Beranda / Pendekar / Pendekar Kujang Emas / 388. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Share

388. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Penulis: Ramdani Abdul
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-20 23:59:58

Nilasari terdiam sesaat. “Kakang, mungkinkah selama ini kita salah menerka mengenai sosok Pendekar Hitam yang menyerang kita?”

“Aku rasa tidak.” Wintara mengawasi keadaan sekeliling. “Aku bisa memastikan Pendekar Hitam yang menyerang kita tempo hari adalah Tarusbawa, terbukti dengan rantai putihnya yang sama seperti saat mengalahkan kita lima puluh tahun yang lalu.”

“Lalu kenapa pendekar bernama Aditara itu berpura-pura sebagai Pendekar Hitam?” tanya Nilasari, “mungkinkah Aditara dan Tarusbawa sudah bekerja sama?”

Nilasari melanjutkan, “Dan yang membuatku lebih heran, kenapa para petinggi golongan putih sama sekali tidak merasa curiga padanya? Bukankah mereka juga sudah mengetahui bahwa sosok Pendekar Hitam itu adalah Tarusbawa?”

Wintara mengembus napas panjang, mengepalkan tangan erat-erat. “Lupakan hal itu untuk sekarang, Nilasari. Kita harus segera menyusul rombongan para pendekar dan tabib itu pergi. Selain itu, kita harus segera membalas perbuatan para petinggi golongan putih.”

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pendekar Kujang Emas   389. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Bertahanlah! Sebentar lagi kita akan sampai ke tempat tujuan!” teriak Galih Jaya yang berada di barisan paling depan seraya mengangkat pedangnya tinggi-tinggi.Rombongan pendekar dan tabib sudah yang sudah berada dalam titik lelah kembali bersemangat ketika mendengar teriakan tersebut. Bebeberapa pendekar diutus lebih dahulu untuk memeriksa kedaaan di depan. Di saat yang sama, ketujuh petinggi golongan putih menyebar ke barisan rombongan untuk berjaga-jaga. Sampai saat ini, perjalanan tergolong lancar.Rombongan mulai melewati sebuah gapura berbatu yang beukuran besar dan tinggi dengan sebuah jembatan berada di atasnya. Setelah melewatinya, hutan kembali menyambut rombongan. Beberapa tabib mulai terjatuh karena kelelahan, sisanya tak sadarkan diri karena kelelahan.“Bertahanlah!” Beberapa pendekar menyemangati.“Ini benar-benar perjalanan yang cukup melelahkan,” ujar Sekar Sari seraya menyeka keringat di dahi. Tatapannya tertuju ke sekeliling. Ia melihat beberapa pendekar membantu me

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-21
  • Pendekar Kujang Emas   390. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Galih Jaya,” panggil Wirayuda dengan suara agak keras. Tatapannya segera mengawasi keadaan sekeliling. Hampir setengah dari para tabib tengah duduk beralas tanah, sedang sebagian pendekar masih berjaga di sekitar tempat ini dan sisanya tengah memeriksa gua.Galih Jaya segera menoleh, berlari melewati para tabib dan pendekar, kemudian berhenti di depan ketujuh para petinggi golongan putih.“Galih Jaya, tunjukan tabib mana yang berhasil membuat kedua bambu itu pada kami,” pinta Wirayuda seraya kembali mengawasi keadaan sekeliling. Keenam petinggi golongan putih di sampingnya ikut menerka-nerka tabib mana yang memiliki kemampuan mumpuni untuk menciptakan bambu yang sangat berguna.Galih Jaya menyisir para tabib selama beberapa waktu. Tatapannya berhenti pada Sekar Sari yang sedang membantu seorang tabib yang tengah terluka. “Gadis berselendang merah itu adalah tabib yang berhasil membuat dua bambu itu.”“Seorang gadis muda?” Wirayuda dan keenam petinggi golongan putih segera menoleh pa

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-21
  • Pendekar Kujang Emas   391. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Aku tidak menduga jika Sekar Sari berada di tempat ini. Pantas saja saat aku, raka dan Danuseka menggempur persembunyian Ganawirya, aku sama sekali tidak melihat keberadaannya di sana,” gumam Wira dengan tatapan yang tidak beralih dari gadis berselendang merah, “apa yang sedang dia lakukan bersamaan para tabib di tempat ini? Bukankah seharusnya dia bersama Ganawirya dan murid padepokan?”Para tabib dalam barisan segera mengikuti pergerakan beberapa pendekar yang akan membawa mereka ke tempat peristirahatan. Wira nyatanya tidak menyadari hal itu hingga mendapat teguran dari salah satu pendekar.“Apa yang masih kau lakukan di sini?” tanya pendekar itu.Wira mengamati keadan sekitar yang sudah lengang dari para tabibi. “Maafkan aku.”Wira dengan langkah tergesa-gesa segera menyusul para tabib. Tatapannya masih mengamati kepergian Sekar Sari hingga akhirnya rombongan tabib wanita itu menghilang ketika berbelok ke sebuah arah.Wira berdecak, mau tak mau mengikuti rombongan ke suatu tempat

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-22
  • Pendekar Kujang Emas   392. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Ada beberapa orang yang dicurigai sebagai penyusup,” ujar Galisaka, “para pendekar yang berjaga sudah ditugaskan mengawasi mereka dengan ketat. Kemungkinan besar jika penyusup itu akan melakukan kegaduhan saat para tabib dan pendekar sedang beristirahat. Jika dia akan menggunakan racun kalong setan, kita akan segera bertindak dengan bantuan bambu ajaib.”“Aku harus kembali memuji gadis tabib itu untuk pekerjaannya membuat bambu ajaib itu,” ujar Kolot Raga.Wirayuda menatap bambu kuning di tangannya. “Dua siluman itu masih berada cukup jauh dari kita, tapi kita harus tetap waspada. Kemungkinan serangan dari pihak lain masih cukup besarm terutama para anggota Cakar Setan.”Wirayuda mendongak ke atas, menyipit saat melihat keberadaan kubah pelindung yang menaungi tempat ini. “Ada sesuatu yang masih kurang dengan kubah pelindung yang terpasang.”“Apa kau meragukan kemampuan kami, Wirayuda?” tanya Ekawira dengan tatapan sinis.“Kita harus menambahkan penawar racun kalong setan agar membua

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-23
  • Pendekar Kujang Emas   393. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Nilasari!” Wintara dengan cepat mendorong Nilasari ke belakang di saat dua rantai putih itu melesat untuk menangkap keduanya.Wintara memanggil tombak hitamnya dengan segera, menepis serangan dua rantai dengan gerakan cepat bersamaan dengan tubuh yang bergerak ke belakang.“Kakang,” ujar Nilasari ketika Wintara berhenti di dekatnya, “dia … benar-benar Tarusbawa, Kakang. Aku bisa merasakan hawa keberadaannya.”“Kau benar, Nilasari.” Wintara mengepalkan tangan erat-erat, memutar tombaknya beberapa kali di mana satu tangannya memegang kendi berisi racun kalong setan. Tarusbawa mengentak tubuh kuat-kuat, melesat cepat ke arah Wintara dan Nilasari dengan dua rantai putih yang kembali menyerang kedua siluman itu. Terjadi kejar-mengejar dan tumbukan serangan untuk sementara waktu. Dari kejauhan, mereka seperti tiga bayangan hitam yang bergerak sangat cepat di dahan-dahan pohon.Wintara dan Nilasari mundur sejauh beberapa tombak di saat menghindar dan menepis seragan dua rantai putih denga

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-24
  • Pendekar Kujang Emas   394. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Wintara dan Nilasari kembali melayangkan sisik-sisik mereka yang kemudian berubah menjadi pasukan siluman ular. Siluman-siluman itu dengan cepat menaiki rantai dan menyerang Tarusbawa dengan tombak dan susuk mereka.“Kakang, tolong aku,” ujar Nilasari dengan mata yang mulai menangis, “aku tidak ingin kembali disegel ke dalam lubang itu lagi untuk kedua kalinya. Selamatkan aku, Kakang.”“Tenanglah, Nilasari.” Wintara memutar ekornya hingga menciptakan angin kencang yang langsung berembus ke arah Tarusbawa. Beberapa pasukan silumannya terjatuh ke pepohonan. Tak lama setelahnya, ia kembali melayangkan serangan tombak dari mulutnya. Akan tetapi, tombak perak Tarusbawa kembali berhasil menghadang serangannya.“Terkutuk!” geram Wintara, “meski kami sudah bertambah kuat berkali-kali lebih kuat, tapi sepertinya kami masih berada di bawahmu, Tarusbawa! Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti yang pernah aku lakukan lima puluh tahun lalu!”“Kakang,” rengek Nilasari seraya terus me

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-24
  • Pendekar Kujang Emas   395. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Apa yang sebenarnya terjadi?” Bangasera terseret harimau putih hingga beberapa tombak jauhnya. Ia segera mengawasi keadaan sekeliling, mencari siapa pelaku yang dengan kurangajarnya mengganggunya di saat akan berhadapan dengan Tarusbawa.Bangasera segera berubah menjadi ular siluman, lantas melilit tubuh harimau putih dengan saat kuat di saat hariman itu terus menggigit tubuhnya. Secara tiba-tiba, ia mengingat siapa pemilik jurus. “Limbur Kancana. Aku tahu ini semua perbuatanmu.”Bangasera mengerahkan kekuatannya untuk melilit harimau putih lebih erat. Mulutnya terbuka sangat lebar dan secara tiba-tiba mengeluarkan panah hitam yang melesat ke tubuh harimau putih itu. “Kucing kecil ini tidak akan bisa—”Belum sempat menyelesaikan kata-katanya, Bangasera tiba-tiba mendapat tendangan telak di kepala. Tubuhnya terseret ke belakang bersamaan dengan harimau putih yang mendadak menghilang. Ketika kakinya mendarat di dahan pohon dan bersiap untuk memberikan balasan, tiba-tiba saja sebuah kub

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-25
  • Pendekar Kujang Emas   396. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Wintara dan Nilasari melompat mundur di saat rantai Tarusbawa terus mengarah pada mereka. Tombak dan susuk mereka keduanya terus-menerus menepis serangan. Pasukan siluman ular mereka beberapa kali dikerahkan, tetapi selalu dapat dengan mudah dihancurkan. Tarusbawa mengentak kedua tangan ke bawah untuk sesaat, kemudian melesat maju dengan sangat cepat dengan menggunakan jurus kaki petir. Dalam waktu singkat, ia sudah berada di dekat Wintara dan Nilasari. Wintara dan Nilasari terhenyak saat menyadarinya. Saat akan mengubah wujud menjadi siluman, sebuah pukulan di dada berhasil membuat mereka terpental ke belakang. Kedua rantai Tarusbawa bersiap melilit mereka, tetapi rantai itu mendadak putus ketika terkena panah hitam yang dilancarkan Bangasera. Wintara dan Nilasari kembali melompat mundur beberapa tombak ke belakang, menghindar dengan gerakan yang hampir sama ketika rantai putih kembali mengincar mereka. Di saat yang sama, Tarusbawa bergerak dengan sangat cepat mengelilingi keduanya

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-26

Bab terbaru

  • Pendekar Kujang Emas   677. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Langit sore berubah gelap, pertanda malam yang panjang akan tiba. Terlihat titik kecil yang terhampar luas di atas, ditambah bulan yang nyaris sempurna. Angin berembus kencang, menggoyangkan daun ke kiri dan kanan. Beberapa buah berjatuhan dari tangkai, menjadi makan malam untuk beberapa hewan. Para murid mulai keluar dari gubuk masing-masing, berjalan menuju ruangan makan, bergerombol. Mereka saling berbincang dan tertawa.Lingga keluar dari gubuk, tersenyum saat angin berembus. “Semua persiapanku sudah selesai. Aku harus menikmati malam ini dengan baik karena malam besok adalah hari ujianku. Aku merasa sangat tegang sekarang.”Panji Laksana muncul dari pintu yang terbuka, menutup pintu. Ia melihat para murid yang berjalan beriringan menuju ruangan makan. “Pemandangan ini sangat luar biasa untukku. Sejak dahulu, aku ingin merasakan menjadi murid padepokan.”Lingga menoleh sesaat, menuruni tangga. “Padepokan ini adalah tempat yang menyenangkan. Selain belajar untuk menjadi seorang pe

  • Pendekar Kujang Emas   676. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana dan Saraswati seketika berdiri dan membungkuk hormat ketika melihat kemunculan Tarusbawa. Lingga berdiri di belakang Tarusbawa, mengamati Ganawirya, Limbur Kancana, Sekar Sari, dan dua sosok asing yang membungkuk hormat pada Tarusbawa. “Siapa mereka? Aku baru pertama kali bertemu dengan mereka. Mereka terlihat kuat.” Panji Laksana dan Saraswati kembali berdiri tegak, menoleh pada Lingga. Keduanya saling melirik sesaat, memberi salam penghormatan untuk Lingga. “Aku Panji Laksana. Aku merasa bangga bisa bertemu dengan pemuda pewaris kujang emas,” ujar Panji Laksana. Saraswati menunduk malu, menyembunyikan pipinya yang memerah. “Pemuda itu memang sangat tampan sesuai dengan perkataan orang-orang,” gumamnya. Saraswati berdeham saat Panji Laksana menyikutnya. “Aku Saraswati. Aku juga merasa bangga bisa bertemu denganmu.” Lingga membalas salam dua saudara kembar itu. “Namaku Lingga. Senang bertemu dengan kalian. Aku harap kita bisa berteman dengan baik.” Sekar

  • Pendekar Kujang Emas   675. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Lingga segera mendekati Tarusbawa. “Guru, apa kau baik-baik saja?” Tarusbawa seketika berjongkok, menahan rasa panas dan sesak yang semakin menjalar di dadanya. Ia sontak terdiam saat mendengarkan ucapan seseorang. Sebuah cahaya merah seketika terlihat di dada Tarusbawa, bergerak beberapa kali. “Guru.” Lingga mengamati cahaya itu saksama, melompat mundur saat cahaya itu keluar dari dada Tarusbawa. “Cahaya merah apa itu?” Cahaya itu mengelilingi Lingga selama beberapa kali, terbang ke langit, kemudian perlahan turun hingga berhadapan dengan Lingga. Tak lama setelahnya, cahaya itu berubah menjadi sosok Prabu Nilakendra. “Prabu.” Lingga segera memberikan salam penghormatan. “Kau sudah menunjukkan perjuangan hingga sampai di titik ini. Dengan munculnya mustika merah ini dari Tarusbawa, maka waktu ujianmu akan segera dimulai,” ujar Prabu Nilakendra sembari menunjukkan sebuah benda bulat bercahaya merah di tangannya. “Waktu ujianku sudah dimulai?” “Aku ingin mengingatkanm

  • Pendekar Kujang Emas   674. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Baik, Guru.” Sekar Sari mengangguk.“Indra, antarkan Panji Laksana ke ruangan kalian. Dia juga akan tinggal bersamamu dan yang lain mulai sekarang,” ujar Ganawirya.Panji Laksana mengikuti Indra. Kedua pemuda itu menghilang saat melewati beberapa gubuk. Suasana masih terasa canggung, apalagi bagi Sekar Sari dan Saraswati yang saling mengamati satu sama lain.Sekar Sari dan Saraswati berjalan menuju gubuk para wanita, sedangkan Meswara, Jaka, dan Arya masih berada di depan gubuk saat Ganawirya memberi perintah pada mereka.Sekar Sari melirik Saraswati berkali-kali. Kepalanya penuh dengan pertanyaan saat ini. “Hanya dengan melihat matanya saja, dia pastilah gadis yang sangat cantik. Aku melihat Kakang Indra dan yang lain juga terpana saat melihatnya.”Saraswati mengamati keadaan sekeliling. “Padepokan ini sangat tenang dan menyenangkan. Aku menyukai tempat ini.”Sekar Sari berhenti di depan sebuah gubuk, menaiki undakan tangga kecil, membuka pintu. “Ini adalah gubuk tempat tinggalku. A

  • Pendekar Kujang Emas   673. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana mengangguk. “Aki kami, Sanjaya, memerintahkan kami berdua untuk menemui kalian bertiga atau salah satu dari kalian bertiga. Aki ingin memberi tahukan soal keberadaannya pada kalian. Beberapa bulan lalu setelah kami melihat dan merasakan kekuatan pusaka kujang emas, Aki mengingat semua kembali ingatannya yang telah hilang.”“Bangkitnya pusaka kujang emas terjadi untuk ketiga kalinya. Terakhir kali saat kami, pasukan pendekar golongan putih, melawan dua siluman kembar dan para pendekar golongan hitam. Lingga mengurung mereka di Jaya Tonggoh,” ujar Tarusbawa. Panji Laksana memberikan sebuah pisau pada Tarusbawa. “Aki memerintahkan kami untuk memberikan pisau ini pada pemuda pewaris kujang emas. Pisau itu adalah kunci untuk memasuki Nusa Larang, tempat di mana Aki dan kami berada selama ini. Saat pisau itu bersinar, maka saat itulah waktu yang tepat bagi si pewaris kujang emas untuk menemui Aki.”Tarusbawa mengambil pisau itu, mengamati saksama. “Lingga sedang berlatih saat

  • Pendekar Kujang Emas   672. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Atap-atap gubuk mulai terlihat saat Panji Laksana dan Saraswati keluar dari kungkungan pohon. Mereka melihat sebuah ari terjun dan sungai yang mengalir jernih. Begitu memasuki padepokan, mereka mendapati beberapa murid dan tabib yang tampak hilir mudik.Panji Laksana dan Saraswati mengamati keadaan sekeliling. Beberapa murid melihat kedatangan mereka dengan tatapan bertanya-tanya, saling berbisik-bisik.“Aku sudah lama tidak melihat sebuah padepokan, Kakang.” Saraswati tersenyum saat melihat beberapa gadis tampak berbondong-bondong menuju sebuah tepat.“Kau tampaknya menyukai tempat ini, Saraswati.” Panji Laksana mengamati beberapa pemuda seusianya yang beriringan menuju arah utara.“Tentu saja aku menyuai tempat ini, kakang. Sejak kecil, kita hidup bersama Aki di tempat rahasia yang tidak dimasuki oleh orang-orang. Kita hanya bisa melihat mereka dari jarak jauh. Aku sejujurnya ingin seperti gadis lainnya.”“Semua yang Aki perintahkan semata-mata untuk melindungi kita, Saraswati.”“Ak

  • Pendekar Kujang Emas   671. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Ganawirya menoleh pada Jaka sesaat. “Jaka, kau dan yang lain harus ikut bersama kami ke sisi Lebak Angin. Aku dan Raka Limbur Kancana akan menunggu kalian di sana.”Jaka mengangguk meski masih bingung dengan keadaan yang terjadi. “Aku mengerti, Guru. Aku dan yang lain akan segera pergi secepatnya.”Ganawirya dan Limbur Kancana segera menghilang dari gubuk.Jaka bergegas keluar dari gubuk, mengamati keadaan sekeliling. Ia melompat ke atap gubuk, bersiul beberapa kali.Sekar Sari berhenti meramu obat sesaat, menoleh saat melihat beberapa bayangan berkelebat sangat cepat di langit. “Aku melihat Kakang Indra dan Kakang Meswara berlari menuju gubuk Guru. Apa sudah terjadi sesuatu?”Sekar Sari berlari menuju luar gubuk setelah menyimpan ramuan ke lemari. Gadis itu terdiam saat melihat Indra dan yang lain bergerak sangat cepat. “Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu. Tapi, kenapa mereka tidak memberi tahuku?”Sekar Sari bergegas menuju gubuk Ganawirya, mengintip keadaan di dalam ruangan me

  • Pendekar Kujang Emas   670. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Kalian bukankah anggota rombongan pengantar bahan baku dan makanan ke Lebak Angin. Kalian adalah pendekar,” ujar si pemimpin pendekar. Panji Laksana dan Saraswati turun dari kuda, mengamati para pendekar yang masih mengelilingi mereka. “Katakan siapa kalian dan tujuan kalian. Jika kalian tetap tutup mulut, kami akan bertindak kasar pada kalian!”“Tunggu, Kisanak. Kami memang bukanlah anggota rombongan, tetapi kami bukanlah orang jahat. Kami ingin pergi ke Lebak Angin untuk bertemu dengan pendekar bernama Ganawirya. Kami memiliki pesan penting,” kata Panji Laksana. “Kalian masih belum menjawab pertanyaan kami. Siapa kalian?”“Aku Panji Laksana dan gadis ini adalah adik kembarku, Saraswati. Kami berasal dari wilayah yang bernama Nusa Larang.” “Nusa Larang?” Para pendekar saling bertatapan sesaat, berbisik-bisik. “Periksa mereka sekarang juga!”Satu pendekar pria segera memeriksa Panji Laksana, dan seorang pendekar wanita bergegas mendekati Sarawati. Keduanya melakukan pemeriksaan

  • Pendekar Kujang Emas   669. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Langit tampak sangat cerah. Kawanan burung bergerak ke arah timur. Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan. Beberapa tupai terlihat berada di sebuah dahan pohon, mengamati seorang pemuda yang tengah duduk di atas sebuah batu.Pemuda itu tidak lain adalah Lingga. Tak lama setelah tiba di tempat ini, ia segera berlatih. Tarusbawa memperhatikannya dari puncak pohon, tidak berkata apa pun.Lingga tiba-tiba melompat ke langit, melakukan gerakan pemanggil kujang emas. Begitu pusaka itu muncul dan berada di tangannya, beberapa hewan dengan segera menjauh.Lingga mendarat di sungai, mengambang di atas aliran air yang tenang. Begitu matanya terbuka, kakinya mengentak air dan melesat ke arah depan. Air seketika memercik ke sekeliling. Pemuda itu menggerakkan kujang ke kiri dan kanan.Tarusbawa duduk bersila, memejamkan mata, berusaha menghubungi sosok pendekar Sayap Putih bernama Sanjaya. Akan tetapi, ia masih belum bisa terhubung dengan temannya.Matahari terus b

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status