Beranda / Pendekar / Pendekar Kujang Emas / 198. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Share

198. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Penulis: Ramdani Abdul
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-01 22:15:02

“Ramuan pemusnah siluman?” Malawati seketika terdiam, mengamati kendi di depannya dan Sekar Sari bergantian. Sebagai salah satu murid terbaik di padepokan, gadis itu tahu jika ramuan pemusnah siluman adalah salah satu ramuan yang sangat sulit dibuat. Tak sembarang pendekar bisa membuat ramuan tersebut, terlebih pendekar muda seperti Sekar Sari.

Malawati awalnya ragu jika Sekar Sari bisa membuat ramuan tersebut, bahkan sempat mencurigai ucapannya hanya bualan semata. Akan tetapi, ketika mengingat ramuan yang diberikan gadis itu padanya tempo hari dan takjub dengan kemanjurannya, keraguannya dengan cepat terkikis. “Apa kau berusaha menyogokku dengan ramuan ini?”

“Anggap saja itu bayaran karena kau sudah memberi tumpangan pada kami di tempat ini.”

“Baiklah, aku akan menyimpannya.” Malawati mengamati kendi kecil itu sekilas, kemudian menyimpannya di bawah dipan. Secara tiba-tiba, ia kembali teringat dengan sosok pendekar yang terkenal sebagai ahli dalam membuat ramuan obat yang saat ini
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pendekar Kujang Emas   199. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Terima kasih, Kakang.” Nilasari balas tersenyum. Gadis itu segera mengikuti pendekar itu dari belakang, memberi anggukan kecil pada Wintara yang mengawasi dari balik pohon.Nilasari dan pendekar itu berjalan menuju pinggiran perkampungan sesuai yang dikatakan gadis tadi. Keadaan di sekitar tempat ini sangat sepi dari keberadaan orang-orang, termasuk pendekar sekalipun. “Nyai, jika kau tidak memiliki tempat untuk bermalam malam ini, aku dengan senang hati akan menemanimu dan mengahangatkan malammu. Gadis cantik sepertimu tidak boleh sendiri, apalagi di malam yang dingin dan berbahaya seperti sekarang,” ujar pendekar itu dengan sesekali menoleh ke belakang. Ia seakan mendapat durian runtuh karena bisa bersama seorang gadis cantik di malam sedingin ini.“Siapa yang sudi?” Nilasari dengan cepat berubah menjadi wujud ular siluman.Pendekar itu seketika berbalik dan terkejut ketika melihat seekor ular besar sudah berada di depannya dengan mulut yang sudah menganga lebar. Pendekar itu mund

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-01
  • Pendekar Kujang Emas   200. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman kembar

    Lingga kembali duduk di dipan, menerka-nerka ke mana perginya Wintara. “Apa mungkin dia mengejar ular siluman itu bersama para pendekar yang lain?”Lingga kembali mengintip keadaan luar melalui lubang kecil. Ia terhenyak ketika tidak melihat keberadaan Nilasari lagi. Pemuda itu mengawasi keadaan sekeliling dengan saksama. “Ke mana perginya, Nilasari? Aku harap dia sudah berada di tempat aman atau setidaknya bertemu kembali dengan kakaknya.”Lingga kembali teringat dengan keanehan yang dirinya rasakan dari kedua kakak-beradik itu, terutama Wintara. Keduanya memiliki bau yang secara samar agak aneh, ditambah Wintara yang beberapa kali tertangkap basah mengawasinya.“Apa mungkin paman ikut merasakan keanehan dari mereka?” terka Lingga sembari menoleh pada tiruan Limbur Kancana yang tengah duduk bersila dengan mata terpejam. “Aku tidak punya pilihan lain selain menunggu kabar dari paman. Aku harap Paman bisa mengalahkan dua siluman itu atau setidaknya membongkar siapa dua siluman itu.”Se

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-02
  • Pendekar Kujang Emas   201. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Para pendekar yang mengejar ular siluman Wintara berhenti di tengah hutan, tepatnya di tanah lapang yang cukup terang disiram cahaya bulan. Jumlah mereka sekitar dua puluh orang yang berasal dari berbagai padepokan. Berbeda dengan pencari sang pewaris kujang emas yang bisa membuat mereka saling berselisih, pencarian ular siluman ini justru membuat hubungan para pendekar itu menjadi lebih dekat.Wintara dalam wujud siluman ular menjulurkan lidah dengan tatapan yang tak lepas dari para pendekar. Ia menghilangkan hawa keberadaan dan di saat yang sama mengelilingi mangsanya.Salah satu tiruan Limbur Kancana bersembunyi tak jauh dari para pendekar berada, mengawasi keadaan sekitar untuk mencari keberadaan siluman ular yang mendadak menghilang.“Cari sampai dapat! Jangan biarkan siluman ular itu pergi!” teriak salah satu pendekar seraya menebas-nebas semak-semak, “kita harus bisa menebas kepala ular itu dan mengarak ke seluruh perkampungan yang berada di wilayah ini!”Wintara mulai bergerak

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-02
  • Pendekar Kujang Emas   202. Dua Pendekar Hitam dan Serangan SIluman Kembar

    Limbur Kancana melompat turun ke arah siluman ular yang berada di depannya. Pendekar itu mengamati keadaan musuh lekat-lekat. Serangan dari harimau putih yang ia kerahkan mampu melukai ular siluman itu di bagian leher. Tetes darah tampak mengucur di tanah. Wintara dalam wujud ular terkejut ketika melihat sosok yang tadi bersama Lingga dan Sekar Sari sudah berada di depannya. Ia bisa merasakan kekuatan yang meluap-luap dari sosok itu. “Sudah kuduga jika dia bukan pendekar sembarangan. Hanya saja kekuatannya saat ini jauh berbeda dengan kekuatannya saat berada di dekatku,” gumamnya.Wintara mulai mengelilingi Limbur Kancana dengan lidah menjulur. “Apa mungkin pendekar ini yang sudah mengawasiku sejak tadi? Tapi bukankah dia berada di dekatku saat di perkampungan tadi? Siapa dia sebenarnya?”Limbur Kancana mengamati pergerakan ular siluman itu saksama untuk mengukur kekuatan lawan. Tubuhnya memutar bersamaan dengan makhluk itu mengelilinginya.Wintara melayangkan serangan pembuka denga

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-03
  • Pendekar Kujang Emas   203. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Sementara itu, Nilasari baru saja mengisap kekuatan para pendekar yang berhasil diperdaya olehnya di pinggiran hutan. Gadis itu menyeka air liur di bibir, mengawasi keadaan sekitar sesaat. Ia kemudian mengamati pinggiran perkampungan di mana beberapa pendekar tampak berjaga.Nilasari berjalan ke luar hutan dengan pandangan yang sesekali menoleh ke pekatnya hutan di belakangnya. “Sepertinya raka sudah menemukan pendekar yang mengawasi kita berdua dan sedang bersenang-senang dengan pendekar itu. Aku sebaiknya melakukan tugasku di sini lebih cepat sebelum raka kembali.”Nilasari segera bersembunyi di balik pohon ketiga tiga pendekar berada di dekatnya berjalan ke kiri dan kanan dengan senjata dalam genggaman. “Mereka bukan pendekar yang kuat. Hanya saja kekuatan mereka tetap aku butuhkan.”Nilasari dengan cepat mengubah wujudnya menjadi ular siluman, bergerak perlahan di belakang tiga pendekar itu dengan sebisa mungkin tidak menghasilkan suara. Tubuh bagian atasnya ditegakkan dengan mulu

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-03
  • Pendekar Kujang Emas   204. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Tolong selamatkan anakku!” Wanita itu tiba-tiba saja jatuh berlutut, menarik-narik kedua tangan Lingga dengan air mata yang bercucuran. “Tolong selamatkan anakku!”“Bagaimana ciri-ciri anakmu?” tanya Lingga sembari membawa wanita itu untuk kembali berdiri. “Bisa kau jelaskan padaku?”“Dia ... anak laki-laki kisaran sepuluh tahun. Dia memiliki tompel hitam di tangan kiri. Rumah kami tak jauh dari tengah perkampungan.” Wanita itu kembali terjatuh.Lingga menoleh ke arah luar sesaat. “Baiklah, aku akan—”Lingga tiba-tiba menghentikan ucapan ketika tiruan Limbur Kancana menahan tangannya kuat-kuat. Pemuda itu menggertakkan gigi di mana tangannya mendadak terkepal sangat erat. Ia benar-benar membenci keadaannya saat ini yang memaksanya untuk diam.Di sisi lain, Malawati semakin merasakan keanehan pada sosok Limbur Kancana yang ia kenal sebagai Aditara. Sejak tadi, pria itu terus mencegah Lingga untuk ikut andil dalam perterarungan melawan siluman ular. Di sisi lain, ia tidak mungkin berta

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-04
  • Pendekar Kujang Emas   205. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Tapi aku harus menolong para pendekar itu, Kakang Guru. Kalau tidak akan semakin banyak korban yang berjatuhan,” ujar Sekar Sari, “tolong bawalah anak ini selagi aku menggunakan ramuan pemusnah siluman ini. Aku berjanji akan segera kembali.”Tiruan Limbur Kancana menggeleng, kian erat menggenggam tangan Sekar Sari. Anak laki-laki di dekat mereka hanya terdiam dengan tatapan yang menoleh pada keduanya bergantian.Sekar Sari menoleh ke kanan dan kiri, tersenyum ketika melihat panah yang tergelatak yang tak jauh berada di dekatnya. “Aku bisa menggunakan panah ini untuk menembakkan ramuan pemusnah siluman pada siluman ular itu. Bukankah itu pilihan terbaik saat ini?”Tiruan Limbur Kancana perlahan melepas genggaman tanah pada Sekar Sari, mengamati gadis itu yang dengan cepat mengambil panah dan anak panahnya di tanah.“Kakang Guru, pergilah lebih dulu dari tempat ini.” Sekar Sari bergegas menaiki sebuah pohon, mengolesi anak-anak panah dengan ramuan pemusnah siluman. Gadis itu menarik na

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-04
  • Pendekar Kujang Emas   206. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Kakang Guru,” gumam Sekar Sari saat tubuhnya mendarat kembali ke tanah. Gadis itu dengan cepat menarik kembali kedua selendangnya. Ia melihat ular siluman itu masih mengeluarkan susuk hitam dari mulutnya.Beberapa pendekar terkena serangan susuk hitam hingga harus dipapah oleh pendekar lain untuk menghindar dari serangan berikutnya.“Ular siluman itu nyatanya sangat kuat. Ramuan yang kubuat hanya bisa membakar tubuhnya untuk sementara. Ternyata ramuanku belum sesempurna yang dibuat guru.” Sekar Sari berusaha mengendalikan napas yang mulai memburu. Ia bisa melihat para pendekar yang berbondong-bondong mundur ke arah hutan.“Kalau ular siluman itu sampai mengejar mereka, para warga dan Lingga akan berada dalam bahaya. Aku harus melakukan sesuatu.”Sekar Sari i menoleh pada susuk hitam di udara yang terus-menerus mengeluarkan susuk-susuk berukuran kecil ke sekeliling. “Jika ramuanku bisa membakar tubuh ular itu dari luar, maka untuk membakar tubuhnya dari dalam aku harus bisa memasukkan

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-06

Bab terbaru

  • Pendekar Kujang Emas   676. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana dan Saraswati seketika berdiri dan membungkuk hormat ketika melihat kemunculan Tarusbawa. Lingga berdiri di belakang Tarusbawa, mengamati Ganawirya, Limbur Kancana, Sekar Sari, dan dua sosok asing yang membungkuk hormat pada Tarusbawa. “Siapa mereka? Aku baru pertama kali bertemu dengan mereka. Mereka terlihat kuat.” Panji Laksana dan Saraswati kembali berdiri tegak, menoleh pada Lingga. Keduanya saling melirik sesaat, memberi salam penghormatan untuk Lingga. “Aku Panji Laksana. Aku merasa bangga bisa bertemu dengan pemuda pewaris kujang emas,” ujar Panji Laksana. Saraswati menunduk malu, menyembunyikan pipinya yang memerah. “Pemuda itu memang sangat tampan sesuai dengan perkataan orang-orang,” gumamnya. Saraswati berdeham saat Panji Laksana menyikutnya. “Aku Saraswati. Aku juga merasa bangga bisa bertemu denganmu.” Lingga membalas salam dua saudara kembar itu. “Namaku Lingga. Senang bertemu dengan kalian. Aku harap kita bisa berteman dengan baik.” Sekar

  • Pendekar Kujang Emas   675. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Lingga segera mendekati Tarusbawa. “Guru, apa kau baik-baik saja?” Tarusbawa seketika berjongkok, menahan rasa panas dan sesak yang semakin menjalar di dadanya. Ia sontak terdiam saat mendengarkan ucapan seseorang. Sebuah cahaya merah seketika terlihat di dada Tarusbawa, bergerak beberapa kali. “Guru.” Lingga mengamati cahaya itu saksama, melompat mundur saat cahaya itu keluar dari dada Tarusbawa. “Cahaya merah apa itu?” Cahaya itu mengelilingi Lingga selama beberapa kali, terbang ke langit, kemudian perlahan turun hingga berhadapan dengan Lingga. Tak lama setelahnya, cahaya itu berubah menjadi sosok Prabu Nilakendra. “Prabu.” Lingga segera memberikan salam penghormatan. “Kau sudah menunjukkan perjuangan hingga sampai di titik ini. Dengan munculnya mustika merah ini dari Tarusbawa, maka waktu ujianmu akan segera dimulai,” ujar Prabu Nilakendra sembari menunjukkan sebuah benda bulat bercahaya merah di tangannya. “Waktu ujianku sudah dimulai?” “Aku ingin mengingatkanm

  • Pendekar Kujang Emas   674. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Baik, Guru.” Sekar Sari mengangguk.“Indra, antarkan Panji Laksana ke ruangan kalian. Dia juga akan tinggal bersamamu dan yang lain mulai sekarang,” ujar Ganawirya.Panji Laksana mengikuti Indra. Kedua pemuda itu menghilang saat melewati beberapa gubuk. Suasana masih terasa canggung, apalagi bagi Sekar Sari dan Saraswati yang saling mengamati satu sama lain.Sekar Sari dan Saraswati berjalan menuju gubuk para wanita, sedangkan Meswara, Jaka, dan Arya masih berada di depan gubuk saat Ganawirya memberi perintah pada mereka.Sekar Sari melirik Saraswati berkali-kali. Kepalanya penuh dengan pertanyaan saat ini. “Hanya dengan melihat matanya saja, dia pastilah gadis yang sangat cantik. Aku melihat Kakang Indra dan yang lain juga terpana saat melihatnya.”Saraswati mengamati keadaan sekeliling. “Padepokan ini sangat tenang dan menyenangkan. Aku menyukai tempat ini.”Sekar Sari berhenti di depan sebuah gubuk, menaiki undakan tangga kecil, membuka pintu. “Ini adalah gubuk tempat tinggalku. A

  • Pendekar Kujang Emas   673. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana mengangguk. “Aki kami, Sanjaya, memerintahkan kami berdua untuk menemui kalian bertiga atau salah satu dari kalian bertiga. Aki ingin memberi tahukan soal keberadaannya pada kalian. Beberapa bulan lalu setelah kami melihat dan merasakan kekuatan pusaka kujang emas, Aki mengingat semua kembali ingatannya yang telah hilang.”“Bangkitnya pusaka kujang emas terjadi untuk ketiga kalinya. Terakhir kali saat kami, pasukan pendekar golongan putih, melawan dua siluman kembar dan para pendekar golongan hitam. Lingga mengurung mereka di Jaya Tonggoh,” ujar Tarusbawa. Panji Laksana memberikan sebuah pisau pada Tarusbawa. “Aki memerintahkan kami untuk memberikan pisau ini pada pemuda pewaris kujang emas. Pisau itu adalah kunci untuk memasuki Nusa Larang, tempat di mana Aki dan kami berada selama ini. Saat pisau itu bersinar, maka saat itulah waktu yang tepat bagi si pewaris kujang emas untuk menemui Aki.”Tarusbawa mengambil pisau itu, mengamati saksama. “Lingga sedang berlatih saat

  • Pendekar Kujang Emas   672. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Atap-atap gubuk mulai terlihat saat Panji Laksana dan Saraswati keluar dari kungkungan pohon. Mereka melihat sebuah ari terjun dan sungai yang mengalir jernih. Begitu memasuki padepokan, mereka mendapati beberapa murid dan tabib yang tampak hilir mudik.Panji Laksana dan Saraswati mengamati keadaan sekeliling. Beberapa murid melihat kedatangan mereka dengan tatapan bertanya-tanya, saling berbisik-bisik.“Aku sudah lama tidak melihat sebuah padepokan, Kakang.” Saraswati tersenyum saat melihat beberapa gadis tampak berbondong-bondong menuju sebuah tepat.“Kau tampaknya menyukai tempat ini, Saraswati.” Panji Laksana mengamati beberapa pemuda seusianya yang beriringan menuju arah utara.“Tentu saja aku menyuai tempat ini, kakang. Sejak kecil, kita hidup bersama Aki di tempat rahasia yang tidak dimasuki oleh orang-orang. Kita hanya bisa melihat mereka dari jarak jauh. Aku sejujurnya ingin seperti gadis lainnya.”“Semua yang Aki perintahkan semata-mata untuk melindungi kita, Saraswati.”“Ak

  • Pendekar Kujang Emas   671. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Ganawirya menoleh pada Jaka sesaat. “Jaka, kau dan yang lain harus ikut bersama kami ke sisi Lebak Angin. Aku dan Raka Limbur Kancana akan menunggu kalian di sana.”Jaka mengangguk meski masih bingung dengan keadaan yang terjadi. “Aku mengerti, Guru. Aku dan yang lain akan segera pergi secepatnya.”Ganawirya dan Limbur Kancana segera menghilang dari gubuk.Jaka bergegas keluar dari gubuk, mengamati keadaan sekeliling. Ia melompat ke atap gubuk, bersiul beberapa kali.Sekar Sari berhenti meramu obat sesaat, menoleh saat melihat beberapa bayangan berkelebat sangat cepat di langit. “Aku melihat Kakang Indra dan Kakang Meswara berlari menuju gubuk Guru. Apa sudah terjadi sesuatu?”Sekar Sari berlari menuju luar gubuk setelah menyimpan ramuan ke lemari. Gadis itu terdiam saat melihat Indra dan yang lain bergerak sangat cepat. “Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu. Tapi, kenapa mereka tidak memberi tahuku?”Sekar Sari bergegas menuju gubuk Ganawirya, mengintip keadaan di dalam ruangan me

  • Pendekar Kujang Emas   670. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Kalian bukankah anggota rombongan pengantar bahan baku dan makanan ke Lebak Angin. Kalian adalah pendekar,” ujar si pemimpin pendekar. Panji Laksana dan Saraswati turun dari kuda, mengamati para pendekar yang masih mengelilingi mereka. “Katakan siapa kalian dan tujuan kalian. Jika kalian tetap tutup mulut, kami akan bertindak kasar pada kalian!”“Tunggu, Kisanak. Kami memang bukanlah anggota rombongan, tetapi kami bukanlah orang jahat. Kami ingin pergi ke Lebak Angin untuk bertemu dengan pendekar bernama Ganawirya. Kami memiliki pesan penting,” kata Panji Laksana. “Kalian masih belum menjawab pertanyaan kami. Siapa kalian?”“Aku Panji Laksana dan gadis ini adalah adik kembarku, Saraswati. Kami berasal dari wilayah yang bernama Nusa Larang.” “Nusa Larang?” Para pendekar saling bertatapan sesaat, berbisik-bisik. “Periksa mereka sekarang juga!”Satu pendekar pria segera memeriksa Panji Laksana, dan seorang pendekar wanita bergegas mendekati Sarawati. Keduanya melakukan pemeriksaan

  • Pendekar Kujang Emas   669. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Langit tampak sangat cerah. Kawanan burung bergerak ke arah timur. Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan. Beberapa tupai terlihat berada di sebuah dahan pohon, mengamati seorang pemuda yang tengah duduk di atas sebuah batu.Pemuda itu tidak lain adalah Lingga. Tak lama setelah tiba di tempat ini, ia segera berlatih. Tarusbawa memperhatikannya dari puncak pohon, tidak berkata apa pun.Lingga tiba-tiba melompat ke langit, melakukan gerakan pemanggil kujang emas. Begitu pusaka itu muncul dan berada di tangannya, beberapa hewan dengan segera menjauh.Lingga mendarat di sungai, mengambang di atas aliran air yang tenang. Begitu matanya terbuka, kakinya mengentak air dan melesat ke arah depan. Air seketika memercik ke sekeliling. Pemuda itu menggerakkan kujang ke kiri dan kanan.Tarusbawa duduk bersila, memejamkan mata, berusaha menghubungi sosok pendekar Sayap Putih bernama Sanjaya. Akan tetapi, ia masih belum bisa terhubung dengan temannya.Matahari terus b

  • Pendekar Kujang Emas   668. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Sanjaya,” ujar Tarusbawa yang kemudian termenung agak lama.Tarusbawa berdiri dari semedinya, mengamati keadaan ruangan yang temaram. Langit tampak gelap di mana cahaya bulan terhalang oleh awan hitam.Api obor bergerak-gerak saat Tarusbawa meninggalkan ruangan. Pendekar itu menuruni tangga kayu, berdiri di tengah-tengah tanah lapang. Saat mendongak ke langit, awan-awan hitam bergerak menjauh hingga bulan nyaris sempurna terlihat.Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan.“Aku merasakan kekuatan Sanjaya. Dia kemungkinan sudah terlepas dari jurus Aji Panday sehingga bisa mengingat jelas semua kejadian yang lalu. Aku harus segera bertemu dengannya.”“Tidak. Ini bukan waktu yang tepat.” Tarusbawa mengepal tangan erat-erat, menyentuh dadanya. “Lingga harus lulus dari ujian lebih dahulu sebelum aku dan dia bertemu dengan Sanjaya. Dengan merasakan kekuatannya, aku bisa tahu jika Sanjaya masih hidup di suatu tempat.”Tarusbawa mengentak kedua kaki kuat-kuat, me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status