Penghulu Petir, yang sejak tadi duduk di belakang agak samping dari Badai Kelabu, segera menyumbang kata, “Tapak Baja memang keji dan ganas. Kabar terakhir yang saya terima, bahwa dari sejumlah dua puluh tujuh orang anak buahnya dalam Kapal Neraka itu, sekarang tinggal satu orang, yaitu yang bernama Hantu Laut. Dua puluh enam anak buahnya itu kebanyakan mati di tangan Tapak Baja sendiri. Tetapi dengan adanya Pangeran Berdarah dan kami bertiga di sini, Ratu tidak perlu cemas lagi. Kami mampu menghadapi Tapak Baja dan Hantu Laut. Kami sudah perhitungkan kekuatan mereka, dan kami sudah atur satu rencana perlawanan sendiri!"
Semua mata tertuju pada orang berusia lima puluh tahun yang berambut abu-abu itu. Rambutnya pendek, tubuhnya kurus, matanya sedikit sipit, ia mengenakan jubah panjang warna ungu tua yang sudah kumal, tanpa mengenakan baju dalam, tapi memakai celana abu-abu dengan ikat pinggang kain putih. Jubahnya itu tak pernah ditutup, sehingga tulang iganya tampak be
“Tapi, kau tahu cara menanggulangi semua jenis racun berbahaya, Pendekar Kera Sakti?""Hmmm... mungkin tidak semua racun kuketahui juga cara penanggulangannya. Tapi, mungkin juga aku bisa menawarkan semua jenis racun dari yang berbahaya dan yang tidak berbahaya.""Kenapa masih bersifat mungkin? Kenapa kau tidak tahu dengan pasti, Baraka?""Karena aku belum pernah mencoba menawarkan semua jenis racun!" jawab Pendekar Kera Sakti dengan bersikap jujur, namun menyembunyikan kepandaiannya.Kepandaian yang ada pada Pendekar Kera Sakti, serta tingginya ilmu Baraka, telah membuat Badai Kelabu menjadi sering berpikir tentang diri Baraka. Namun Badai Kelabu menganggap Pendekar Kera Sakti lelaki yang dingin terhadap perempuan. Terbukti, semalam ia tidur di dalam kamar beratap rumbia itu, tapi tak sedikit pun tubuhnya terasa disentuh oleh Pendekar Kera SaktiBaraka ada di haluan bersama Dewa Racun. Bahkan sesekali Baraka yang mengendalikan lajunya perahu
Dalam usia enam puluh tahun lebih itu, Tapak Baja masih bisa memandang dengan awas, gerakan matanya cukup lincah, sehingga ia tahu ada satu orang yang sudah terluka, namun masih bisa bangkit dan hendak menyerangnya dari samping kiri. Seketika itu tangannya menyentak dan sebuah pukulan bercahaya biru melesat menghantam dada orang itu hingga jebol. Berhamburanlah isi dada orang malang itu."Hantu Laut," serunya. "Habisi mereka! Tinggal beberapa gelintir saja! Aku mau istirahat dulu!""Siapa yang sekarat!" sahut Hantu Laut yang memang agak tuli sejak kedua telinganya pernah dihantam oleh Tapak Baja pada saat orang keji itu marah di atas kapalnya dulu."Aku mau istirahat!" bentak Tapak Baja sambil tetap memegangi sebuah tombak bergagang hitam. Itulah Pusaka Tombak Kematian yang sedang diributkan di kalangan para tokoh persilatan."O, Nakhoda mau istirahat dulu? Silakan! Biar aku yang merampungkan sisa tikus-tikus kecil ini, ha ha ha ha...!"Hantu Laut
Pada saat kematian Tambak Lanang itulah, Baraka, Dewa Racun, dan Badai Kelabu muncul dari tempat yang lebih tinggi. Dari sana mereka bisa melihat kematian Tambak Lanang, dan tepuk tangan Tapak Baja yang ditepukkan pada pahanya, dengan satu tangan tetap memegangi Pusaka Tombak Kematian.Plok plok plok....!"Bagus, bagus, bagus...! Itu baru namanya kerja yang bagus!""Mengejar ikan gabus...! Ah, untuk apa aku harus mengejar ikan gabus, Nakhoda?""Kubilang, itu kerja yang bagus! Bukan kusuruh mengejar ikan gabus! Dasar budek!" bentak Tapak Baja dengan mata mendelik membuat Hantu Laut ciut nyali.Di balik rimbunan pohon, di atas sana, tiga makhluk saling berbisik-bisik. Badai Kelabu yang mendului bicara kepada Baraka, "Itu dia orangnya yang bernama Tapak Baja!""Yang tua dan memegang tombak berujung taring babi hutan itu?""Ya. Dan yang berkepala gundul itu adalah Hantu Laut, anak buahnya yang tinggal satu-satunya itu!""Mer... mer
"Bagus, bagus...!" Tapak Baja manggut-manggut.Kemudian ia serukan perintah kepada Hantu Laut."Hantu Laut, bunuh dia!""O, tidak. Aku tidak butuh dia!""Bunuh! Kataku, bunuh dia! Bukan butuh dia!" bentak Tapak Baja yang membuat Hantu Laut menjadi makin gugup."O, bunuh! Baa... baik....!"Maka, serta-merta Hantu Laut menyerang Resi Kidung Sentanu dengan tubuhnya yang melayang dan kakinya menendang lurus ke depan. Dada kurus Resi Kidung Sentanu menjadi sasaran kaki itu. Dan karena Resi Kidung Sentanu tidak menghindar serta tidak pula menangkis, maka dada itu menjadi sasaran telak bagi kaki Hantu Laut yang bertelapak besar itu.Buegggh...!Terdengar mantap sekali tendangan itu. Tetapi tubuh kurus itu tidak bergeming sedikit pun. Berguncang pun tidak. Bahkan wajah Hantu Laut tampak menyeringai merasakan linu pada tulang kakinya yang seperti menendang sebongkah batu gunung atau bagai menendang dinding baja padat."Hancurkan
Bukk...!Punggung Hantu Laut sendiri yang terkena serangan dari kaki Tapak Baja. Cukup keras tendangan Nakhoda Kapal Neraka itu, membuat Hantu Laut tersentak ke depan dan celingak-celinguk kebingungan, tak tahu mengapa ia ditendang oleh sang Nakhoda."Serang dia!! Jangan teriak saja!" bentak Tapak Baja."Baik! Hiaaat...!" Hantu Laut cepat keluarkan yoyo mautnya. Yoyo itu diputarputar di atas kepala.Wuung wuung wuung....! Wesss...!Hampir saja mengenai wajah Tapak Baja jika kepala bengis itu tidak segera ditarik ke belakang."Maju, Goblok!"Begg...!Kaki Tapak Baja menendang pantat Hantu Laut hingga orang gundul itu tersentak maju dua tindak. Badai Kelabu hanya bergerak pelan mencari kesempatan melancarkan pukulan jarak jauh. Ia tak berani mendekat, karena senjata yoyo itu dapat melukainya sewaktu-waktu. Hantu Laut sendiri masih tetap memutar-mutarkan yoyonya hingga menimbulkan suara berdengung mirip lebah mengelilingi tempat i
Kulit yang terluka itu bergerak-gerak seperti tersiram air keras. Asap tipis mengepul dari luka tersebut. Lalu, dalam waktu yang amat singkat luka itu mengering dan akhirnya hilang tak berbekas.Kesempatan itu digunakan oleh Resi Kidung Sentanu untuk melesat bagaikan terbang, mengambil Badai Kelabu agar tidak menjadi sasaran terdekat dari kemarahan Tapak Baja. Tubuh berpakaian kuning itu seperti seekor kelelawar raksasa yang terbang dengan cepatnya.Wuurrrr....!"Mau ke mana kau, Kunyuk!" sentak Tapak Baja sambil mendongak ke atas. Ia segera melepaskan Hantu Laut, lalu sentakkan kaki dan melompat ke salah satu tempat, ia melihat bayangan Resi Kidung Sentanu bergerak di tanah berumput. Tapak Baja segera menoreh bayangan itu dengan menggunakan ujung tombak pusaka tersebut.Gress....!"Ahhg...!" terdengar pekik Resi Kidung Sentanu dengan suara tertahan pada saat ia masih berada di udara. Rupanya dengan menggoreskan ujung tombak ke bayangan, Resi Kidun
Tubuh Dewa Racun melengkung ke depan. Punggungnya robek, darah keluar menghitam di rompi bulunya yang juga robek bagai habis digores dengan benda yang amat tajam itu. Dewa Racun limbung menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya."Mampus kau tikus busuuuk...!" teriak Tapak Baja sambil melompat dan hendak menancapkan tombak itu ke punggung Dewa Racun. Pendekar Kera Sakti cepat-cepat melepaskan pukulan jarak jauhnya. Namun, sebelum pukulannya terlepas, tiba-tiba tubuh Tapak Baja tersentak dan terlempar jauh hingga membentur pohon yang dipakai duduk bersandar oleh Hantu Laut.Begggh....!"Uuhg...!"Ia memekik kesakitan. "Ada yang menyerang dari persembunyian, Nakhoda!"Plokk...!Wajah berkepala gundul ditampar telak oleh Tapak Baja, lalu ia membentak, "Aku tahu! Aku tak perlu saranmu!"Hantu Laut tak berani bicara lagi. Ia segera bangkit dan berniat menyerang Dewa Racun yang terluka parah, sedang merangkak mendekati Badai Kelabu. Tetapi tang
"Aku hanya ingin melihat, siapa orang yang menyerang Tapak Baja dari tempat persembunyiannya! Karena saat aku hendak membawamu pergi, Tapak Baja sedang terdesak oleh serangan berilmu tinggi," ucap Pendekar Kera Sakti.“Tak perlu. Tak perlu, Baraka! Sebaiknya kita tinggalkan saja mereka dan cepat menuju Pulau Hitam. Guruku pasti sangat membutuhkan kamu dan menunggu-nunggu kedatangan kita!""Sebentar saja aku ke sana! Secepatnya aku kembali!""Aku takut kau jadi sasaran kemarahan Tapak Baja, Baraka!""Aku ada di persembunyian pertama. Tidak akan turun!"Badai Kelabu merasa tak mungkin bisa mencegah kemauan Pendekar Kera Sakti yang sangat keras itu. Akhirnya ia hanya berpesan, "Hati-hati, Baraka! Tak perlu ikut turun seperti aku tadi!""Mudah-mudahan keadaannya begitu!" jawab Pendekar Kera Sakti, lalu segera keluar dari gua itu melalui tepian tebing karang.Dengan gesit Baraka melompat dari batu ke batu, dan dalam waktu singkat ia
MEREKA baru saja mendarat di pantai dengan gunakan sebuah sampan. Tiga wanita berambut cepak, seperti potongan rambut lelaki itu mempunyai paras ayu yang berbeda nilai kecantikannya. Namun ketiganya sama-sama menggiurkan seorang lelaki yang memandang dari sisi kemesuman. Karena ketiganya mempunyai bentuk tubuh nan elok, bak lambaian perawan menunggu pelukan.“Ingat ciri-cirinya!” kata wanita muda yang berpakaian putih bertepian benang emas. “Tampan, rambut poni, pakaian rompi kulit ular emas tanpa lengan, memiliki rajah naga emas melingkar di punggung lengannya”.Si cantik berpakaian putih yang mempunyai pedang di punggung bergagang balutan kain beludru merah itu menyebutkan ciri-ciri seorang pendekar tampan yang tak lain adalah Pendekar Kera Sakti, Baraka.Si cantik berdada seksi dan berkulit kuning langsung memberi isyarat dengan tangan agar kedua gadis seusianya itu bergerak mengikuti langkahnya jauh ke dalam hutan. Sesekali ia berpali
"Bocah bodoh kau! Gurumu saja tak mampu kalahkan aku, apalagi kau yang hanya muridnya!" geram Tengkorak Liar."Mendiang Guru tidak mempunyai ilmu 'Pedang Bintang', tapi aku punya jurus itu dari seorang guru pedang tersohor: Ki Argapura alias si Penggal Jagat! Tentunya kau kenal, Tengkorak Liar!""Persetan dengan Argapura!" geram Tengkorak Liar."Buktikan kehebatannya di depanku! Hiaaah...!"Tengkorak Liar sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua larik sinar merah yang melingkar-lingkar pada ujungnya bagaikan mata bor itu melesat ke arah Angin Betina. Kecepatannya amat tinggi, membahayakan sekali bagi Angin Betina. Dihindari akan terlambat, ditangkis akan telat. Untung Baraka selalu siap siaga. Begitu sinar merah itu terlepas, sinar biru berkelok-kelok bagai lidah petirpun keluar dari sentakan kedua tangan Baraka.Claaap...!Jurus 'Cahaya Kilat Biru' warisan Ki Ageng Buana yang biasanya membuat lawan hangus dan keropos itu menghantam sinar mer
Blaaar...!Gelombang ledakan menghentak sangat kuat membuat tubuh Pendekar Kera Sakti sebelum sempat mendarat sudah terlempar lagi bagaikan terbuang ke arah belakang.Wuuus...! Brrukk...!Benturan tersebut bukan saja hasilkan gelombang ledakan tinggi, namun juga kerliapan cahaya merah yang lebar dan menyilaukan. Tongkat itu sendiri pecah dan terpotong-potong tidak beraturan. Pandangan mata Baraka menjadi gelap bagaikan menemui kebutaan.Ketika ia jatuh terpuruk dan mencoba untuk bangkit, ia tak melihat apa-apa kecuali kegelapan yang pekat. Tetapi suling mustika masih ada di tangannya, sehingga Baraka buru-buru menyalurkan hawa murni ‘Kristal Bening’-nya!Maka dalam beberapa kejap saja pandangan matanya sudah kembali seperti semula. Kesesakan dadanya mulai lancar, dan rasa sakit pada sekujur tubuh serta tulang-tulangnya yang merasa patah telah pulih segar seperti semuia."Edan! Kekuatannya begitu tinggi. Hampir saja aku celaka!" p
Orang pertama yang menghadapi Baraka adalah Tongkang Lumut yang bersenjata rencong terselip di depan perutnya. Yang lain mundur, memberikan tempat untuk pertarungan maut itu. Tongkang Lumut mulai buka kuda-kudanya, tapi Baraka malahan menggaruk-garuk pantatnya dengan seenaknya saja. Ketenangan itu sengaja dipamerkan Baraka untuk membuat ciut nyali lawannya, sekalipun hanya sedikit saja kedutan nyali itu dialami oleh lawan, tapi punya sisi menguntungkan bagi Baraka.Tongkang Lumut rendahkan kakinya. Kedua tangan terangkat, yang kanan ada di atas kepala dengan bergetar pertanda tenaga dalam mulai disalurkan pada tangan tersebut. Tangan kirinya menghadang di depan dada. Menggenggam keras dan kuat sekali.Slaaap...!Tiba-tiba Tongkang Lumut bagai menghilang dari hadapan Baraka. Tahu-tahu dia sudah berpindah tempat di belakang Baraka dalam jarak satu jangkauan tangan. Tentu saja punggung Pendekar Kera Sakti dijadikan sasaran tangan yang sudah berasap itu. Menyadari h
JUBAH hitam berambut putih panjang terurai sebatas punggung adalah tokoh sakti dari Nusa Garong. Biar badannya kurus, wajahnya bengis, matanya cekung, tapi kesaktiannya tak diragukan lagi. Ia dikenal sebagai ketua perguruan aliran hitam, yaitu Perguruan Lumbung Darah. Namanya cukup dikenal di kalangan aliran sesat sebagai Tengkorak Liar. Anak buahnya pernah berhadapan dengan Baraka ketika Baraka selamatkan Sabani, kakak Angon Luwak dalam peristiwa Keris Setan Kobra. Orang kurus bersenjata cambuk pendek warna merah itu berdiri tepat berhadapan dengan Baraka. Usianya diperkirakan sama dengan orang yang berpakaian serba hijau, sampai ikat kepalanya juga hijau, sabuknya hijau, gagang rencongnya hijau dan pakaian dalamnya hijau lebih tua dari jubah lengan panjangnya. Orang itu dikenal dengan nama Tongkang Lumut, dari Perguruan Tambak Wesi.Dalam usia sekitar delapan puluh tahun ke atas ia masih mempunyai mata tajam dan rambut serta kumisnya abu-abu. Badannya masih tegap, walau tak
Kini kelihatannya Ki Bwana Sekarat mulai memperhatikan segala sikap Baraka yang tadi terjadi saat ia menceritakan kehebatan pedang maha sakti itu. Ki Bwana Sekarat bertanya pada pemuda dari lembah kera itu, "Tadi kudengar kau mengatakan 'persis', maksudnya persis bagaimana?""Aku melihat pedang itu ada di tangan muridmu."Ki Bwana Sekarat kerutkan dahi, pandangi Baraka penuh curiga dan keheranan."Aku tak punya murid. Semua muridku sudah mati ketika Pulau Mayat diobrak-abrik oleh Rawana Baka atau Siluman Selaksa Nyawa!"Baraka tersenyum. "Kau mempunyai murid baru yang hanya mempunyai satu ilmu, yaitu ilmu 'Genggam Buana'. Apakah kau sudah tak ingat lagi?"Segera raut wajah Ki Bwana Sekarat berubah tegang. "Maksudmu... maksudmu pedang itu ada di tangan Angon Luwak, bocah penggembala kambing itu?""Benar!" lalu Baraka pun ceritakan kembali tentang apa yang dilihatnya saat Angon Luwak bermain perang-perangan dengan Saladin dan yang lainnya.
Wuuuss...! Kabut itu membungkus sekeliling mereka berdua. Kejap berikut kabut itu lenyap. Kedua tubuh mereka pun lenyap. Tak terlihat oleh mata siapa pun."Kita lenyap dari pandang mata siapa pun, Gusti Manggala. Suara kita pun tak akan didengar oleh siapa pun walau orang itu berilmu tinggi."Baraka memandangi alam sekeliling dengan kagum, sebab dalam pandangannya alam sekeliling bercahaya hijau semua. Mulut Baraka pun menggumam heran. "Luar biasa! Hebat sekali! Ilmu apa namanya, Ki?""Namanya ilmu... jurus 'Surya Kasmaran'.""Aneh sekali namanya itu?""Jurus ini untuk menutupi kita jika sewaktu-waktu kita ingin bermesraan dengan kekasih."Gelak tawa Baraka terlepas tak terlalu panjang. "Agaknya jurus ini adalah jurus baru. Aku baru sekarang tahu kau memiliki ilmu ini, Ki!""Memang jurus baru! Calon istrimu itulah yang menghadiahkan jurus ini padaku sebagai hadiah kesetiaanku yang menjadi penghubung antara kau dan dia!""Menakj
"Apa maksudmu bertepuk tangan, Bwana Sekarat?" tegur Pendeta Mata Lima.Dengan suara parau karena dalam keadaan tidur, KI Bwana Sekarat menjawab, "Aku memuji kehebatan Gusti Manggala-ku ini!" seraya tangannya menuding Baraka dengan lemas. "Masih muda, tapi justru akan menjadi pelindung kalian yang sudah tua dan berilmu tinggi!""Jaga bicaramu agar jangan menyinggung perasaanku, Bwana Sekarat!" hardik Pendeta Mata Lima.Ki Bwana Sekarat tertawa pendek, seperti orang mengigau, ia menepuk pundak Baraka dan berkata, "Pendeta yang satu ini memang cepat panas hati dan mudah tersinggung!""Ki Bwana Sekarat, apa maksud Ki Bwana Sekarat datang menemuiku di sini? Apakah ada utusan dari Puri Gerbang Kayangan?"Mendengar nama Puri Gerbang Kayangan disebutkan, kedua pendeta itu tetap tenang. Sebab mereka tahu, bahwa Baraka adalah orang Puri Gerbang Kayangan. Noda merah di kening Baraka sudah dilihat sejak awal jumpa. Semestinya mereka merasa sungkan, karena mer
Tetapi tiba-tiba sekelebat Sinar putih perak dari telapak tangan sang pengintai melesat lebih dulu sebelum Rajang Lebong lepaskan jurus 'Pasir Neraka' andalannya.Zlaaap...!Sinar putih perak yang dinamakan jurus 'Tapak Dewa Kayangan' itu tepat kedai dada Rajang Lebong.Deeub...! Blaaarrr...!Apa yang terjadi sungguh tak diduga-duga oleh Pangkas Caling. Tubuh Rajang Lebong hancur. Pecah menjadi serpihan-serpihan daging dan tulang yang menyebar ke mana-mana. Bahkan darahnya sendiri tak bisa terkumpulkan. Ada yang membasahi batu, pohon, daun, ilalang, dan ke mana saja tak jelas bentuknya, hanya warna merah yang membuat alam sekitarnya bagai berbunga indah. Sedangkan Pangkas Caling gemetar antara takut dan memendam murka, ia sempat berkata pada dirinya sendiri, "Kalau begini matinya, bagaimana aku bisa meludahi Rajang Lebong? Apanya yang harus kuludahi! Celaka! Ada orang yang membantu kedua pendeta itu! Ilmunya pasti lebih tinggi! Sebaiknya aku harus lekas-l