Share

642. Part 5

last update Last Updated: 2024-11-13 01:01:44

"Ibu Ratu," kata Pangeran Berdarah dengan sopan, "Saya mohon Ibu Ratu tidak menaruh curiga kepada tiga teman saya itu, mereka adalah Jalak Putih, si Latah Lidah dan Penghulu Petir. Mereka yang akan membantu saya dalam mengejar larinya Tapak Baja. Pusaka milik Guru saya telah dicuri oleh Tapak Baja dan...."

"Aku sudah mendengar," sahut Ratu Pekat. "Pusaka Tombak Kematian milik gurumu; Ki Jangkar Langit, telah berada di tangan Tapak Baja, si Nakhoda Kapal Neraka itu."

Pendekar Kera Sakti dan Dewa Racun diam saja. Tapi Dewa Racun manggut-manggut dan baru tahu bahwa Pangeran Berdarah adalah murid dari Ki Jangkar Langit, pemilik Pusaka Tombak Kematian itu. Pendekar Kera Sakti pun baru tahu hal itu, tapi ia sepertinya tidak begitu peduli siapa Pangeran Berdarah, ia garuk-garuk kepalanya sambil mengikuti percakapan tersebut.

Pangeran Berdarah berkata kepada Ratu Pekat, "Saya datang kemari di samping untuk menengok keadaan Cempaka Ungu dan Ibu Ratu, juga mencari tahu ke

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Pendekar Kera Sakti   643. Part 6

    Penghulu Petir, yang sejak tadi duduk di belakang agak samping dari Badai Kelabu, segera menyumbang kata, “Tapak Baja memang keji dan ganas. Kabar terakhir yang saya terima, bahwa dari sejumlah dua puluh tujuh orang anak buahnya dalam Kapal Neraka itu, sekarang tinggal satu orang, yaitu yang bernama Hantu Laut. Dua puluh enam anak buahnya itu kebanyakan mati di tangan Tapak Baja sendiri. Tetapi dengan adanya Pangeran Berdarah dan kami bertiga di sini, Ratu tidak perlu cemas lagi. Kami mampu menghadapi Tapak Baja dan Hantu Laut. Kami sudah perhitungkan kekuatan mereka, dan kami sudah atur satu rencana perlawanan sendiri!"Semua mata tertuju pada orang berusia lima puluh tahun yang berambut abu-abu itu. Rambutnya pendek, tubuhnya kurus, matanya sedikit sipit, ia mengenakan jubah panjang warna ungu tua yang sudah kumal, tanpa mengenakan baju dalam, tapi memakai celana abu-abu dengan ikat pinggang kain putih. Jubahnya itu tak pernah ditutup, sehingga tulang iganya tampak be

    Last Updated : 2024-11-13
  • Pendekar Kera Sakti   644. Part 7

    “Tapi, kau tahu cara menanggulangi semua jenis racun berbahaya, Pendekar Kera Sakti?""Hmmm... mungkin tidak semua racun kuketahui juga cara penanggulangannya. Tapi, mungkin juga aku bisa menawarkan semua jenis racun dari yang berbahaya dan yang tidak berbahaya.""Kenapa masih bersifat mungkin? Kenapa kau tidak tahu dengan pasti, Baraka?""Karena aku belum pernah mencoba menawarkan semua jenis racun!" jawab Pendekar Kera Sakti dengan bersikap jujur, namun menyembunyikan kepandaiannya.Kepandaian yang ada pada Pendekar Kera Sakti, serta tingginya ilmu Baraka, telah membuat Badai Kelabu menjadi sering berpikir tentang diri Baraka. Namun Badai Kelabu menganggap Pendekar Kera Sakti lelaki yang dingin terhadap perempuan. Terbukti, semalam ia tidur di dalam kamar beratap rumbia itu, tapi tak sedikit pun tubuhnya terasa disentuh oleh Pendekar Kera SaktiBaraka ada di haluan bersama Dewa Racun. Bahkan sesekali Baraka yang mengendalikan lajunya perahu

    Last Updated : 2024-11-13
  • Pendekar Kera Sakti   645. Part 8

    Dalam usia enam puluh tahun lebih itu, Tapak Baja masih bisa memandang dengan awas, gerakan matanya cukup lincah, sehingga ia tahu ada satu orang yang sudah terluka, namun masih bisa bangkit dan hendak menyerangnya dari samping kiri. Seketika itu tangannya menyentak dan sebuah pukulan bercahaya biru melesat menghantam dada orang itu hingga jebol. Berhamburanlah isi dada orang malang itu."Hantu Laut," serunya. "Habisi mereka! Tinggal beberapa gelintir saja! Aku mau istirahat dulu!""Siapa yang sekarat!" sahut Hantu Laut yang memang agak tuli sejak kedua telinganya pernah dihantam oleh Tapak Baja pada saat orang keji itu marah di atas kapalnya dulu."Aku mau istirahat!" bentak Tapak Baja sambil tetap memegangi sebuah tombak bergagang hitam. Itulah Pusaka Tombak Kematian yang sedang diributkan di kalangan para tokoh persilatan."O, Nakhoda mau istirahat dulu? Silakan! Biar aku yang merampungkan sisa tikus-tikus kecil ini, ha ha ha ha...!"Hantu Laut

    Last Updated : 2024-11-13
  • Pendekar Kera Sakti   646. Part 9

    Pada saat kematian Tambak Lanang itulah, Baraka, Dewa Racun, dan Badai Kelabu muncul dari tempat yang lebih tinggi. Dari sana mereka bisa melihat kematian Tambak Lanang, dan tepuk tangan Tapak Baja yang ditepukkan pada pahanya, dengan satu tangan tetap memegangi Pusaka Tombak Kematian.Plok plok plok....!"Bagus, bagus, bagus...! Itu baru namanya kerja yang bagus!""Mengejar ikan gabus...! Ah, untuk apa aku harus mengejar ikan gabus, Nakhoda?""Kubilang, itu kerja yang bagus! Bukan kusuruh mengejar ikan gabus! Dasar budek!" bentak Tapak Baja dengan mata mendelik membuat Hantu Laut ciut nyali.Di balik rimbunan pohon, di atas sana, tiga makhluk saling berbisik-bisik. Badai Kelabu yang mendului bicara kepada Baraka, "Itu dia orangnya yang bernama Tapak Baja!""Yang tua dan memegang tombak berujung taring babi hutan itu?""Ya. Dan yang berkepala gundul itu adalah Hantu Laut, anak buahnya yang tinggal satu-satunya itu!""Mer... mer

    Last Updated : 2024-11-14
  • Pendekar Kera Sakti   647. Part 10

    "Bagus, bagus...!" Tapak Baja manggut-manggut.Kemudian ia serukan perintah kepada Hantu Laut."Hantu Laut, bunuh dia!""O, tidak. Aku tidak butuh dia!""Bunuh! Kataku, bunuh dia! Bukan butuh dia!" bentak Tapak Baja yang membuat Hantu Laut menjadi makin gugup."O, bunuh! Baa... baik....!"Maka, serta-merta Hantu Laut menyerang Resi Kidung Sentanu dengan tubuhnya yang melayang dan kakinya menendang lurus ke depan. Dada kurus Resi Kidung Sentanu menjadi sasaran kaki itu. Dan karena Resi Kidung Sentanu tidak menghindar serta tidak pula menangkis, maka dada itu menjadi sasaran telak bagi kaki Hantu Laut yang bertelapak besar itu.Buegggh...!Terdengar mantap sekali tendangan itu. Tetapi tubuh kurus itu tidak bergeming sedikit pun. Berguncang pun tidak. Bahkan wajah Hantu Laut tampak menyeringai merasakan linu pada tulang kakinya yang seperti menendang sebongkah batu gunung atau bagai menendang dinding baja padat."Hancurkan

    Last Updated : 2024-11-14
  • Pendekar Kera Sakti   648. Part 11

    Bukk...!Punggung Hantu Laut sendiri yang terkena serangan dari kaki Tapak Baja. Cukup keras tendangan Nakhoda Kapal Neraka itu, membuat Hantu Laut tersentak ke depan dan celingak-celinguk kebingungan, tak tahu mengapa ia ditendang oleh sang Nakhoda."Serang dia!! Jangan teriak saja!" bentak Tapak Baja."Baik! Hiaaat...!" Hantu Laut cepat keluarkan yoyo mautnya. Yoyo itu diputarputar di atas kepala.Wuung wuung wuung....! Wesss...!Hampir saja mengenai wajah Tapak Baja jika kepala bengis itu tidak segera ditarik ke belakang."Maju, Goblok!"Begg...!Kaki Tapak Baja menendang pantat Hantu Laut hingga orang gundul itu tersentak maju dua tindak. Badai Kelabu hanya bergerak pelan mencari kesempatan melancarkan pukulan jarak jauh. Ia tak berani mendekat, karena senjata yoyo itu dapat melukainya sewaktu-waktu. Hantu Laut sendiri masih tetap memutar-mutarkan yoyonya hingga menimbulkan suara berdengung mirip lebah mengelilingi tempat i

    Last Updated : 2024-11-14
  • Pendekar Kera Sakti   649. Part 12

    Kulit yang terluka itu bergerak-gerak seperti tersiram air keras. Asap tipis mengepul dari luka tersebut. Lalu, dalam waktu yang amat singkat luka itu mengering dan akhirnya hilang tak berbekas.Kesempatan itu digunakan oleh Resi Kidung Sentanu untuk melesat bagaikan terbang, mengambil Badai Kelabu agar tidak menjadi sasaran terdekat dari kemarahan Tapak Baja. Tubuh berpakaian kuning itu seperti seekor kelelawar raksasa yang terbang dengan cepatnya.Wuurrrr....!"Mau ke mana kau, Kunyuk!" sentak Tapak Baja sambil mendongak ke atas. Ia segera melepaskan Hantu Laut, lalu sentakkan kaki dan melompat ke salah satu tempat, ia melihat bayangan Resi Kidung Sentanu bergerak di tanah berumput. Tapak Baja segera menoreh bayangan itu dengan menggunakan ujung tombak pusaka tersebut.Gress....!"Ahhg...!" terdengar pekik Resi Kidung Sentanu dengan suara tertahan pada saat ia masih berada di udara. Rupanya dengan menggoreskan ujung tombak ke bayangan, Resi Kidun

    Last Updated : 2024-11-14
  • Pendekar Kera Sakti   650. Part 13

    Tubuh Dewa Racun melengkung ke depan. Punggungnya robek, darah keluar menghitam di rompi bulunya yang juga robek bagai habis digores dengan benda yang amat tajam itu. Dewa Racun limbung menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya."Mampus kau tikus busuuuk...!" teriak Tapak Baja sambil melompat dan hendak menancapkan tombak itu ke punggung Dewa Racun. Pendekar Kera Sakti cepat-cepat melepaskan pukulan jarak jauhnya. Namun, sebelum pukulannya terlepas, tiba-tiba tubuh Tapak Baja tersentak dan terlempar jauh hingga membentur pohon yang dipakai duduk bersandar oleh Hantu Laut.Begggh....!"Uuhg...!"Ia memekik kesakitan. "Ada yang menyerang dari persembunyian, Nakhoda!"Plokk...!Wajah berkepala gundul ditampar telak oleh Tapak Baja, lalu ia membentak, "Aku tahu! Aku tak perlu saranmu!"Hantu Laut tak berani bicara lagi. Ia segera bangkit dan berniat menyerang Dewa Racun yang terluka parah, sedang merangkak mendekati Badai Kelabu. Tetapi tang

    Last Updated : 2024-11-15

Latest chapter

  • Pendekar Kera Sakti   1040. Part 15

    "Gandarwo! Sekarang giliran kau bertarung melawanku secara jantan! Serahkan jubah itu atau kulenyapkan nyawamu sekarang juga!"Gandarwo diam saja, tapi matanya memandang dan mulutnya menyeringaikan senyum. Dan tiba-tiba kepala Mandraloka jatuh sendiri dari lehernya bagai ada yang memenggalnya dalam gaib. Gandarwo tertawa terbahak-bahak, karena ia membayangkan kepala Mandraloka terpenggal, dan ternyata menjadi kenyataan.Tiba-tiba tubuh Gandarwo tersentak jatuh dari kuda karena punggungnya ada yang menendangnya dengan kuat. Gandarwo terguling-guling di tanah, dan begitu bangkit ternyata Marta Kumba sudah berdiri di depannya, pedangnya pun dicabut dengan cepat.Gandarwo menggeram dengan pancaran mata kemarahannya, "Kau juga ingin memiliki jubah ini, Anak Dungu!""Ya! Untuk kekasihku, aku harus bertarung melawanmu!""Kasihan...!""Uhg...!" Marta Kumba tiba-tiba menghujamkan pedangnya sendiri ke perutnya dengan sentakan kuat.Gandarwo mem

  • Pendekar Kera Sakti   1039. Part 14

    "Ha ha ha ha...! Kalau sudah begini, siapa yang akan melawanku? Siapa yang akan mengalahkan Gandarwo, hah! Huah ha ha...! O, ya... aku akan membuat nama baru! Bukan Gandarwo lagi namaku! Biar wajahku angker menurut orang-orang, tapi aku punya jubah keramat begini, aku menjadi seperti malaikat! Hah...! Tak salah kalau aku memakai nama Malaikat Jubah Keramat! Ya... itu nama yang cocok untukku! Malaikat Jubah Keramat! Huah ha ha ha...!"Clapp...!Seekor kuda muncul di depan Gandarwo. Karena ia memang membayangkan seekor kuda yang akan dipakainya mengelilingi dunia persilatan dan mengalahkan jago-jago silat dari mana saja. Sesuai dengan apa yang ada dalam bayangan pikirannya, kuda itu adalah kuda jantan berbulu hitam yang kekar, dengan pelana indah berlapis emas pada tepian pelananya.Gandarwo naik di atas punggung kuda dengan gagahnya. Tapi pada saat itu, dua pasang mata ternyata sedang memperhatikan dari kejauhan. Dua pasang mata itu adalah milik Ratna Prawitasari

  • Pendekar Kera Sakti   1038. Part 13

    Crakk...!Ujung-ujung tombak itu mengenai lantai marmer, dan sebagian lantai ada yang gompal. Tetapi tubuh Gandarwo selamat dari hujaman tombak-tombak itu. Kalau ia tak cepat bergerak dan berguling ke depan, matilah ia saat itu juga."Jebakan!" ucap Gandarwo sambil matanya membelalak tapi mulutnya menyunggingkan senyum kegirangan."Pasti ini jebakan buat orang yang tak hati-hati dalam perjalanannya menuju makam itu! Ah, tak salah dugaanku! Pasti ini jalan menuju makam Prabu Indrabayu!"Semakin beringas girang wajah Gandarwo yang angker. Semakin banyak ia menghadapi jebakan-jebakan di situ, dan masing-masing jebakan dapat dilaluinya, sampai ia tiba di jalanan bertangga yang arahnya menurun. Setiap langkah sekarang diperhitungkan betul oleh Gandarwo. Tangga yang menurun berkelok-kelok itu tidak menutup kemungkinan akan ada jebakannya pula.Ternyata benar. Salah satu anak tangga yang diinjak membuat dinding lorong menyemburkan asap hitam. Gandarwo bur

  • Pendekar Kera Sakti   1037. Part 12

    "Aku tidak membawa almari! Untuk apa aku bawa-bawa almari!"Nyai Cungkil Nyawa berteriak jengkel, "Kataku, mau apa kau kemari!""Ooo... mau apa kemari?" Hantu Laut nyengir sambil menahan sakit. Nyai Cungkil Nyawa tidak tahu bahwa Hantu Laut adalah orang yang agak tuli, karena dulunya ketika ikut Kapal Neraka, dan menjadi anak buah Tapak Baja, ia sering digampar dan dipukul bagian telinganya, jadi sampai sekarang masih rada budek. (Baca serial Pendekar Kera Sakti dalam episode: "Tombak Kematian")."Aku ke sini tidak sengaja, Nek. Tujuanku cuma mau cari orang yang bernama Baraka! Dia harus segera pergi mengikutiku, karena aku mendapat perintah untuk menghubungi dia dari kekasihnya, bahwa....""Nanti dulu jangan cerita banyak-banyak dulu...!" potong Nyai Cungkil Nyawa, "Apakah kau teman Baraka?""Aku anak buahnya Baraka! Aku diutus oleh Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat untuk menyusul dia, sebab akan diadakan peresmian istana yang sudah selesai di

  • Pendekar Kera Sakti   1036. Part 11

    Nyai Cungkil Nyawa terlempar dan jatuh di atas reruntuhan bekas dinding dua sisi. Ia terkulai di sana bagaikan jemuran basah. Tetapi kejap berikutnya ia bangkit dan berdiri di atas reruntuhan dinding yang masih tegak berdiri sebagian itu. Ia tampak segar dan tidak mengalami cedera sedikit pun. Tetapi Mandraloka kelihatannya mengalami luka yang cukup berbahaya. Kedua tangannya menjadi hitam, sebagian dada hitam, dan separo wajahnya juga menjadi hitam. Tubuhnya pun tergeletak di bawah pohon dalam keadaan berbaring.Pelan-pelan Mandraloka bangkit dengan berpegangan pada pohon, ia memandangi kedua tangannya, dadanya, sayang tak bisa melirik sebelah wajahnya, ia tidak terkejut, tidak pula merasakan sakit yang sampai merintih-rintih. Tapi ia melangkah dengan setapak demi setapak, gerakannya kaku dan sebentar-sebentar mau jatuh.Ia menarik napas dalam-dalam. Memejamkan mata beberapa kejap. Setelah itu, membuka mata sambil menghembuskan napas pelan tapi panjang. Pada waktu itu

  • Pendekar Kera Sakti   1035. Part 10

    Nenek itu geleng-geleng kepala. "Sayang sekali wajahmu tampan tapi bodoh! Aku adalah si Cungkil Nyawa, penjaga makam ini!""Makam...! Bukankah ini petilasan sebuah keraton?""Keraton nenekmu!" umpat Nyai Cungkil Nyawa dengan kesal. "Ini makam! Bukan keraton! Kalau yang kalian cari reruntuhan bekas keraton, bukan di sini tempatnya! Kalian salah alamat! Pulanglah!""Kami tidak salah alamat!" bentak Ratna Prawitasari."Di reruntuhan inilah kami mencari jubah keramat itu! Karena kami tahu, di bawah reruntuhan ini ada ruangan penyimpan jubah keramat itu!""Dan kami harus menemukan jubah itu!" tambah Marta Kumba."Tak kuizinkan siapa pun menyentuh jubah itu! Dengar...!""Nenek ini cerewet sekali dan bandel!" geram Ratna Prawitasari."Pokoknya sudah kuingatkan, jangan sentuh apa pun di sini kalau kau ingin punya umur panjang dan ingin punya keturunan!" Setelah itu ia melangkah memunggungi Ratna Prawitasari dan Marta Kumba.Terd

  • Pendekar Kera Sakti   1034. Part 9

    Wuttt...! Kembali ia bergerak pelan dan sinar kuning itu ternyata berhenti di udara, tidak bergerak maju ataupun mundur."Menakjubkan sekali!" bisik Kirana dengan mata makin melebar.Sinar kuning itu tetap diam, tangan Ki Sonokeling terus berkelebat ke sana-sini dengan lemah lembut, dan tubuh Mandraloka bagai dilemparkan ke sana sini. Kadang mental ke belakang, kadang terjungkal ke depan, kadang seperti ada yang menyedotnya hingga tertatih-tatih lari ke depan, lalu tiba-tiba tersentak ke belakang dengan kuatnya dan terkapar jatuh.Dalam keadaan jatuh pun kaki Mandraloka seperti ada yang mengangkat dan menunggingkannya, lalu terhempas ke arah lain dengan menyerupai orang diseret.Sementara itu, Ki Sonokeling memutar tubuhnya satu kali dengan kaki berjingkat, hingga ujung jari jempolnya yang menapak di tanah.Wuttt...! Kemudian tangannya bergerak bagai mengipas sinar kuning yang sejak tadi diam di udara. Kipasan itu pelan, tapi membuat sinar kuning m

  • Pendekar Kera Sakti   1033. Part 8

    "Maksudmu!" Baraka terperanjat dan berkerut dahi."Lebih dari lima orang kubunuh karena dia mau mencelakaimu!""Lima orang!""Lebih!" tegas Kirana dalam pengulangannya."Waktu kau berjalan bersama orang hitam ini, tiga orang sudah kubunuh tanpa suara, dan kau tak tahu hal itu, Baraka!""Maksudmu, yang tadi itu?" tanya Baraka."Semalam!" jawab Kirana.Ki Sonokeling menyahut, "Jadi, semalam kita dibuntuti tiga orang?""Benar, Ki! Aku tak tahu siapa yang mau dibunuh, kau atau Baraka, yang jelas mereka telah mati lebih dulu sebelum melaksanakan niatnya!" jawab Kirana dengan mata melirik ke sana-sini.Ki Sonokeling jadi tertawa geli dan berkata, "Kita jadi seperti punya pengawal, Baraka!""Baraka," kata Kirana. "Aku harus ikut denganmu! Aku juga bertanggung jawab dalam menyelamatkan dan merebut pedang itu!"Baraka angkat bahu, “Terserahlah! Tapi kuharap kau...!"Tiba-tiba melesatlah benda mengkilap

  • Pendekar Kera Sakti   1032. Part 7

    "Bagaimana dengan Nyai Cungkil Nyawa, apakah dia punya minat untuk memiliki pedang pusaka itu?""Kurasa tidak! Nyai Cungkil Nyawa hanya mempertahankan makam itu sampai ajalnya tiba. Tak perlu pedang pusaka lagi, dia sudah sakti dan bisa merahasiakan pintu masuk ke makam itu. Toh sampai sekarang tetap tak ada yang tahu di mana pintu masuk itu.""Apakah Adipati Lambungbumi tidak mengetahuinya? Bukankah kakeknya dulu ikut mengerjakan makam itu?""O, kakeknya Lambungbumi hanya sebagai penggarap bagian atas makam saja. Dia penggarap pesanggrahan, tapi tidak ikut menggarap makam Prabu Indrabayu!""Ooo...!" Baraka manggut-manggut."Kau tadi kelihatannya tertarik dengan pedang pusakanya Ki Padmanaba, ya!""Tugasku adalah merebut pedang itu dari Rangka Cula!""Ooo...," kini ganti Ki Sonokeling yang manggut-manggut."Aku sempat terkecoh oleh ilmu sihirnya yang bisa mengubah diri menjadi orang yang kukenal. Kuserahkan pedang itu, dan tern

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status