Beranda / Romansa / Penantian Pertama sang CEO / Bab 2. Rasa yang Perlu Disampaikan

Share

Bab 2. Rasa yang Perlu Disampaikan

Penulis: Rieyukha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-07 05:17:45

"Mau sampai kapan sih kamu nunggu dia?! Kamu bilang aja kalau kamu suka sama dia atau nggak tunjukin ke dia rasa suka kamu. Jangan jadi perawan tua dong sis, aku nggak tega." kata Tami serius.

Mereka sudah memasuki akhir tahun pelajaran dan seminggu lagi hasil kelulusan di umumkan, tapi kisah cinta Putri hanya begitu-begitu saja, tidak ada perubahan. Putri sudah memilih dan mendaftar kuliah di University of Canberra, Australia. Itu memang sudah keinginannya sejak lama.

"Aku rasa aku udah nunjukin kalau aku suka selama ini. Aku ikutin maunya dia, aku perhatian sama dia, aku selalu ngejaga hubungan baik dengan dia dan hubungan dia dengan pacarnya. Aku akan tetap nunggu aja, Tam."

"Dari dulu selalu bilangnya nunggu, saking nunggunya dia udah empat kali pacaran dan itu bukan sama kamu. Kalau kamu udah tunjukin berarti dia tahu, pasti ada perubahan. Setidaknya dia juga perhatian kalau dia suka kamu dan menjauh kalau emang enggak. Rata-rata kan begitu, tapi ini enggak, gini-gini aja. Apa kamu nggak kecewa kalau ternyata dia suka kamu, gimana coba?" tanya Tami serius.

"Kalau dia memang suka, pasti dia bilang sama aku. Aku nggak mau maksain Tam, aku yakin suatu saat hari itu pasti datang, jadi aku tetap nunggu."

"Ampun deh! Zaman sekarang udah berubah, perempuan udah bisa seperti laki-laki. Kenapa kamu nggak bilang aja sih, Put!?"

"Aku? Nggak ah! Aku nggak mau ikutin zaman, zaman sekarang edan. Aku mau tetap jadi perempuan zaman dulu, yang lemah lembut, sesuai kodrat untuk perempuan lah pokoknya."

"Nyerah deh!" ucap Tami pasrah

"Ya udah lah, nanti temanin aku nge-packing yuk! tiga hari lagi aku berangkat."

Tami terbelalak kaget, nggak percaya kenapa seperti mendadak begini. "Pengumumannya kan masih seminggu lagi, Put. Belum juga pengambilan raport, perpisahan dan acara-acara lainnya."

"Aku kan mesti tahu daerah sana dulu, seperti asrama aku, universitasnya, mall, tempat yang menarik, para lelaki disana--"

"Ah ngaco lu!" potong Tami kesal.

Putri tertawa, "Ya, aku mesti urus segala sesuatu disana yang pasti berurusan dengan sekolah aku dong."

"Ya kenapa mesti minggu ini, cepat banget."

"Siapa bilang, aku udah berencana lama kok." sela Putri.

"Bukan itu maksudnya," ucap Tami pelan. "Ya udah, ke kantin aja yuk, sekalian perpisahan sama kantin sekolah." ucap Tami kemudian, ia melihat Putra yang sudah duluan masuk dan sengaja tidak memberi tahu Putri.

Begitu mereka duduk, Tami langsung memesan minuman dengan suara yang sengaja pula ia besarkan agar orang lain mendengar, terutama ia juga berharap Putra mendengarnya.

"Uni, jus jeruknya dua ya! Buat perpisahan dengan Putri, dia mau lanjut sekolah jauuuhh banget di Australia sana."

"Iya Putri?" tanya Uni kantin dengan logat daerahnya. Putri mengangguk seraya tersenyum tipis menanggapinya.

"Putri nggak kesini lagi dong?" tanya Uni kantin polos.

"Tiga hari lagi dia berangkat lho uni." potong Tami nggak sabar, ia sudah memastikan Putra mendengarkan percakapan mereka. Putri emang nggak sadar, karena Putra berada di beberapa meja kosong dibelakangnya. Ia ingin Putra tahu kalau selama ini Putri menyukainya.

"Yah, lama lagi ketemu Putri tu? tunggu libur panjang ya?" tanya Uni kantin sambil menyiapkan jus pesanan mereka.

"Mungkin malah nggak balik Uni!" celutuk Tami.

Putri memandang Tami heran, setiap mulutnya ingin bergerak menjawab, selalu dipotong olehnya.

“Kamu kenapa sih ngejawab mulu," protes Putri, Tami hanya mengedikkan bahunya seraya mencibir.

"Terima kasih Uni!" teriak Tami lantang seraya melirik Putra yang tertunduk diam menatap layar ponselnya.

~

Hari ini hari terakhir Putri disekolah. Tami berencana akan membuat gebrakan aksi buat Putri, bagaimanapun ia ingin Putra tau kalau Putri menyukainya, minimal ia merasakan sedikit feel itu.

"Apa sih Tam, aku mau ke wc, mau pipis!"

Putri menatap kesal Tami yang terus mengajaknya untuk ke aula sekolah yang sedang mengadakan pensi dalam rangka kenaikan kelas.

"Buruan nanti acara hiburannya selesai," desak Tami tidak sabaran.

"Apaan sih, itu semua isinya acaranya hiburan kali."

"Buruan!"

"Iya, iya." Putri pun masuk kedalam ruang wc, ia sempat merapikan dirinya sebelum benar-benar keluar dari kamar kecil.

"Ya udah yuk," ajak Putri.

Tami menggandeng tangan Putri dan mengajaknya dengan langkah cepat untuk segera sampai di aula, "Santai dong Tam, kayak yang mau tampil aja." sindir Putri.

"Emang iya!"

Putri kaget, saking kagetnya dia mulutnya terbuka menatap Tami tidak percaya, "Kamu serius?" Tami mengangguk yakin.

"Makanya buruan!"

Tami menarik tangan Putri dengan setengah berlari, mau tidak mau Putri mengikuti larian kecil Tami.

BRUGH!

Seseorang menabrak Tami, ia terjatuh terduduk dihadapan Tami dan Putri. "Kamu nggak apa-apa?" Putri membantu siswi itu untuk berdiri yang ternyata adik kelasnya, pacar Putra, setelah putus dari Bella-- pacar ketiga Putra.

"Nggak apa-apa, terima kasih, Kak." katanya sopan, lalu ia menoleh pada Tami, "Maaf kak, nggak sengaja buru-buru mau tampil." Tami hanya mengangguk dan mereka pun berpisah.

Putri masuk dari pintu depan, ia melihat beberapa kursi kosong dibarisan ketiga. Ketika ia berjalan hendak kesana matanya tertuju pada Putra yang sedang duduk sendirian dibarisan belakang.

Ia terlihat tenang dengan matanya yang tajam menatap lurus ke depan, ke panggung pensi yang menjadi semua objek penglihatan penonton hari ini.

"Katanya mau tampil kenapa kamu duduk disini?" tanya Putri heran. Bukannya dibelakang panggung, tiba-tiba Tami malah muncul dan sudah duduk disampingnya.

"Ya kan nanti di panggil," jawab Tami cuek.

"Mau ngapain sih kamu?" tanya Putri penasaran, yang dia tau Tami jago dalam seni lukis, tapi nggak mungkin dia menunjukkan ketrampilan lukisnya diatas panggung kan. Kalau dibayangkan seperti menonton atraksi sulap seni lukis jadinya. Putri tertawa kecil membayangkannya.

Tami melirik aneh melihat putri yang tertawa pelan, "Kamu bayangkan apa?" tanya kemudian, Tami sangat yakin dikepala Putri penuh imajinasi aneh bin absurd tentangnya.

"Bayangin kamu tampil atraksi sulap seni lukis." jawab Putri jujur, ia pun kembali terkekeh.

"Aneh!"

"Terus apa dong?"

"Nyanyi!" jawab Tami percaya diri, ia menarik sudut bibirnya tersenyum bangga.

"Kamu nyanyi?? Emang bisa?" tanya Putri tidak percaya, ia justru terlihat syok.

"Tau deh yang suaranya bagus," sindir Tami cuek, "Lihat tuh, pacar Putra tampil. Ngedance ala ala rupanya." ejek Tami.

Putri mengernyit, ia memutar kepalanya melihat panggung. Perempuan cantik yang tidak sengaja menabrak Tami tadi sedang menari bebas bersama empat orang temannya dengan lagu yang lagi booming, Pink Venom dari Blackpink.

"Kok aku ngeliatnya malu ya Tam?"

"Ya iyalah, prinsipmu kan perempuan zaman dulu, yang lagi tampil perempuan zaman sekarang yang senang meliuk-liuk menjadi tontonan."

"Selera Putra kok yang riang centil gitu ya, Tam?"

Tami mengedikkan bahunya, "Kamu nggak berniat menjadi seperti seleranya Putra kan?"

"Nggaklah! Geli aku."

"Terus kenapa masih suka?"

"Namanya suka Tam, emang bisa milih-milih?"

"Harusnya sih bisa ya," Tami tampak berpikir, "Tau ah, aku juga bingung."

Begitu dance dengan musik dan lagu yang lagi booming itu selesai, Putri kaget setengah mati menatap Tami dengan horor.

"Kenapa nama aku dipanggil untuk tampil, Tam?!"

"Lah, tadi kamu ragu suaraku untuk nyanyi, ya diganti kamu aja." Tami beralasan dengan acuh.

Sebenarnya inilah gebrakan yang Tami buat untuk Putri, ia tau Putri memiliki suara yang indah dan enak untuk didengar. Sengaja ia membuat Putri tampil disaat ada Putra, tentu dengan lagu yang juga diatur oleh Tami.

Tujuannya hanya untuk membuat Putra peka, karena saat tampil Tami yakin 90% mata Putri tidak akan lepas dari Putra. Putra tentu akan melihat kearahnya, toh Putri yang menjadi objek tontonan saat tampil.

Mata ketemu mata siapa yang tahu akan menimbulkan percikan yang turun ke hati, atau minimal membuka pikirannya kalau ada rasa yang perlu disambut atau disingkirkan sekalian, yang jelas bukan digantung.

**

Bab terkait

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 3. Bernyanyi untuk Putra

    "Bilang aja ini bisa-bisanya kamu buat aku tampil," sinis Putri."Kenapa sih, suara kamu kan bagus nggak malu-maluin juga, udah biasa tampil di panggung juga.""Panggung apa!?""Orgen tunggal dekat rumah. Dari tahun ke tahun kamu ngisi acara kok sekarang mendadak demam panggung.""Beda Tam, beda! Ini kan sekolah, mana ada Putra lagi.""Sama-sama panggung, udah sana udah lewat lima menit nih," Tami cuek bebek dengan kepanikan Putri, ia tidak siap tapi Tami tidak peduli."Katanya ini sebagai persembahan untuk perpisahan dari senior kita teman-teman, Kak Putri kami persilahkan naik ke atas panggung! Beri applaus untuk Kak Putri!" Pembawa acara kembali memanggil Putri, kini dengan meriah membuat Putri semakin salah tingkah."Kata elu!" sinis Putri pada Tami yang disambut gelak tawa tidak peduli.Mau tidak mau Putri berdiri, ia berjalan menaiki panggung dan Tami berdiri pindah duduk tidak jauh dari Putra berada, ia ingin leluasa memperhatikan reaksi dari si target.Sebelum tampil Putri ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 4. Pengangguran

    “Putri!”Itu suara yang Putri kenal, dengan perasaan senang dan menahan gejolak di hati, ia pun berbalik kearah suara berasal. Bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman."Iya, Tra?""Kapan kamu balik?""Maksudnya?" Putri bingung, ia baru saja sama-sama keluar dari kelas setelah pelajaran terakhir usai, memang Putri terlebih dulu keluar dari kelas dibandingkan Putra, tapi pertanyaannya? Maksudnya apa ya?"Kenapa kamu hanya menunggu? Selama ini aku juga menunggu kamu, Tri!"Deg! Putri terhenyak, alisnya bertaut memandangi Putra yang tampak kecewa pada dirinya."Maksudnya kamu a--""Aku juga suka sama kamu Putri!"Dag dig dug! Dag dig dug!Begitulah detak jantung Putri mendengar pernyataan Putra, cintanya bersambut? Lalu kenapa dia tidak bilang dari dulu?"Kamu mau kan Tri jadi yang ke lima?""Hah!?" Putri melongo mendengarnya, tiba-tiba muncul para pacar Putra-- Serli, Gita, Bella dan adik kelas yang sudah berdiri di belakang Putra. Mereka bagai moo yang di cucuk hidungnya-- manut, nu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 5. Kenangan Toko Tua

    "Anin, tolong ya beliin keperluan tugas ketrampilan Girly."Ayi sudah berdiri didepan pintu kamar Putri dengan Boy yang berada dalam gendongannya. Wajah lelah iparnya itu tidak bisa disembunyikan."Kamu mau keluar kan?" tanyanya lagi."Iya Mbak," jawab Putri sambil memasang sepatu kets nya, lalu ia berdiri mematut dirinya pada cermin besar didepannya. "Mbak WA aja ya apa aja yang mau dibeli." kata Putri sambil menyelempangkan tasnya."Makasih ya Nin, Mbak numpang tidur kamar kamu ya, malas kebawah lagi.""Boleh, asal jangan bau pipis Boy aja," ucap Putri sambil mencubit gemas pipi gembul keponakannya itu.~Putri menepikan mobilnya di depan disebuah toko tua yang semakin tua dan masih berdiri dengan kokoh, dimana kenangan pernah ada disana, kebersamaan itu juga pernah muncul disana serta rasa bahagia penuh harap.Seorang pegawai wanita sedang hamil tua memperhatikan Putri dengan seksama, Putri tersenyum tipis. Wanita itu semakin menyipitkan matanya menatap Putri serius membuat ia jeng

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 6. Cerita Masa Lalu

    "Kecewa deh kalau nonton film nggak sama dengan novelnya," curhat Tami,Selepas melepas rindu dengan bercerita, Putri dan Tami menghabiskan waktu pergi menonton film yang kebetulan diadaptasi dari sebuah novel yang menjadi favorit bacaan Tami."Iya, feel-nya beda." Putri setuju,"Aku rate jelek aja kali ya," ucap Tami lagi membuat Putri menatapnya aneh."Penting?" Putri mengangkat kedua alisnya mengejek membuat Tami yang melihatnya tertawa."Bercanda, Put!""Jadi nginap rumah aku kan?" tanya Putri seraya berjalan membuang sampah minuman dan popcorn nya ke tong sampah yang tersedia."Aku udah nikah, Put. Kalau balik ya pasti nginap dirumah orang tua lah, masa dirumah kamu. Rumah kita bersebelahan, ingat."Putri tertawa sambil melanjutkan langkahnya menuju rest room yang pasti sudah ramai, tapi kebersihan rest room di bioskop bisa dikatakan lebih bersih daripada mall sendiri."Bawa tissue kan kamu?" tanya Tami yang mengingat acara menontonnya masuk dalam list dadakan.Mereka kalau ke to

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 7. Cari Jodoh

    Putri mencepol rambutnya dengan asal, semenjak kembali dari Aussie dan menjadi pengangguran, waktu bangun, mandi dan makan wanita itu tidak pernah lagi sesuai waktu semestinya.Setelah membasuh wajahnya dan turun dengan wajah bangun tidurnya, Putri melangkah menuju dapur mencari sarapan seperti biasa."Wuenak tenan Mbak, bangun-bangun makan, mandi belum, bantu Bunda sama Mbok enggak!"Itu Affan, si bungsu yang masih duduk dikelas sebelas. Ia mengatakannya dengan suara lantang yang disengaja agar sang Bunda mendengarnya, tentu tujuannya hanya untuk membuat Putri kesal."Mulut elu yah!" Putri melempar Affan dengan serbet didepannya sambil memperhatikan sekitar, khawatir Bundanya tiba-tiba muncul dengan spatula kayu yang siap ditimpuk ke kepalanya, Affan mengelak seraya tertawa puas mengerjai kakaknya."Kamu itu bisa prihatin sedikit nggak sih, kasihani aku gitu loh malah manasi Bunda buat tambah penderitaan aja!" curhat Putri ketus seraya mengambil roti tawar didepannya."Deritamu ya de

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 8. Lowongan Kerja

    "Emang dikira barang apa pakai di coba dulu, apanya yang mau dicoba!?" sungut Putri ketika sudah berada di taman depan yang persis seberang rumahnya dan juga Tami. "Semuanya mungkin," celetuk Tami menahan tawa. "Kamu juga Tam, ada apa kamu sama Bunda kok tiba-tiba minta di cariin jodoh, nggak cerita lagi sama aku." Putri merajuk, wajahnya seketika sinis. "Sorry, tadinya aku mau cerita hari ini, sekarang. Eh keburu Bunda kamu udah cus duluan, nggak sabar kayaknya." Tami kembali tertawa, "Nggak usah serius gitu ah Put," Tami mencolek Putri, "Aku juga belum ada ngomong apa-apa sama Rama, ataupun teman suami aku." ucap Tami berusaha menenangkan. "Rama?" "Iya, Rama Wishnu Perdana. Teman kuliah aku dulu, yang sekarang sudah jadi dokter umum dirumah sakit AB, lagi sekolah ambil spesialis saraf. Kata Mas Alvin cocok buat kamu, biar selalu waras." "Sialan, dia kali yang sarap!" Tami tertawa, "Rama itu kayaknya suka kamu deh Put, semenjak video call bareng dulu kalau ketemu aku pas

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 9. Tempat Kerja

    "Santai aja, disini rata-rata asik kok, yang paling solid tim iklan karena kebanyakan uang masuk dari sana, hahah..." Itu Nesta, untungnya diakhir namanya tidak pakai 'pa' , kalau tidak ia tidak mungkin bisa tertawa seperti sekarang. Nesta adalah sepupu suami Tami yang diceritakan tempo lalu saat di taman depan rumahnya, ia sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun. Nesta menjabat sebagai asisten HRD, walau begitu rekomendasi pegawai dari Nesta selalu menjadi andalan perusahaan, karena kebanyakan rekomendasi darinya selalu menjadi karyawan yang tidak banyak masalah dan selalu bisa diandalkan. Maka dari itu, Nesta juga tidak sembarang memasukkan atau merekomendasikan orang untuk bekerja di perusahaan tempatnya bekerja. Sejauh ini ia menilai Putri masuk kriteria penilaiannya, selebihnya branding dari Tami tentunya. Belum lagi embel-embel lulusan luar negerinya menambahkan nilai plus untuk Putri. "Besok jam delapan tiga puluh, hari pertama. Gue daft

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 10. Bersua dengan Kegalauan

    "Put, Putra!" seseorang yang kembali berteriak memanggil itu akhirnya berada di ujung anak tangga, "Ya elah Put, lu dipanggil diam aja." protes lelaki berambut cepak itu, tidak luput satu tepukan dia layangkan pada bahu lelaki yang bernama Putra yang masih bergeming diujung anak tangga teratas. Lelaki yang bernama Putra itu hanya terdiam, matanya tidak beralih dari Putri yang juga terdiam. Mereka saling diam, terkejut dan penuh tanda tanya tapi tiada satu pun yang bersuara sampai akhirnya Nesta keluar membuyarkan semuanya. "Put!" Lagi-lagi, Putra dan Putri menoleh ke asal suara yang memanggil. Nesta yang menatap Putri kebingungan lalu beralih pada Putra yang terkejut didampingi pria cepak yang melongo sedari tadi yang didiamkan dan bingung tidak tau apa-apa dengan drama keheningan antara Putra dan Putri. "Wah, ada elu Put," kini Nesta berbicara menatap Putra, namun Putri menatap kearah Nesta. "Aduh, kayaknya gue harus panggil nama lengkap ya kalau didepan kalian daripada planga

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17

Bab terbaru

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 10. Bersua dengan Kegalauan

    "Put, Putra!" seseorang yang kembali berteriak memanggil itu akhirnya berada di ujung anak tangga, "Ya elah Put, lu dipanggil diam aja." protes lelaki berambut cepak itu, tidak luput satu tepukan dia layangkan pada bahu lelaki yang bernama Putra yang masih bergeming diujung anak tangga teratas. Lelaki yang bernama Putra itu hanya terdiam, matanya tidak beralih dari Putri yang juga terdiam. Mereka saling diam, terkejut dan penuh tanda tanya tapi tiada satu pun yang bersuara sampai akhirnya Nesta keluar membuyarkan semuanya. "Put!" Lagi-lagi, Putra dan Putri menoleh ke asal suara yang memanggil. Nesta yang menatap Putri kebingungan lalu beralih pada Putra yang terkejut didampingi pria cepak yang melongo sedari tadi yang didiamkan dan bingung tidak tau apa-apa dengan drama keheningan antara Putra dan Putri. "Wah, ada elu Put," kini Nesta berbicara menatap Putra, namun Putri menatap kearah Nesta. "Aduh, kayaknya gue harus panggil nama lengkap ya kalau didepan kalian daripada planga

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 9. Tempat Kerja

    "Santai aja, disini rata-rata asik kok, yang paling solid tim iklan karena kebanyakan uang masuk dari sana, hahah..." Itu Nesta, untungnya diakhir namanya tidak pakai 'pa' , kalau tidak ia tidak mungkin bisa tertawa seperti sekarang. Nesta adalah sepupu suami Tami yang diceritakan tempo lalu saat di taman depan rumahnya, ia sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun. Nesta menjabat sebagai asisten HRD, walau begitu rekomendasi pegawai dari Nesta selalu menjadi andalan perusahaan, karena kebanyakan rekomendasi darinya selalu menjadi karyawan yang tidak banyak masalah dan selalu bisa diandalkan. Maka dari itu, Nesta juga tidak sembarang memasukkan atau merekomendasikan orang untuk bekerja di perusahaan tempatnya bekerja. Sejauh ini ia menilai Putri masuk kriteria penilaiannya, selebihnya branding dari Tami tentunya. Belum lagi embel-embel lulusan luar negerinya menambahkan nilai plus untuk Putri. "Besok jam delapan tiga puluh, hari pertama. Gue daft

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 8. Lowongan Kerja

    "Emang dikira barang apa pakai di coba dulu, apanya yang mau dicoba!?" sungut Putri ketika sudah berada di taman depan yang persis seberang rumahnya dan juga Tami. "Semuanya mungkin," celetuk Tami menahan tawa. "Kamu juga Tam, ada apa kamu sama Bunda kok tiba-tiba minta di cariin jodoh, nggak cerita lagi sama aku." Putri merajuk, wajahnya seketika sinis. "Sorry, tadinya aku mau cerita hari ini, sekarang. Eh keburu Bunda kamu udah cus duluan, nggak sabar kayaknya." Tami kembali tertawa, "Nggak usah serius gitu ah Put," Tami mencolek Putri, "Aku juga belum ada ngomong apa-apa sama Rama, ataupun teman suami aku." ucap Tami berusaha menenangkan. "Rama?" "Iya, Rama Wishnu Perdana. Teman kuliah aku dulu, yang sekarang sudah jadi dokter umum dirumah sakit AB, lagi sekolah ambil spesialis saraf. Kata Mas Alvin cocok buat kamu, biar selalu waras." "Sialan, dia kali yang sarap!" Tami tertawa, "Rama itu kayaknya suka kamu deh Put, semenjak video call bareng dulu kalau ketemu aku pas

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 7. Cari Jodoh

    Putri mencepol rambutnya dengan asal, semenjak kembali dari Aussie dan menjadi pengangguran, waktu bangun, mandi dan makan wanita itu tidak pernah lagi sesuai waktu semestinya.Setelah membasuh wajahnya dan turun dengan wajah bangun tidurnya, Putri melangkah menuju dapur mencari sarapan seperti biasa."Wuenak tenan Mbak, bangun-bangun makan, mandi belum, bantu Bunda sama Mbok enggak!"Itu Affan, si bungsu yang masih duduk dikelas sebelas. Ia mengatakannya dengan suara lantang yang disengaja agar sang Bunda mendengarnya, tentu tujuannya hanya untuk membuat Putri kesal."Mulut elu yah!" Putri melempar Affan dengan serbet didepannya sambil memperhatikan sekitar, khawatir Bundanya tiba-tiba muncul dengan spatula kayu yang siap ditimpuk ke kepalanya, Affan mengelak seraya tertawa puas mengerjai kakaknya."Kamu itu bisa prihatin sedikit nggak sih, kasihani aku gitu loh malah manasi Bunda buat tambah penderitaan aja!" curhat Putri ketus seraya mengambil roti tawar didepannya."Deritamu ya de

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 6. Cerita Masa Lalu

    "Kecewa deh kalau nonton film nggak sama dengan novelnya," curhat Tami,Selepas melepas rindu dengan bercerita, Putri dan Tami menghabiskan waktu pergi menonton film yang kebetulan diadaptasi dari sebuah novel yang menjadi favorit bacaan Tami."Iya, feel-nya beda." Putri setuju,"Aku rate jelek aja kali ya," ucap Tami lagi membuat Putri menatapnya aneh."Penting?" Putri mengangkat kedua alisnya mengejek membuat Tami yang melihatnya tertawa."Bercanda, Put!""Jadi nginap rumah aku kan?" tanya Putri seraya berjalan membuang sampah minuman dan popcorn nya ke tong sampah yang tersedia."Aku udah nikah, Put. Kalau balik ya pasti nginap dirumah orang tua lah, masa dirumah kamu. Rumah kita bersebelahan, ingat."Putri tertawa sambil melanjutkan langkahnya menuju rest room yang pasti sudah ramai, tapi kebersihan rest room di bioskop bisa dikatakan lebih bersih daripada mall sendiri."Bawa tissue kan kamu?" tanya Tami yang mengingat acara menontonnya masuk dalam list dadakan.Mereka kalau ke to

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 5. Kenangan Toko Tua

    "Anin, tolong ya beliin keperluan tugas ketrampilan Girly."Ayi sudah berdiri didepan pintu kamar Putri dengan Boy yang berada dalam gendongannya. Wajah lelah iparnya itu tidak bisa disembunyikan."Kamu mau keluar kan?" tanyanya lagi."Iya Mbak," jawab Putri sambil memasang sepatu kets nya, lalu ia berdiri mematut dirinya pada cermin besar didepannya. "Mbak WA aja ya apa aja yang mau dibeli." kata Putri sambil menyelempangkan tasnya."Makasih ya Nin, Mbak numpang tidur kamar kamu ya, malas kebawah lagi.""Boleh, asal jangan bau pipis Boy aja," ucap Putri sambil mencubit gemas pipi gembul keponakannya itu.~Putri menepikan mobilnya di depan disebuah toko tua yang semakin tua dan masih berdiri dengan kokoh, dimana kenangan pernah ada disana, kebersamaan itu juga pernah muncul disana serta rasa bahagia penuh harap.Seorang pegawai wanita sedang hamil tua memperhatikan Putri dengan seksama, Putri tersenyum tipis. Wanita itu semakin menyipitkan matanya menatap Putri serius membuat ia jeng

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 4. Pengangguran

    “Putri!”Itu suara yang Putri kenal, dengan perasaan senang dan menahan gejolak di hati, ia pun berbalik kearah suara berasal. Bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman."Iya, Tra?""Kapan kamu balik?""Maksudnya?" Putri bingung, ia baru saja sama-sama keluar dari kelas setelah pelajaran terakhir usai, memang Putri terlebih dulu keluar dari kelas dibandingkan Putra, tapi pertanyaannya? Maksudnya apa ya?"Kenapa kamu hanya menunggu? Selama ini aku juga menunggu kamu, Tri!"Deg! Putri terhenyak, alisnya bertaut memandangi Putra yang tampak kecewa pada dirinya."Maksudnya kamu a--""Aku juga suka sama kamu Putri!"Dag dig dug! Dag dig dug!Begitulah detak jantung Putri mendengar pernyataan Putra, cintanya bersambut? Lalu kenapa dia tidak bilang dari dulu?"Kamu mau kan Tri jadi yang ke lima?""Hah!?" Putri melongo mendengarnya, tiba-tiba muncul para pacar Putra-- Serli, Gita, Bella dan adik kelas yang sudah berdiri di belakang Putra. Mereka bagai moo yang di cucuk hidungnya-- manut, nu

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 3. Bernyanyi untuk Putra

    "Bilang aja ini bisa-bisanya kamu buat aku tampil," sinis Putri."Kenapa sih, suara kamu kan bagus nggak malu-maluin juga, udah biasa tampil di panggung juga.""Panggung apa!?""Orgen tunggal dekat rumah. Dari tahun ke tahun kamu ngisi acara kok sekarang mendadak demam panggung.""Beda Tam, beda! Ini kan sekolah, mana ada Putra lagi.""Sama-sama panggung, udah sana udah lewat lima menit nih," Tami cuek bebek dengan kepanikan Putri, ia tidak siap tapi Tami tidak peduli."Katanya ini sebagai persembahan untuk perpisahan dari senior kita teman-teman, Kak Putri kami persilahkan naik ke atas panggung! Beri applaus untuk Kak Putri!" Pembawa acara kembali memanggil Putri, kini dengan meriah membuat Putri semakin salah tingkah."Kata elu!" sinis Putri pada Tami yang disambut gelak tawa tidak peduli.Mau tidak mau Putri berdiri, ia berjalan menaiki panggung dan Tami berdiri pindah duduk tidak jauh dari Putra berada, ia ingin leluasa memperhatikan reaksi dari si target.Sebelum tampil Putri ber

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 2. Rasa yang Perlu Disampaikan

    "Mau sampai kapan sih kamu nunggu dia?! Kamu bilang aja kalau kamu suka sama dia atau nggak tunjukin ke dia rasa suka kamu. Jangan jadi perawan tua dong sis, aku nggak tega." kata Tami serius.Mereka sudah memasuki akhir tahun pelajaran dan seminggu lagi hasil kelulusan di umumkan, tapi kisah cinta Putri hanya begitu-begitu saja, tidak ada perubahan. Putri sudah memilih dan mendaftar kuliah di University of Canberra, Australia. Itu memang sudah keinginannya sejak lama."Aku rasa aku udah nunjukin kalau aku suka selama ini. Aku ikutin maunya dia, aku perhatian sama dia, aku selalu ngejaga hubungan baik dengan dia dan hubungan dia dengan pacarnya. Aku akan tetap nunggu aja, Tam.""Dari dulu selalu bilangnya nunggu, saking nunggunya dia udah empat kali pacaran dan itu bukan sama kamu. Kalau kamu udah tunjukin berarti dia tahu, pasti ada perubahan. Setidaknya dia juga perhatian kalau dia suka kamu dan menjauh kalau emang enggak. Rata-rata kan begitu, tapi ini enggak, gini-gini aja. Apa ka

DMCA.com Protection Status