Bambang.

Ketika dia kembali ke mulut goa, Satya segera menunjukkan kepada dua sahabatnya ini.

"Wow,, Samurai ! seru Hartono  yang segera saja menimang emang senjata yang sangat menakutkan ini pada masa lampau.

"Ini namanya katana Ton, kadang orang sering salah menyebut!" Terang Satya.

"Katana adalah senjatanya, sedang samurai adalah pemilik dari senjata ini," terang Satya.

Sedangkan Bambang memang agak penakut di banding Tono.

"Ih, buat apa senjata kayak ini Sat, takut banget, bisa motong manusia kayak ayam.... Syereeemm!" Serunya.

Demikian, ketiganya kemudian menimbun mulut goa ini kembali seperti sedia kala. Satya tidak ingin tempat ini di temukan oleh orang lain, karena demikianlah pesan dari serdadu Jepang itu dalam mimpinya.

Dengan gembira, mereka kembali ke desa.

***

Hari itu sehabis pulang sekolah Satya berjalan beriringan dengan kedua sahabatnya, Bamb dan Tono.

Mereka melangkah menyusuri lorong-lorong sekolah yang sudah mulai sepi.

Dan ketika mereka sedang berjalan di sebuah sudut lorong yang sudah sepi,

Mendadak...

Beberapa siswa tampak muncul menghadang langkah Satya,  Hartono dan Bamb.

"Huh, tak jera-jeranya kamu ngadu ke mana-mana yaa..! Seru Galang.

Ternyata yang menghadang mereka adalah Galang dan kawan-kawannya!

"Wajahmu saja yang terlihat kalem dan tanpa dosa! Ternyata kamu hanya penjilat besar!" Seru Galang geram!

"Aku sudah di hukum ayahku gara-gara aduanmu! Satya!" Geram Galang lagi.

"Ma, maaf Galang... Maaf... Aku tidak mengadukanmu pada siapapun!" Bantah Satya gugup.

Ya, walaupun Satya adalah seorang yang sudah mendapatkan gemblengan dari Mbah Wiguno, tapi selama ini dia belum pernah menggunakan kemampuannya untuk berkelahi ataupun berbuat jahat pada orang lain!

Apalagi Galang adalah anak seorang yang sangat berpengaruh di kota kabupaten ini.

"Hmm,  kamu memang pantas untuk di hajar!" Seru Galang seraya mengayunkan tangan menggampar kearah pipi Satya!

Satya tidak mengelak ataupun menangkis walaupun dia mampu melalukan itu,

"Plak!"

Suara tamparan cukup keras!

Bekas lima jari tercetak dengan jelas di pipi Satya.

Satya pun berpura-pura kesakitan.

Kemudian di ikuti beberapa pukulan dari kawan-kawan Galang ke arah perut Satya.

"Bug, bug,  bugh....!"

"Itu, pelajaran bagimu Satya, awas ya kalau lain kali kau mengadu pada guru ataupun Dinda! Aku tak akan segan segan memberi pelajaran yang lebih berat lagi!" Ancam Galang.

Setelah puas menghajar Satya, Galang dan kawan-kawannya segera pergi meninggalkan tempat itu.

"Kenapa tidak kau lawan saja anak sombong itu Satya?!" Seru Tono geram.

"Benar Satya, apa gunanya kita belajar ilmu beladiri kalau ujung-ujungnya harus mengalah seperti ini!" Tambah Bamb.

"Kita harus belajar menahan diri Ton, Mbang!" Kata Satya kalem.

"Untuk menghadapi anak-anak seperti mereka tidak harus dengan kekerasan!

Jika keras di lawan dengan keras maka akan menyebabkan permusuhan berkepanjangan dan akan saling balas membalas!" Kata Satya pada dua sahabatnya ini.

Walau terkesan naif,  tapi memang demikianlah karakter dari Satya ini.

Bertiga kemudian mereka melangkah menuju tempat parkir kendaraan yang sudah sepi, tinggal motor milik Tono saja yang ada di sana.

Satya dan Bambang kemudian pulang naik angkot.

Hari itu, sehabis pulang dari sawah nya pak Jamin, ada ada saja yang di bawa oleh mereka.

Kali ini pak jamin membawa kacang tolo muda dan juga kacang  panjang, juga koro putih dan juga daun lompong  yang  cocok untuk sayur asem.

Sebagian bawaan itu di berikan pada Satya.

Dan ketika mereka sampai di teras, tidak seperti biasanya anak gadis pak Jamin telah menyambut kedatangan mereka.

Terlihat rantang makanan ada di tangannya.

"Mas Satya, ini kolak buatan Nia, buat ibu Mas Satya di rumah," kata Nia lembut sambil menyodorkan rantang yang di pegang nya pada Satya.

"Ehm,  ehm, ayah pulang gak di sambut, malah Satya yang di sambut!" Celetuk pak Jamin.

"Ihh, Ayah! Gak begitu juga..."

"Tadi ibu yang pesen pada Nia, supaya ngasih rantang ini pada mas Satya," jawab Nia malu, karena Satya masih berdiri di situ.

"Berarti yang buat kolak bukan kamu dong, tapi ibu?" Sergah pak Jamin.

"ya sudah pak Jamin, Nia! Aku pamit dulu ya,  sudah sore.

Assalamualaikum," kata Satya yang segera berbalik badan dan melangkah cepat meninggalkan kedua ayah dan anak tersebut yang memandang kepergian sang pemuda.

"Gimana Satya  menurut pendapatmu Nduk!" Bisik Pak Jamin pada anak gadisnya ini.

"Maksud Ayah?" Tanya Nia pura- pura tidak tahu dengan arah perkataan ayahnya.

Setelah berkata demikian, Nia segera berbalik arah dan masuk ke dalam rumah.

Pak Jamin memandang kepergian anak gadisnya dengan tersenyum simpul.

***

Malam selepas Maghrib, Satya Wiguna  tampak bersantai di teras rumahnya bersama Hartono, karena memang rumah Hartono ini hanya berjarak lima puluh meteran saja dari rumah Satya Wiguna.

Mereka bersenda gurau sambil duduk-duduk di atas lincak buatan tangan-tangan Satya yang terampil.

Ibu Satya membawakan ketela pohon rebus untuk pemuda-pemuda tanggung ini,  serta jahe hangat untuk mengusir udara malam yang dingin.

"Ayo sambil dimakan ketelanya! Mumpung masih hangat," kata ibu.

Setelah itu, ibupun kembali kedalam meneruskan pekerjaannya.

"Sat, seharusnya kau beri pelajaran saja Si Galang itu! makin lama makin menjengkelkan tahu," kata Hartono dalam suatu percakapan.

"Atau aku saja yang akan memberinya pelajaran?" Kata Tono.

"Kita sabar dulu Ton, nanti juga ada saatnya dia akan sadar dengan kelakuannya yang salah itu," jawab Satya.

"Iya, tapi mau sampai kapan?" Bantah Tono.

Ketika sedang asyik- asyiknya mereka berbincang, tiba-tiba saja ada sebuah mobil sedan yang masuk ke halaman rumah Satya

Pandangan Satya dan Hartono tampak memandang ke arah mobil Honda Civic Genio yang masih terlihat baru. ( Civic Genio pada jamannya adalah sebuah mobil yang cukup mewah, apalagi di kota kecil seperti di Kota Rembang ini)

Sesosok tubuh gadis muda yang semampai dengan rambut panjang segera turun dari mobil tersebut.

Satya segera berdiri menyambut tamunya ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status