Praakkkhh!!!
Batu berukuran 3x kerbau dewasa itu langsung hancur rengkah menjadi berkeping-keping itu dihantam oleh gelombang tenaga dalam itu.
Baraka terpaku kagum melihat kedahsyatan serangannya. Sementara ditempatnya, Raja Kera Putih tampak tersenyum puas.
Plok! Plok! Plok!
Terdengar suara tepukan tangan diiringi pekikan riuh para kera-kera yang ada ditempat itu. Baraka memalingkan pandangannya ke arah Raja Kera Putih.
“Hebat! Hebat sekali Baraka” puji Raja Kera Putih seraya berjalan mendekati Baraka.
“Kau sudah berhasil menguasai kekuatan Gelang Brahmananda dengan sempurna” Lalu katanya lagi, “Ketiga kekuatan itu, Balasasra (Seribu Prajurit), Satadanawa (Seratus Raksasa) dan Balaraksha (Seribu Raksasa) adalah kekuatan maha dahsyat yang sangat sulit dicari tandingannya didunia persilatan. Hanya satu pesanku untukmu Baraka. Jangan Kau pergunakan ajian-ajian itu kalau tidak sangat ter
Wuuuttt! Wuuuttt!Energi cahaya keemasan melesat keluar dari gelang-gelang-Gelang Brahmananda yang ada ditangan Baraka, melesat cepat menuju kearah batu besar itu.Blaaarr!Batu besar itu langsung hancur berkeping-keping terkena energi keemasan dari gelang-Gelang Brahmananda. Baraka tersenyum melihatnya.Hiaaah...!Wungngng! Wungngng..! Wungngng...!Kembali Baraka mengerahkan jurusnya, kedua tangan dibentangkan, ke-10 ‘Gelang Brahmananda’ berpencar kemana-mana.Dhuar! Dhuar! Dhuar! Dhuar! Dhuar!Ledakan-ledakan dahsyat dan beruntun terjadi saat ke-10 ‘Gelang Brahmananda’ itu menghantam bebatuan yang ada disekitar tempat latihan itu.Wungngng! Wungngng..! Wungngng...!Begitu Baraka menghentakkan kedua tangannya, ke-10 ‘Gelang Brahmananda’ kembali kearahnya dan masuk kembali kepergelangan tangannya. Baraka mengakhiri latihannya dengan w
"Kerahkan seluruh kehendak sucimu, Baraka!" kembali terdengar teriakan keras Raja Kera Putih.Wajah Baraka yang sejak tadi terlihat sangat tegang dan sedikit pucat, secara perlahan mulai terlihat tenang. Hal ini terjadi karena Baraka dapat merasakan getaran kekuatan energi Kuasa Dewanya sudah mulai berkurang. Baraka sudah mulai terbiasa dan bisa mengendalikannya secara perlahan.Kedua mata Baraka kembali terbuka, terlihat bagaimana kedua mata Baraka yang berkilat-kilat sinar keemasan. Perlahan tapi pasti, sosok Baraka mulai bangkit berdiri. Tangannya tidak lagi bergetar seperti tadi. Kini sosok Baraka sudah berdiri mantap dengan tangan kiri tergenggam yang terangkat didepan dada. Tatapan matanya tajam terarah pada batu besar yang berjarak 3 tombak dihadapannya."Hiaaah...!"Baraka berteriak dengan keras seraya memukulkan kepalan tangan kirinya kedepan.Wusss...!Gelombang hawa keemasan tanpa wujud menggebrak kedepan, melesat dengan
PEMUDA berbadan tegap serta berwajah tampan dengan pakaian seperti layaknya seorang satria itu masih melangkah menyusuri lorong-lorong gua, meninggalkan Lembah Kera yang semakin jauh. Pemuda itu tidak lain adalah Baraka. Kakinya terus menyelusuri lorong gua, mencari jalan keluar yang ditunjukkan oleh Raja Kera Putih. Kliwon tampak dengan setia memberikan petunjuk jalan bagi Baraka. Bila Baraka mengambil lorong yang salah. Maka Kliwon akan mengeluarkan suara kwuikannya.Lama pemuda itu menyelusuri lorong gua, hingga akhirnya matanya melihat sebuah sinar terang menyeruak masuk ke dalam."Hm, tentunya itu sinar dari luar. Tidak salah lagi, itu memang pintu gua," kata Baraka sambil mempercepat langkahnya menuju ke arah sumber sinar yang menerobos masuk. Lorong gua yang berliku, menjadikan sinar itu tidak tembus ke dalam. Dan tentunya orang lain tidak akan menyangka ada jalan keluar dari lorong itu.Benar juga dugaannya. Ketika tiba di mulut gua, terlihat laut yang l
"Sokalanang sialan!" umpat gadis bersenjata pedang yang dipanggil Kemuning."Mengingat begitu banyak kejahatan yang telah kau perbuat, enak betul kalau kau menyuruhku pergi. Kau seorang perampok hina! Justru kepalamulah yang harus kupenggal!"Kemuning menunjuk hidung Sokalanang dengan ujung pedangnya. Pakaiannya yang serba kuning tampak berkibaran tertiup angin, hingga tekuk-liku tubuhnya yang sintal membayang jelas di mata Sokalanang."Hmmm... Tubuhmu sungguh menggiurkan, Kemuning...," desis Sokalanang. "Andai kau bukan murid Dewi Pedang Halilintar, ingin rasanya aku bermain cinta denganmu. Ha ha ha...!""Jahanam! Bercintalah kau dengan malaikat kematian!"Sambil menggembor keras, Kemuning menerjang. Melihat tusukan pedang yang mengarah ke jantung, cepat Sokalanang menyabetkan goloknya ke depan!Trang...!Benturan senjata tajam terdengar lagi. Bunga api memercik. Kemuning mendengus gusar merasakan jemari tangan kanannya yang kesemuta
"Ya. Ya, begitulah," sahut Baraka, membenarkan tebakan Kemuning."Aku tadi sempat mendengar kau menyebutkan nama. Benarkah namamu Baraka ?""Kalau tidak ada kau, mungkin aku telah terbujur menjadi mayat. Oh ya, aku tadi sempat mendengar kau menyebutkan nama. Benarkah namamu Baraka?""Ya. Kau?""Aku Kemuning. Orang-orang biasa menyebutku sebagai Dewi Pedang Kuning. Tapi, kau jangan meremehkan kemampuanku. Aku memang kalah melawan perampok hina tadi. Kau harus tahu, aku memang belum menamatkan pelajaran dari guruku. Kalau mau tahu, guruku bergelar Dewi Pedang Halilintar.Mendengar ucapan Kemuning yang nyerocos panjang, Baraka cuma menjawab singkat, "Ya. Ya.""Eh, aku ingin tahu, siapa gurumu?"Baraka terdiam dengan wajah bingung, kepalanya digaruk-garuk seperti kegatalan. Kemuning tanpa sadar membekap mulutnya. Ia merasa kelepasan bertanya. Menanyakan guru seseorang yang baru dikenal adalah pertanyaan yang janggal dan aneh, bahkan agak
"He he he.....Bukankah tadi kau mengatakan kalian berempat iblis?" balik pemuda itu dengan maksud mengejek. Tangannya terus menggaruk-garuk kepala serta mulutnya cengengesan.Pemuda yang ternyata Baraka itu kembali berkata, "Ah, lucu.... Seharusnya orang seusia kalian belum pikun. Tapi... Yah, mungkin inilah dunia. Ternyata iblis pun bisa pikun...,"Merah membara wajah Empat Iblis dari Tenggarong mendengar ocehan pemuda sinting itu. Salah seorang dari mereka melontarkan paha ayam ke arah si pemuda, disertai tenaga dalam penuh."Nih untukmu, terimalah. Lalu pergi dari sini, jangan sampai kesabaran kami hilang"Paha ayam yang masih utuh itu melesat seperti mata anak panah ke arah si pemuda. Tapi dengan enteng, Baraka menangkapnya. Hal itu membuat Empat Iblis dari Tenggarong cukup terkejut. Sedang pemuda itu dengan santai menggeragoti daging ayam."Terima kasih, kau baik sekali...” kata Baraka seraya mengunyah paha ayam itu.“Terima
Crak!“Akh...!” jerit orang itu sambil melepaskan goloknya dari genggaman lalu beralih memegangi kemaluannya yang pecah. Orang itu melotot sesaat, kemudian terjerembab dengan tubuh bergelinjang sekarat lalu mati.Ketiga temannya tersentak. Tubuh mereka tegang menyaksikan kematian salah seorang teman mereka. Kemarahan mereka kian membeludak. Kemudian dengan mendengus, ketiganya kembali menyerang ke arah Baraka dengan membabi buta.Hal itu sebenarnya sangat menguntungkan bagi Baraka karena mereka tak mempedulikan keselamatan diri sendiri. Dada mereka dipenuhi nafsu untuk segera membinasakan pemuda sinting yang telah membunuh salah satu temannya."Kurencah tubuhmu, Bocah Edan""Heaaa..."Pemuda sinting itu menggaruk-garuk kepala. Setelah cengengesan, sekali lagi pantatnya ditepuk, yang membuat pengeroyoknya semakin marah dan langsung menggebrak dengan babatan golok."Mampus kau..." bentak orang kedua dari Empat Iblis dari Ten
"Memang benar apa yang Ketua katakan," tukas Kapak Iblis, bernada menjilat. Kemudian setelah melihat ketuanya tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala, Kapak Iblis melanjutkan kata-katanya. "Kalau boleh kami tahu, rencana apa yang hendak Ketua sampaikan pada kami dan harus kami laksanakan?"Wasesa tidak langsung menjawab, tapi dia kini berjalan ke samping kanan. Matanya menatap ke dinding, di mana sebuah lukisan seorang wanita cantik bernama Dewi Salindri terpajang. Ditatapnya wajah yang cantik jelita dan membuatnya begitu tergila-gila dalam lukisan itu.Semua terdiam, tanpa seorang pun berbicara. Sedangkan Nyi Bangil menjadi geram menyaksikan Wasesa memandangi lukisan itu. ‘Kau benar-benar bajingan, Wasesa Kau permainkan aku Kau jadikan aku pelampias nafsumu Huh, tunggulah pembalasanku’ Geramnya dalam hati.Wasesa membalikkan tubuh dan kembali memandang ketujuh kaki tangannya sambil berkata. "Apakah kalian telah mendengar bahwa besok akan datang
Baraka memandang dengan sengaja tak berkedip supaya kelihatan sedang meneropong mata dan membaca pikiran wanita itu. Si wanita mulai tertarik dan mendesak pertanyaan, "Kalau kau memang peramal, sebutkan nama guruku!""Hmmm... gurumu adalah Nini Pancungsari, orang berilmu tinggi yang punya dendam dengan tokoh sakti bernama Raja Hantu Malam!"Angin Betina mulai semakin tertarik dengan gerak mata yang sedikit melebar tanda terperanjat. Padahal semua keterangan itu sudah diperoleh Baraka jauh sebelum ia bertemu dengan Angin Betina."Apa kau tahu siapa pembunuh guruku?""Hmmm... ya, tahu! Tapi berbeda dengan alam pikiranmu.""Jelaskan!""Gurumu bertarung melawan Raja Hantu Malam, bekerja sama dengan Sri Maharatu. Mereka berhasil membunuh Raja Hantu Malam, gurumu mengambil kalung pusaka Raja Hantu Malam, sedangkan Sri Maharatu mengambil pusaka Cambuk Getar Bumi. Tapi Sri Maharatu orang kejam. Gurumu dipakai bahan percobaan kesaktian cambuk itu. Sr
Pendekar Kera Sakti hanya meraba kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dan bisa dilakukan oleh para tokoh tua. Diam-diam dia mempunyai kecemasan walau kecil sekali. Kecemasan itu berupa bayangan kesaktian Raja Tumbal jika pedang maha sakti itu tak jadi diberikan kepada orangtua Delima Gusti. Menurut Baraka, kesaktian Raja Tumbal akan semakin berlipat ganda; punya pedang maha sakti dan Seruling Malaikat.Siapa orangnya yang bisa mengalahkan dua pusaka dalam satu tangan itu"Baraka sempatkan diri berhenti sejenak. Tanpa terasa, perutnya terdengar mengeluarkan suara aneh.“Ah... sudah lapar aku” membatin Baraka, rupanya karena ruwetnya apa yang saat ini dipikirkannya, sampai Baraka lupa mengisi tenaganya. Gagasan yang terlintas adalah singgah di desa Pucangan, karena desa itulah yang terdekat dari tempatnya berhenti."Aku akan mampir ke kedainya Ki Rosowelas dan mengisi perut di sana. Sekalian ingin melihat kabarnya Sundari, anak gadis Ki Ros
Mereka tiba di padepokan sang Resi ketika matahari mulai bergeser ke barat. Cahayanya masih terang benderang. Kedatangan mereka disambut oleh dua murid sang Resi yang luput dari pembantaian Dampu Sabang. Kedua orang itu adalah Dul dan Sukat."Guru tidak ada di tempat," kata Sukat"Ke mana beliau?""Pergi ke Bukit Kayangan," jawab Dul."Ke Bukit Kayangan!" Baraka berkerut dahi."Ya. Beliau ingin temui seorang tokoh sakti di sana bergelar si Setan Bodong!" kata Sukat tanpa menyadari bahwa yang diajak bicara adalah murid si Setan Bodong. Hal itu membuat Delima Gusti memandangi ke arah Baraka, sebab ia tahu bahwa Baraka adalah murid si Setan Bodong. Tapi karena Baraka berpikir beberapa saat, maka Delima Gusti pun segera ajukan tanya kepada Sukat."Kapan beliau pulang kemari?""Menurut hitungan, hari ini Guru pulang. Mungkin sedikit sore baru tiba.""Kalau begitu begini saja," kata Baraka kepada Delima Gusti. "Kau tunggu sang Resi d
BARAKA terpaksa menemani Delima Gusti dalam perjalanan ke Lembah Sunyi, untuk menemui Resi Wulung Gading. Hal itu dilakukan Baraka demi memperoleh keterangan sejelas-jelasnya dari Delima Gusti tentang kebenaran kata-katanya itu. Sebab, hati Pendekar Kera Sakti kini diliputi kecemasan yang tersembunyi. Jika benar Pedang Kayu Petir akan dijadikan maskawin bagi Raja Tumbal untuk melamar Delima Gusti, itu berarti Pedang Kayu Petir sudah ada di tangan Raja Tumbal. Semakin sulit menumbangkan orang yang telah memiliki pusaka Seruling Malaikat itu."Kabarnya memang begitu, Gandar Saka sudah berusia banyak, tapi ia masih awet muda karena memang mempunyai ilmu awet muda. Ia seperti lelaki berusia tiga puluhan," tutur Delima Gusti."Kau pernah bertemu dengannya?""Pernah, yaitu ketika ia selamatkan ayahku dari ancaman orang-orang Pulau Dadap. Waktu itu kami masih bermusuhan dengan Pulau Dadap. Setelah itu aku tak pernah bertemu lagi, karena aku jarang ada di kadipaten. Bel
Wuuut...! Pedang itu kenai tempat kosong karena Delima Gusti menghindar dengan lompatan ke samping.Weess...! Dan ternyata dengan sentakan tangan yang terjulur bergerak ke belakang, pedang bergagang hitam itu bisa kembali mundur dengan cepat.Wuuut!Taab...! Dalam sekejap pedang itu sudah kembali ke tangan pemiliknya. Jurus itu belum pernah dilihat oleh Baraka. Tangan perempuan berpakaian hitam itu seperti mempunyai daya sedot yang mampu membuat pedangnya yang sudah melayang lurus menjadi kembali ke tempat semula. Tentu saja hal itu bisa dilakukan karena tenaga dalam yang tinggi dan sangat terkendali."Bahaya sekali jurus pedangnya itu," gumam Baraka masih belum mau bertindak.Tetapi di lain sisi, Delima Gusti pun lakukan jurus yang memukau, ia tak mau mundur setapak pun ketika lawannya maju menyerang. Pedangnya berkelebat cepat membuat tangkisan-tangkisan sambil mencuri kesempatan untuk merobek perut atau dada lawannya. Bahkan dalam satu keeempata
Sebuah pembelaan telah dilakukan Baraka. Palupi merasa sedang ditutupi kelemahannya. Rupanya Baraka benar-benar menjaga rahasia kelemahan ilmu Palupi, sehingga pendekar tampan itu merasa harus berpikir dan berjuang sendiri mencari jalan keluar dari masalah yang masih buntu itu."Pembelaannya terhadapku cukup membuat hatiku semakin bangga padanya," pikir Palupi. "Tapi apakah pembelaan itu berarti awal tumbuhnya rasa cintanya pada diriku? Semoga saja begitu. Seandainya tidak begitu, aku pun tak boleh sakit hati, karena cinta bebas memilih dan tak baik dipaksakan. Aku hanya bisa berharap agar ia dekat dengan hatiku, jauh dari hati perempuan lain. Mulai sekarang harus kupahami bahwa tidak setiap harapan menjadi kenyataan. Jika harapan itu jauh dari kenyataan, aku tak boleh terlalu kecewa. Untuk membendung rasa kecewa agar tidak melukai hatiku, sebaiknya segalanya kuserahkan kepada garis kehidupanku saja. Biar sang nasib yang menentukan perjalanan kasihku."Termenungn
"Aneh...!" gumam Baraka sambil berkerut dahi dan manggut-manggut."Dalam keadaan seperti dulu, aku sanggup menumbangkan Raja Tumbal. Sayang tak pernah berhasil kutemui kecuali hanya begundalnya saja. Tapi dalam keadaan setelah menjadi ratu dengan penobatan resmi ini, aku merasa kalah ilmu dengan Raja Tumbal. Tapi... hanya kau yang tahu hal itu. Kumohon jangan sampai bocor kepada siapa pun."Baraka kian mengangguk-angguk. "Aku paham maksudmu.""Jadi, dalam menghadapi Raja Tumbal nantinya aku sangat membutuhkan bantuanmu. Kecuali aku bisa memiliki Pedang Kayu Petir, mungkin aku berani hadapi sendiri paman tiriku itu. Tanpa pedang tersebut, aku butuh berlindung di belakangmu, Baraka. Maukah kau menjadi panglima perangku?" tanya Palupi yang membuat Baraka bingung menjawabnya.-o0o-Sebenarnya Baraka tidak ingin mempunyai jabatan yang akan mengikat kebebasannya. Menjadi senopati atau panglima perang adalah pekerjaan yang menyita waktu. Ban
"Aku hanya memancing perhatian bagi orang-orang yang bernafsu memiliki pedang tersebut. Tentu saja bukan orang berilmu rendah yang menghendaki pedang itu, pasti orang berilmu tinggi. Lalu, aku bisa kenali orang-orang berilmu tinggi itu, dan bisa tahu apakah dia berpihak kepada Purnama Laras, atau berpihak kepada orang lain. Sasaran utamaku pada waktu itu adalah Purnama Laras dan orang-orangnya. Karena aku tak tahu hati Purnama Laras ternyata amat mulia. Jika aku ingin lakukan penyerangan, aku harus tahu siapa-siapa saja yang akan kuhadapi nantinya. Jadi kupancing mereka dengan berita adanya Pedang Kayu Petir pada diriku. Sebab aku tahu pedang itu pasti masih diminati oleh para tokoh sakti."Napas Baraka terhempas panjang sebagai penghilang kedongkolan, ia segera bertanya, "Lantas apa kesimpulanmu kala itu?""Ternyata Purnama Laras sangat berhasrat untuk memiliki pedang itu, juga dirimu kulihat sangat bernafsu untuk memilikinya, tapi tak kulihat kau ada di pihak Purnama
"Baiklah, kita lupakan dulu tentang pertemuanku dengan sang Begawan itu," kata Baraka. "Sekarang bagaimana dengan Raja Tumbal?""Untuk mengalahkan Seruling Malaikat-nya kupikir aku harus menggunakan Pedang Kayu Petir kalau memang tak sanggup menandingi kesaktian pusaka tersebut. Persoalannya adalah, saat ini sudah hampir masuk purnama ketiga, berarti aku dan para pejabat di istana harus segera tinggalkan negeri ini. Raja Tumbal akan ganti menguasai negeri ini.""Apakah kau sudah bicarakan kepada Palupi, termasuk tentang Pedang Kayu Petir yang saat menjadi orang gila disebut-sebutkan itu?""Aku belum berani membicarakan karena ia masih menikmati masa kegembiraan. Setelah pesta ini usai, aku akan membicarakannya."Tak ingin mengganggu kebahagiaan dan kegembiraan yang sedang berlangsung pada diri seseorang, sungguh merupakan sikap yang baik dan patut dikagumi. Baraka mengerti betul maksud hati Purnama Laras. Tetapi menurutnya, persoalan Raja Tumbal ada