"Kubunuh kau, Wasesa..." bentak Dewi Salindri sengit. Kemudian tanpa banyak berkata lagi, Dewi Salindri segera menyerang dengan tebasan-tebasan golok. Serangannya begitu gencar, membuat golok di tangannya bagai menghilang. Ke mana pun Wasesa menghindar, golok di tangan Dewi Salindri mengejarnya. Keadaan itu membuat Wasesa agak kerepotan juga.
"Hebat.. Rupanya ilmu golokmu semakin lama semakin bertambah maju, Dewi...," puji Wasesa sambil tertawa terkekeh, membuat perempuan itu semakin bertambah panas. Karena ia tahu kalau ucapan Wasesa hanyalah sebuah ejekan kepadanya.
"Jangan banyak bacot. Terima seranganku ini..." Dewi Salindri semakin mempercepat serangannya. Golok di tangan kanannya berkelebat cepat, menimbulkan sinar putih keperakan yang bergulung cepat mengejar Wasesa.
Menghadapi serangan gencar dari Dewi Salindri, Wasesa yang tidak memakai senjata mau tak mau harus mengeluarkan ilmu peringan tubuhnya untuk berkelit ke sana kemari.
Sebuah sodokan gag
"Hup...""Auh, tidak..." Dewi Salindri kembali memekik seraya menghindari sergapan Wasesa. Kaki kanannya memang mampu digeser agak melebar, tapi tetap saja tangan Wasesa dapat menjambret pakaiannya.Breeet!Pakaian yang dikenakan Dewi Salindri robek di dadanya, sehingga bagian dadanya tampak jelas terlihat. Hal itu membuat Wasesa menelan ludahnya berulang kali. Sedangkan Dewi Salindri berusaha menutupinya dengan kedua tangan.Dewi Salindri menggeleng-gelengkan kepalanya dengan mata masih memandang tegang ke arah Wasesa yang kian kerasukan setan. Tubuhnya kembali menerkam Dewi Salindri. Dan tanpa dapat dihindari lagi, tubuh Dewi Salindri disergap dengan buas oleh Wasesa."Lepaskan Lepaskan aku, Pengecut!" jerit Dewi Salindri sambil terus berontak untuk dapat melepaskan dekapan kokoh tangan Wasesa yang kian beringas dan terus menciumi wajahnya.Kegaduhan itu rupanya membangunkan seorang bocah berusia sekitar sepuluh tahun yang tengah tidur di
Pertarungan Yudha melawan kelima begundal Wasesa masih berlangsung seru. Dilihat dari perkembangannya, jelas menunjukkan Yudha semakin terdesak hebat oleh kelima lawannya yang semakin bernafsu untuk secepatnya menjatuhkan lawan mereka.Meski begitu, Yudha tidak mau mengalah begitu saja. Selama hayat masih dikandung badan, ia akan tetap melawan sampai titik darah penghabisan. Itulah jiwa ksatria sejati.Golok Sakti di tangan Yudha bergerak cepat, memapak serangan lawan yang datang silih berganti. Sesekali tangannya menyodokkan golok ke arah lawan yang menyerang, tapi lawannya yang lain telah mendahului dari belakang. Mau tak mau Yudha mengurung serangannya.Sambil membalikkan tubuh, ditangkisnya serangan lawan."Heaaa...!"Senjata rantai berujung bola berduri di tangan Sepasang Hantu dari Kelangit mendesing di alas kepalanya. Cepat-cepat Yudha merundukkan tubuh ke bawah untuk menghindar dari sabetan ganas salah satu rantai. Kemudian dengan cepat pul
Terlebih ketika Wasesa menghajarnya dengan pukulan maut 'Pasir Baja'nya yang mengandung racun jahat."Yudha, terimalah kematianmu. Hiaaa...!"Deggg!"Aaakh..." Yudha menjerit sejadi-jadinya, ketika pukulan Wasesa menghantam tubuhnya. Matanya mendelik, memandang ke arah Wasesa dan teman-temannya yang tergelak-gelak."Bajingan Pengecut... Kubunuh kalian..."Yudha berusaha bangkit untuk menyerang. Namun baru beberapa langkah, tubuhnya telah ambruk. Dari mulutnya melelehkan darah segar kehitaman.Melihat suaminya mati, Dewi Salindri yang masih merasakan sakit, dengan cepat mengambil golok suaminya. Lalu dihunjamkan golok itu ke dadanya."Kakang...," Dewi Salindri berusaha menggenggam tangan suaminya. Setelah dapat, dia pun terkulai tanpa nyawa dengan dada tertembus golok sang Suami."Dewi..." Wasesa berusaha mencegah, tapi terlambat. Semuanya telah terjadi. Dipandanginya dua sosok mayat bekas kakak seperguruan yang ada di hadapanny
Si kakek tersenyum, lalu secara tiba-tiba dari ujung kaki si kakek terjadi perubahan, perubahan itu makin merambat ke atas hingga merubah wujud sang kakek.Kini di hadapan Naga Emas telah berdiri seekor kera berwarna putih. Lingkar tubuhnya lebih besar dari pohon beringin tua. Diatas kepala kera itu, tampak sebuah mahkota emas tersampir. Matanya tajam, namun mengandung kewibawaan dan kearifan.“Aku Raja Kera Putih, kau siapa?”“Aku adalah Naga Emas, dan yang disana itu adalah adikku, Baraka” kata Naga Emas seraya menoleh kearah sosok anak lelaki yang masih tergeletak pingsan.“Baraka” ulang Raja Kera Putih lagi mengangguk-anggukkan kepalanya seraya mengelus-elus jenggotnya yang putih. “Jika tak salah dugaanku, adikmu itu adalah sang pewaris yang telah ditunggu-tunggu kehadirannya selama seribu tahun...”Hroaagghhh ... !Naga Emas mengeluarkan raungan dahsyatnya seakan membenarkan apa yang diuca
Plashh!“Ahh...!”Baraka terperangah seraya menutup kedua matanya dengan pergelangan tangannya saat sinar berkilauan memancar keluar dari dalam kotak tersebut saat dibuka.Untunglah hal itu tak berlangsung lama, saat sinar itu memudar, Baraka menurunkan pergelangan tangannya. Dengan wajah yang masih terperangah. Baraka dapat melihat isi kotak kayu besar yang mengeluarkan aroma kayu cendana tersebut.Dua buah gelang emas!Ya isinya adalah dua buah gelang emas yang terdapat ukiran huruf-huruf yang Baraka sendiri tak tahu apa makna dari huruf-huruf tersebut.“Kedua gelang ini merupakan pusaka para dewa di masa lampau. Namanya Pusaka Gelang Brahmananda” jelas Raja Kera Putih.“Pusaka Gelang Brahmananda...” lagi-lagi Baraka mengulangi perkataan Raja Kera Putih dengan menggaruk-garuk kepala.“Benar, didalam gelang ini terdapat kekuatan maha dahsyat yang merupakan gabungan dari tenaga spritual
Praakkkhh!!!Batu berukuran 3x kerbau dewasa itu langsung hancur rengkah menjadi berkeping-keping itu dihantam oleh gelombang tenaga dalam itu.Baraka terpaku kagum melihat kedahsyatan serangannya. Sementara ditempatnya, Raja Kera Putih tampak tersenyum puas.Plok! Plok! Plok!Terdengar suara tepukan tangan diiringi pekikan riuh para kera-kera yang ada ditempat itu. Baraka memalingkan pandangannya ke arah Raja Kera Putih.“Hebat! Hebat sekali Baraka” puji Raja Kera Putih seraya berjalan mendekati Baraka.“Kau sudah berhasil menguasai kekuatan Gelang Brahmananda dengan sempurna” Lalu katanya lagi, “Ketiga kekuatan itu, Balasasra (Seribu Prajurit), Satadanawa (Seratus Raksasa) dan Balaraksha (Seribu Raksasa) adalah kekuatan maha dahsyat yang sangat sulit dicari tandingannya didunia persilatan. Hanya satu pesanku untukmu Baraka. Jangan Kau pergunakan ajian-ajian itu kalau tidak sangat ter
Wuuuttt! Wuuuttt!Energi cahaya keemasan melesat keluar dari gelang-gelang-Gelang Brahmananda yang ada ditangan Baraka, melesat cepat menuju kearah batu besar itu.Blaaarr!Batu besar itu langsung hancur berkeping-keping terkena energi keemasan dari gelang-Gelang Brahmananda. Baraka tersenyum melihatnya.Hiaaah...!Wungngng! Wungngng..! Wungngng...!Kembali Baraka mengerahkan jurusnya, kedua tangan dibentangkan, ke-10 ‘Gelang Brahmananda’ berpencar kemana-mana.Dhuar! Dhuar! Dhuar! Dhuar! Dhuar!Ledakan-ledakan dahsyat dan beruntun terjadi saat ke-10 ‘Gelang Brahmananda’ itu menghantam bebatuan yang ada disekitar tempat latihan itu.Wungngng! Wungngng..! Wungngng...!Begitu Baraka menghentakkan kedua tangannya, ke-10 ‘Gelang Brahmananda’ kembali kearahnya dan masuk kembali kepergelangan tangannya. Baraka mengakhiri latihannya dengan w
"Kerahkan seluruh kehendak sucimu, Baraka!" kembali terdengar teriakan keras Raja Kera Putih.Wajah Baraka yang sejak tadi terlihat sangat tegang dan sedikit pucat, secara perlahan mulai terlihat tenang. Hal ini terjadi karena Baraka dapat merasakan getaran kekuatan energi Kuasa Dewanya sudah mulai berkurang. Baraka sudah mulai terbiasa dan bisa mengendalikannya secara perlahan.Kedua mata Baraka kembali terbuka, terlihat bagaimana kedua mata Baraka yang berkilat-kilat sinar keemasan. Perlahan tapi pasti, sosok Baraka mulai bangkit berdiri. Tangannya tidak lagi bergetar seperti tadi. Kini sosok Baraka sudah berdiri mantap dengan tangan kiri tergenggam yang terangkat didepan dada. Tatapan matanya tajam terarah pada batu besar yang berjarak 3 tombak dihadapannya."Hiaaah...!"Baraka berteriak dengan keras seraya memukulkan kepalan tangan kirinya kedepan.Wusss...!Gelombang hawa keemasan tanpa wujud menggebrak kedepan, melesat dengan
Dalam perjalanannya menuju Gunung Keong Langit, yang menurut keterangan Tabib Awan Putih, bentuk gunung itu seperti rumah keong raksasa itu, Baraka sempat berpikir tentang semua kata-kata dan penjelasan tabib bungkuk itu."Mungkin memang karena tak beristri lagi, maka Raja Hantu Malam kembali ke jalan yang sesat karena tak ada orang yang mengingatkannya. Tapi mengapa diawali dari dasar laut? Mengapa sasaran pertamanya Ratu Asmaradani? Apakah dengan begitu tingkah lakunya tidak mudah tercemar di permukaan bumi? Atau karena Raja Hantu Malam tak bisa menahan hasratnya untuk beristri lagi dan sudah lama mengincar Ratu Asmaradani yang masih tampak muda itu?"Renungan itu patah. Langkah pun terhenti. Pandangan Baraka segera tertuju ke arah kirinya. Di sana ada tanah lega berpohon jarang. Di atas tanah itu tampak dua orang mengadu kesakitan dengan letupan-letupan yang kadang menjadi ledakan mengguncang tanah. Baraka segera bergegas ke pertarungan dua perempuan yang jaraknya l
Pada saat Pendekar Kera Sakti tercengang, wajah Ratu Asmaradani tertunduk malu dan sedih. Tapi suaranya terdengar jelas, "Paksa dia untuk sembuhkan diriku, Baraka. Jika memang sangat terpaksa, kalahkan dia dengan caramu. Aku mohon bantuanmu. Pendekar Kera Sakti...!"Baraka masih tertegun merinding melihat keganasan ilmu 'Racun Siluman', ia dapat bayangkan alangkah menderitanya hidup tanpa bagian perut ke bawah.-o0o-RINDU MALAM hanya diizinkan oleh Ratu Asmaradani mengantar Baraka sampai di permukaan laut saja. Ia harus segera kembali, karena sang Ratu punya firasat adanya rasa cinta di hati Rindu Malam. Bahkan sebelum ia ditugaskan mengantarkan Baraka ke permukaan laut, sang Ratu sudah berpesan kepada semua rakyat dan orang-orang bawahannya, "Tak satu pun boleh mencintai Baraka dan merayunya. Dia orang terhormat, murid dari kakak sepupuku. Apalagi kalau dia berhasil kalahkan Raja Hantu Malam, kalian semua, termasuk aku, berhutang budi kepadanya.
"Ibuku adalah adik dari ibunya Dewi Pedang. Jadi cukup dekat hubunganku dengan bibi gurumu itu, Baraka."Pendekar tampan angguk-anggukkan kepala. Senyumnya kian mekar berseri menggoda hati para prajurit di pinggiran ruang pertemuan itu. Pendekar Kera Sakti merasa lega dan bangga bisa bertemu dengan Ratu Asmaradani, yang dalam urutan silsilah termasuk orang yang patut dihormati dan dilindungi, sebab adik dari gurunya sendiri. Tetapi Baraka diam-diam menyimpan keheranan kecil."Tentunya dia punya ilmu tinggi. Tapi mengapa dia tak bisa selesaikan persoalannya sendiri? Mengapa harus meminta bantuan padaku?"Kemudian Baraka pun bertanya, "Jadi, bagaimana aku harus memanggilmu, Nyai Ratu? Bibi atau....""Terserah kau. Bukan panggilan hormatmu yang kubutuhkan, tapi kesaktianmu yang kuharapkan bisa menolongku.""Boleh aku tahu apa kesulitanmu, Nyai Ratu?""Beberapa waktu yang lalu, seorang lelaki berilmu tinggi dapat masuk ke negeri ini. Ia mengaku
"Gusti Ratu kami mempunyai ilmu 'Latar Bayangan' yang membuat semua pemandangan di sini seperti pemandangan di permukaan pulau," kata Kelana Cinta."Apakah di sini juga ada siang dan malam?""Ya. Kami juga mengenal siang dan malam, tapi kami tak punya matahari dan rembulan," jawab Rindu Malam."Hanya orang berilmu tinggi dan mempunyai kepekaan indera keenam saja yang bisa sampai di tempat kami ini. Tetapi jika kau tinggal di sini, kau akan dibekali ilmu tersendiri yang bisa membuatmu keluar masuk ke negeri kami, seperti contohnya ilmu yang kugunakan membawamu kemari tadi," kata Kelana Cinta."Seandainya ada...." Kelana Cinta tak jadi teruskan kata, ia melihat seorang wanita berjubah perak muncul di serambi istana. Wanita berambut pendek itu membungkukkan badannya, memberi hormat kepada Baraka.Maka Kelana Cinta berkata, "Sebaiknya kita segera masuk ke istana. Pendeta Agung Dewi Rembulan sudah mempersilakan kita untuk menghadap sang Ratu.""O
"Aneh sekali!" gumam Baraka sambil memandang pulau gundul yang seolah-olah tempat pengasingan amat menyedihkan. Tak ada tonggak, tak ada pohon, tak ada atap, tak ada apa-apa. Tentu saja Pendekar Kera Sakti bingung mencari di mana negeri Samudera Kencana itu.Rindu Malam membawa Baraka persis ke tengah pulau. Kelana Cinta segera lakukan gerakan aneh. Kedua tangannya direntangkan, lalu mengeras, dan bergerak saling mendekat di depan dada. Kedua tangan itu saling bertemu, tapi hanya ujung telunjuk dan ujung jempolnya saja yang bertemu, jari lainnya menggenggam rapat. Kelana Cinta memusatkan pikirannya, mengerahkan tenaga untuk keluarkan kekuatan aneh dari ujung pertemuan dua telunjuk tersebut.Kejap berikut, ujung telunjuk itu lepaskan selarik sinar warna-warni, bagaikan sinar pelangi. Sinar itu melesat tanpa putus, mengarah ke tanah cadas berumput laut. Sinar itu bergerak sesuai dengan langkah kaki Kelana Cinta yang mengelilingi tubuh Rindu Malam dan Baraka. Sinar warna-
"Memang... memang hanya salah paham saja."Baraka tertawa, tapi Rindu Malam dan Sumbaruni saling lirik penuh hasrat untuk saling menyerang. Hasrat itu sama-sama mereka tahan supaya tidak membuat si pendekar tampan besar kepala, karena merasa diperebutkan.Tiba-tiba sekelebat bayangan datang dari arah belakang Sumbaruni. Bayangan itu tahu-tahu sudah berwujud di depan mereka, membuat Sumbaruni dan Baraka sedikit tercengang melihat penampilan seorang tokoh tua berambut panjang abu-abu, berbadan kurus dan berjubah putih kusam. Orang itu bukan orang tua yang bertarung aneh di puncak bukit seberang tadi, melainkan seorang tokoh tua yang amat dikenal Baraka dan Sumbaruni. Dia adalah Raja Maut, tokoh beraliran putih yang tidak sempat hadir dalam pertemuan di Bukit Kayangan untuk membicarakan pelaku pembunuhan Ki Empu Sakya."Sumbaruni, syukurlah kau bisa kutemui di sini!" kata Raja Maut."Ada apa, Prasonco?" tanya Sumbaruni menyebutkan nama asli Raja Maut.
Racun tersebut akan membuat Pelangi Sutera mudah tergugah hasratnya jika melihat sosok Baraka, bahkan hanya dengan membayangkan saja hasrat itu dapat berkobar seperti hutan yang terbakar. Racun itu membuat Pelangi Sutera akan 'gila kencan' dan tak mau melayani lelaki lain. Hanya Baraka saja yang ada dalam khayal asmaranya. Jika tak terlayani, maka ia akan sakit, kurus, TBC, dan akhirnya wassalam alias mati.Sebab itulah Pelangi Sutera tidak menyukai perdebatan itu dan segera ikut campur dengan sikap kurang bersahabat. Pelangi Sutera atau Sumbaruni mempunyai ilmu yang dapat dipakai untuk mengukur ketinggian ilmu seseorang dengan melihat wajahnya atau mendengar namanya saja. Tak heran jika Sumbaruni berkesan meremehkan kedua utusan dari Negeri Samudera Kencana itu, karena ia sadar bahwa ilmunya lebih tinggi dari kedua orang tersebut."Apa maksudmu ikut campur dalam percakapan kami, Sumbaruni!" tegur Kelana Cinta dengan ketus."Karena aku tak izinkan gadis mana pun
Kedudukan Kelana Cinta lebih tinggi dari Rindu Malam, sebab Kelana Cinta mempunyai jabatan atau pangkat perwira di Negeri Samudera Kencana itu. Ketika mereka bermaksud membawa Baraka ke Negeri Samudera Kencana untuk menghadap Ratu Asmaradani yang pernah hadir lewat mimpi Baraka, tiba-tiba keduanya mempunyai selisih pendapat. Mereka terpaksa berhenti di perjalanan dan menyuruh Baraka agak menjauh, karena mereka ingin lakukan perdebatan yang tak boleh didengar siapa pun. Karenanya, Baraka naik ke Puncak Karang dan terkesima oleh pertarungan kakek sakti yang aneh itu, sementara Rindu Malam dan Kelana Cinta lakukan perdebatan sengit di kaki Puncak Karang tersebut.Apa yang diperdebatkan oleh kedua wanita cantik berpotongan rambut cepak seperti lelaki itu adalah sesuatu yang tak disangka-sangka oleh Baraka."Sekalipun kau telah pertaruhkan nyawamu beberapa kali untuknya, tapi kau tetap tidak diizinkan untuk jatuh cinta padanya, Rindu Malam.""Gusti Ratu Asmaradani ti
Gemuruh suara angin bagaikan banjir datang dari kejauhan. Kecepatan angin sungguh besar, sampaisampai pohon yang telah tumbang terseret ke barat bagaikan didorong dan ditarik tenaga yang amat kuat. Batu-batuan mulai menggelinding jatuh ke jurang. Tetapi kakek berjubah putih itu masih diam tanpa bergerak, kecuali jubahnya yang melambai-lambai dan rambutnya yang meriap-riap seakan ingin copot dari kulit kepalanya.Hawa panas yang hadir bersama angin itu sudah membuat dedaunan menjadi menguning dengan cepat. Mungkin tak lama lagi semua dedaunan akan menjadi kering berwarna coklat.Keadaan Baraka tidak tepat berada di belakang kakek kurus itu. Ia berada di sebelah selatan. Tapi ketinggian tempatnya berpijak membuat pandangan matanya mampu melihat jelas keadaan sang kakek sakti itu. Sekalipun demikian, hawa panas yang hadir bersama angin sempat terasa menyengat kulit lengannya. Padahal angin berhawa panas itu tidak terarah kepadanya."Kalau tubuh orang awam yang mene