Wuuuttt! Wuuuttt!
Energi cahaya keemasan melesat keluar dari gelang-gelang-Gelang Brahmananda yang ada ditangan Baraka, melesat cepat menuju kearah batu besar itu.
Blaaarr!
Batu besar itu langsung hancur berkeping-keping terkena energi keemasan dari gelang-Gelang Brahmananda. Baraka tersenyum melihatnya.
Hiaaah...!
Wungngng! Wungngng..! Wungngng...!
Kembali Baraka mengerahkan jurusnya, kedua tangan dibentangkan, ke-10 ‘Gelang Brahmananda’ berpencar kemana-mana.
Dhuar! Dhuar! Dhuar! Dhuar! Dhuar!
Ledakan-ledakan dahsyat dan beruntun terjadi saat ke-10 ‘Gelang Brahmananda’ itu menghantam bebatuan yang ada disekitar tempat latihan itu.
Wungngng! Wungngng..! Wungngng...!
Begitu Baraka menghentakkan kedua tangannya, ke-10 ‘Gelang Brahmananda’ kembali kearahnya dan masuk kembali kepergelangan tangannya. Baraka mengakhiri latihannya dengan w
"Kerahkan seluruh kehendak sucimu, Baraka!" kembali terdengar teriakan keras Raja Kera Putih.Wajah Baraka yang sejak tadi terlihat sangat tegang dan sedikit pucat, secara perlahan mulai terlihat tenang. Hal ini terjadi karena Baraka dapat merasakan getaran kekuatan energi Kuasa Dewanya sudah mulai berkurang. Baraka sudah mulai terbiasa dan bisa mengendalikannya secara perlahan.Kedua mata Baraka kembali terbuka, terlihat bagaimana kedua mata Baraka yang berkilat-kilat sinar keemasan. Perlahan tapi pasti, sosok Baraka mulai bangkit berdiri. Tangannya tidak lagi bergetar seperti tadi. Kini sosok Baraka sudah berdiri mantap dengan tangan kiri tergenggam yang terangkat didepan dada. Tatapan matanya tajam terarah pada batu besar yang berjarak 3 tombak dihadapannya."Hiaaah...!"Baraka berteriak dengan keras seraya memukulkan kepalan tangan kirinya kedepan.Wusss...!Gelombang hawa keemasan tanpa wujud menggebrak kedepan, melesat dengan
PEMUDA berbadan tegap serta berwajah tampan dengan pakaian seperti layaknya seorang satria itu masih melangkah menyusuri lorong-lorong gua, meninggalkan Lembah Kera yang semakin jauh. Pemuda itu tidak lain adalah Baraka. Kakinya terus menyelusuri lorong gua, mencari jalan keluar yang ditunjukkan oleh Raja Kera Putih. Kliwon tampak dengan setia memberikan petunjuk jalan bagi Baraka. Bila Baraka mengambil lorong yang salah. Maka Kliwon akan mengeluarkan suara kwuikannya.Lama pemuda itu menyelusuri lorong gua, hingga akhirnya matanya melihat sebuah sinar terang menyeruak masuk ke dalam."Hm, tentunya itu sinar dari luar. Tidak salah lagi, itu memang pintu gua," kata Baraka sambil mempercepat langkahnya menuju ke arah sumber sinar yang menerobos masuk. Lorong gua yang berliku, menjadikan sinar itu tidak tembus ke dalam. Dan tentunya orang lain tidak akan menyangka ada jalan keluar dari lorong itu.Benar juga dugaannya. Ketika tiba di mulut gua, terlihat laut yang l
"Sokalanang sialan!" umpat gadis bersenjata pedang yang dipanggil Kemuning."Mengingat begitu banyak kejahatan yang telah kau perbuat, enak betul kalau kau menyuruhku pergi. Kau seorang perampok hina! Justru kepalamulah yang harus kupenggal!"Kemuning menunjuk hidung Sokalanang dengan ujung pedangnya. Pakaiannya yang serba kuning tampak berkibaran tertiup angin, hingga tekuk-liku tubuhnya yang sintal membayang jelas di mata Sokalanang."Hmmm... Tubuhmu sungguh menggiurkan, Kemuning...," desis Sokalanang. "Andai kau bukan murid Dewi Pedang Halilintar, ingin rasanya aku bermain cinta denganmu. Ha ha ha...!""Jahanam! Bercintalah kau dengan malaikat kematian!"Sambil menggembor keras, Kemuning menerjang. Melihat tusukan pedang yang mengarah ke jantung, cepat Sokalanang menyabetkan goloknya ke depan!Trang...!Benturan senjata tajam terdengar lagi. Bunga api memercik. Kemuning mendengus gusar merasakan jemari tangan kanannya yang kesemuta
"Ya. Ya, begitulah," sahut Baraka, membenarkan tebakan Kemuning."Aku tadi sempat mendengar kau menyebutkan nama. Benarkah namamu Baraka ?""Kalau tidak ada kau, mungkin aku telah terbujur menjadi mayat. Oh ya, aku tadi sempat mendengar kau menyebutkan nama. Benarkah namamu Baraka?""Ya. Kau?""Aku Kemuning. Orang-orang biasa menyebutku sebagai Dewi Pedang Kuning. Tapi, kau jangan meremehkan kemampuanku. Aku memang kalah melawan perampok hina tadi. Kau harus tahu, aku memang belum menamatkan pelajaran dari guruku. Kalau mau tahu, guruku bergelar Dewi Pedang Halilintar.Mendengar ucapan Kemuning yang nyerocos panjang, Baraka cuma menjawab singkat, "Ya. Ya.""Eh, aku ingin tahu, siapa gurumu?"Baraka terdiam dengan wajah bingung, kepalanya digaruk-garuk seperti kegatalan. Kemuning tanpa sadar membekap mulutnya. Ia merasa kelepasan bertanya. Menanyakan guru seseorang yang baru dikenal adalah pertanyaan yang janggal dan aneh, bahkan agak
"He he he.....Bukankah tadi kau mengatakan kalian berempat iblis?" balik pemuda itu dengan maksud mengejek. Tangannya terus menggaruk-garuk kepala serta mulutnya cengengesan.Pemuda yang ternyata Baraka itu kembali berkata, "Ah, lucu.... Seharusnya orang seusia kalian belum pikun. Tapi... Yah, mungkin inilah dunia. Ternyata iblis pun bisa pikun...,"Merah membara wajah Empat Iblis dari Tenggarong mendengar ocehan pemuda sinting itu. Salah seorang dari mereka melontarkan paha ayam ke arah si pemuda, disertai tenaga dalam penuh."Nih untukmu, terimalah. Lalu pergi dari sini, jangan sampai kesabaran kami hilang"Paha ayam yang masih utuh itu melesat seperti mata anak panah ke arah si pemuda. Tapi dengan enteng, Baraka menangkapnya. Hal itu membuat Empat Iblis dari Tenggarong cukup terkejut. Sedang pemuda itu dengan santai menggeragoti daging ayam."Terima kasih, kau baik sekali...” kata Baraka seraya mengunyah paha ayam itu.“Terima
Crak!“Akh...!” jerit orang itu sambil melepaskan goloknya dari genggaman lalu beralih memegangi kemaluannya yang pecah. Orang itu melotot sesaat, kemudian terjerembab dengan tubuh bergelinjang sekarat lalu mati.Ketiga temannya tersentak. Tubuh mereka tegang menyaksikan kematian salah seorang teman mereka. Kemarahan mereka kian membeludak. Kemudian dengan mendengus, ketiganya kembali menyerang ke arah Baraka dengan membabi buta.Hal itu sebenarnya sangat menguntungkan bagi Baraka karena mereka tak mempedulikan keselamatan diri sendiri. Dada mereka dipenuhi nafsu untuk segera membinasakan pemuda sinting yang telah membunuh salah satu temannya."Kurencah tubuhmu, Bocah Edan""Heaaa..."Pemuda sinting itu menggaruk-garuk kepala. Setelah cengengesan, sekali lagi pantatnya ditepuk, yang membuat pengeroyoknya semakin marah dan langsung menggebrak dengan babatan golok."Mampus kau..." bentak orang kedua dari Empat Iblis dari Ten
"Memang benar apa yang Ketua katakan," tukas Kapak Iblis, bernada menjilat. Kemudian setelah melihat ketuanya tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala, Kapak Iblis melanjutkan kata-katanya. "Kalau boleh kami tahu, rencana apa yang hendak Ketua sampaikan pada kami dan harus kami laksanakan?"Wasesa tidak langsung menjawab, tapi dia kini berjalan ke samping kanan. Matanya menatap ke dinding, di mana sebuah lukisan seorang wanita cantik bernama Dewi Salindri terpajang. Ditatapnya wajah yang cantik jelita dan membuatnya begitu tergila-gila dalam lukisan itu.Semua terdiam, tanpa seorang pun berbicara. Sedangkan Nyi Bangil menjadi geram menyaksikan Wasesa memandangi lukisan itu. ‘Kau benar-benar bajingan, Wasesa Kau permainkan aku Kau jadikan aku pelampias nafsumu Huh, tunggulah pembalasanku’ Geramnya dalam hati.Wasesa membalikkan tubuh dan kembali memandang ketujuh kaki tangannya sambil berkata. "Apakah kalian telah mendengar bahwa besok akan datang
Sepuluh pendekar Cina itu terus mengawasi pesisir di mana sebentar lagi kapal mereka akan merapat. Mereka kelihatannya waspada, mungkin karena kejadian di laut tempo hari saat kapal mereka diserang sekelompok bajak laut.Mereka yakin kalau bajak laut yang masih hidup dan tidak sempat mereka tangkap telah melapor pada pimpinannya. Tidak tertutup kemungkinan, kalau kedatangan mereka diawasi oleh kawanan perompak itu."Waspadalah, tentunya bajak laut yang tempo hari lolos telah melaporkan pada pimpinannya. Tidak tertutup kemungkinan, kedatangan kita diawasi mereka," kata seorang pendekar bertubuh tinggi tegap dalam bahasa Cina. Tentunya pendekar ini yang menjadi pemimpin dari sembilan pendekar lainnya.Di dada pemimpin pendekar dari daratan Cina itu tertera sebuah lambang seekor naga berwarna hijau dengan sepasang pedang menyilang. Gambar itu mengandung arti kalau pendekar itu berasal dari Perguruan Naga Hijau, sebuah perguruan besar di Cina yang banyak menghasilka