Tetapi Permadi sekarang bukan Permadi dulu, ditangkapnya tangan tuan Margono dan dipuntirnya ke belakang.Tuan Margono berteriak kesakitan, “Argh ... aduh ... duh, hei pengawal goblok! Cepat bunuh dia!” Kedua penjaga gerbang tadi berlarian ke arah Permadi, belum sampai, Permadi sudah mendahului mereka dengan tendangan yang sangat keras. Tepat mengenai dada penjaga yang berlari di depan, sehingga penjaga itu terpental dan membentur temannya di belakang, dan mereka terguling-guling 2 depa jauhnya.Tuan Margono terperanjat dengan kehebatan Permadi sekarang. Tangannya masih terpuntir ke belakang, sakitnya bukan main. Tapi sekarang dia sudah tidak berani membentak lagi. “Baiklah aku akan membayar upahmu, lepaskan tanganku” wajah Tuan Margono sudah berkeringat dan meringis menahan sakit. “Tunjukkan tempat penyimpanan uangmu” Permadi malah semakin mendorong tuan Margono ke dalam rumahnya. Istri Tuan Margono yang keluar untuk melihat apa yang terjadi di depan, terkejut dan berteriak melihat
Bayu terkejut ketika dirasakan tanah di bawah kakinya berguncang bagaikan gempa bumi, belum pulih keseimbangannya Ramos menyusul dengan “Jurus memutar bumi!” Tangannya berputar dan Krrttkk, krrrttkk! Gumpalan tanah dan batu di sekitarnya ikut berputar kemudian terpental mengarah ke tubuh Bayu. Hanya sejengkal lewat di samping Bayu. Drrrbbb, drrrbbb, drrrbbb! Batu dan gumpalan tanah itu amblas menghantam permukaan tanah.Bayu terjatuh duduk, lemas dan kaget, jantungnya masih berdegup kencang, tidak diduganya jurus yang sama ketika dilakukan oleh Ramos dengan pengerahan tenaga dalam, efeknya bisa begitu dahsyat.“Cukup pak Ramos! Tubuhku bisa hancur terkena serangan seperti itu, aku mohon tunjukkan saja kekuatan tenaga dalam dari unsur-unsur yang lain.“Baik, perhatikanlah Bayu, engkau sudah menguasai gerakannya hanya hasilnya akan berbeda saat kau melambarinya dengan tenaga dalam yang tepat.”Ramos mulai memasang kuda-kuda jurus air. Tangannya dengan telunjuk dan jari tengah mengac
Bayu diturunkan melalui lubang di langit-langit gua, Jantungnya berdegup kencang mengingat dia akan berhadapan dengan sang Naga yang di negerinya menjadi cerita turun temurun sebagai lambang kekuatan.Setelah kakinya menginjak dasar gua, dilepasnya tali yang mengikat pinggangnya. Pandangannya menyapu sekelilingnya, tidak dilihatnya sang naga, hanya mata air kecil di pojok gua dimana airnya mengalir di bawah dinding gua menuju keluar. Di sekitarnya ada beberapa pohon yang tumbuh dengan batang besar dan daun yang cukup lebat, tetapi tidak terlihat buahnya. Bayu mengalihkan perhatiannya ke arah dalam gua yang terlihat mengecil dan gelap. Dia membawa senter yang diberikan John kepadanya. Dinyalakannya, dan mulai melangkahkan kakinya ke dalam gua dengan penuh kewaspadaan. Belum jauh dia memasuki gua didengarnya suara menggeram lemah. Dihentikannya langkahnya, cahaya senter diarahkan ke sekelilingnya, hanya tampak dinding gua. Tetapi sepertinya beberapa puluh langkah lagi ke depan gua ini a
Dengan penuh semangat atas idenya itu, Bayu kembali ke gua tempatnya berlatih selama ini.Dibukanya lembar kedua yang masih kosong tanpa tulisan, lalu disalurkannya tenaga dalam dari unsur logam dengan pengaturan yang tepat agar kertasnya tidak rusak. Perlahan tapi jelas mulai muncul tulisan berwarna perak dari kertas tersebut. Bayu tersenyum puas dengan keberhasilannya. Hal yang sama dicobanya pada lembaran-lembaran kosong kitab langit yang lain, ternyata hanya kira-kira sepertiga dari keseluruhan kitab langit yang memunculkan tulisan sedangkan dua pertiga bagian yang lain tetap kosong, walaupun Bayu sudah menyalurkan tenaga dalam unsur logam pada kertasnya. Dengan cepat dia berpikir bahwa dua pertiga bagian itu adalah bagian yang menjelaskan tentang ruang dan waktu. Seharusnya tulisannya baru akan muncul bila dia telah menyalurkan tenaga dalam cahaya dari bab awal kitab langit.Bayu mengulang lagi penyaluran tenaga dalam pada lembaran kedua, karena tulisannya kembali hilang setelah
Seorang gadis dengan wajah yang cantik membuat siapapun terutama kaum pria enggan memalingkan matanya dari wajah itu, apalagi ditambah keunikan pada bola matanya yang berwarna kelabu. Hal ini juga mungkin yang membuat 5 orang pria berseragam prajurit istana dengan tombak mengacung, mengelilingi si cantik ini. “Pemberontak menyerahlah! Kau sudah tidak mungkin lari lagi,” salah seorang prajurit mengancam sambil membebaskan matanya, menikmati pemandangan cantik ini sepuas-puasnya.“Aku bukan pemberontak, kalian tidak boleh menuduh orang sembarangan.” Si cantik membantah tuduhan kepadanya.Tetapi kelima orang prajurit ini tidak peduli dengan bantahan itu, kapan lagi mereka bisa menemukan gadis bak bidadari seperti ini, mereka sudah lama bertugas jauh ke daerah-daerah terpencil, medan berat dan serangan dari pemberontak adalah makanan mereka sehari-hari. Sekarang secara tak terduga ada sesosok bidadari yang muncul di hadapan mereka, tidak mungkin dibiarkan lewat begitu saja.Seorang praju
Prast memberikan seekor kuda kepada Kirani, kuda putih yang gagah, tapi Kirani tidak pernah menunggangi kuda, dia merasa canggung sekali berada di punggung kuda, “Jangan cepat-cepat Prast, aku tidak terbiasa menunggang kuda.”Suatu hal yang menguntungkan bagi Prastowo, dia memang ingin berlama-lama menghabiskan waktu dengan gadis cantik ini, entah mengapa sejak melihat Kirani pertama kali tadi dia merasa ingin mengenal gadis ini lebih dekat.“Santai saja Kira, bila engkau lelah katakan saja, kita akan beristirahat, tidak perlu terburu-buru, kita juga bisa menikmati pemandangan selama perjalanan ini.”Tepat saat sore menjelang malam, mereka memasuki sebuah kota kecil yang cukup ramai, Prast tampak sudah hafal dengan keadaan kota ini, dia menunjukkan pada Kira toko-toko di situ dan menjelaskan barang-barang apa saja yang dijual di toko tersebut, “Di depan ada sebuah rumah makan yang terkenal enak makanannya, dan di sebelahnya ada penginapan yang bersih dan nyaman, kita istirahat di peng
Prast sudah merasakan pancaran tenaga dalam yang masih lemah tetapi cukup banyak, sekitar 6-7 orang.Benar saja begitu mereka memasuki hutan segera berloncatan 7 orang dari balik semak dan pohon, masing-masing membawa senjata tajam, ada yang membawa golok, tombak, dan rantai dengan ujung roda bergerigi tajam. Tampang mereka kasar dan seram. Pandangan terarah penuh nafsu kepada Kira, bahkan ada beberapa dari mereka mulutnya terbuka lebar hampir meneteskan air liur.“Hehehe ... hari ini benar-benar hari keberuntungan kita. Ada bidadari yang datang berkunjung. Tampaknya nanti malam aku harus bersiap untuk tidak tidur khusus menemaninya bermain di kamarku.” Seorang dengan berewok kasar di wajahnya berkata tidak sopan sambil berjalan mendekati Kira.Prast naik darah mendengar ucapan kotor orang yang tampaknya adalah pimpinan rampok itu, dia langsung menghadang di depannya. “Menyingkirlah kalian! Atau akan kurobek semua mulut kalian yang kotor itu.”“Wuahaha bocah, tidak usah sok bergaya p
Tak lama Kira melihat Prast menaiki perahu yang di dayung ke tengah danau mendekati perahu yang ditumpangi kakek bungkuk tadi. Di dalam perahu, Prast mengucapkan salam pada kakek itu, “Salam paman, ayah juga menyampaikan salamnya kepadamu.”“Hehehe, Prast kau semakin gagah dan tampan saja, tampaknya sebentar lagi Bagaskoro akan memiliki menantu,” ucap kakek itu.“Ah paman bisa saja kau menggodaku. Aku menyampaikan pesan ayah, paman. Tampaknya mereka sudah berhasil menemukan permaisuri lama, sekarang mereka mulai menyusun kekuatan dari luar istana,” ungkap Prast, menyampaikan pesan ayahnya.“Dasar bocah-bocah goblok! Disuruh mengawasi 2 orang wanita saja tidak becus. Jadi bagaimana selanjutnya Prast? Apakah kuhabisi saja sekalian 2 wanita itu?” ucap kakek itu memaki-maki anak buahnya.Prast kembali menyampaikan pesan ayahnya, “Jangan paman, ayah berpesan 2 wanita itu bisa menjadi umpan untuk memancing kemunculan para pemberontak itu. Mohon bantuan paman untuk mengurus para pemberontak
Di sebuah gua dekat air terjun, terlihat seorang yang mengenakan pakaian serba hitam hingga hanya matanya yang terlihat. Orang itu menggerakkan tangannya membentuk lingkaran. Dari lingkaran itu muncul cahaya dan kemudian bagaikan tabir yang terbuka, di dalam lingkaran itu menunjukkan sebuah ruangan lain yang bukan bagian dari gua itu.Orang itu melangkah melalui lingkaran yang bercahaya itu, memasuki sebuah ruangan yang cukup luas. Ruangan itu penuh peti yang tergeletak di lantai dan beberapa senjata yang tergantung di dindingnya. Orang berpakaian hitam itu mendekati sebuah pedang yang tergantung di dinding, menghunus pedang itu, tapi digantungnya kembali. Ia hanya mengambil sarung pedangnya. Lalu orang itu kembali melewati lingkaran bercahaya itu, yang langsung menghilang setelah orang itu melewatinya. Sedangkan di sebuah tempat yang dikenal orang sebagai bukit Tengkorak. Pada masa ratusan tahun setelah kejadian seseorang mengambil sarung pedang tadi. Di kamar sang Ratu penguasa bu
Semua orang mengalihkan pandangannya ke luar ruangan, bahkan Nayaka yang posisinya terdekat dengan pintu langsung meloncat keluar. Tapi tak ada apa pun di luar istana, suasananya tenang-tenang saja. Nayaka sadar ini pasti tipuan licik Bagaskoro lagi. Ketika ia hendak memasuki ruangan kembali dilihatnya Bagaskoro sudah menyandera Raja Bhanu dengan mencengkeram lehernya.Nayaka membatalkan niatnya untuk masuk ke ruangan, ia berputar menuju pintu belakang istana. Sementara Bagaskoro mengancam semua orang akan membunuh Raja Bhanu.Sang Raja berkata pada Bayu, “Adi, aku dan ayahku sudah melakukan kesalahan padamu. Bunuhlah pengkhianat ini, jangan pedulikan aku, engkau yang berhak atas takhta ini.”Bayu ragu, ia mencoba memberikan penawaran pada Bagaskoro, “Bagaskoro lepaskan Kanda Bhanu, maka aku akan membebaskan Prastowo.”Bagaskoro tertawa, “Hahaha setelah itu kau akan menyerang dan membunuhku, kau kira aku tidak tahu niat busukmu.”Bayu menjawab, “Jangan kau anggap semua orang seperti
Bagaskoro sangat geram, giginya gemeretuk menahan emosinya, “Aku tidak peduli, akan kubunuh semua orang yang ada di ruangan ini.” Mata Bagaskoro memerah, ia sudah kehilangan nalarnya, dihunusnya pedang pengisap bintang.Bayu segera mengeluarkan sarung pedang pengisap bintang dari selongsong timah hitamnya.Bagaskoro tidak terkejut, ia sudah menduga sarung pedang itu berada di tangan musuh-musuhnya. Tapi ia tidak khawatir, karena yang terpenting adalah tenaga dalam khusus saat pedang pengisap bintang digunakan. Bagaskoro menyerahkan pedang pengisap bintang pada Ki Lurah Gondomayit, dan disuruhnya untuk menjauh. Ki Lurah mengerti maksud Bagaskoro. Ia segera menjauh agar pengaruh pedang pengisap bintang tak terasa lagi. Bagaskoro berharap Bayu akan melemparkan sarung pedangnya agar tak terkena pengaruhnya. Tapi kali ini dugaannya salah. Bayu hanya memasukkan sarung pedang itu kembali ke dalam selongsong timah hitamnya. Bagaskoro tertawa, “Hahaha, ayo kita mulai.” Ia bersiap-siap denga
Bagaskoro mengangkat tangannya, lalu berkata dengan suara lantang, “Terima kasih saudara-saudara. Aku hanya seorang diri tidak ada artinya tanpa dukungan kalian semua. Maka mulai sekarang marilah kita bersama-sama menciptakan suasana aman dan tenteram di dunia persilatan serta dengan setia menjadi penopang negeri yang kita cintai ini, Antakara.”Para penonton kembali bertepuk tangan dan berseru, “Setuju!!! Kami siap menerima perintah Ketua!”Bagaskoro sekali lagi mengangkat tangannya, “Untuk lebih menjalin keakraban di antara kita, aku mohon saudara-saudara jangan membubarkan diri dulu. Aku telah menyiapkan sebuah perjamuan untuk kita. Silakan dinikmati.”Di mana pun sebuah perjamuan selalu dinantikan dalam sebuah acara. Para penonton bersorak gembira, mereka merasa tidak salah mendukung Tuan Bagaskoro, yang ternyata sangat royal pada mereka.Di tengah keriuhan orang mengambil makanan, ada seorang prajurit yang baru turun dari kudanya dan berseru, “Di mana Tuan Penasihat! Cepat! Aku m
Keadaan menjadi gelap, lalu ‘Jboooooooom’ kilatan cahaya dari ledakan tenaga dalamnya menyilaukan mata semua orang, ketika mata mereka tertutup, tubuh mereka terpental disambar kekuatan angin panas dan bara api dari batu dan kerikil yang berhamburan menghajar mereka. Tak seorang pun yang masih bisa berdiri, Bhirowo yang terdepan merasakan pengaruh ledakan panas itu paling hebat. Ketika keadaan menjadi gelap Bhirowo tersentak, jelas ini bukan jurus sembarangan, tapi sudah terlambat, tubuhnya bagaikan masuk ke neraka, jeritannya menyayat hati, hilang sudah keangkuhannya, tubuhnya telentang melepuh dan mata terbelalak. Mulutnya masih sempat bergumam, “Jurus apa itu ...” sebelum nyawanya melayang meninggalkan raganya.***Di arena pertandingan, hari ke-tiga, dan ke-empat, Baroto berhasil menaklukkan lawan-lawannya. Setelah mengalahkan Tuan Dewangga dan Bayu di hari ke-dua, berturut-turut Baroto menundukkan Tuan Paskalis, Tuan Bimantoro dan Tuan Mahesa Ludira. Sekarang tinggal tersisa Tuan
Raja Darpa terkejut, ada prajuritnya yang berani memukul Prastowo. “Hei, siapa kau?”Prajurit itu dengan tenang berjalan mendekati Raja Darpa. “Maaf Yang Mulia, nama hamba Bayu Narendra. Hamba adalah Pangeran Antakara. Yang Mulia sudah menyerang negeri hamba karena terpengaruh hasutan dari Bagaskoro dan putranya Prastowo. Tunggulah sebentar, teman hamba akan segera datang membawa buktinya.”Tak seberapa lama muncullah di tengah ruangan seorang gadis cantik bermata kelabu. Ia mendekati Raja Darpa. Sang Raja terkejut. Ia mengenali gadis itu. “Bukankah kau penyusup yang mencoba meracuni aku.”Kirani membungkuk hormat, “Nama hamba Kirani Yang Mulia. Saat itu hamba hanya berkunjung ke Buntala untuk mencari Prastowo, sama sekali tidak bermaksud meracuni Paduka.”“Lalu siapa yang menaruh racun dalam minumanku?” tanya sang Raja.“Dia!” Kirani menunjuk Prastowo.“Tidak mungkin, Prastowo menantuku, untuk apa dia mencoba meracuniku?” Raja Darpa tidak percaya pada keterangan Kirani.“Sabar Yang M
Sementara di negeri Buntala, Raja Darpa memimpin sendiri pasukannya didampingi oleh menantunya, Prastowo. Keberangkatan pasukan justru saat lewat tengah hari, mereka memperkirakan memasuki wilayah Antakara ketika matahari mulai tenggelam. Walaupun jalan masuk ke Antakara sudah disiapkan mereka tetap berusaha untuk tidak menarik perhatian penduduk. Hutan perbatasan Surya Selatan dan Surya Timur akan dijadikan markas sementara mereka sebelum menyerang ke istana.Mahen dan Nayaka yang sudah melihat pergerakan Pasukan Buntala, segera kembali untuk melaporkan hasil pengintaiannya kepada Raja Bhanu melalui pengawalnya. ***Bayu membuka matanya dan bertanya, “Di mana ini John?”“Kau baru saja kuangkat keluar dari arena pertandingan,” jawab John.Lalu Bayu bertanya lagi, “Apakah ada yang curiga dengan kematianku?”“Sepertinya tidak, salah satu juri sudah memberi tanda bahwa kau sudah mati pada Bagaskoro,” ungkap John.“Bagus! Berarti sekarang saatnya untuk rencana berikutnya,” ujar Bayu, sam
Pada saat genting seperti itu, seseorang meloncat ke atas panggung, sambil berkata, “Kau sudah menang Baroto, Lepaskan Tuan Dewangga, akulah yang kau tantang sebetulnya bukan.” Bayu membungkuk hormat pada Tuan Dewangga, “Maafkan kelancanganku Paman.”“Tidak apa-apa Bayu, aku justru berterima kasih padamu, berhati-hatilah si Kodok Bau ini tenaga dalamnya sangat hebat,” jawab Tuan Dewangga lesu. Baroto tertawa bangga, lalu berkata dengan tidak sabar, “Ayo cepat! Kalau mau ngobrol di warung saja.”“Silakan Baroto, aku sudah siap,” ucap Bayu.Baroto berkata dengan pongah, “Karena kau masih muda, kuberi kesempatan untuk menyerang dulu.”Bayu tidak sungkan lagi, dari pertarungan Baroto tadi ia melihat jurus kodoknya sedikit lebih lambat bila harus berbalik arah. Karena itu Bayu langsung menggunakan jurus udara dan bergerak ringan ke belakang Baroto yang sudah memasang kuda-kuda jurus kodoknya. Tenaga dalam Bayu terkumpul di tangan membentuk bola tenaga, lalu dilontarkannya ke arah Baroto.
Pemuda itu memang Bayu, ia mendekati ujian tahap ke-dua. Dirangkulnya batu besar itu dengan kedua tangannya, lalu dikerahkannya tenaga dan batu itu pun terangkat di atas kepalanya. Bayu sengaja tidak mau menunjukkan semua ilmunya, ini adalah bagian dari rencananya. Tapi tetap saja penonton memberikan dukungannya dan saling bertanya siapakah pemuda ini.Pada ujian terakhir Bayu hanya mengambil satu pisau dan melemparkannya, tepat mengenai sasaran. Meskipun dinyatakan lolos, tapi tak ada gerakan atau hasil yang menghebohkan. Menteri Supala mendekatinya dan bertanya, “Apakah perlu kuumumkan identitasmu Bayu?”Bayu menggeleng, “Jangan Paman, cukup asal Bagaskoro tahu siapa diriku.”Maka di kalangan penonton mulai beredar desas-desus bahwa pemuda itu adalah Pangeran Bayu putra dari Raja Arkha. Berita ini pun sampai ke telinga Bagaskoro, segera ia memerintahkan orang untuk memanggil Baroto. “Sobat, pemuda yang baru saja lolos adalah targetmu. Tampaknya kali ini kau salah menilai orang. Men