“Ah masa begitu guru, kalau gitu aku nggak mau gunakan ilmu sihir ini, lagian masa harus bercinta, apa nggak ada jalan lain?” cetus Boon Me sambil minum arak, yang sebelumnya dia beli di sebuah desa terdekat.Boon Me malu mencuri, sehingga dia membeli arak kesukaannya, uangnya? Tentu saja ambil dari orang kaya pelit..!Lagi-lagi inilah ajaran ‘salah’ kedua gurunya tersebut, yang malah jadi kebiasaan Boon Me.Boon Me kini ikut kebiasaan kedua gurunya yang berwajah aneh ini. Suka minum arak, dia biasa mabuk dan lucunya terkadang makin lihai kalau setengah teler!“Alahhh kamu itu, kalau sudah sekali saja mencelup batang burungmu, bakalan nagih dahhh, hi-hi-hi” ejek si muka kuda terkekeh, hingga mulutnya yang tinggal 4 buah gigi di geraham kiri dan kanan terlihat.Lalu si muka kuda dengan cueknya cerita soal wanita, kala mereka masih ‘waras dan sehat’. Hingga Boon Me jadi pusing sendiri mendengarnya.“Ah sudahlah, aku mau latihan lagi,” sahut Boon Me dengan langkah agak goyang, alias sete
Boon Me tertegun, barulah ia sadar, pakaiannya seadanya, bahkan ada yang sobek, sepatunya juga boncos di depan.“Lah kok melamun? Pergi nggak, kalau nggak mau pergi, aku panggil centeng nih,” ancam si pelayan ini dengan wajah di bengis-bengiskan, agar Boon Me keder.“Hei pelayan jangan usir dia, kalau dia makan, aku yang bayar semua!” tiba-tiba terdengar suara seorang wanita.Boon Me langsung menoleh, terpana juga dia, wanita ini sangat manis dan rambutnya di beri pita warna pink. Agaknya masih belum terlalu tua usianya, antara 20-25 an umurnya.Pakaiannya yang berwarna merah terlihat mewah dan di dadanya ada rajutan bunga teratai, ada pedang tergantung di pinggangnya, yang menandakan wanita ini seorang pendekar.Teman-temannya juga sama, ada 2 wanita lainnya dan 2 pria muda, yang gayanya seperti kaum bangsawan dan agak congkak, warna pakaian mereka kompak warna merah.Gadis ini lalu melempar dua koin perak ke lantai, yang diterima dengan terbungkuk-bungkuk oleh si pelayan.Melihat ga
Boon Me tertarik melihat lebih dekat terlebih dia melihat dua pria ini langsung setengah pingsan terkena pukulan sakti.Begitu sampai di halaman, kembali Boon Me, tiga wanita berbaju merah kini seolah jadi bulan-bulanan dua pria berbaju kuning.“He-he hanya segini kemampuan kalian, lebih baik kalian nyerah dan kita bersenang-senang sampai besok pagi di penginapan. Daripada badan denok kalian lebam-lebam kami belai,” ejek si muka kuning yang memiliki kumis tebal terbahak-bahak.“Bangsat, kalian berani menghina kami dari Padepokan Teratai Merah, sampai mati kami tak bakal menyerah, dasar kalian dari Padepokan Baju Kuning bau ta’i, cuihhh najissss!” dengar bentakan dari wanita yang sebelumnya membayari makanan Boon Me di warung tersebut.Lalu serempak mereka cabut pedang masing-masing di pinggang. Tapi kedua lawannya ini tetap santai dan belum cabut golok di pinggang.Nampak sekali mereka anggap remeh kemampuan ke 3 wanita berbaju merah ini.“Olalala…makin marah makin manis, asoyyy geboy
“Aku hanya nyamar saja kok tadi, tapi makasih yaa, kamu sudah traktir aku makan, sekarang kita impas!” sahut Boon Me pendek.Sambil melihat dua pria yang tadi di hajar dua orang baju kuning bangkit dari semedinya, kini mereka tak berani lagi anggap remeh Boon Me.“Weww…! Oh ya kenalkan aku Balina, ini Omeh dan ini Salumi, dan itu dua teman kamu Jobo dan Itong, kami dari Padepokan Bunga Teratai, siapakah kisanak yang hebat ini? Dari padepokan mana?” Balina kenalkan langsung dirinya dan 4 temannya, yang langsung beri hormat ke Boon Me, tak berani lagi anggap remeh.Balina kini sudah berubah pandangan 100 persen pada Boon Me, walaun dia tahun Boon Me masih remaja, tapi dia klepek-klepek melihat ketampangan remaja ini.Tanpa sungkan dia pasang wajah ketertarikan pada Boon Me, termasuk dua temannya Omeh dan Salumi, yang tak malu-malu tunjukan ketertarikannya.“Aku Boon Me, aku hanya perantau biasa, tidak berasal dari padepokan manapun!” Sahut Boon Me pendek.“Baiklah…sampai bertemu lagi!”
Kalau Boon Me biasa saja setelah bertemu Ki Samonang, beda halnya dengan kakek itu, dia berasa kenal dengan anak remaja ini, tapi kenal di mana dia lupa! Sekaligus agak khawatir dengan kesaktiannya.“Semoga saja tak salah jalan, mata anak itu ngeri, seperti punya daya magis yang kuat, mirip mata Prabu Japra…eh kenapa aku malah baru nyadar, wajahnya kan agak mirip Prabu Japra…atau malah lebih mirip Prabu Harman Maharaja Hilir Sungai?” batin Ki Samonang bingung sendiri, sambil terus berlari cepat.Boon Me yang baru turun gunung dan tak hapal jalan, kini berjalan biasa lagi, dia benar-benar hanya menikmati pemandangan pegunungan yang indah di sepanjan jalan yang di laluinya.Kadang di sebuah desa dia berhenti dan menonton para petani menjaga sawahnya yang menguning.Ingatannya lalu melayang ke paman dan bibi angkatnya yang juga petani di Negeri Thai, saat dia kecil dan sering bermain serta membantu ortu angkatnya di sawah.Lalu sejurus kemudian, matanya yang tajam berkilat kalau ingat ko
Boon Me yang setengah mabuk makin keras tertawa, akibatnya 3 wanita baju merah ini makin keras ikutan tertawa terbahak.Apalagi saat melihat musuh mereka belepotan semua tubuhnya terkena lumpur sampai ke wajah, bahkan kini merangkak bangun sambil menyumpah-nyumpah.“Hajar terus pendekar mabuk, bikin baju kuning bau ta’i ini merangkak kayak babi keluar dari kubangan,” ceplos si baju merah yang paling cantik ini.Boon Me yang setengah mabuk keluar sifat jenakanya, padahal kalau lagi ‘normal’ dia sangat pendiam, kini benar-benar hajar ke 9 orang ini hingga makin jumpalitan terkena tendangan-tendangan kerasnya.Terlihat seperti tendangan sembarangan, padahal Boon Me tengah gunakan jurus gledek yang sangat hebat.Masih untung Boon Me tak gunakan tendangan maut, sehingga ke 9 orang ini hanya terkilir dan lebam-lebam saja di hajarnya. Puas melihat ke 3 orang ini keok, Boon Me lalu keluarkan hanya 25 persen saja jurus gledek-nya, blarrr…ke 3 orang terlempar sangat jauh dan terjatuh di lemb
Boon Me yang masih ‘hijau’ dibawa ke sebuah kamar yang lumayan luas. “Aku mau di bawa kemana?” tanya Boon Me polos, saat mereka sampai di depan pintu sebuah ruangan di padepokan ini.“Tenang ganteng, kamu pasti capek kan, setelah membantu Herni dan dua kawannya dari kelompok baju kuning. Jadi kamu beristirahat dulu. Ntar malam kamu kami kenalkan dengan guru kami. Beliau saat ini masih belum pulang,” sahut Omeh terkekeh. Setelah masuk ke kamar yang harum, Salumi lalu memanggil dua orang pelayan di padepokan tersebut dan minta di antar arak dan makanan ringan.Begitu hidangan tersedia, Boon Me langsung di suguhi arak-arak terbaik dan pastinya bikin cepat mabuk.Dengan gaya memikat, Balina menuangkan arak tadi di gelas dan menyodorkan ke Boon Me.“Mari kita rayakan pertemuan ini. Boon Me adalah tamu terhormat kita,” kata Balina, sambil angkat gelasnya, yang diikuti Omeh dan Salumi.Ketiganya memang sudah terbiasa ikut guru mereka hadiri pesta-pesta, sehingga gaya mereka sangat luwes,
Segala sesuatu yang enak pasti akan menimbulkan candu, begitu juga dengan Boon Me, walaupun awa-awalnya dia tak kuat bertahan, tapi Balina dan Omeh serta Salumi tertawa senang, saat Boon Me kembali perkasa dalam waktu singkat.“Woww…bakalan asoy nih,” seru Omeh kesenangan, saat Boon Me mulai siap lagi ‘bertarung’ dan tongkatnya sudah bangkit dengan kokohnya.Mengetahui Boon Me tak berpengalaman, ketiga wanita ganjen ini tak sungkan ajari Boon Me, bagaimana caranya menyenangkan hati wanita.Mulai dari berciuman, hingga gaya-gaya bercinta, semuanya di ajarkan ketiganya ke Boon Me.Kalau selama ini Boon Me hanya belajar silat, kini remaja ini di latih bagaimana bercinta yang asyik. Boon Me remaja cerdas, dalam waktu singkat, dia sudah jadi pemain cinta yan handal. Kini Balina, Omeh dan Salumi memetik hasilnya, Boon Me pun jadi pejantan tangguh yang tiada duanya hingga tengah malam.“Gila nihh, nggak ada puasnya,” ceplos Salumi terbahak. Saat Boon Me kembali gauli mereka bergantian di