Beranda / Pendekar / Pendekar Kujang Emas / 272. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Share

272. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Penulis: Ramdani Abdul
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-14 23:02:01

Lingga, Limbur Kancana dan Sekar Sari berada di perkampungan hingga malam tiba. Ketiganya bisa merasakan ketegangan yang melanda hampir semua warga. Suasana begitu sepi hingga yang terdengar hanya suara serangga malam. Para penjaga tampak mondar-mandir di sekitar perkampungan.

Lingga mengawasi keadaan luar dari jendela. Kepalan tangannya menguat begitu mengingat perkataan para warga mengenai dirinya. Jujur saja hal itu benar-benar menganggunya meski di saat yang sama dirinya berusaha untuk tidak memedulikan hal itu.

“Salah satu tiruanku sudah hampir sampai menuju bukit yang ditengarai adalah tempat Wintara dan Nilasari disegel. Persiapkan diri kalian karena sesaat lagi kita akan segera bertukar tempat dan pakailah pakaian yang sudah aku siapkan sebelumnya,” ujar Limbur Kancana yang tengah duduk bersila di atas dipan.

“Baik, Paman.”

“Baik, Kakang Guru.”

Lingga segera mengganti busannya menjadi serba hitam, tak terkecuali Sekar Sari.

Limbur Kancana kembali bersemedi, memusatkan seluruh
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pendekar Kujang Emas   273. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Lingga mendekat ke arah Limbur Kancana yang tengah duduk berjongkok di depan lubang. Dalam sekejap, pemuda itu seperti kembali dibawa pada masa lima puluh tahun silam. Ia dengan jelas bisa melihat Tarusbawa yang sedang menyegel Wintara dan Nilasari ke dalam dua lubang yang berbeda, lalu menutup lubang itu dengan batu.Lingga terkesiap ketika dirinya kembali berada di masa saat ini. Sejauh mata memandang, tidak ada batu yang dirinya lihat di tempat ini, padahal ia sangat yakin jika dua lubang yang menganga ini adalah tempat terkurungnya Wintara dan Nilasari.Lingga menggertakkan gigi, mengepal tangan kuat-kuat. Apa yang dilihat dan dirasakannya saat ini seolah membawanya pada sebuah kesimpulan. “Paman, apa mungkin ....”Limbur Kancana berdiri, berjalan ke salah satu lubang. “Wintara dan Nilasari yang kita hadapi saat ini nyatanya adalah Wintara dan Nilasari yang dihadapi Tarusbawa lima puluh tahun silam. Dan sepertinya Tarusbawa juga mengetahui hal tersebut, terbukti dengan kedatangann

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-14
  • Pendekar Kujang Emas   274. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Lingga, Limbur Kancana dan Sekar Sari sontak terkejut saat melihat kehadiran Bangasera. Ketiganya bersiaga penuh meski sudah berada di dalam kubah pelindung.Sementara itu, Bangasera mendongak sambil memejamkan mata, memusatkan sekaligus menajamkan seluruh indranya. Ia bisa mencium bau samar kehadiran beberapa orang di tempat ini. “Sepertinya tempat ini baru saja didatangi tamu tak diundang. Aku juga bisa merasakan darah dari para ular silumanku yang tewas.”Bangasera mengamati keadaan sekeliling saksama, menghirup udara dengan mata terpejam seraya tersenyum bengis. “Firasatku mengatakan jika aku sedang diawasi oleh beberapa orang di suatu tempat, tapi aku sama sekali tidak melihat keberadaan siapa pun di tempat ini. Siapa pun yang mengawasiku saat ini pastilah bukan pendekar sembarangan.”Bangasera tiba-tiba tertawa, menatap tajam ke sekeliling arah. Pikirannya seketika tertuju pada sosok pendekar berbaju hitam yang dirinya duga adalah Limbur Kancana. “Sepertinya malam ini adalah mal

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-15
  • Pendekar Kujang Emas   275. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Matahari beranjak dari ufuk timur, memberi sinar dan kehangatan ke seantero tanah Pasundan. Para warga dari sebuah perkampungan berbondong-bondong ke luar dari rumah begitu kentungan ditabuh keras-keras. Para pendekar meminta warga berkumpul di tanah lapang. Lingga, Limbur Kancana dan Sekar Sari dengan pakaian warga biasa ikut memadati barisan warga.Sejujurnya, Lingga masih dibuat penasaran dengan suara yang dirinya dengar semalam. Akan tetapi, ketika mengamati Limbur Kancana dan Sekar Sari yang tampak biasa, ia menyadari jika hanya dirinyalah yang mendengar suara tersebut.Lingga beberapa kali mengamati keadaan sekeliling melalui jendela kamar, berharap dua cahaya akan kembali muncul seperti kejadian beberapa waktu lalu. Akan tetapi, dua cahaya itu sama sekali tidak menampakkan diri hingga pagi menjelang.Sebuah rombongan tiba-tiba saja memasuki perkampungan, lantas bergabung dengan para pendekar yang sudah berkumpul di depan para warga.“Mulai saat ini, di setiap perkampungan akan

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-16
  • Pendekar Kujang Emas   276. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Di saat yang sama, Sekar Sari merasa sangat geram dengan keadaannya saat ini. Gadis itu merasa bahwa dirinya masih belum berguna dalam perjalanan ini. Ketakutannya untuk berpisah dengan Lingga dan anggapan bahwa dirinya adalah beban membuatnya sangat tertekan. Limbur Kancana menghimpun kekuatan. Tak lama setelahnya, satu tongkat muncul di tangan kiri dan kanannya. Ia kemudian memberikan benda itu pada Lingga. “Aku hanya akan menggunakan tongkat ini untuk kepentinganku sendiri.” “Kakang Guru, apa aku bisa ikut menyimpan tongkat itu juga?” pinta Sekar Sari, “aku berjanji untuk menjaga tongkat itu dengan baik. Aku hanya akan menggunakannya untuk mempelajari ramuan penawar racun kalong setan itu, Kakang Guru.” Limbur Kancana diam sejenak, menimbang. “Baiklah. Kau harus memegang teguh janjimu, Sekar Sari. Jangan sampai tongkat ini jatuh ke tangan musuh.” “Aku mengerti, Kakang Guru.” Limbur Kancana kembali menghimpun kekuatan. Ia lantas memberika tongkat yang berukuran lebih kecil pada

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-17
  • Pendekar Kujang Emas   277. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Begitu kembali membuka mata, Lingga seketika berada di sebuah ruangan yang memiliki banyak asap putih. Di saat yang sama suara lonceng semakin keras terdengar. “Aku berada di ruangan ini kembali.” Lingga seketika mendongak ke atas. Meski sudah pernah melihat hal ini sebelumnya, tetapi keterkejutan masih terlukis jelas di wajahnya ketika melihat kujang emas tengah melayang-layang di udara. Pemuda itu menoleh ke kiri dan kanan, kemudian memutuskan untuk berjalan ke depan. Sayangnya, ia justru menabrak dinding tak kasat mata hingga kembali mundur. “Dinding-dinding ini masih menghalangiku untuk menjangkau kujang emas.” Lingga menggertakkan gigi. “Latihan kerasku selama ini nyatanya belum banyak membuat kemajuan.” “Hatimu masih seringkali goyah dan mudah terbawa arus angin, Lingga. Saat ini kau tidak ubahnya seperti tunas kecil yang baru saja tumbuh dari biji.” Suara Gusti Nilakendra menggema di seluruh ruangan. Suara lonceng dan langkah kakinya terdengar bersahutan. Lingga seketika ter

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-18
  • Pendekar Kujang Emas   278. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Lingga terombang-ambing ke kiri dan kanan bersamaan dengan arus yang terus menyeretnya ke dasar telaga. Tak sekali raganya menabrak bebatuan tajam. Akan tetapi, ia tidak melakukan apa pun selain membiarkan aliran air terus membawanya, membiarkan rasa sakit datang dan berkuasa di atas raganya. Lingga mendarat di dasar telaga dengan tubuh yang masih terombang-ambing ke kiri dan kanan. Hal itu terus berlangsung selama beberapa waktu hingga akhirnya raganya menetap di satu garis yang lurus dengan permukaan telaga. Secara tiba-tiba, dengungan keras yang menyakiti telinganya menghilang. Lingga mulai membuka mata dan seketika tercengang saat dirinya tidak bisa melihat apa pun selain kegelapan. Secara tiba-tiba dua titik cahaya muncul dan kian membesar seiring jarak yang menipis. Dua sinar tersebut perlahan menghilangkan semua kegelapan di sekelilingnya. Lingga terhenyak ketika melihat sekelilingnya dipenuhi oleh semua kenangan yang sudah dirinya lewati hingga saat ini. Ia sontak menahan na

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-19
  • Pendekar Kujang Emas   279. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Lingga menoleh pada Limbur Kancana yang masih bersemedi. “Aku harus memberi tahu paman kalau aku sudah menemukan keberadaan Tarusbawa.”Begitu kakinya melangkah, tiba-tiba saja Lingga kembali mengingat percakapan dengan Limbur Kancana dan Sekar Sari di perkampungan sesaat setelah kepulangan mereka dari bukit.“Esok hari, aku akan memberikan setengah ramuan itu pada para petinggi golongan putih, sekaligus mengabarkan pada mereka mengenai kenyataan bahwa Wintara dan Nilasari yang kita hadapi saat ini adalah Wintara dan Nilasari yang dihadapi Tarusbawa lima puluh tahun silam. Selama aku pergi, kau harus terus berlatih untuk menyempurnakan jurus barumu, Lingga.”Lingga tiba-tiba menoleh pada tempat Sekar Sari berada. Gadis itu sepertinya masih berkutat dengan kesibukannya. Lingga kembali mengingat sesaat setelah percakapan berakhir di mana Limbur Kancana sudah menghilang.Sekar Sari menunduk sesaat. “Kakang, bisakah kau men

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-20
  • Pendekar Kujang Emas   280. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Matahari perlahan keluar dari peraduan. Cahayanya mengusir kegelapan di langit dan bumi. Suara kokok ayam dan lenguhan kerbau dan kambing serta cicit burung mulai terdengar bersahutan, menjadi tanda bagi warga untuk kembali pada kegiatan masing-masing.Warga Jaya Tonggoh mulai keluar dari bangunan setengah jadi yang masih dalam tahap pembangunan. Setelah hancurnya Jaya Tonggoh karena pertempuran antara para pendekar dengan Wintara dan Nilasari, warga berbondong-bondong kembali membangun tempat tinggal mereka. Perkara makanan sehari-hari, para pendekarlah yang akan bertugas memberikannya pada mereka di waktu-waktu tertentu. Di dalam gua, tepatnya di salah sudut telaga, Limbur Kancana tampak sedang mengamati pantulan dirinya di permukaan air. Semalaman ia sudah mengerahkan semua kekuatannya untuk mencari keberadaan Tarusbawa. Hanya saja usahanya belum membuahkan hasil. Salah satu tiruannya memang sempat melihat pergerakan seseorang di tengah hutan, tetapi tak lama setelahnya pergeraka

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-22

Bab terbaru

  • Pendekar Kujang Emas   676. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana dan Saraswati seketika berdiri dan membungkuk hormat ketika melihat kemunculan Tarusbawa. Lingga berdiri di belakang Tarusbawa, mengamati Ganawirya, Limbur Kancana, Sekar Sari, dan dua sosok asing yang membungkuk hormat pada Tarusbawa. “Siapa mereka? Aku baru pertama kali bertemu dengan mereka. Mereka terlihat kuat.” Panji Laksana dan Saraswati kembali berdiri tegak, menoleh pada Lingga. Keduanya saling melirik sesaat, memberi salam penghormatan untuk Lingga. “Aku Panji Laksana. Aku merasa bangga bisa bertemu dengan pemuda pewaris kujang emas,” ujar Panji Laksana. Saraswati menunduk malu, menyembunyikan pipinya yang memerah. “Pemuda itu memang sangat tampan sesuai dengan perkataan orang-orang,” gumamnya. Saraswati berdeham saat Panji Laksana menyikutnya. “Aku Saraswati. Aku juga merasa bangga bisa bertemu denganmu.” Lingga membalas salam dua saudara kembar itu. “Namaku Lingga. Senang bertemu dengan kalian. Aku harap kita bisa berteman dengan baik.” Sekar

  • Pendekar Kujang Emas   675. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Lingga segera mendekati Tarusbawa. “Guru, apa kau baik-baik saja?” Tarusbawa seketika berjongkok, menahan rasa panas dan sesak yang semakin menjalar di dadanya. Ia sontak terdiam saat mendengarkan ucapan seseorang. Sebuah cahaya merah seketika terlihat di dada Tarusbawa, bergerak beberapa kali. “Guru.” Lingga mengamati cahaya itu saksama, melompat mundur saat cahaya itu keluar dari dada Tarusbawa. “Cahaya merah apa itu?” Cahaya itu mengelilingi Lingga selama beberapa kali, terbang ke langit, kemudian perlahan turun hingga berhadapan dengan Lingga. Tak lama setelahnya, cahaya itu berubah menjadi sosok Prabu Nilakendra. “Prabu.” Lingga segera memberikan salam penghormatan. “Kau sudah menunjukkan perjuangan hingga sampai di titik ini. Dengan munculnya mustika merah ini dari Tarusbawa, maka waktu ujianmu akan segera dimulai,” ujar Prabu Nilakendra sembari menunjukkan sebuah benda bulat bercahaya merah di tangannya. “Waktu ujianku sudah dimulai?” “Aku ingin mengingatkanm

  • Pendekar Kujang Emas   674. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Baik, Guru.” Sekar Sari mengangguk.“Indra, antarkan Panji Laksana ke ruangan kalian. Dia juga akan tinggal bersamamu dan yang lain mulai sekarang,” ujar Ganawirya.Panji Laksana mengikuti Indra. Kedua pemuda itu menghilang saat melewati beberapa gubuk. Suasana masih terasa canggung, apalagi bagi Sekar Sari dan Saraswati yang saling mengamati satu sama lain.Sekar Sari dan Saraswati berjalan menuju gubuk para wanita, sedangkan Meswara, Jaka, dan Arya masih berada di depan gubuk saat Ganawirya memberi perintah pada mereka.Sekar Sari melirik Saraswati berkali-kali. Kepalanya penuh dengan pertanyaan saat ini. “Hanya dengan melihat matanya saja, dia pastilah gadis yang sangat cantik. Aku melihat Kakang Indra dan yang lain juga terpana saat melihatnya.”Saraswati mengamati keadaan sekeliling. “Padepokan ini sangat tenang dan menyenangkan. Aku menyukai tempat ini.”Sekar Sari berhenti di depan sebuah gubuk, menaiki undakan tangga kecil, membuka pintu. “Ini adalah gubuk tempat tinggalku. A

  • Pendekar Kujang Emas   673. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana mengangguk. “Aki kami, Sanjaya, memerintahkan kami berdua untuk menemui kalian bertiga atau salah satu dari kalian bertiga. Aki ingin memberi tahukan soal keberadaannya pada kalian. Beberapa bulan lalu setelah kami melihat dan merasakan kekuatan pusaka kujang emas, Aki mengingat semua kembali ingatannya yang telah hilang.”“Bangkitnya pusaka kujang emas terjadi untuk ketiga kalinya. Terakhir kali saat kami, pasukan pendekar golongan putih, melawan dua siluman kembar dan para pendekar golongan hitam. Lingga mengurung mereka di Jaya Tonggoh,” ujar Tarusbawa. Panji Laksana memberikan sebuah pisau pada Tarusbawa. “Aki memerintahkan kami untuk memberikan pisau ini pada pemuda pewaris kujang emas. Pisau itu adalah kunci untuk memasuki Nusa Larang, tempat di mana Aki dan kami berada selama ini. Saat pisau itu bersinar, maka saat itulah waktu yang tepat bagi si pewaris kujang emas untuk menemui Aki.”Tarusbawa mengambil pisau itu, mengamati saksama. “Lingga sedang berlatih saat

  • Pendekar Kujang Emas   672. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Atap-atap gubuk mulai terlihat saat Panji Laksana dan Saraswati keluar dari kungkungan pohon. Mereka melihat sebuah ari terjun dan sungai yang mengalir jernih. Begitu memasuki padepokan, mereka mendapati beberapa murid dan tabib yang tampak hilir mudik.Panji Laksana dan Saraswati mengamati keadaan sekeliling. Beberapa murid melihat kedatangan mereka dengan tatapan bertanya-tanya, saling berbisik-bisik.“Aku sudah lama tidak melihat sebuah padepokan, Kakang.” Saraswati tersenyum saat melihat beberapa gadis tampak berbondong-bondong menuju sebuah tepat.“Kau tampaknya menyukai tempat ini, Saraswati.” Panji Laksana mengamati beberapa pemuda seusianya yang beriringan menuju arah utara.“Tentu saja aku menyuai tempat ini, kakang. Sejak kecil, kita hidup bersama Aki di tempat rahasia yang tidak dimasuki oleh orang-orang. Kita hanya bisa melihat mereka dari jarak jauh. Aku sejujurnya ingin seperti gadis lainnya.”“Semua yang Aki perintahkan semata-mata untuk melindungi kita, Saraswati.”“Ak

  • Pendekar Kujang Emas   671. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Ganawirya menoleh pada Jaka sesaat. “Jaka, kau dan yang lain harus ikut bersama kami ke sisi Lebak Angin. Aku dan Raka Limbur Kancana akan menunggu kalian di sana.”Jaka mengangguk meski masih bingung dengan keadaan yang terjadi. “Aku mengerti, Guru. Aku dan yang lain akan segera pergi secepatnya.”Ganawirya dan Limbur Kancana segera menghilang dari gubuk.Jaka bergegas keluar dari gubuk, mengamati keadaan sekeliling. Ia melompat ke atap gubuk, bersiul beberapa kali.Sekar Sari berhenti meramu obat sesaat, menoleh saat melihat beberapa bayangan berkelebat sangat cepat di langit. “Aku melihat Kakang Indra dan Kakang Meswara berlari menuju gubuk Guru. Apa sudah terjadi sesuatu?”Sekar Sari berlari menuju luar gubuk setelah menyimpan ramuan ke lemari. Gadis itu terdiam saat melihat Indra dan yang lain bergerak sangat cepat. “Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu. Tapi, kenapa mereka tidak memberi tahuku?”Sekar Sari bergegas menuju gubuk Ganawirya, mengintip keadaan di dalam ruangan me

  • Pendekar Kujang Emas   670. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Kalian bukankah anggota rombongan pengantar bahan baku dan makanan ke Lebak Angin. Kalian adalah pendekar,” ujar si pemimpin pendekar. Panji Laksana dan Saraswati turun dari kuda, mengamati para pendekar yang masih mengelilingi mereka. “Katakan siapa kalian dan tujuan kalian. Jika kalian tetap tutup mulut, kami akan bertindak kasar pada kalian!”“Tunggu, Kisanak. Kami memang bukanlah anggota rombongan, tetapi kami bukanlah orang jahat. Kami ingin pergi ke Lebak Angin untuk bertemu dengan pendekar bernama Ganawirya. Kami memiliki pesan penting,” kata Panji Laksana. “Kalian masih belum menjawab pertanyaan kami. Siapa kalian?”“Aku Panji Laksana dan gadis ini adalah adik kembarku, Saraswati. Kami berasal dari wilayah yang bernama Nusa Larang.” “Nusa Larang?” Para pendekar saling bertatapan sesaat, berbisik-bisik. “Periksa mereka sekarang juga!”Satu pendekar pria segera memeriksa Panji Laksana, dan seorang pendekar wanita bergegas mendekati Sarawati. Keduanya melakukan pemeriksaan

  • Pendekar Kujang Emas   669. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Langit tampak sangat cerah. Kawanan burung bergerak ke arah timur. Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan. Beberapa tupai terlihat berada di sebuah dahan pohon, mengamati seorang pemuda yang tengah duduk di atas sebuah batu.Pemuda itu tidak lain adalah Lingga. Tak lama setelah tiba di tempat ini, ia segera berlatih. Tarusbawa memperhatikannya dari puncak pohon, tidak berkata apa pun.Lingga tiba-tiba melompat ke langit, melakukan gerakan pemanggil kujang emas. Begitu pusaka itu muncul dan berada di tangannya, beberapa hewan dengan segera menjauh.Lingga mendarat di sungai, mengambang di atas aliran air yang tenang. Begitu matanya terbuka, kakinya mengentak air dan melesat ke arah depan. Air seketika memercik ke sekeliling. Pemuda itu menggerakkan kujang ke kiri dan kanan.Tarusbawa duduk bersila, memejamkan mata, berusaha menghubungi sosok pendekar Sayap Putih bernama Sanjaya. Akan tetapi, ia masih belum bisa terhubung dengan temannya.Matahari terus b

  • Pendekar Kujang Emas   668. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Sanjaya,” ujar Tarusbawa yang kemudian termenung agak lama.Tarusbawa berdiri dari semedinya, mengamati keadaan ruangan yang temaram. Langit tampak gelap di mana cahaya bulan terhalang oleh awan hitam.Api obor bergerak-gerak saat Tarusbawa meninggalkan ruangan. Pendekar itu menuruni tangga kayu, berdiri di tengah-tengah tanah lapang. Saat mendongak ke langit, awan-awan hitam bergerak menjauh hingga bulan nyaris sempurna terlihat.Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan.“Aku merasakan kekuatan Sanjaya. Dia kemungkinan sudah terlepas dari jurus Aji Panday sehingga bisa mengingat jelas semua kejadian yang lalu. Aku harus segera bertemu dengannya.”“Tidak. Ini bukan waktu yang tepat.” Tarusbawa mengepal tangan erat-erat, menyentuh dadanya. “Lingga harus lulus dari ujian lebih dahulu sebelum aku dan dia bertemu dengan Sanjaya. Dengan merasakan kekuatannya, aku bisa tahu jika Sanjaya masih hidup di suatu tempat.”Tarusbawa mengentak kedua kaki kuat-kuat, me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status