Beranda / Fantasi / Pendekar Cahaya / Kudeta Berdarah

Share

Kudeta Berdarah

Penulis: Omesh
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-22 16:28:59

Nayaka terkesima, lalu dengan nekat dia menuruni tali tersebut menyusul pangeran Bayu, hingga tiba di ujung tali tidak ditemuinya hal yang aneh hanya batuan di dinding tebing yang keras dan tajam, dia menduga hal inilah yang menyebabkan tali ini putus. Nayaka memutuskan untuk naik lagi dan mencari jalan lain untuk menuruni dasar jurang tersebut. Setelah cukup lama mencari jalan lain yang menuju ke dasar jurang tersebut, akhirnya keesokan harinya sampailah ia di dasar jurang dimana diperkirakannya tepat di bawah 2 batu besar seperti gapura itu. Di sini adalah padang ilalang yang cukup tinggi, setinggi paha orang dewasa, sehingga sulit sekali untuk mencari sesosok tubuh atau mayat seseorang di tengah-tengahnya. Tetapi Nayaka tidak putus asa disisirnya terus daerah tersebut pada area yang cukup luas dengan berjalan bolak balik, tapi hasilnya nihil.

[POV Pangeran Bayu]

Tidak akan pernah kulupakan seumur hidupku, kejadian hari itu. Paman Khandra berkunjung ke istana utama, kediamanku bersama ayahanda raja dan bunda sebagai satu-satunya istri sah Ayahanda yang berarti Permaisuri Utama kerajaan Antakara.

Paman disambut dengan hangat oleh bunda dan ayahanda, sementara aku berjalan di belakang memegang pakaian bunda, selama ini hubungan ayahanda dan paman memang sangat baik. Ayahanda sangat menyayangi dan menghormati kakaknya yang cacat ini.

Hari itu paman membawa sebuah guci berhiaskan gambar bangau merentangkan sayapnya sangat indah dan hidup sekali. Paman dipersilahkan duduk berdampingan dengan ayahanda hanya dipisahkan sebuah meja kecil tempat paman meletakkan gucinya.

“Adi hari ini diriku beruntung sekali, ada seorang teman yang mengirimkan hadiah berupa ginseng berusia ribuan tahun, yang dibelinya dari saudagar asal negeri seberang. Kabarnya ginseng ini bisa meningkatkan tenaga dalam orang yang memakannya sebanyak 10 tahun waktu berlatih. Adi makanlah, sudah kubuat jadi sup dengan tambahan sarang burung sehingga lebih lezat dan bertambah khasiatnya.”

“Terima kasih Kanda, tapi bukankah Kanda lebih membutuhkannya, siapa tahu bisa menyembuhkan kaki Kanda,” jawab ayahanda.

“Ah Adi, kakiku ini sudah cacat sejak lahir, percuma saja tidak ada obat apapun yang bisa menyembuhkannya.”

“Makanlah!” Paman melanjutkan sambil membuka guci tersebut, segera tercium bau yang sangat harum dan sedap merangsang nafsu makan.

Ayahanda mengambil sendok dan menyuapkan sup itu ke mulutnya, berdecap-decap sambil memuji, “Ini benar-benar enak sekali Kanda”

“Ha ha ha ... benarkan apa yang kubilang, habiskanlah Adi”

Ayahanda memakan sup itu lahap sekali hingga pindahlah semua isi guci itu ke dalam perutnya.

Tapi tak lama kemudian tiba-tiba wajah ayahanda berubah, tangan kirinya memegang dada dan tangan kanannya menunjuk ke arah paman Khandra, “Kanda apa yang kau berikan padaku?” Wajah ayahanda berubah semakin mengerikan warna kehitam-hitaman menyelimuti hampir seluruh wajahnya ditambah kerut-kerut karena menahan sakit, beberapa saat kemudian terlihat darah mengalir dari mulutnya. Bunda menjerit khawatir dan memeluk ayahanda, “Kenapa ini? Apa yang kau rasakan Kanda?” Bersamaan dengan itu terdengar seseorang tertawa terbahak-bahak dari luar pintu masuk. Muncullah sesosok tubuh yang tinggi besar dengan cambang dan berewok yang menutupi separuh wajahnya bagian bawah.

“Bwua ha ha ha ... Yang Mulia, apa kabar? Pernahkah terbayang di benakmu suatu saat keadaan terbalik, kekuasaanmu tidak ada artinya bagiku.”

Ayahanda melotot kepada orang yang baru datang itu, “Bagaskoro pengkhianat rendah, rupanya engkau yang menghasut Kanda Khandra melakukan perbuatan licik ini.”

Sementara di luar ruangan sudah terjadi pertarungan antara pasukan pengawal Raja dipimpin oleh Paman Nayaka dan sekelompok orang-orang aneh yang jelas segolongan dengan Paman Khandra dan raksasa bernama Bagaskoro tadi.

Paling depan adalah seorang kakek dengan tubuh bungkuk memegang tongkat yang ujungnya berbentuk kepala ular, agak serong ke belakang seorang yang entah laki-laki atau perempuan memegang payung yang ujungnya lancip seperti mata tombak dan tudung payungnya terbuat dari lapisan logam yang tipis, sedangkan jari-jari payungnya menonjol keluar mirip seperti ujung paku. Orang ketiga wanita setengah baya yang riasan wajahnya mencolok sekali, bedak yang tebal dan pemerah bibir dengan warna merah menyala seakan-akan habis minum segelas darah segar. Orang keempat bertubuh gemuk dengan kepala gundul dan mulut selalu tertarik ke samping seperti orang tertawa. Masih ada beberapa orang lagi tetapi berdiri lebih jauh di luar ruangan sehingga aku tidak bisa melihatnya dengan jelas.

Di dalam ruangan si Raksasa Bagaskoro berkata, “ Yang Mulia, aku hanya berusaha menata kembali jalur kekuasaan pada tempatnya, Pangeran Khandra adalah anak tertua sudah selayaknyalah takhta itu menjadi hak beliau dan keturunannya kelak.”

“Tutup mulutmu pengkhianat, semua ini bukan kehendakku, melainkan titah dan petunjuk dari sang pencipta yang diterima oleh Ayahanda Pramadana setelah bermeditasi selama tujuh hari tujuh malam.” Lalu ayahanda melanjutkan ucapannya kepada Paman Khandra “Kanda, jujurlah apakah ini memang kehendakmu? Apa yang kau inginkan sebenarnya?”

“Maafkan aku Adi, bukan untukku semua ini kulakukan, tetapi putraku dan cucuku kelak yang seharusnya berhak atas semuanya ini.”

“Baiklah Kanda, waktuku sudah tidak lama lagi, mengingat hubungan kita yang masih sedarah, mohon kabulkan permohonan terakhirku ini. Biarkan istri dan putraku keluar dari sini dengan selamat. Mereka akan menjadi rakyat biasa yang tidak akan mempermasalahkan lagi kekuasaan dan tidak akan menuntut apapun terhadap dirimu dan keturunanmu kelak.”

“Tidak bisa!” si Raksasa Bagaskoro yang menjawab. “Sebentar lagi engkau akan mati, siapa yang bisa memastikan kelak putramu tidak akan menuntut balas kepada kami.”

Ayahanda menjawab dengan suara semakin lemah, “Jadi apa kehendakmu?”

“Aku sudah tahu bahwa di kerajaan Antakara ini ada sebuah kitab pusaka yang disebut ‘Kitab Bumi’. Kitab ini diwariskan turun temurun dari Raja lama kepada Raja penggantinya. Itulah sebabnya mengapa Raja Antakara selalu memiliki ilmu yang tinggi dan tak ada seorangpun di negeri ini yang dapat menandinginya.”

Raksasa Bagaskoro melanjutkan, “Aku memberikan kesempatan istri dan putramu tetap hidup asalkan kau serahkan kitab itu kepadaku.”

Ayahanda tanpa berpikir lagi langsung menjawab, “Baik, panggil Nayaka ke sini, akan kusuruh mengambil kitabnya”

Beberapa saat, “Hamba Nayaka, siap melaksanakan perintah Yang Mulia”

“Mendekatlah!” Ayahanda memanggil dan membisikkan perintahnya di telinga Paman Nayaka, tampak Paman mengangguk-angguk tanda mengerti, lalu Paman Nayaka meninggalkan ruangan itu, kondisi ayahanda semakin kritis nafasnya terengah-engah, bunda menangis sambil membaringkan kepala ayahanda di pangkuannya. Aku dengan suara terisak memanggil-manggil ayahanda sambil menggenggam tangannya.

Tidak sampai setengah jam Paman Nayaka sudah kembali dengan sebuah kotak yang tampak sudah tua sekali karena permukaannya yang kusam dan di sana sini ada serat kayunya yang terkelupas.

Melihat kotak itu si Raksasa Bagaskoro sudah tidak sabar dan merebutnya dari tangan Paman Nayaka, membukanya dan mengeluarkan isinya yang ternyata adalah sebuah kitab yang lebih usang dari kotaknya, tetapi si Raksasa Bagaskoro memandangnya melebihi emas dan permata. Sambil tertawa terbahak-bahak dia mendekatiku memegang tengkukku. Dengan sisa tenaganya Ayahanda membentaknya, “Mau apa kau?”

“Tenanglah aku pegang janjiku, aku tidak akan membunuh bocah ini.” Bersamaan dengan itu aku mulai merasakan hawa panas masuk melalui belakang leherku, merambat di tulang belakang semakin panas dan mencengkeram sehingga tanpa sadar aku berkeringat dan mengeluh, semakin lama semakin sakit, mencapai puncaknya ketika panas itu menjalar ke perut bagian bawahku dan terasa meremas dengan kuat sekali, sakitnya tak tertahankan hingga akhirnya aku tak sadarkan diri.

Itulah kejadian terakhir yang kurasakan di istana.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mabrur Binnurdin
dua paragraf terakhir, kok ceritanya jadi tentang aku?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pendekar Cahaya   Terjatuh Ke Jurang

    Selanjutnya adalah perjalananku bersama Paman Nayaka dari satu tempat ke tempat lain, Paman tidak pernah menetap lama di suatu tempat, dan untuk menghindari kecurigaan orang paman tidak pernah membawa senjata dan tidak memanggilku pangeran atau Bayu melainkan Ubay, dan aku memanggilnya Ayah.Setelah 10 tahun mengembara, inilah tempat tujuan akhir yang diperintahkan ayahanda kepada Paman Nayaka untuk mengantarku.Tempat yang sangat indah, awan putih bergulung-gulung di bawah kaki, hanya beberapa ekor burung yang terbang di atasnya, sementara 2 buah batu besar bagaikan gapura yang seolah menyambutku laksana seorang Raja yang akan memasuki istananya, “Hmm tempat ini akan menjadi kuburanku atau tanah harapan tempatku memulai hidup baru, aku tidak tahu.”Aku tersentak dari lamunanku ketika paman Nayaka berkata,“Turunlah Pangeran! Ikatkan tali ini di pinggang dan peganglah dengan erat, hamba akan menurunkan Pangeran pelan-pelan.”“Baik Paman, aku percayakan semuanya kepadamu” berbeda denga

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Pendekar Cahaya   Agartha, Negeri Di Perut Bumi

    Entah sudah berapa lama, akhirnya Bayu merasakan luncurannya melambat sepertinya terowongan ini melandai, jantungnya berdegup lebih kencang, “Apakah sudah hampir sampai, tembus ke manakah ini?” Tidak lama dia mulai melihat setitik cahaya, semakin lama semakin besar, sepertinya ujung terowongan ini. Akhirnya, “Byuurrrr ... “ sekali lagi dirinya terjun ke dalam air, tidak terlalu tinggi jarak lubang keluar dengan permukaan air sehingga tidak ada rasa sakit ketika dia terjatuh ke air. Ada suara gemuruh dari air yang jatuh ke kolam, yang ternyata adalah sebuah air terjun, jadi lubang keluar terowongan tadi ada di balik air terjun sehingga tidak terlihat dari luar. Bayu berenang menjauhi air terjun sambil melihat sekelilingnya, dia hampir tidak percaya dengan matanya sendiri, dia pernah tinggal di istana dimana taman-taman, kolam dan jalannya ditata sangat rapi dan indah. Tapi di sini dia melihat sebuah tempat yang luar biasa indahnya. Pohon-pohon, kolam dan air terjun ini jelas alami buka

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Pendekar Cahaya   Sejarah Leluhur

    Mata Bayu terbelalak mendengar jawaban Myra, setengah berteriak dia berkata, "Ngaco kau Myra! Bagaimana mungkin ... ? Ayah John paling-paling seumur dengan kakekku Raja Pramadana, sedangkan kakekku adalah generasi ke-5 Raja Antakara, jadi mustahil ayah John menjadi pendiri kerajaan Antakara.”“Sabar Bayu, akan kujelaskan semuanya! Di Agartha semua orang diberi kebebasan untuk mendalami bidang ilmu yang diminatinya, ada 2 bidang ilmu utama yang banyak ditekuni oleh penduduk Agartha, yang pertama adalah ilmu pengetahuan dan teknologi, sedang yang kedua adalah olah tubuh atau ilmu kanuragan. Ayah John sangat berminat dalam hal ilmu kanuragan, beliau menjadi pemimpin bagi orang-orang dengan minat yang sama, mereka memiliki semacam buku pedoman yang disebut Kitab Bumi dan Kitab Langit.”Bayu mengerutkan kening dia ingat ada sebuah kitab yang direbut oleh si Pengkhianat Bagaskoro, kalau tidak salah itu adalah Kitab Bumi, lalu di manakah Kitab Langitnya.Myra melanjutkan, “Umumnya seorang a

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Pendekar Cahaya   Penelitian Di Agartha

    Sementara itu di sebuah ruangan pada gedung yang lain, ada seorang gadis usia 17an tahun yang memiliki wajah dan bentuk tubuh persis dengan Myra, hanya bola matanya berwarna kelabu, persis seperti mata John. Gadis ini bernama Kirani, dia tampak mengutak-atik sesuatu yang mirip burung gagak, yang tergeletak di meja di hadapannya.“Tok tok tok” terdengar suara ketukan dari pintu ruangannya.“Masuk! ... ” Kirani sedikit berteriak,“Halo Kira, apa kabar, bagaimana kemajuan penelitianmu?” Orang yang masuk ternyata adalah John.“Penelitian yang mana John? Robot-robot gagak ini?” tanya Kirani“Bukan Kira, tapi mesin teleportasi, yang mengirim gagak-gagak itu” John menjelaskan maksudnya.Kirani menunjuk sebuah tabung kaca seukuran orang dewasa di tengah ruangan sambil berkata “Sedang kusempurnakan lagi, sejauh ini hanya robot-robot gagak ini yang berhasil kupindahkan ke permukaan bumi, aku belum mencobanya pada makhluk hidup.”John menanggapi, “Kita tertinggal jauh dari ayahku, beliau sudah 5

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Pendekar Cahaya   Mendapatkan Kekuatan Fisik

    Bayu berpaling memandang John dan kemudian melanjutkan, “Pada awalnya sampai kerajaan Antakara berdiri Raja Martinus tidak pernah terlihat dekat dengan seorang wanita manapun, walaupun banyak sekali perempuan yang mengaguminya dan pasti dengan senang hati dijadikan istri atau hanya selir sekalipun. Baru setelah Raja Martinus berpikir untuk berhenti memperluas wilayah Antakara, beliau mulai memikirkan penerus cita-citanya yaitu seorang anak. Karena itulah beliau mengangkat putri dari seorang sahabatnya bernama Maheswari menjadi permaisurinya. Sepertinya hal inilah yang menyebabkan Raja Antakara sampai sekarang tidak pernah memiliki selir.”John termenung, kekaguman pada ayahnya semakin bertambah setelah mengetahui betapa setianya sang ayah kepada ibunya.“Lalu bagaimana dengan meninggalnya Bayu, apa yang terjadi?” John kembali bertanya.“Raja Martinus meninggal dengan tenang di usia tua, beliau ditemukan tak bernafas lagi dalam keadaan bermeditasi.” Bayu berhenti sebentar menghela nafa

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Pendekar Cahaya   Bibit-bibit Pemberontakan

    Negeri Antakara berkabung dengan wafatnya Raja Arkha, rakyat hanya tahu bahwa sang Raja wafat karena penyakit yang langka.Pangeran Khandra sebagai Kakak Raja diangkat sebagai gantinya, tetapi karena cacat fisiknya maka Pangeran Bhanu Baskara, sang Putra Mahkota, akan menggantikannya disaat umur beliau dianggap cukup dewasa. Saat ini Pangeran Bhanu baru berumur 10 tahun.Selain itu di negeri Antakara ini ada sebuah jabatan baru yaitu Penasihat Raja, yang saat ini dijabat oleh Bagaskoro mantan panglima pasukan kerajaan Antakara pada era Raja Pramadana. Sebetulnya rakyat tidak begitu suka dengan Bagaskoro, tindakannya yang semena-mena pada rakyat yang tidak bisa membayar pajak, sudah jauh dari kata adil apalagi bijaksana. Rakyat khawatir sebagai Penasihat Raja, Bagaskoro akan mempengaruhi Raja untuk mengeluarkan peraturan-peraturan yang memberatkan rakyat kecil. Begitulah, seperti kata pepatah, sepandai-pandainya orang menyimpan bangkai, bau busuknya akan tercium juga.Desas-desus mula

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Pendekar Cahaya   Iblis Seribu Racun

    Menteri Supala segera mengalirkan tenaga dalamnya ke tubuh orang tersebut, mencegah racun menyerang jantung. Orang tersebut membuka matanya.Pakuwon berteriak cemas, “Aryasuta ini aku Pakuwon! Bersama dengan Tuan Menteri Supala, jelaskanlah dimana Permaisuri Safira berada.”“Uhuk ... uhuk ... hoek!” Aryasuta memuntahkan darah hitam berbau amis, tampaknya nyawanya tidak bisa dipertahankan lebih lama lagi.Menteri Supala menyalurkan tenaga dalamnya semakin deras. Dia berharap Aryasuta bisa menyampaikan keberadaan Permaisuri Safira.“Surya ... Bar... at, de ... kat da ... nau, hoeeek!” Aryasuta muntah darah lagi dan melayanglah jiwanya. Kematian yang tragis. Selama ini Aryasuta ketakutan, bersembunyi, lari dari kejaran kakek bertongkat kepala ular, tetapi akhirnya tewas di tangan orang itu juga.**Siapakah kakek bertongkat kepala ular itu sebenarnya?Kakek itu adalah seorang datuk persilatan penguasa Lembah Ular di daerah Surya Barat. Dia seorang pawang ular yang terkenal kejam dan gana

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22
  • Pendekar Cahaya   Penguasa Jurus Kitab Bumi

    Tetapi Permadi sekarang bukan Permadi dulu, ditangkapnya tangan tuan Margono dan dipuntirnya ke belakang.Tuan Margono berteriak kesakitan, “Argh ... aduh ... duh, hei pengawal goblok! Cepat bunuh dia!” Kedua penjaga gerbang tadi berlarian ke arah Permadi, belum sampai, Permadi sudah mendahului mereka dengan tendangan yang sangat keras. Tepat mengenai dada penjaga yang berlari di depan, sehingga penjaga itu terpental dan membentur temannya di belakang, dan mereka terguling-guling 2 depa jauhnya.Tuan Margono terperanjat dengan kehebatan Permadi sekarang. Tangannya masih terpuntir ke belakang, sakitnya bukan main. Tapi sekarang dia sudah tidak berani membentak lagi. “Baiklah aku akan membayar upahmu, lepaskan tanganku” wajah Tuan Margono sudah berkeringat dan meringis menahan sakit. “Tunjukkan tempat penyimpanan uangmu” Permadi malah semakin mendorong tuan Margono ke dalam rumahnya. Istri Tuan Margono yang keluar untuk melihat apa yang terjadi di depan, terkejut dan berteriak melihat

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-22

Bab terbaru

  • Pendekar Cahaya   Epilog

    Di sebuah gua dekat air terjun, terlihat seorang yang mengenakan pakaian serba hitam hingga hanya matanya yang terlihat. Orang itu menggerakkan tangannya membentuk lingkaran. Dari lingkaran itu muncul cahaya dan kemudian bagaikan tabir yang terbuka, di dalam lingkaran itu menunjukkan sebuah ruangan lain yang bukan bagian dari gua itu.Orang itu melangkah melalui lingkaran yang bercahaya itu, memasuki sebuah ruangan yang cukup luas. Ruangan itu penuh peti yang tergeletak di lantai dan beberapa senjata yang tergantung di dindingnya. Orang berpakaian hitam itu mendekati sebuah pedang yang tergantung di dinding, menghunus pedang itu, tapi digantungnya kembali. Ia hanya mengambil sarung pedangnya. Lalu orang itu kembali melewati lingkaran bercahaya itu, yang langsung menghilang setelah orang itu melewatinya. Sedangkan di sebuah tempat yang dikenal orang sebagai bukit Tengkorak. Pada masa ratusan tahun setelah kejadian seseorang mengambil sarung pedang tadi. Di kamar sang Ratu penguasa bu

  • Pendekar Cahaya   Tewasnya Sang Pengkhianat

    Semua orang mengalihkan pandangannya ke luar ruangan, bahkan Nayaka yang posisinya terdekat dengan pintu langsung meloncat keluar. Tapi tak ada apa pun di luar istana, suasananya tenang-tenang saja. Nayaka sadar ini pasti tipuan licik Bagaskoro lagi. Ketika ia hendak memasuki ruangan kembali dilihatnya Bagaskoro sudah menyandera Raja Bhanu dengan mencengkeram lehernya.Nayaka membatalkan niatnya untuk masuk ke ruangan, ia berputar menuju pintu belakang istana. Sementara Bagaskoro mengancam semua orang akan membunuh Raja Bhanu.Sang Raja berkata pada Bayu, “Adi, aku dan ayahku sudah melakukan kesalahan padamu. Bunuhlah pengkhianat ini, jangan pedulikan aku, engkau yang berhak atas takhta ini.”Bayu ragu, ia mencoba memberikan penawaran pada Bagaskoro, “Bagaskoro lepaskan Kanda Bhanu, maka aku akan membebaskan Prastowo.”Bagaskoro tertawa, “Hahaha setelah itu kau akan menyerang dan membunuhku, kau kira aku tidak tahu niat busukmu.”Bayu menjawab, “Jangan kau anggap semua orang seperti

  • Pendekar Cahaya   Pertarungan Akhir

    Bagaskoro sangat geram, giginya gemeretuk menahan emosinya, “Aku tidak peduli, akan kubunuh semua orang yang ada di ruangan ini.” Mata Bagaskoro memerah, ia sudah kehilangan nalarnya, dihunusnya pedang pengisap bintang.Bayu segera mengeluarkan sarung pedang pengisap bintang dari selongsong timah hitamnya.Bagaskoro tidak terkejut, ia sudah menduga sarung pedang itu berada di tangan musuh-musuhnya. Tapi ia tidak khawatir, karena yang terpenting adalah tenaga dalam khusus saat pedang pengisap bintang digunakan. Bagaskoro menyerahkan pedang pengisap bintang pada Ki Lurah Gondomayit, dan disuruhnya untuk menjauh. Ki Lurah mengerti maksud Bagaskoro. Ia segera menjauh agar pengaruh pedang pengisap bintang tak terasa lagi. Bagaskoro berharap Bayu akan melemparkan sarung pedangnya agar tak terkena pengaruhnya. Tapi kali ini dugaannya salah. Bayu hanya memasukkan sarung pedang itu kembali ke dalam selongsong timah hitamnya. Bagaskoro tertawa, “Hahaha, ayo kita mulai.” Ia bersiap-siap denga

  • Pendekar Cahaya   Impian Yang Kandas

    Bagaskoro mengangkat tangannya, lalu berkata dengan suara lantang, “Terima kasih saudara-saudara. Aku hanya seorang diri tidak ada artinya tanpa dukungan kalian semua. Maka mulai sekarang marilah kita bersama-sama menciptakan suasana aman dan tenteram di dunia persilatan serta dengan setia menjadi penopang negeri yang kita cintai ini, Antakara.”Para penonton kembali bertepuk tangan dan berseru, “Setuju!!! Kami siap menerima perintah Ketua!”Bagaskoro sekali lagi mengangkat tangannya, “Untuk lebih menjalin keakraban di antara kita, aku mohon saudara-saudara jangan membubarkan diri dulu. Aku telah menyiapkan sebuah perjamuan untuk kita. Silakan dinikmati.”Di mana pun sebuah perjamuan selalu dinantikan dalam sebuah acara. Para penonton bersorak gembira, mereka merasa tidak salah mendukung Tuan Bagaskoro, yang ternyata sangat royal pada mereka.Di tengah keriuhan orang mengambil makanan, ada seorang prajurit yang baru turun dari kudanya dan berseru, “Di mana Tuan Penasihat! Cepat! Aku m

  • Pendekar Cahaya   Pemimpin Dunia Persilatan

    Keadaan menjadi gelap, lalu ‘Jboooooooom’ kilatan cahaya dari ledakan tenaga dalamnya menyilaukan mata semua orang, ketika mata mereka tertutup, tubuh mereka terpental disambar kekuatan angin panas dan bara api dari batu dan kerikil yang berhamburan menghajar mereka. Tak seorang pun yang masih bisa berdiri, Bhirowo yang terdepan merasakan pengaruh ledakan panas itu paling hebat. Ketika keadaan menjadi gelap Bhirowo tersentak, jelas ini bukan jurus sembarangan, tapi sudah terlambat, tubuhnya bagaikan masuk ke neraka, jeritannya menyayat hati, hilang sudah keangkuhannya, tubuhnya telentang melepuh dan mata terbelalak. Mulutnya masih sempat bergumam, “Jurus apa itu ...” sebelum nyawanya melayang meninggalkan raganya.***Di arena pertandingan, hari ke-tiga, dan ke-empat, Baroto berhasil menaklukkan lawan-lawannya. Setelah mengalahkan Tuan Dewangga dan Bayu di hari ke-dua, berturut-turut Baroto menundukkan Tuan Paskalis, Tuan Bimantoro dan Tuan Mahesa Ludira. Sekarang tinggal tersisa Tuan

  • Pendekar Cahaya   Kamera

    Raja Darpa terkejut, ada prajuritnya yang berani memukul Prastowo. “Hei, siapa kau?”Prajurit itu dengan tenang berjalan mendekati Raja Darpa. “Maaf Yang Mulia, nama hamba Bayu Narendra. Hamba adalah Pangeran Antakara. Yang Mulia sudah menyerang negeri hamba karena terpengaruh hasutan dari Bagaskoro dan putranya Prastowo. Tunggulah sebentar, teman hamba akan segera datang membawa buktinya.”Tak seberapa lama muncullah di tengah ruangan seorang gadis cantik bermata kelabu. Ia mendekati Raja Darpa. Sang Raja terkejut. Ia mengenali gadis itu. “Bukankah kau penyusup yang mencoba meracuni aku.”Kirani membungkuk hormat, “Nama hamba Kirani Yang Mulia. Saat itu hamba hanya berkunjung ke Buntala untuk mencari Prastowo, sama sekali tidak bermaksud meracuni Paduka.”“Lalu siapa yang menaruh racun dalam minumanku?” tanya sang Raja.“Dia!” Kirani menunjuk Prastowo.“Tidak mungkin, Prastowo menantuku, untuk apa dia mencoba meracuniku?” Raja Darpa tidak percaya pada keterangan Kirani.“Sabar Yang M

  • Pendekar Cahaya   Mati Suri

    Sementara di negeri Buntala, Raja Darpa memimpin sendiri pasukannya didampingi oleh menantunya, Prastowo. Keberangkatan pasukan justru saat lewat tengah hari, mereka memperkirakan memasuki wilayah Antakara ketika matahari mulai tenggelam. Walaupun jalan masuk ke Antakara sudah disiapkan mereka tetap berusaha untuk tidak menarik perhatian penduduk. Hutan perbatasan Surya Selatan dan Surya Timur akan dijadikan markas sementara mereka sebelum menyerang ke istana.Mahen dan Nayaka yang sudah melihat pergerakan Pasukan Buntala, segera kembali untuk melaporkan hasil pengintaiannya kepada Raja Bhanu melalui pengawalnya. ***Bayu membuka matanya dan bertanya, “Di mana ini John?”“Kau baru saja kuangkat keluar dari arena pertandingan,” jawab John.Lalu Bayu bertanya lagi, “Apakah ada yang curiga dengan kematianku?”“Sepertinya tidak, salah satu juri sudah memberi tanda bahwa kau sudah mati pada Bagaskoro,” ungkap John.“Bagus! Berarti sekarang saatnya untuk rencana berikutnya,” ujar Bayu, sam

  • Pendekar Cahaya   Kalah

    Pada saat genting seperti itu, seseorang meloncat ke atas panggung, sambil berkata, “Kau sudah menang Baroto, Lepaskan Tuan Dewangga, akulah yang kau tantang sebetulnya bukan.” Bayu membungkuk hormat pada Tuan Dewangga, “Maafkan kelancanganku Paman.”“Tidak apa-apa Bayu, aku justru berterima kasih padamu, berhati-hatilah si Kodok Bau ini tenaga dalamnya sangat hebat,” jawab Tuan Dewangga lesu. Baroto tertawa bangga, lalu berkata dengan tidak sabar, “Ayo cepat! Kalau mau ngobrol di warung saja.”“Silakan Baroto, aku sudah siap,” ucap Bayu.Baroto berkata dengan pongah, “Karena kau masih muda, kuberi kesempatan untuk menyerang dulu.”Bayu tidak sungkan lagi, dari pertarungan Baroto tadi ia melihat jurus kodoknya sedikit lebih lambat bila harus berbalik arah. Karena itu Bayu langsung menggunakan jurus udara dan bergerak ringan ke belakang Baroto yang sudah memasang kuda-kuda jurus kodoknya. Tenaga dalam Bayu terkumpul di tangan membentuk bola tenaga, lalu dilontarkannya ke arah Baroto.

  • Pendekar Cahaya   Tidak Mencolok

    Pemuda itu memang Bayu, ia mendekati ujian tahap ke-dua. Dirangkulnya batu besar itu dengan kedua tangannya, lalu dikerahkannya tenaga dan batu itu pun terangkat di atas kepalanya. Bayu sengaja tidak mau menunjukkan semua ilmunya, ini adalah bagian dari rencananya. Tapi tetap saja penonton memberikan dukungannya dan saling bertanya siapakah pemuda ini.Pada ujian terakhir Bayu hanya mengambil satu pisau dan melemparkannya, tepat mengenai sasaran. Meskipun dinyatakan lolos, tapi tak ada gerakan atau hasil yang menghebohkan. Menteri Supala mendekatinya dan bertanya, “Apakah perlu kuumumkan identitasmu Bayu?”Bayu menggeleng, “Jangan Paman, cukup asal Bagaskoro tahu siapa diriku.”Maka di kalangan penonton mulai beredar desas-desus bahwa pemuda itu adalah Pangeran Bayu putra dari Raja Arkha. Berita ini pun sampai ke telinga Bagaskoro, segera ia memerintahkan orang untuk memanggil Baroto. “Sobat, pemuda yang baru saja lolos adalah targetmu. Tampaknya kali ini kau salah menilai orang. Men

DMCA.com Protection Status