Pada saat itu batin Baraka sampai berkata, "Kayak tokek panik kalau gini?"
Lolos dari kepungan para prajurit, Baraka segera melesat ke atas tembok benteng. Dari sana ia seperti seekor harimau kumbang yang melompat dan bersalto beberapa kali di udara. Dalam sekejap sudah berada di stamping Payung Cendana.
Jlegg..!
"Baraka...!" Payung Cendana terkejut dengan suara pelan, karena ia sedang menahan sakit di bagian dadanya yang ingin memuntahkan darah untuk yang kedua kalinya. Ki Parma Tumpeng pun terbatuk-batuk walau ia sadar bahwa Baraka sudah ada di situ.
Bunga Taring Liar menarik napas begitu melihat Baraka, merasa lega. Tapi matanya segera mengarah kepada Ratu Cadar Jenazah penuh waspada. Pedangnya masih di tangan dan siap serang jika sang Ratu Membahayakan keselamatan gurunya.
Kecurigaan mulai membakar murka sang Ratu. Suaranya terlepas lantang kepada Baraka. "Baraka, kembali ke kamar."
"Untuk apa?" ujar Baraka dengan seenaknya. Ia berplkir,
"Celaka! Cincin itu sudah ada di tangan Saliyem!" pikir Baraka penuh keheranan."Kapan ia mengambilnya dariku? Oh, mungkin.. mungkin pada saat ia berlagak memelukku, ia sempatkan diri untuk mencopet cincin itu dari pinggangku! Kurang ajar babu satu itu! Pantas dia tadi bilang aku akan sial. Rupanya ia sudah berhasil mencopet cincin itu dari pinggangku! Benar-benar sialan pelayan bergigi mancung itu.""Saliyem, serahkan cincin itu! Lekas serahkan!"Wuttt...!Saliyem melompat dalam gerakan salto mundur. Lincah sekali babu bergigi keriting duren itu. Dengan senyum yang nggak pernah bisa dibilang manis itu, Saliyem berkata keras, "Kalahkan Pendekar Kera Sakti itu, baru saya serahkan cincin ini!""Kau jangan main-main, Saliyem!" bentak sang Ratu.Rembulan Pantai muncul langsung berseru, "Gusti, cincinnya sedang dicari oleh Saliyem dan.. dan.. lho, kok dia sudah ada di sini!" Rembulan Pantai menatap Saliyem dengan heran dan terperanjat bingung.
SEORANG pemuda berwajah ganteng bin tampan tampak tengah duduk bersemadi diatas sebuah batu putih. Di hadapannya terbentang gugusan jurang tanpa dasar. Gelap gulita. Karena memang keadaan waktu tengah malam. Melihat ciri dan perawakannya, pemuda yang berusia sekitar dua puluh dua tahun ini tak lain adalah Baraka, si Pendekar Kera Sakti adanya. Wajahnya tampak tegang. Entah ada apa gerangan?Sebenarnya sudah dua hari dua malam Baraka melakukan tapa semadinya, hal ini berawal dari beberapa malam yang lalu. Baraka bermimpi bertemu dengan Hyun Jelita, sosok bidadari yang kecantikannya nggak ada yang menyamai di alam semesta ini. Anehnya, dalam pertemuan kali ini. Sang bidadari jelita tampak menangis tanpa mengucapkan apa-apa. Yang membuat Baraka heran pada sosok bidadari jelita itu adalah tidak adanya sekuntum bunga mawar asli yang biasanya ada di belahan dadanya yang menyembul dengan indahnya. Hampir setiap malam Baraka bermimpi yang sama, hingga di malam terakhir, Hyun Jelita m
Dengan langkah seenaknya Setan Bodong mendekati sang murid. Matanya memandang tajam dan penuh curiga. Karena pada saat itu, Baraka tidak segera menyelesaikan semadinya, melainkan melanjutkan semadinya dengan cara memejamkan mata, dan kedua tangan tetap terletak lurus di kedua lututnya yang bersila. Kedua tangan itu sama-sama menggenggam walau tak terlalu kencang."Baraka, berhentilah! Aku mau bicara padamu!"Baraka masih diam, sepertinya tidak mendengar ucapan sang Guru. Tiga kali kata-kata itu dilontarkan dengan nada semakin keras, tapi Baraka tetap diam tak bergerak sedikit pun kecuali pernapasannya."Keras kepala kau ini, hah?!" Bentak Setan Bodong.Baraka masih tidak bergeming bagaikan patung batu. Setan Bodong bergerak ke depan, jaraknya tujuh langkah dari tempat Baraka bersila. Dengan jengkel ia lemparkan tongkatnya ke arah dada Baraka.Tongkat itu meluncur dengan ujung bagian bawahnya terarah ke dada Baraka seperti anak panah.Tiba-ti
"Sejujurnya saya katakan, sukma saya telah bertemu dangan seorang wanita cantik yang sangat menarik hati. Wanita itu berwajah duka. Tapi dia tidak mau menyebutkan apa penyebab dukanya itu. Dia sempat menangis ketika jatuh dalam pelukan saya. Dan saya biarkan dia menangis sambil menyandarkan kepalanya di dada saya. Hati saya menjadi turut berduka, seakan merasakan kesedihan yang lebih dalam dari kesedihan yang disandangnya. Apa artinya itu, Kek?"Setan Bodong terkekeh-kekeh menertawakan kata-kata Baraka. Sang murid menjadi berkerut dahi ditertawakan demikian. Hatinya menjadi dongkol dan ingin berontak karena merasa dilecehkan oleh sang Guru.Beberapa saat setelah sang Guru puas tertawa, ia pun berkata. "Itulah perempuan yang bakal menjadi jodohmu kelak, Baraka. Rupanya sukmamu yang nakal menerobos sejarah hidupmu di masa mendatang, dan menemukan wanita yang menjadi jodohmu.""Begitukah?""Ya," Jawab Setan Bodong sambil melirik ke samping, memandangi sang m
"Aku mengerti, Dewi Murka. Baiklah kalau kau menghendaki kita bersatu."Masih ingatkah para pembaca dengan kedua gadis cantik jelita ini. Selendang Maut dan Dewi Murka. Keduanya adalah murid Nyai Guru Betari Ayu dari Perguruan Merpati Wingit. Keduanya memang diutus oleh Nyai Betari Ayu ke Bukit Kayangan untuk menemui Setan Bodong, guna menjernihkan suatu masalah. Tapi keduanya tak menyangka jika kehadirannya di Bukit Kayangan akan disambut oleh sikap bermusuhan dari seorang lelaki yang dikenal dengan nama julukan Pujangga Kramat. Pelayan setia Setan Bodong itu adalah orang yang mudah curiga.Tak satu pun manusia yang berada di sekitar wilayah air terjun itu yang luput dari sasaran kecurigaan. Bahkan seorang penggembala kambing pun pernah menjadi sasaran kecurigaan, sehingga penggembala kambing itu nyaris mati di tangan Pujangga Kramat.Dan, kali ini kehadiran Selendang Maut serta Dewi Murka pun dianggapnya suatu niat yang jahat, walaupun di ujung pertem
Selendang Maut sendiri berkata kepada Dewi Murka saat berdiri di sampingnya."Dia punya pelapis di dalam dadanya. Pasti dia melapisi dengan suatu gelombang berkekuatan baja. Mestinya dia punya dada sudah hangus dan terbakar, tapi nyatanya hanya membekas merah saja!""Apakah kau sudah menyerah?" Tanya Dewi Murka berkesan mengejek."Kalau kau sudah kewalahan menghadapi dia, biarlah aku yang maju!""Selendang Maut tak pernah mengenal kata menyerah!" Geram Selendang Maut yang mempunyai nama asli Larasati."Kalau begitu, silakan kau lanjutkan pertarunganmu. Aku akan menjadi penonton yang baik."Dewi Murka tersenyum sinis, meremehkan kemampuan Selendang Maut. Tetapi sikapnya itu tidak dihiraukan oleh Selendang Maut. Perempuan itu segera bergerak maju dengan selendang putih dikalungkan di lehernya."Pujangga Kramat, satu kali lagi kau menentang kemauanku bertemu dengan Setan Bodong, kupatahkan batang lehermu memakai Selendang Mautku ini!"
Buuk... buukkk...!Kedua tubuh perempuan itu berjatuhan saling tindih. Dewi Murka terkulai tak mampu bergerak untuk sesaat. la ditertawakan oleh Pujangga Kramat. Dan tawa itu tiba-tiba berhenti melihat Selendang Maut telah berdiri tegak dalam sekejap."Edan! Perempuan itu tidak merasakan pusing sedikit pun?! Dia masih bisa berjalan dengan lurus!"Pujangga Kramat terkesiap melihat Selendang Maut tidak terbujur lemas seperti Dewi Murka. Bahkan kini Selendang Maut menyabetkan kain selendangnya ke bagian kaki.Wuusss...! Sreett...!Terperangkap sudah kedua kaki Pujangga Kramat, bagai terikat kuat dengan selendang putih itu.Brukkk...!Tubuh Pujangga Kramat jatuh karena selendang disentakkan oleh pemiliknya. Lelaki bergeleng akar hitam itu sempat menggeragap sebentar. Tubuhnya terasa mulai terseret tanpa mendapat pegangan apa pun.Lalu, ia juga merasakan tubuhnya mulai melayang. Selendang Maut telah berhasil menarik tubuh itu dan ki
"Apakah temanmu itu juga seorang perempuan muda berkuda hitam?""Benar!" Jawab Selendang Maut."O, dia yang pernah mencuri dengar percakapanku dengan guruku itu?""Buk... bukan... buk... bukan...,'' Dewi Murka ingin ikut bicara tapi menjadi gagap karena hatinya berdebar-debar menikmati ketampanan seraut wajah lelaki yang belum pernah ia jumpai di mana pun juga. Jantungnya gemetar, sehingga ia tak bisa melontarkan kata-kata dengan baik. Tetapi, Selendang Maut yang sengaja tak memperhatikan Baraka segera menjelaskan maksud temannya."Temanku itu bukan menyadap percakapanmu dengan Setan Bodong. Hanya secara kebetulan saja ia mendengar Pusaka Air Mata Malaikat sedang kalian bicarakan. Tapi sebenarnya temanku itu hanya... hanya merasa tertarik padamu dan ingin melihat lebih jelas ketampananmu."Untuk mengetahui tentang peristiwa itu, baca kisahnya di : Perkumpulan Matahari Merah."Jadi dia hanya ingin mengintip ketampananku? Apa benar begitu? Apa
Sebuah senjata rahasia telah terselip di antara jemari Baraka. Citradani terperanjat dan segera menyadari apa sebenarnya yang dilakukan oleh Baraka. Ternyata Pendekar Kera Sakti baru saja menyelamatkan jiwa Citradani dari ancaman senjata rahasia yang dilemparkan oleh seseorang dari tempat yang tersembunyi. Senjata rahasia itu berupa sepotong bulu landak yang tajam dan beracun ganas. Jika tangan Baraka tidak menutup ujung bukit dada Citradani maka senjata rahasia itu yang akan menancap di sana. Tapi dengan gerakan tangan Baraka menutup ujung bukit dada Citradani, maka senjata rahasia itu hanya terselip di sela jari Baraka dan dijepit kuat agar tak menyentuh kulit dada gadis itu."Kau mengenal siapa pemilik senjata ini?" tanya Baraka."Tidak. Tapi aku melihat sekelebat bayangan lari ke sana. Aku akan mengejarnya!""Tunggu dulu, aku akan...."Wuuusss...!Citradani sudah melesat lebih dulu sebelum Baraka selesai bicara. Kecepatan gerakannya yang menyer
Brrug...!Jaraknya hanya empat langkah dari tempat Pendekar Kera Sakti berdiri. Kalau saja Baraka mau menyerangnya, itu bukan pekerjaan yang sulit. Tapi ternyata Baraka tidak mau memberikan serangan balasan. Ia hanya melangkah satu tindak lagi dan si gadis buru-buru bangkit dari kejatuhannya. Kuda-kuda terpasang lagi, mata semakin tajam, napas kian menderu."Tulangku terasa ngilu semua," pikir gadis itu. "Kekuatan apa yang ada pada senjata itu, sehingga tenaga dalamku menjadi berbalik menyerangku? Rupanya pemuda ini bukan manusia hutan sembarangan. Aku tak boleh menganggap remeh kepadanya. Hmmm... tapi ketampanannya membuat keberanianku sempat susut beberapa kali. Kurang ajar! Persetan dengan ketampanan itu. Aku harus bisa melupakannya kalau tak ingin mati di ujung senjatanya itu!""Tahan seranganmu, Nona," kata Baraka dengan kalem. "Aku bukan musuhmu. Toh aku telah melepaskanmu dan tak jadi menyantapmu," tambah Baraka karena ia yakin gadis itu jelmaan dari keli
SEKELEBAT bayangan melintasi hutan di kaki bukit. Orang mengenal bukit itu dengan nama Bukit Mata Langit. Tak ada orang yang berani melintasi hutan di Bukit Mata Langit itu, karena mereka takut terperosok ke sebuah lubang yang amat dalam. Lubang itu tertutup oleh tanaman rambat sehingga tidak mudah diketahui oleh siapa pun. Tanaman rambat yang menutup rapat lubang tersebut seolah-olah berguna sebagai tanaman penjebak. Kelihatannya tempat itu datar dan bertanaman rambat biasa, tapi sebenarnya di bawah tanaman rambat itu terdapat lubang besar yang mengerikan. Lubang itu dikenal orang dengan nama Sumur Tembus Jagat.Hanya orang-orang yang tersesat saja yang berani masuk dan melintasi hutan Bukit Mata Langit itu. Salah satu orang yang tersesat adalah pemuda berpakaian keemasan. Pemuda itu mempunyai ketampanan menghebohkan kaum wanita. Di kedua pergelangan tangannya, tampak barisan gelang yang juga berwarna keemasan. Sebuah rajah naga emas melingkar juga tampak terlihat jelas dipu
Kini pedang emas sudah ada di tangan Baraka. Dan tubuh Rangka Cula yang terkena jurus 'Yudha' itu menjadi terpotong-potong dengan sendirinya setiap ruasnya, sampai terakhir kepalanya jatuh ke tanah dalam keadaan sudah tidak sempurna lagi.Brukk...!Tubuh Rangka Cula rubuh dalam keadaan paha dan lutut sudah terpisah. Dan itulah kehebatan jurus 'Yudha', yang menjadi satu dengan jurus 'Manggala', pemberian dari seorang ratu di alam gaib, yaitu Ratu Hyun Ayu Kartika Wangi."Baraka...! Kau berhasil...!" teriak Kirana dengan girangnya, ia segera memeluk Pendekar Kera Sakti yang sudah memegangi pedang emas bersama sarungnya. Yang lain pun tersenyum merasa lega bercampur kagum. Terutama Ratna Prawitasari, tak henti-hentinya ia tersenyum memandangi kehebatan Baraka, tak henti-hentinya ia terkesima memandangi ketampanan Baraka, hingga lupa berkedip sejak tadi.Namun, kegembiraan itu segera susut setelah mereka mendengar suara ringkik kuda. Mata mereka berpaling ke
"Memenggal dengan hanya melihat...!" gumam Nyai Cungkil Nyawa sambil merenung dalam kebimbangan."Jubah itu... pasti jubah itu yang membuatnya dapat begitu!"Pendekar Kera Sakti segera ikut bicara, "Apa kelemahan jubah itu, Nyai?""Kelemahannya...!" Nyai Cungkil Nyawa berpikir beberapa saat, kemudian menjawab, "Tidak ada kelemahannya! Kecuali jika jubah itu dilepas, baru orang itu menjadi lemah!""Kalau begitu, biarlah aku yang menghadapinya," kata Pendekar Kera Sakti dengari tegas dan mantap. Semua mata memandang ke arah Baraka, termasuk Ratna Prawitasari.Tiba-tiba terdengar suara menyahut, "Aku yang menghadapi!"Semua berpaling ke arah orang yang menyahut pembicaraan itu. Ternyata Rangka Cula sudah berdiri dalam jarak tujuh tombak dari tempat mereka. Nyai Cungkil Nyawa menggeram benci, ia ingin bergerak maju, tapi tangan Baraka menahannya dan berkata, "Mundurlah semua! Ini bagianku...!"Semua menuruti kata Baraka. Mereka mundur den
"Gandarwo! Sekarang giliran kau bertarung melawanku secara jantan! Serahkan jubah itu atau kulenyapkan nyawamu sekarang juga!"Gandarwo diam saja, tapi matanya memandang dan mulutnya menyeringaikan senyum. Dan tiba-tiba kepala Mandraloka jatuh sendiri dari lehernya bagai ada yang memenggalnya dalam gaib. Gandarwo tertawa terbahak-bahak, karena ia membayangkan kepala Mandraloka terpenggal, dan ternyata menjadi kenyataan.Tiba-tiba tubuh Gandarwo tersentak jatuh dari kuda karena punggungnya ada yang menendangnya dengan kuat. Gandarwo terguling-guling di tanah, dan begitu bangkit ternyata Marta Kumba sudah berdiri di depannya, pedangnya pun dicabut dengan cepat.Gandarwo menggeram dengan pancaran mata kemarahannya, "Kau juga ingin memiliki jubah ini, Anak Dungu!""Ya! Untuk kekasihku, aku harus bertarung melawanmu!""Kasihan...!""Uhg...!" Marta Kumba tiba-tiba menghujamkan pedangnya sendiri ke perutnya dengan sentakan kuat.Gandarwo mem
"Ha ha ha ha...! Kalau sudah begini, siapa yang akan melawanku? Siapa yang akan mengalahkan Gandarwo, hah! Huah ha ha...! O, ya... aku akan membuat nama baru! Bukan Gandarwo lagi namaku! Biar wajahku angker menurut orang-orang, tapi aku punya jubah keramat begini, aku menjadi seperti malaikat! Hah...! Tak salah kalau aku memakai nama Malaikat Jubah Keramat! Ya... itu nama yang cocok untukku! Malaikat Jubah Keramat! Huah ha ha ha...!"Clapp...!Seekor kuda muncul di depan Gandarwo. Karena ia memang membayangkan seekor kuda yang akan dipakainya mengelilingi dunia persilatan dan mengalahkan jago-jago silat dari mana saja. Sesuai dengan apa yang ada dalam bayangan pikirannya, kuda itu adalah kuda jantan berbulu hitam yang kekar, dengan pelana indah berlapis emas pada tepian pelananya.Gandarwo naik di atas punggung kuda dengan gagahnya. Tapi pada saat itu, dua pasang mata ternyata sedang memperhatikan dari kejauhan. Dua pasang mata itu adalah milik Ratna Prawitasari
Crakk...!Ujung-ujung tombak itu mengenai lantai marmer, dan sebagian lantai ada yang gompal. Tetapi tubuh Gandarwo selamat dari hujaman tombak-tombak itu. Kalau ia tak cepat bergerak dan berguling ke depan, matilah ia saat itu juga."Jebakan!" ucap Gandarwo sambil matanya membelalak tapi mulutnya menyunggingkan senyum kegirangan."Pasti ini jebakan buat orang yang tak hati-hati dalam perjalanannya menuju makam itu! Ah, tak salah dugaanku! Pasti ini jalan menuju makam Prabu Indrabayu!"Semakin beringas girang wajah Gandarwo yang angker. Semakin banyak ia menghadapi jebakan-jebakan di situ, dan masing-masing jebakan dapat dilaluinya, sampai ia tiba di jalanan bertangga yang arahnya menurun. Setiap langkah sekarang diperhitungkan betul oleh Gandarwo. Tangga yang menurun berkelok-kelok itu tidak menutup kemungkinan akan ada jebakannya pula.Ternyata benar. Salah satu anak tangga yang diinjak membuat dinding lorong menyemburkan asap hitam. Gandarwo bur
"Aku tidak membawa almari! Untuk apa aku bawa-bawa almari!"Nyai Cungkil Nyawa berteriak jengkel, "Kataku, mau apa kau kemari!""Ooo... mau apa kemari?" Hantu Laut nyengir sambil menahan sakit. Nyai Cungkil Nyawa tidak tahu bahwa Hantu Laut adalah orang yang agak tuli, karena dulunya ketika ikut Kapal Neraka, dan menjadi anak buah Tapak Baja, ia sering digampar dan dipukul bagian telinganya, jadi sampai sekarang masih rada budek. (Baca serial Pendekar Kera Sakti dalam episode: "Tombak Kematian")."Aku ke sini tidak sengaja, Nek. Tujuanku cuma mau cari orang yang bernama Baraka! Dia harus segera pergi mengikutiku, karena aku mendapat perintah untuk menghubungi dia dari kekasihnya, bahwa....""Nanti dulu jangan cerita banyak-banyak dulu...!" potong Nyai Cungkil Nyawa, "Apakah kau teman Baraka?""Aku anak buahnya Baraka! Aku diutus oleh Gusti Mahkota Sejati Ratu Ayu Sejagat untuk menyusul dia, sebab akan diadakan peresmian istana yang sudah selesai di