"Kau bermaksud menghinaku?"
“Tidak. Aku tidak bermaksud menghinamu atau merendahkan kamu. Tapi aku bermaksud memacu semangatmu agar terus menuntut ilmu setinggi mungkin, supaya kau tidak direndahkan oleh orang lain!"
Badai Kelabu akhirnya hempaskan napas panjang, lalu berkata, "Sulit sekali membantah kata-katamu. Sebaiknya memang kita segera bertolak dari pulau ini menuju Pulau Hitam. Sebaiknya... sebaiknya aku memeriksa perahu dulu sebelum berangkat!"
"Aku hanya akan membawa Dewa Racun. Mungkin dia bisa membantuku!"
Tanpa diketahui oleh mereka, sepasang mata memperhatikan percakapan itu dan mencuri dengar semuanya. Sepasang mata itu adalah milik Cempaka Ungu yang berwajah berang.
-o0o-
Baru saja menapakkan kakinya di pasir pantai, Badai Kelabu sudah mendapat serangan dari arah belakang. Hembusan angin panas terasa melesat mendekati punggungnya. Badai Kelabu cepat sentakkan kaki dan melesat ke samping.
Wuttt...! Da
"Sial! Dia mengetahui keadaanku!" geram Cempaka Ungu dalam hatinya. Karena rasa malu, maka tanpa bicara apa-apa lagi, ia segera sentakkan kaki dan kembali menerjang ke arah lawannya."Hiaaat...!"Wugggh...! Wugggh...!Dua sosok perempuan itu saling terjang kembali di udara. Pedang mereka saling dikibaskan dengan cepat.Trang trang trang...!Buhgg...! Jleg...!Cempaka Ungu mendaratkan kakinya di tanah, ia telah berhasil menyodok bagian bawah ketiak lawannya dengan siku yang berkekuatan tenaga dalam.Sodokannya tadi terasa terkena telak. Itulah sebabnya ia membalikkan tubuh dengan tersenyum angkuh. Badai Kelabu berhasil berdiri dengan tegak walau tadi saat mendaratkan kakinya di atas batu tempat berdirinya Cempaka Ungu itu hampir saja ia terjungkal jatuh.Sodokan keras bertenaga dalam terasa meremukkan tulang rusuk dan menahan jalur pernapasannya. Tetapi ia masih mampu menahan dengan mengeraskan seluruh urat yang ada di sekitar b
"Cukup asing namamu itu di telingaku! Pangeran Berdarah...! Sebuah nama yang belum kondang, tentunya!" ejek Badai Kelabu.Pangeran Berdarah merasa terhina dan menggeram gusar. Wajahnya yang tampan kelihatan buas dan liar. Segera ia sentakkan tangan kanannya ke arah sebuah batu, wuut...! ia lepaskan pukulan tenaga dalamnya ke sana. Badai Kelabu hanya melirik dengan menyimpan rasa heran, ia sangka Pangeran Berdarah memamerkan ilmunya.Batu itu tidak pecah. Badai Kelabu sunggingkan senyum tipis meremehkan. Tapi belum habis senyumnya, tiba-tiba ia merasakan gelombang hawa panas mendekatinya dengan gerakan cepat, arahnya dari batu yang habis dihantam Pangeran Berdarah.Wuusss...! Beeghh...!Badai Kelabu terjungkal jatuh dan berguling-guling bagai dilanda angin topan yang bertenaga besar. Rupanya pukulan yang dilepaskan Pangeran Berdarah itu sengaja dipantulkan melalui batu tersebut untuk mengecohkan lawan, sehingga lawan menjadi kelabakan."Edan! Ini ju
"Ibu Ratu," kata Pangeran Berdarah dengan sopan, "Saya mohon Ibu Ratu tidak menaruh curiga kepada tiga teman saya itu, mereka adalah Jalak Putih, si Latah Lidah dan Penghulu Petir. Mereka yang akan membantu saya dalam mengejar larinya Tapak Baja. Pusaka milik Guru saya telah dicuri oleh Tapak Baja dan....""Aku sudah mendengar," sahut Ratu Pekat. "Pusaka Tombak Kematian milik gurumu; Ki Jangkar Langit, telah berada di tangan Tapak Baja, si Nakhoda Kapal Neraka itu."Pendekar Kera Sakti dan Dewa Racun diam saja. Tapi Dewa Racun manggut-manggut dan baru tahu bahwa Pangeran Berdarah adalah murid dari Ki Jangkar Langit, pemilik Pusaka Tombak Kematian itu. Pendekar Kera Sakti pun baru tahu hal itu, tapi ia sepertinya tidak begitu peduli siapa Pangeran Berdarah, ia garuk-garuk kepalanya sambil mengikuti percakapan tersebut.Pangeran Berdarah berkata kepada Ratu Pekat, "Saya datang kemari di samping untuk menengok keadaan Cempaka Ungu dan Ibu Ratu, juga mencari tahu ke
Penghulu Petir, yang sejak tadi duduk di belakang agak samping dari Badai Kelabu, segera menyumbang kata, “Tapak Baja memang keji dan ganas. Kabar terakhir yang saya terima, bahwa dari sejumlah dua puluh tujuh orang anak buahnya dalam Kapal Neraka itu, sekarang tinggal satu orang, yaitu yang bernama Hantu Laut. Dua puluh enam anak buahnya itu kebanyakan mati di tangan Tapak Baja sendiri. Tetapi dengan adanya Pangeran Berdarah dan kami bertiga di sini, Ratu tidak perlu cemas lagi. Kami mampu menghadapi Tapak Baja dan Hantu Laut. Kami sudah perhitungkan kekuatan mereka, dan kami sudah atur satu rencana perlawanan sendiri!"Semua mata tertuju pada orang berusia lima puluh tahun yang berambut abu-abu itu. Rambutnya pendek, tubuhnya kurus, matanya sedikit sipit, ia mengenakan jubah panjang warna ungu tua yang sudah kumal, tanpa mengenakan baju dalam, tapi memakai celana abu-abu dengan ikat pinggang kain putih. Jubahnya itu tak pernah ditutup, sehingga tulang iganya tampak be
“Tapi, kau tahu cara menanggulangi semua jenis racun berbahaya, Pendekar Kera Sakti?""Hmmm... mungkin tidak semua racun kuketahui juga cara penanggulangannya. Tapi, mungkin juga aku bisa menawarkan semua jenis racun dari yang berbahaya dan yang tidak berbahaya.""Kenapa masih bersifat mungkin? Kenapa kau tidak tahu dengan pasti, Baraka?""Karena aku belum pernah mencoba menawarkan semua jenis racun!" jawab Pendekar Kera Sakti dengan bersikap jujur, namun menyembunyikan kepandaiannya.Kepandaian yang ada pada Pendekar Kera Sakti, serta tingginya ilmu Baraka, telah membuat Badai Kelabu menjadi sering berpikir tentang diri Baraka. Namun Badai Kelabu menganggap Pendekar Kera Sakti lelaki yang dingin terhadap perempuan. Terbukti, semalam ia tidur di dalam kamar beratap rumbia itu, tapi tak sedikit pun tubuhnya terasa disentuh oleh Pendekar Kera SaktiBaraka ada di haluan bersama Dewa Racun. Bahkan sesekali Baraka yang mengendalikan lajunya perahu
Dalam usia enam puluh tahun lebih itu, Tapak Baja masih bisa memandang dengan awas, gerakan matanya cukup lincah, sehingga ia tahu ada satu orang yang sudah terluka, namun masih bisa bangkit dan hendak menyerangnya dari samping kiri. Seketika itu tangannya menyentak dan sebuah pukulan bercahaya biru melesat menghantam dada orang itu hingga jebol. Berhamburanlah isi dada orang malang itu."Hantu Laut," serunya. "Habisi mereka! Tinggal beberapa gelintir saja! Aku mau istirahat dulu!""Siapa yang sekarat!" sahut Hantu Laut yang memang agak tuli sejak kedua telinganya pernah dihantam oleh Tapak Baja pada saat orang keji itu marah di atas kapalnya dulu."Aku mau istirahat!" bentak Tapak Baja sambil tetap memegangi sebuah tombak bergagang hitam. Itulah Pusaka Tombak Kematian yang sedang diributkan di kalangan para tokoh persilatan."O, Nakhoda mau istirahat dulu? Silakan! Biar aku yang merampungkan sisa tikus-tikus kecil ini, ha ha ha ha...!"Hantu Laut
Pada saat kematian Tambak Lanang itulah, Baraka, Dewa Racun, dan Badai Kelabu muncul dari tempat yang lebih tinggi. Dari sana mereka bisa melihat kematian Tambak Lanang, dan tepuk tangan Tapak Baja yang ditepukkan pada pahanya, dengan satu tangan tetap memegangi Pusaka Tombak Kematian.Plok plok plok....!"Bagus, bagus, bagus...! Itu baru namanya kerja yang bagus!""Mengejar ikan gabus...! Ah, untuk apa aku harus mengejar ikan gabus, Nakhoda?""Kubilang, itu kerja yang bagus! Bukan kusuruh mengejar ikan gabus! Dasar budek!" bentak Tapak Baja dengan mata mendelik membuat Hantu Laut ciut nyali.Di balik rimbunan pohon, di atas sana, tiga makhluk saling berbisik-bisik. Badai Kelabu yang mendului bicara kepada Baraka, "Itu dia orangnya yang bernama Tapak Baja!""Yang tua dan memegang tombak berujung taring babi hutan itu?""Ya. Dan yang berkepala gundul itu adalah Hantu Laut, anak buahnya yang tinggal satu-satunya itu!""Mer... mer
"Bagus, bagus...!" Tapak Baja manggut-manggut.Kemudian ia serukan perintah kepada Hantu Laut."Hantu Laut, bunuh dia!""O, tidak. Aku tidak butuh dia!""Bunuh! Kataku, bunuh dia! Bukan butuh dia!" bentak Tapak Baja yang membuat Hantu Laut menjadi makin gugup."O, bunuh! Baa... baik....!"Maka, serta-merta Hantu Laut menyerang Resi Kidung Sentanu dengan tubuhnya yang melayang dan kakinya menendang lurus ke depan. Dada kurus Resi Kidung Sentanu menjadi sasaran kaki itu. Dan karena Resi Kidung Sentanu tidak menghindar serta tidak pula menangkis, maka dada itu menjadi sasaran telak bagi kaki Hantu Laut yang bertelapak besar itu.Buegggh...!Terdengar mantap sekali tendangan itu. Tetapi tubuh kurus itu tidak bergeming sedikit pun. Berguncang pun tidak. Bahkan wajah Hantu Laut tampak menyeringai merasakan linu pada tulang kakinya yang seperti menendang sebongkah batu gunung atau bagai menendang dinding baja padat."Hancurkan