"Emangnya gue tuli! He, he, he..!" jawab suara Raja Dedemit.
Dari dulu memang sang Raja Dedemit ini suka bercanda, nggak heran kalau meski sudah jadi pedang pun masih suka bercanda.
"Paduka, aku terkurung di dalam almari nih!"
"Lha kok bisa?"
"Ceritanya panjang deh. Tolongin dong, aku mau keluar nih!"
"Ini almarinya siapa?"
"Ratu Cadar Jenazah!"
"Lagian kamu pendekar kok macam-macam aja tingkahnya. Masuk almari cewek segala. Kamu jangan playboy banget, ah! Itu nggak baik."
"Idilih..! Dimintai tolong. Kok malah kasih nasihat! Aku kegerahan nih. Aku mau pakai Pedang Raja Dedemit buat mecahin pintu almari ini, ya?"
"Kamu ini kok kerjanya ngerusak barang orang"
"Kok melantur sih! Kalau Paduka nggak mau tolong aku, pedang ini mau kubuang ke tong sampah, biar digondol anjing iho!"
"Jangan, jangan..!" terdengar nada cemas dari suara sang Raja Dedemit yang tampak dalam wujud pedang bercahaya ungu itu. Kata Raja Ded
"Katanya ada kelemahannya ya, Paduka?""Ada. Kelemahannya di pusar, karena darah campuran itu nggak bisa sampai di pusar. Sebab di pusar ada ruang kosong yang hanya terisi cairan pada saat manusia belum lahir dari rahim sang Ibu. Kalau sudah lahir, cairan itu habis dan ruang itu jadi kosong, tak bisa ditembus cairan apa pun.""Lalu, bagaimana dengan kelemahan 'Cincin Daki Dewa' itu, Paduka?" tanya Baraka semakin asyik, semakin ingin tahu."Nah, bisa kamu bayangkan, tanpa cincin itu saja Wulandita sudah kebal, apalagi kalau cincin itu dipakainya. Dalam keadaan nggak pakai cincin aku masih bisa menembus pusarnya, tapi kalau dia udah pakai cincin itu, wah, aku nggak bisa menembusnya. Bisa sih bisa, tapi nggak ada artinya, seperti bayangan saja. Jadi kalau kau mau melawan dia, usahakan pada saat dia belum memakai cincin itu. Kalau sudah memakai cincin itu, kurasa kau nggak bisa mengalahkannya!""Seandainya sudah telanjur mengenakan cincin itu, lalu bagaimana
Kayaknya ada dosa yang dilakukan Baraka tanpa sadar menghadirkan kesialan seperti itu. Apakah mungkin karena sebelum berangkat ke situ Baraka sempat mencium bibir Nyai Guru Payung Cendana? Mungkin yang bikin sial karena ia hanya mencium bibir saja. Coba kalau ia ikut mencium tangan si guru yang cantik itu, mungkin nggak sebegitu apesnya nasib seorang pendekar dalam almari pakaian.Ketika Baraka terbangun dari tidurnya, hari sudah malam, gelap sudah datang sejak tadi. Baraka memang nggak bisa lihat apakah di luar sudah gelap atau belum, tapi suasana sepi dan suara derik jangkrik yang samarsamar membuatnya yakin bahwa saat itu hari sudah malam."Celaka! Pingin buang air kecil, lagi! Ke mana buangnya, ya?" gumam Baraka dalam hatinya. "Ampun deh! Nggak lagi-lagi aku ngumpet dalam almari, ah! Menderita sekali. Mana di almari ini nggak ada toiletnya? Kalau mau buang air repot sekali!"Segala macam cara sudah dicoba, tapi Baraka belum bisa keluar dari kurungan gelomban
"Itu gagasan yang bagus! Cuma yang kuherankan, kenapa pedangnya Pendekar Kera Sakti tadi ikut berkeliaran sendirian? Terbang ke sana-sini menangkis seranganku terhadap Rani Adinda. Mestinya Rani Adinda sudah mati bersama delapan belas orangnya itu. Cuma karena ada pedang bercahaya ungu itu jadi dia bisa dilarikan oleh pengawalnya!""Apakah Gusti Ratu yakin kalau itu pedangnya Pendekar Kera Sakti?""Lho, bukannya kau dan beberapa orang yang melihat pertarungan Baraka dengan Dalang Setah pernah bercerita tentang ciri-ciri pedangnya Pendekar Kera Sakti? Bukankah menurut kalian ciri-cirinya kayak gitu?""Memang sih, cuma saya masih sangsi, apa benar itu pedangnya Pendekar Kera Sakti, sebab orangnya sendiri nggak kelihatan!""Nah, itu yang perlu dipelajari! Berarti Baraka itu bisa menghilang. Buktinya ia bisa muncul dengan hanya tampak pedangnya saja!""Oo... begitu, ya? Wah, kalau gitu Baraka itu sakti sekali ya, Gusti?""Kayaknya sih begitu. Cu
"Setan kau! Keluar! Cepat keluar!" bentaknya dalam keadaan mulut terbungkam bantal. Kakinya segera merapat. Bahkan saling lilit. Saking kuatnya kaki saling lilit akhirnya ia terpelanting jatuh.Buhkk..!Makin menyingkap semuanya, makin kelabakan sang Ratu."Hiaaahh...!” teriaknya jengkel sendiri.Wuutt..! Dalam sekejap tubuhnya yang mampu melenting ke udara itu sudah berdiri di depan Baraka.Jlegg..!Itulah pelampiasan kejengkelan sang Ratu terhadap tingkahnya sendiri. Bantal masih menutup wajah, mata ditongolkan sedikit. Baraka memandangi dengan tenang, badannya malah sedikit bersandar di tepi almari. Kain cadar hitam ada di tangannya. Kain itu segera diulurkan dengan pandangan mata dan senyum yang sering bikin para gadis melayang-layang bagaikan mabuk gadung."Astaga.. ! Ternyata dia yang ada dalam almariku"l" pikir Ratu Cadar Jenazah setelah muiai tenang dan bisa memandang dengan terang."Ambillah cadarmu.. tapi perlu
Sang Ratu menepukkan tangan ke kasur sampingnya, itu sebuah isyarat agar Baraka duduk di sampingnya. Baraka pun menuruti perintah itu, bagai terhipnotis dari kekuatan gaib yang terpancar dari mata sang Ratu."Apa maksudmu masuk ke kamar pribadiku ini, Baraka?""Untuk melawanmu!" jawab Baraka dengan tegas tapi berkesan enak didengar. Sang Ratu hanya melebarkan senyum."Haruskah kita bermusuhan, Baraka?""Sayembaramu telah membuat suatu tantangan tersendiri bagiku!""Kubatalkan sayembara itu!""Tetap saja kau menantangku!""Demi dewa apa saja, aku nggak berani menantangmu sekarang.""Buktinya kau biarkan jubahmu terbuka begitu?"Sang Ratu tersipu malu sambil merapikan jubah. Baraka melengos sambil tertawa dengan suara gumam. "Rasa-rasanya kita perlu berdamai, Baraka.""Kalau kau mau menjadi baik, aku mau berdamai denganmu.""Menjadi baik? Kau pikir aku sakit?""Ya. Jiwamu sakit sehingga kau berad
Makanya nggak heran kalau sang Ratu nggak mau tidur. Nggak heran juga kalau sang pendekar tampan itu kebingungan dan akhirnya jengkel sendiri, karena kesempatan mencuri cincin itu nggak pernah ada. Hanya saja, ketika matahari muiai merayap lebih tinggi lagi, Baraka punya keberuntungan lain yang di luar dugaan.Wulandita mau keluar kamar, maklum kamar mandi waktu itu nggak ada yang di dalam ruang tidur. Jadi harus keluar ruangan kalau mau ke kamar mandi. Pada saat sang Ratu buka pintu dan menutupnya kembali, tiba-tiba Rembulan Pantai menghampirinya dengan sedikit tegang. Baraka sengaja mencuri dengar di dekat pintu, untuk meyakinkan apakah sang Ratu sudah melangkah ke kamar mandi atau belum. Ternyata yang ia dengar adalah percakapan antara sang Ratu dengan Rembulan Pantai."Ki Parma Tumpeng dan Payung Cendana datang, Gusti Ratu!"Yang kaget bukan sang Ratu, tapi malah Baraka sendiri. Ia baru ingat bahwa keberadaannya di dalam almari itu telah membuat kedua tokoh
"Kalau maksudmu kemari untuk merampas tempat ini lagi, jelas itu suatu hal yang mustahil, Parma Tumpeng!" kata sang Ratu dengan seenaknya, karena ia menganggap usianya sebenarnya sama dengan Ki Parma Tumpeng."Aku kemari bukan untuk membicarakan tempat ini!" ujar Ki Parma Tumpeng. "Ada masalah yang lebih penting lagi dari itu. Perlu kau ketahui, muridku Balak Lima ada di luar menunggu kemunculanku, dan muridnya Payung Cendana yang bernama Bunga Taring Liar juga menunggu di luar gerbang. Dalam waktu seratus hitungan aku nggak muncul, mereka akan menyerang masuk dan mengobrak-abrik tempat ini!"Ratu Cadar Jenazah sunggingkan senyum sinis. "Kamu pikir aku takut dengar ancamanmu? Nggak usah pakai mengancam segala deh! Jelaskan dulu persoalannya!"Payung Cendana yang menjawab dengan tegas, "Baraka ada di sini! Sekarang kuminta kau keluarkan dia! Pasti dia sudah tertangkap olehmu!""Eh, jangan menuduh sembarangan, ya!" sang Ratu mulai berang, sebab di sit
Clapp...! Sinar biru sejengkal keluar dari ujung telunjuk Ratu Cadar Jenazah. Sinar itu kecil dan gerakannya cepat. Tapi agaknya Ki Parma Tumpeng nggak kalah siap. Dari tangan kanannya yang bertelapak membuka keluar sinar agak besar warna merah lebar.Clapp...! Tangan itu tak digerakkan ke depan, hanya membuka di samping, tapi gerakan sinarnya tergolong cepat dan menghantam sinar birunya Wulandita.Blarrr.. !Asap mengepul tebai akibat ledakan di pertengahan jarak itu. Tebalnya asap mengganggu pandangan Ki Parma Tumpeng, sehingga ia nggak bisa lihat apa yang dilakukan oleh lawannya.Tahu-tahu seberkas cahaya biru mirip bola berduri itu melesat menerobos ketebalan asap, mengarah kepada Ki Parma Tumpeng.Wusss ..."Eit..! Gawat!" Ki Parma Tumpeng sentakkan tongkat ke tanah.Dug..!Wuttt.. !Tubuhnya melesat ke atas dalam keadaan masih tegak berdiri tegak lurus. Dari atas sana barulah dia melihat Wulandita sedang rapatkan kedua tel