"Kalau maksudmu kemari untuk merampas tempat ini lagi, jelas itu suatu hal yang mustahil, Parma Tumpeng!" kata sang Ratu dengan seenaknya, karena ia menganggap usianya sebenarnya sama dengan Ki Parma Tumpeng.
"Aku kemari bukan untuk membicarakan tempat ini!" ujar Ki Parma Tumpeng. "Ada masalah yang lebih penting lagi dari itu. Perlu kau ketahui, muridku Balak Lima ada di luar menunggu kemunculanku, dan muridnya Payung Cendana yang bernama Bunga Taring Liar juga menunggu di luar gerbang. Dalam waktu seratus hitungan aku nggak muncul, mereka akan menyerang masuk dan mengobrak-abrik tempat ini!"
Ratu Cadar Jenazah sunggingkan senyum sinis. "Kamu pikir aku takut dengar ancamanmu? Nggak usah pakai mengancam segala deh! Jelaskan dulu persoalannya!"
Payung Cendana yang menjawab dengan tegas, "Baraka ada di sini! Sekarang kuminta kau keluarkan dia! Pasti dia sudah tertangkap olehmu!"
"Eh, jangan menuduh sembarangan, ya!" sang Ratu mulai berang, sebab di sit
Clapp...! Sinar biru sejengkal keluar dari ujung telunjuk Ratu Cadar Jenazah. Sinar itu kecil dan gerakannya cepat. Tapi agaknya Ki Parma Tumpeng nggak kalah siap. Dari tangan kanannya yang bertelapak membuka keluar sinar agak besar warna merah lebar.Clapp...! Tangan itu tak digerakkan ke depan, hanya membuka di samping, tapi gerakan sinarnya tergolong cepat dan menghantam sinar birunya Wulandita.Blarrr.. !Asap mengepul tebai akibat ledakan di pertengahan jarak itu. Tebalnya asap mengganggu pandangan Ki Parma Tumpeng, sehingga ia nggak bisa lihat apa yang dilakukan oleh lawannya.Tahu-tahu seberkas cahaya biru mirip bola berduri itu melesat menerobos ketebalan asap, mengarah kepada Ki Parma Tumpeng.Wusss ..."Eit..! Gawat!" Ki Parma Tumpeng sentakkan tongkat ke tanah.Dug..!Wuttt.. !Tubuhnya melesat ke atas dalam keadaan masih tegak berdiri tegak lurus. Dari atas sana barulah dia melihat Wulandita sedang rapatkan kedua tel
"Kalau kau masih nekat ingin masuk menemui sang Ratu, kau harus melangkahi mayatku tujuh kali! Perlu kau ketahui, siapa pun tak kuinginkan bertemu dengan Wulandita, karena dia calon istriku!?"“Mulut besarmu itu memang perlu dirobek pakai ujung pedangku, Panji Gosip! Dari dulu tak pernah ada jeranya menyebar gosip dan membual di sana-sini" geram Bunga Taring Liar.Gadis ini belum keluar taringnya. Kalau sudah keluar taringnya, naah.. bahaya sekali tuh. Malaikat Bisu yang jadi guru dan ketua dari Perguruan Tanduk Singa saja mati di ujung pedangnya, apalagi cuma Panji Gosip yang belum banyak pengalamannya di rimba persiiatan. Tapi agaknya Panji Gosip nggak takut sedikit pun menghadapi Bunga Taring Liar, ia menerjang maju dengan pisau kembarnya yang masing-masing panjangnya dua jengkal itu.Wut, wut, wut.. !Panji Gosip kibaskan pisaunya dengan cepat. Kedua tangan yang masing-masing memegang pisau itu bergerak terus tiada hentinya. Sepertinya gerakan i
MERASA waktunya pendek, Pendekar Kera Sakti terpaksa harus bisa menemukan cincin itu dengan cepat, jangan sampai saat ia menggeledah almari ketahuan Ratu Cadar Jenazah. Udah nggak asyik aja deh kalau sampai ketahuan begitu. Malunya nggak ketulungan. Tapi rupanya mencari 'Cincin Daki Dewa' itu bukan semudah mencari meja di antara para kursi,Cempuk, tempat menyimpan perhiasan dari logam kuningan memang sudah ditemukan Baraka. Tapi isinya bermacam-macam perhiasan. Repotnya lagi Baraka harus bisa memilih cincin yang tepat. Repotnya lagi di dalam cempuk itu ternyata Ratu Cadar Jenazah mempunyai tiga puluh empat cincin. Busyet! Bisa dibayangkan bagaimana repotnya memilih satu cincin di antara tiga puluh empat cincin?"Batunya berwarna hitam bening!" ingat Baraka. "Ya, memang sih, cirinya dari 'Cincin Daki Dewa' adalah berbatu hitam. Tapi sang Ratu ternyata mempunyai delapan beias cincin berbatu hitam. Mau nggak mau Baraka agak gugup juga saat mengobrak-abrik kedelapan belas
Tangan si perempuan terulur dalam posisi telapak tangan tengadah, tanda meminta sesuatu. Baraka berkerut dahi, berlagak bingung melihat sikap si pelayan pendek itu."Apa maksudmu sih?""Cempuk itu memang kau pulangkan pada tempatnya, tapi yang kau selipkan di sabuk pinggangmu itu mana? Harus dipulangkan juga!""Ah, nggak ada kok!""Jangan bohong! Kalau aku keluar dan teriak maling, kau pasti dikepung prajurit dan digebuki sambil diarak keliling alun-alun!""Ah, kamu ini apa-apaan sih? Aku kan sudah bilang, bahwa...""Serahkan kembali yang kau selipkan di sabuk pinggangmu itu, Baraka ganteng!" tangannya masih tengadah meminta."Berani sumpah serapah deh, aku nggak sembunyiin apa-apa di sabuk pinggangku.""Aku keluar nih.. ! Aku teriak maling, ya!"Pelayan itu mau keluar, tapi buru-buru ditarik Baraka, "Eeeh.. jangan dong!"Pelayan itu segera ditarik menjauhi pintu. Rupanya pelayan itu tadi sempat melihat saat cinci
Pada saat itu batin Baraka sampai berkata, "Kayak tokek panik kalau gini?"Lolos dari kepungan para prajurit, Baraka segera melesat ke atas tembok benteng. Dari sana ia seperti seekor harimau kumbang yang melompat dan bersalto beberapa kali di udara. Dalam sekejap sudah berada di stamping Payung Cendana.Jlegg..!"Baraka...!" Payung Cendana terkejut dengan suara pelan, karena ia sedang menahan sakit di bagian dadanya yang ingin memuntahkan darah untuk yang kedua kalinya. Ki Parma Tumpeng pun terbatuk-batuk walau ia sadar bahwa Baraka sudah ada di situ.Bunga Taring Liar menarik napas begitu melihat Baraka, merasa lega. Tapi matanya segera mengarah kepada Ratu Cadar Jenazah penuh waspada. Pedangnya masih di tangan dan siap serang jika sang Ratu Membahayakan keselamatan gurunya.Kecurigaan mulai membakar murka sang Ratu. Suaranya terlepas lantang kepada Baraka. "Baraka, kembali ke kamar.""Untuk apa?" ujar Baraka dengan seenaknya. Ia berplkir,
"Celaka! Cincin itu sudah ada di tangan Saliyem!" pikir Baraka penuh keheranan."Kapan ia mengambilnya dariku? Oh, mungkin.. mungkin pada saat ia berlagak memelukku, ia sempatkan diri untuk mencopet cincin itu dari pinggangku! Kurang ajar babu satu itu! Pantas dia tadi bilang aku akan sial. Rupanya ia sudah berhasil mencopet cincin itu dari pinggangku! Benar-benar sialan pelayan bergigi mancung itu.""Saliyem, serahkan cincin itu! Lekas serahkan!"Wuttt...!Saliyem melompat dalam gerakan salto mundur. Lincah sekali babu bergigi keriting duren itu. Dengan senyum yang nggak pernah bisa dibilang manis itu, Saliyem berkata keras, "Kalahkan Pendekar Kera Sakti itu, baru saya serahkan cincin ini!""Kau jangan main-main, Saliyem!" bentak sang Ratu.Rembulan Pantai muncul langsung berseru, "Gusti, cincinnya sedang dicari oleh Saliyem dan.. dan.. lho, kok dia sudah ada di sini!" Rembulan Pantai menatap Saliyem dengan heran dan terperanjat bingung.
SEORANG pemuda berwajah ganteng bin tampan tampak tengah duduk bersemadi diatas sebuah batu putih. Di hadapannya terbentang gugusan jurang tanpa dasar. Gelap gulita. Karena memang keadaan waktu tengah malam. Melihat ciri dan perawakannya, pemuda yang berusia sekitar dua puluh dua tahun ini tak lain adalah Baraka, si Pendekar Kera Sakti adanya. Wajahnya tampak tegang. Entah ada apa gerangan?Sebenarnya sudah dua hari dua malam Baraka melakukan tapa semadinya, hal ini berawal dari beberapa malam yang lalu. Baraka bermimpi bertemu dengan Hyun Jelita, sosok bidadari yang kecantikannya nggak ada yang menyamai di alam semesta ini. Anehnya, dalam pertemuan kali ini. Sang bidadari jelita tampak menangis tanpa mengucapkan apa-apa. Yang membuat Baraka heran pada sosok bidadari jelita itu adalah tidak adanya sekuntum bunga mawar asli yang biasanya ada di belahan dadanya yang menyembul dengan indahnya. Hampir setiap malam Baraka bermimpi yang sama, hingga di malam terakhir, Hyun Jelita m
Dengan langkah seenaknya Setan Bodong mendekati sang murid. Matanya memandang tajam dan penuh curiga. Karena pada saat itu, Baraka tidak segera menyelesaikan semadinya, melainkan melanjutkan semadinya dengan cara memejamkan mata, dan kedua tangan tetap terletak lurus di kedua lututnya yang bersila. Kedua tangan itu sama-sama menggenggam walau tak terlalu kencang."Baraka, berhentilah! Aku mau bicara padamu!"Baraka masih diam, sepertinya tidak mendengar ucapan sang Guru. Tiga kali kata-kata itu dilontarkan dengan nada semakin keras, tapi Baraka tetap diam tak bergerak sedikit pun kecuali pernapasannya."Keras kepala kau ini, hah?!" Bentak Setan Bodong.Baraka masih tidak bergeming bagaikan patung batu. Setan Bodong bergerak ke depan, jaraknya tujuh langkah dari tempat Baraka bersila. Dengan jengkel ia lemparkan tongkatnya ke arah dada Baraka.Tongkat itu meluncur dengan ujung bagian bawahnya terarah ke dada Baraka seperti anak panah.Tiba-ti