Putri mencepol rambutnya dengan asal, semenjak kembali dari Aussie dan menjadi pengangguran, waktu bangun, mandi dan makan wanita itu tidak pernah lagi sesuai waktu semestinya.
Setelah membasuh wajahnya dan turun dengan wajah bangun tidurnya, Putri melangkah menuju dapur mencari sarapan seperti biasa. "Wuenak tenan Mbak, bangun-bangun makan, mandi belum, bantu Bunda sama Mbok enggak!" Itu Affan, si bungsu yang masih duduk dikelas sebelas. Ia mengatakannya dengan suara lantang yang disengaja agar sang Bunda mendengarnya, tentu tujuannya hanya untuk membuat Putri kesal. "Mulut elu yah!" Putri melempar Affan dengan serbet didepannya sambil memperhatikan sekitar, khawatir Bundanya tiba-tiba muncul dengan spatula kayu yang siap ditimpuk ke kepalanya, Affan mengelak seraya tertawa puas mengerjai kakaknya. "Kamu itu bisa prihatin sedikit nggak sih, kasihani aku gitu loh malah manasi Bunda buat tambah penderitaan aja!" curhat Putri ketus seraya mengambil roti tawar didepannya. "Deritamu ya deritamu Mbak, jangan bawa-bawa aku dong, masih anak sekolahan belum cukup umur." "Ngakunya anak-anak, tapi udah punya pacar bejibun. Mana ada anak-anak ngerti pacaran, dasar playboy cap cicak!" cibir Putri tidak mau kalah. Affan berdiri dari kursinya siap-siap untuk berangkat, ia menoleh iseng pada Putri yang langsung wanita itu sambut dengan tatapan sinis penuh ancaman. "Daripada jomblo karatan Mbak," ejeknya seraya berlari ke dapur menemui sang Bunda untuk pamitan meninggalkan Putri dengan mata mendelik tajam penuh protes. 'Jomblo karatan? Emang seusang itu aku?' Putri pun termakan omongan adiknya, tiba-tiba ia juga menjadi khawatir akan statusnya yang menjomblo terlalu lama. "Mbak, Girly berangkat sama siapa?" tanya Putri menghampiri Ayi dikamarnya yang sedang memakaikan pakaian Boy. "Affan. Mas Alvin udah berangkat dari pagi banget biar nggak ketinggalan pesawat." "Berapa lama?" tanya Putri. "Sepekan." "Apa nggak mau pindah kesini aja Mbak? Rumah besar gini, Bunda sama Ayah juga pasti senang ada Girly dan Boy." tawar Putri. Jika sedang ada kerjaan diluar kota yang lebih dari tiga hari, Alvin selalu membawa istri dan anaknya untuk dititipkan dirumah Hanum. Beruntungnya mereka masih satu kota, jadi tidak terlalu repot. "Senanglah pasti, kamu juga kan?" "Iya dong," jawab Putri semangat, apalagi bisa merasakan masakan Ayi yang sedap dan mantap yang selalu menjadi favorit Putri. Ayi lulusan tata boga, mantan chef yang pernah bekerja di restoran dan hotel berbintang. Berhenti semenjak menikah dengan kakaknya, menjadi chef pribadi aja katanya. Alvin jatuh cinta dengan masakan Ayi yang sedap mantul, jadi kalau mengadakan rapat diluar ia akan selalu request dimana chef Ayi berada. Begitu tau chef yang memasak seorang wanita cantik aduhai tak elak dari makanan ke mata turun ke hati. Alvin jatuh cinta pada pandangan pertama pada Ayi. Hampir tiap hari Alvin membawa makanan dari tempat dimana Ayi bekerja, jadi wajar lidah Putri sudah cocok dengan masakan Ayi jauh sebelum mereka menikah. By the way Ayi ini merupakan keturunan Minang-Jawa, Ibunya asli Minang sedangkan Bapaknya asli Jawa, DIY. Skill masak Ayi juga ia dapatkan dari sang Ibu yang berasal dari Sumatera Barat, tak elak makanan khas Sumbar bukan hal sulit baginya yang tinggal di pulau Jawa ini. "Aku sama Mas mu yang nggak senang," jawab Ayi cuek. "Loh kenapa?" tanya Putri heran, ia sedikit syok. Tidak senyaman itukah tinggal bersama keluarganya. "Nggak bisa mesra-mesraan, peluk, cium, gelendotan dimana aja. Aduh jadi kangen rakamas!" Putri mencebik mendengarnya, ia jadi menyesal menanyakannya. Pasangan ini memang sudah punya dua anak, tapi bucinnya bagai remaja baru pacaran. Bagus sih tapi terkadang terlihat lebay dimata Putri. "Nih!" Ayi meletakkan Boy begitu saja dipangkuan Putri, "Aku mau telepon Mas Alvin dulu, kangen banget jadinya." Putri hanya terdiam melihat tingkah kakak iparnya, ia melihat Ayi mengotak-atik ponselnya lalu menempelkan ke telinganya. "Rakamas," panggilnya manja membuat Putri bergidik geli, tapi tetap saja ia duduk disana memperhatikan. "Baru sampai Bandara? Iya sayang aku juga kangen banget. Nggak bisa dicepatin aja kerjaannya jadi dua hari gitu." Putri diam memperhatikan Ayi yang cuek saja ada dirinya disana, sedangkan Boy sibuk dengan mainan teether yang terpasang dipergelangan tangannya. "Kenapa sayang, harusnya lima ronde? Emang kemarin nggak cukup ya? Aduh sayang jangan di omongin, awas kamu ya macam-macam!" ancam Ayi. Sontak Putri menutup telinga Boy, ia pun langsung bergerak membawa Boy dan dirinya keluar kamar. 'Ngomongin ranjang kok kayak yang ngomong gosip, lancar jaya didepan aku sama Boy lagi.' gerutu Putri seraya membawa Boy keruang tengah. "Belum mandi!?" suara Hanum bukan hanya mengagetkan Putri tapi juga Boy yang tengah asyik menggigit-gigit mainannya. "Jagain Boy bentar Bun, Mbak Ayi lagi beberes didalam." alasan Putri. "Sini, sama Bunda biar main ke depan kena sinar matahari pagi, sehat. Kamu mandi, Nin! Anak gadis kok malas-malasan." titah Hanum dengan jutek. "Boy habis mandi Bun, masa mau dijemur keringatan nanti." "Kamu tau apa Nin, punya suami belum, pacar apalagi udah ngomongin tentang pengasuhan anak sama Bunda yang udah punya tiga anak dua cucu." sombong Hanum. Putri menyerah, kalau kata Ayi 'Legowo Nin, Bunda lho ini.' Ia memilih mengalah dan memberikan Boy pada Bundanya dan ia langsung cau membersihkan diri alias mandi. Kalau sudah kena tegur begini, ia harus tampil maksimal selesai mandi kalau tidak mau kena omelan selanjutnya. Putri sudah selesai mandi, pakaian kasual nan rapi walau hanya dirumah saja, rambutnya tergerai rapi dan terlihat fresh. "Segar, Put!" goda Tami yang baru saja akan melangkah naik ke kamarnya. Putri melirik sekitar sebelum menjawab, takut ada Nyonya besar. "Daripada kena omel, Tam. Maksimalkan ajalah sekalian." Tami tertawa mendengarnya, "Mau kekamar?" tanya Putri. "Duduk-duduk di taman depan rumah aja yuk, sekalian lihat-lihat aktivitas warga." ajak Tami semangat. "Benar-benar nggak ada kerjaan kamu ya," "Iya, sekarang aku sama kamu sama-sama pengangguran tapi kalau suami aku pulang kerjaan ku jadi banyak, apalagi kalau dikamar." ucap Tami menggoda. Putri hanya melengos, kenapa pagi-pagi sudah dapat sarapan tambahan soal ranjang orang, dia yang nikah aja belum bisa-bisanya disuruh memaklumi hal begituan. Bukannya dia tidak mengerti tapikan dia jomblo, hal seperti itu harusnya tidak sampai kepada dirinya yang masih tuna cinta ini. "Tami!" panggil Hanum yang masih duduk di teras depan begitu melihat sahabatnya keluar. "Iya Tante?" "Itu temanmu yang kemarin jadi nggak mau dikenalkan sama Anin?" Sontak Putri melotot menatap Tami, siapa? Teman yang mana? Maksudnya apa? Tami hanya tersenyum cengengesan melihat Putri yang sudah menatapnya tajam. "Belum Tan, orangnya masih sibuk. Mungkin minggu depan." jawab Tami sopan. "Cari cadangan Tam, kalau-kalau nggak cocok, teman suamimu kalau bisa juga nggak apa-apa." Putri menatap protes pada Hanum, "Bunda maksudnya apa? Kok ada cadangan segala, dipikir barang." "Jodohin kamu, Nin. Nggak kerja-kerja ya kawin aja lagi." ucap Hanum cuek. Putri menghela napas panjang dan berat, begini banget nasib pengangguran. Dengan sabar ia menarik Tami untuk melanjutkan langkahnya menuju taman depan dekat rumahnya. "Itu Juan anaknya Pak RW kayaknya juga suka sama kamu Nin, di coba aja dulu!" teriak Hanum membuat putri menutup mukanya malu. Untung jalanan lagi sepi kalau tidak ia akan pilih tidur seharian didalam kamar saja. **"Emang dikira barang apa pakai di coba dulu, apanya yang mau dicoba!?" sungut Putri ketika sudah berada di taman depan yang persis seberang rumahnya dan juga Tami. "Semuanya mungkin," celetuk Tami menahan tawa. "Kamu juga Tam, ada apa kamu sama Bunda kok tiba-tiba minta di cariin jodoh, nggak cerita lagi sama aku." Putri merajuk, wajahnya seketika sinis. "Sorry, tadinya aku mau cerita hari ini, sekarang. Eh keburu Bunda kamu udah cus duluan, nggak sabar kayaknya." Tami kembali tertawa, "Nggak usah serius gitu ah Put," Tami mencolek Putri, "Aku juga belum ada ngomong apa-apa sama Rama, ataupun teman suami aku." ucap Tami berusaha menenangkan. "Rama?" "Iya, Rama Wishnu Perdana. Teman kuliah aku dulu, yang sekarang sudah jadi dokter umum dirumah sakit AB, lagi sekolah ambil spesialis saraf. Kata Mas Alvin cocok buat kamu, biar selalu waras." "Sialan, dia kali yang sarap!" Tami tertawa, "Rama itu kayaknya suka kamu deh Put, semenjak video call bareng dulu kalau ketemu aku pas
"Santai aja, disini rata-rata asik kok, yang paling solid tim iklan karena kebanyakan uang masuk dari sana, hahah..." Itu Nesta, untungnya diakhir namanya tidak pakai 'pa' , kalau tidak ia tidak mungkin bisa tertawa seperti sekarang. Nesta adalah sepupu suami Tami yang diceritakan tempo lalu saat di taman depan rumahnya, ia sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun. Nesta menjabat sebagai asisten HRD, walau begitu rekomendasi pegawai dari Nesta selalu menjadi andalan perusahaan, karena kebanyakan rekomendasi darinya selalu menjadi karyawan yang tidak banyak masalah dan selalu bisa diandalkan. Maka dari itu, Nesta juga tidak sembarang memasukkan atau merekomendasikan orang untuk bekerja di perusahaan tempatnya bekerja. Sejauh ini ia menilai Putri masuk kriteria penilaiannya, selebihnya branding dari Tami tentunya. Belum lagi embel-embel lulusan luar negerinya menambahkan nilai plus untuk Putri. "Besok jam delapan tiga puluh, hari pertama. Gue daft
"Put, Putra!" seseorang yang kembali berteriak memanggil itu akhirnya berada di ujung anak tangga, "Ya elah Put, lu dipanggil diam aja." protes lelaki berambut cepak itu, tidak luput satu tepukan dia layangkan pada bahu lelaki yang bernama Putra yang masih bergeming diujung anak tangga teratas. Lelaki yang bernama Putra itu hanya terdiam, matanya tidak beralih dari Putri yang juga terdiam. Mereka saling diam, terkejut dan penuh tanda tanya tapi tiada satu pun yang bersuara sampai akhirnya Nesta keluar membuyarkan semuanya. "Put!" Lagi-lagi, Putra dan Putri menoleh ke asal suara yang memanggil. Nesta yang menatap Putri kebingungan lalu beralih pada Putra yang terkejut didampingi pria cepak yang melongo sedari tadi yang didiamkan dan bingung tidak tau apa-apa dengan drama keheningan antara Putra dan Putri. "Wah, ada elu Put," kini Nesta berbicara menatap Putra, namun Putri menatap kearah Nesta. "Aduh, kayaknya gue harus panggil nama lengkap ya kalau didepan kalian daripada planga
“Putri!”Itu suara yang Putri kenal, dengan perasaan senang dan menahan gejolak di hati, ia pun berbalik kearah suara berasal.Huufft... Sejelek dan seaneh apapun, kalau sudah suka tetap saja terlihat sempurna sekali, selama itu diterima secara logika. Itu menurut Putri dan sebagian orang saja, tapi belum tentu dengan sebagiannya lagi. Tapi si punya suara itu tidak jelek kok, malah sangat dan sangat tampan, pikir Putri.“Ada apa, Tra?” tanya Putri se-datar mungkin, mencoba untuk bersikap biasa saja.“Beli perlengkapannya besok sore aja ya sepulang sekolah, nggak apa-apa kan? Aku ada acara dadakan hari ini.”Putri tersenyum simpul “Ya udah, gampang kok! Besok juga bisa.” jawab Bendahara kelas itu seperti biasa-- tetap berusaha menjadi dirinya sendiri walaupun didepan orang yang sedang ia sukai ini.“Gak ada masalahkan?” tanya Putra, yang menjabat sebagai ketua kelasnya melangkah mendekati Putri.Putri tersentak, dan ketika Putri akan menjawab ia melihat seseorang berjalan kearah mereka
"Mau sampai kapan sih kamu nunggu dia?! Kamu bilang aja kalau kamu suka sama dia atau nggak tunjukin ke dia rasa suka kamu. Jangan jadi perawan tua dong sis, aku nggak tega." kata Tami serius.Mereka sudah memasuki akhir tahun pelajaran dan seminggu lagi hasil kelulusan di umumkan, tapi kisah cinta Putri hanya begitu-begitu saja, tidak ada perubahan. Putri sudah memilih dan mendaftar kuliah di University of Canberra, Australia. Itu memang sudah keinginannya sejak lama."Aku rasa aku udah nunjukin kalau aku suka selama ini. Aku ikutin maunya dia, aku perhatian sama dia, aku selalu ngejaga hubungan baik dengan dia dan hubungan dia dengan pacarnya. Aku akan tetap nunggu aja, Tam.""Dari dulu selalu bilangnya nunggu, saking nunggunya dia udah empat kali pacaran dan itu bukan sama kamu. Kalau kamu udah tunjukin berarti dia tahu, pasti ada perubahan. Setidaknya dia juga perhatian kalau dia suka kamu dan menjauh kalau emang enggak. Rata-rata kan begitu, tapi ini enggak, gini-gini aja. Apa ka
"Bilang aja ini bisa-bisanya kamu buat aku tampil," sinis Putri."Kenapa sih, suara kamu kan bagus nggak malu-maluin juga, udah biasa tampil di panggung juga.""Panggung apa!?""Orgen tunggal dekat rumah. Dari tahun ke tahun kamu ngisi acara kok sekarang mendadak demam panggung.""Beda Tam, beda! Ini kan sekolah, mana ada Putra lagi.""Sama-sama panggung, udah sana udah lewat lima menit nih," Tami cuek bebek dengan kepanikan Putri, ia tidak siap tapi Tami tidak peduli."Katanya ini sebagai persembahan untuk perpisahan dari senior kita teman-teman, Kak Putri kami persilahkan naik ke atas panggung! Beri applaus untuk Kak Putri!" Pembawa acara kembali memanggil Putri, kini dengan meriah membuat Putri semakin salah tingkah."Kata elu!" sinis Putri pada Tami yang disambut gelak tawa tidak peduli.Mau tidak mau Putri berdiri, ia berjalan menaiki panggung dan Tami berdiri pindah duduk tidak jauh dari Putra berada, ia ingin leluasa memperhatikan reaksi dari si target.Sebelum tampil Putri ber
“Putri!”Itu suara yang Putri kenal, dengan perasaan senang dan menahan gejolak di hati, ia pun berbalik kearah suara berasal. Bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman."Iya, Tra?""Kapan kamu balik?""Maksudnya?" Putri bingung, ia baru saja sama-sama keluar dari kelas setelah pelajaran terakhir usai, memang Putri terlebih dulu keluar dari kelas dibandingkan Putra, tapi pertanyaannya? Maksudnya apa ya?"Kenapa kamu hanya menunggu? Selama ini aku juga menunggu kamu, Tri!"Deg! Putri terhenyak, alisnya bertaut memandangi Putra yang tampak kecewa pada dirinya."Maksudnya kamu a--""Aku juga suka sama kamu Putri!"Dag dig dug! Dag dig dug!Begitulah detak jantung Putri mendengar pernyataan Putra, cintanya bersambut? Lalu kenapa dia tidak bilang dari dulu?"Kamu mau kan Tri jadi yang ke lima?""Hah!?" Putri melongo mendengarnya, tiba-tiba muncul para pacar Putra-- Serli, Gita, Bella dan adik kelas yang sudah berdiri di belakang Putra. Mereka bagai moo yang di cucuk hidungnya-- manut, nu
"Anin, tolong ya beliin keperluan tugas ketrampilan Girly."Ayi sudah berdiri didepan pintu kamar Putri dengan Boy yang berada dalam gendongannya. Wajah lelah iparnya itu tidak bisa disembunyikan."Kamu mau keluar kan?" tanyanya lagi."Iya Mbak," jawab Putri sambil memasang sepatu kets nya, lalu ia berdiri mematut dirinya pada cermin besar didepannya. "Mbak WA aja ya apa aja yang mau dibeli." kata Putri sambil menyelempangkan tasnya."Makasih ya Nin, Mbak numpang tidur kamar kamu ya, malas kebawah lagi.""Boleh, asal jangan bau pipis Boy aja," ucap Putri sambil mencubit gemas pipi gembul keponakannya itu.~Putri menepikan mobilnya di depan disebuah toko tua yang semakin tua dan masih berdiri dengan kokoh, dimana kenangan pernah ada disana, kebersamaan itu juga pernah muncul disana serta rasa bahagia penuh harap.Seorang pegawai wanita sedang hamil tua memperhatikan Putri dengan seksama, Putri tersenyum tipis. Wanita itu semakin menyipitkan matanya menatap Putri serius membuat ia jeng
"Put, Putra!" seseorang yang kembali berteriak memanggil itu akhirnya berada di ujung anak tangga, "Ya elah Put, lu dipanggil diam aja." protes lelaki berambut cepak itu, tidak luput satu tepukan dia layangkan pada bahu lelaki yang bernama Putra yang masih bergeming diujung anak tangga teratas. Lelaki yang bernama Putra itu hanya terdiam, matanya tidak beralih dari Putri yang juga terdiam. Mereka saling diam, terkejut dan penuh tanda tanya tapi tiada satu pun yang bersuara sampai akhirnya Nesta keluar membuyarkan semuanya. "Put!" Lagi-lagi, Putra dan Putri menoleh ke asal suara yang memanggil. Nesta yang menatap Putri kebingungan lalu beralih pada Putra yang terkejut didampingi pria cepak yang melongo sedari tadi yang didiamkan dan bingung tidak tau apa-apa dengan drama keheningan antara Putra dan Putri. "Wah, ada elu Put," kini Nesta berbicara menatap Putra, namun Putri menatap kearah Nesta. "Aduh, kayaknya gue harus panggil nama lengkap ya kalau didepan kalian daripada planga
"Santai aja, disini rata-rata asik kok, yang paling solid tim iklan karena kebanyakan uang masuk dari sana, hahah..." Itu Nesta, untungnya diakhir namanya tidak pakai 'pa' , kalau tidak ia tidak mungkin bisa tertawa seperti sekarang. Nesta adalah sepupu suami Tami yang diceritakan tempo lalu saat di taman depan rumahnya, ia sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun. Nesta menjabat sebagai asisten HRD, walau begitu rekomendasi pegawai dari Nesta selalu menjadi andalan perusahaan, karena kebanyakan rekomendasi darinya selalu menjadi karyawan yang tidak banyak masalah dan selalu bisa diandalkan. Maka dari itu, Nesta juga tidak sembarang memasukkan atau merekomendasikan orang untuk bekerja di perusahaan tempatnya bekerja. Sejauh ini ia menilai Putri masuk kriteria penilaiannya, selebihnya branding dari Tami tentunya. Belum lagi embel-embel lulusan luar negerinya menambahkan nilai plus untuk Putri. "Besok jam delapan tiga puluh, hari pertama. Gue daft
"Emang dikira barang apa pakai di coba dulu, apanya yang mau dicoba!?" sungut Putri ketika sudah berada di taman depan yang persis seberang rumahnya dan juga Tami. "Semuanya mungkin," celetuk Tami menahan tawa. "Kamu juga Tam, ada apa kamu sama Bunda kok tiba-tiba minta di cariin jodoh, nggak cerita lagi sama aku." Putri merajuk, wajahnya seketika sinis. "Sorry, tadinya aku mau cerita hari ini, sekarang. Eh keburu Bunda kamu udah cus duluan, nggak sabar kayaknya." Tami kembali tertawa, "Nggak usah serius gitu ah Put," Tami mencolek Putri, "Aku juga belum ada ngomong apa-apa sama Rama, ataupun teman suami aku." ucap Tami berusaha menenangkan. "Rama?" "Iya, Rama Wishnu Perdana. Teman kuliah aku dulu, yang sekarang sudah jadi dokter umum dirumah sakit AB, lagi sekolah ambil spesialis saraf. Kata Mas Alvin cocok buat kamu, biar selalu waras." "Sialan, dia kali yang sarap!" Tami tertawa, "Rama itu kayaknya suka kamu deh Put, semenjak video call bareng dulu kalau ketemu aku pas
Putri mencepol rambutnya dengan asal, semenjak kembali dari Aussie dan menjadi pengangguran, waktu bangun, mandi dan makan wanita itu tidak pernah lagi sesuai waktu semestinya.Setelah membasuh wajahnya dan turun dengan wajah bangun tidurnya, Putri melangkah menuju dapur mencari sarapan seperti biasa."Wuenak tenan Mbak, bangun-bangun makan, mandi belum, bantu Bunda sama Mbok enggak!"Itu Affan, si bungsu yang masih duduk dikelas sebelas. Ia mengatakannya dengan suara lantang yang disengaja agar sang Bunda mendengarnya, tentu tujuannya hanya untuk membuat Putri kesal."Mulut elu yah!" Putri melempar Affan dengan serbet didepannya sambil memperhatikan sekitar, khawatir Bundanya tiba-tiba muncul dengan spatula kayu yang siap ditimpuk ke kepalanya, Affan mengelak seraya tertawa puas mengerjai kakaknya."Kamu itu bisa prihatin sedikit nggak sih, kasihani aku gitu loh malah manasi Bunda buat tambah penderitaan aja!" curhat Putri ketus seraya mengambil roti tawar didepannya."Deritamu ya de
"Kecewa deh kalau nonton film nggak sama dengan novelnya," curhat Tami,Selepas melepas rindu dengan bercerita, Putri dan Tami menghabiskan waktu pergi menonton film yang kebetulan diadaptasi dari sebuah novel yang menjadi favorit bacaan Tami."Iya, feel-nya beda." Putri setuju,"Aku rate jelek aja kali ya," ucap Tami lagi membuat Putri menatapnya aneh."Penting?" Putri mengangkat kedua alisnya mengejek membuat Tami yang melihatnya tertawa."Bercanda, Put!""Jadi nginap rumah aku kan?" tanya Putri seraya berjalan membuang sampah minuman dan popcorn nya ke tong sampah yang tersedia."Aku udah nikah, Put. Kalau balik ya pasti nginap dirumah orang tua lah, masa dirumah kamu. Rumah kita bersebelahan, ingat."Putri tertawa sambil melanjutkan langkahnya menuju rest room yang pasti sudah ramai, tapi kebersihan rest room di bioskop bisa dikatakan lebih bersih daripada mall sendiri."Bawa tissue kan kamu?" tanya Tami yang mengingat acara menontonnya masuk dalam list dadakan.Mereka kalau ke to
"Anin, tolong ya beliin keperluan tugas ketrampilan Girly."Ayi sudah berdiri didepan pintu kamar Putri dengan Boy yang berada dalam gendongannya. Wajah lelah iparnya itu tidak bisa disembunyikan."Kamu mau keluar kan?" tanyanya lagi."Iya Mbak," jawab Putri sambil memasang sepatu kets nya, lalu ia berdiri mematut dirinya pada cermin besar didepannya. "Mbak WA aja ya apa aja yang mau dibeli." kata Putri sambil menyelempangkan tasnya."Makasih ya Nin, Mbak numpang tidur kamar kamu ya, malas kebawah lagi.""Boleh, asal jangan bau pipis Boy aja," ucap Putri sambil mencubit gemas pipi gembul keponakannya itu.~Putri menepikan mobilnya di depan disebuah toko tua yang semakin tua dan masih berdiri dengan kokoh, dimana kenangan pernah ada disana, kebersamaan itu juga pernah muncul disana serta rasa bahagia penuh harap.Seorang pegawai wanita sedang hamil tua memperhatikan Putri dengan seksama, Putri tersenyum tipis. Wanita itu semakin menyipitkan matanya menatap Putri serius membuat ia jeng
“Putri!”Itu suara yang Putri kenal, dengan perasaan senang dan menahan gejolak di hati, ia pun berbalik kearah suara berasal. Bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman."Iya, Tra?""Kapan kamu balik?""Maksudnya?" Putri bingung, ia baru saja sama-sama keluar dari kelas setelah pelajaran terakhir usai, memang Putri terlebih dulu keluar dari kelas dibandingkan Putra, tapi pertanyaannya? Maksudnya apa ya?"Kenapa kamu hanya menunggu? Selama ini aku juga menunggu kamu, Tri!"Deg! Putri terhenyak, alisnya bertaut memandangi Putra yang tampak kecewa pada dirinya."Maksudnya kamu a--""Aku juga suka sama kamu Putri!"Dag dig dug! Dag dig dug!Begitulah detak jantung Putri mendengar pernyataan Putra, cintanya bersambut? Lalu kenapa dia tidak bilang dari dulu?"Kamu mau kan Tri jadi yang ke lima?""Hah!?" Putri melongo mendengarnya, tiba-tiba muncul para pacar Putra-- Serli, Gita, Bella dan adik kelas yang sudah berdiri di belakang Putra. Mereka bagai moo yang di cucuk hidungnya-- manut, nu
"Bilang aja ini bisa-bisanya kamu buat aku tampil," sinis Putri."Kenapa sih, suara kamu kan bagus nggak malu-maluin juga, udah biasa tampil di panggung juga.""Panggung apa!?""Orgen tunggal dekat rumah. Dari tahun ke tahun kamu ngisi acara kok sekarang mendadak demam panggung.""Beda Tam, beda! Ini kan sekolah, mana ada Putra lagi.""Sama-sama panggung, udah sana udah lewat lima menit nih," Tami cuek bebek dengan kepanikan Putri, ia tidak siap tapi Tami tidak peduli."Katanya ini sebagai persembahan untuk perpisahan dari senior kita teman-teman, Kak Putri kami persilahkan naik ke atas panggung! Beri applaus untuk Kak Putri!" Pembawa acara kembali memanggil Putri, kini dengan meriah membuat Putri semakin salah tingkah."Kata elu!" sinis Putri pada Tami yang disambut gelak tawa tidak peduli.Mau tidak mau Putri berdiri, ia berjalan menaiki panggung dan Tami berdiri pindah duduk tidak jauh dari Putra berada, ia ingin leluasa memperhatikan reaksi dari si target.Sebelum tampil Putri ber
"Mau sampai kapan sih kamu nunggu dia?! Kamu bilang aja kalau kamu suka sama dia atau nggak tunjukin ke dia rasa suka kamu. Jangan jadi perawan tua dong sis, aku nggak tega." kata Tami serius.Mereka sudah memasuki akhir tahun pelajaran dan seminggu lagi hasil kelulusan di umumkan, tapi kisah cinta Putri hanya begitu-begitu saja, tidak ada perubahan. Putri sudah memilih dan mendaftar kuliah di University of Canberra, Australia. Itu memang sudah keinginannya sejak lama."Aku rasa aku udah nunjukin kalau aku suka selama ini. Aku ikutin maunya dia, aku perhatian sama dia, aku selalu ngejaga hubungan baik dengan dia dan hubungan dia dengan pacarnya. Aku akan tetap nunggu aja, Tam.""Dari dulu selalu bilangnya nunggu, saking nunggunya dia udah empat kali pacaran dan itu bukan sama kamu. Kalau kamu udah tunjukin berarti dia tahu, pasti ada perubahan. Setidaknya dia juga perhatian kalau dia suka kamu dan menjauh kalau emang enggak. Rata-rata kan begitu, tapi ini enggak, gini-gini aja. Apa ka