Home / Romansa / Penantian Pertama sang CEO / Bab 6. Cerita Masa Lalu

Share

Bab 6. Cerita Masa Lalu

Author: Rieyukha
last update Last Updated: 2024-12-13 09:22:20

"Kecewa deh kalau nonton film nggak sama dengan novelnya," curhat Tami,

Selepas melepas rindu dengan bercerita, Putri dan Tami menghabiskan waktu pergi menonton film yang kebetulan diadaptasi dari sebuah novel yang menjadi favorit bacaan Tami.

"Iya, feel-nya beda." Putri setuju,

"Aku rate jelek aja kali ya," ucap Tami lagi membuat Putri menatapnya aneh.

"Penting?" Putri mengangkat kedua alisnya mengejek membuat Tami yang melihatnya tertawa.

"Bercanda, Put!"

"Jadi nginap rumah aku kan?" tanya Putri seraya berjalan membuang sampah minuman dan popcorn nya ke tong sampah yang tersedia.

"Aku udah nikah, Put. Kalau balik ya pasti nginap dirumah orang tua lah, masa dirumah kamu. Rumah kita bersebelahan, ingat."

Putri tertawa sambil melanjutkan langkahnya menuju rest room yang pasti sudah ramai, tapi kebersihan rest room di bioskop bisa dikatakan lebih bersih daripada mall sendiri.

"Bawa tissue kan kamu?" tanya Tami yang mengingat acara menontonnya masuk dalam list dadakan.

Mereka kalau ke toilet umum selalu membawa tissue banyak sebagai alas di closed, maklum karena toilet umum tentu kebersihan sesungguhnya tidak terjamin.

"Aku dulu," kata Tami seraya mengambil tissue yang baru saja Putri keluarkan dari tasnya, ia hanya mengalah karena bilik toilet yang kosong memang cuma satu.

Tidak lama Putri mencuci tangannya, mengeringkannya dengan tissue yang disediakan, touch up riasannya, setelah dirasa semua oke ia berjalan keluar menemui Tami yang sudah lebih dulu keluar.

Putri mengernyit melihat Tami yang sedang duduk menatap fokus pada keramaian manusia yang sedang mengantre di pembelian tiket yang tidak jauh didepannya.

"Ada apa?" tanya Putri begitu berdiri disisi sahabatnya itu,

Tami berdiri, lalu menarik lengan Putri untuk mendekat padanya. "Itu gamis navy krem yang lagi ngantri sebelahnya cowok kemeja navy." tunjuk Tami serius dengan matanya,

"Iya, aku lihat, kenapa?"

"Mantannya Putra dulu, yang terakhir."

"Maksudnya?"

Putri tidak mengerti mantan terakhir Putra yang mana, tapi yang jelas pria disamping wanita bergamis itu bukan Putra.

"Adik kelas yang nabrak aku pas mau ke aula."

Putri kembali memutar kepalanya menatap wanita bergamis itu, "Blackpink?" ucapnya seraya menatap lekat-lekat wanita yang tidak jauh darinya.

"Iya! Aku ingat banget di pipinya ada tai lalat kiri kanan, itu memang dia Put!"

Putri manggut-manggut, begitu adik kelasnya itu berbalik dan wajahnya terlihat jelas lebih anggun tidak terlihat centil seperti terakhir yang ia ingat.

"Udah hijrah ya, lebih anggun." puji Putri,

"Iya," ucap Tami setuju, "Kayaknya udah nikah juga, gelagatnya kaya suami istri."

"Terus hubungannya sama aku apa Tam?" Putri baru tersadar belum menemukan tujuannya. Tidak mungkin hanya sekedar informasi belaka.

"Eh, aku udah cerita belum kalau dihari kamu tampil Putra putus sama dia?"

Putri melongo, "Oh belum ya," kata Tami kemudian sadar akan reaksi Putri yang kaget.

"Yuk pulang, aku cerita sambil jalan pulang aja." ajak Tami menarik tubuh Putri yang masih mematung.

Flashback on

"Kak, aku nggak mau putus."

Tami yang baru sampai didepan kelas mempercepat langkahnya untuk masuk, ia melihat pacar Putra tengah menangis dihadapan Putra.

Tami yang duduk di bangku depan itu dengan terang-terangan memutar kursinya menghadap dimana drama sedang terjadi, mereka hanya bertiga di kelas yang lain belum datang atau langsung keluar tidak ingin berlama seperti Tami yang justru terang-terangan menyaksikan.

"Kita udah putus dari kemarin." jawab Putra dingin.

'Kemarin?' batin Tami, hari dimana Putri tampil menyanyikan lagu untuk Putra, saat bernyanyi mereka masih bersama jelas itu terjadi setelah Putri tampil.

"Tapi aku nggak mau Kak!"

"Terserah, yang jelas aku sama kamu tidak ada hubungan apa-apa lagi." dengan tega Putra pergi meninggalkan adik kelas itu yang masih menangis.

Tami pun turut keluar kelas setelah drama putus itu bubar, dengan langkah cepat ia pergi menuju kantin ingin menyampaikan apa yang ia lihat kepada Putri tentu dengan pesan melalui ponselnya.

"Tami!"

Tami menoleh, ia melihat Putra yang berlari kecil menghampirinya. Dahi nya mengernyit, ini tidak ada hubungannya dengan dirinya yang menjadi saksi putusnya kan? Atau jabatannya sebagai sekretaris kelas.

"Putri mana?" tanyanya begitu sampai didepan Tami,

"Nggak masuk," jawab Tami datar, "Ada perlu?"

Putra mengangguk, "Ada yang mau aku omongin,"

"Bukan soal uang kas kan? Sudah serah terima sama walas kemarin, aku sebagai saksi."

Kini Putra yang mengernyit, ia menatap Tami was-was. "Jadi Putri benaran ke Aussie?"

Tami menyunggingkan senyumannya, "Jadi kamu dengar?" Putra mengangguk, "Terus?" Tami penasaran.

Putra tampak bingung dan ragu, "Kapan dia berangkat?"

"Besok."

"Jam berapa?"

"Kamu nggak mau tanya langsung? Kan punya nomornya juga," Putra lagi-lagi menggeleng,

"Siang, nanti aku forward tiketnya." janji Tami.

"Oke, thanks."

Ketika Putra akan berbalik pergi, Tami dengan cepat memanggilnya.

"Put!"

"Ya?"

"Boleh aku tanya sesuatu?"

"Apa?"

"Kamu tau lagu yang dinyanyikan Putri untuk siapa?"

Putra bergeming tampak berpikir lalu ia mengangguk, "Aku."

Senyum lebar nan merekah itu kembali muncul diwajah Tami, "Jadi kamu punya perasaan yang sama?" tanya Tami penuh harap.

Putra hanya tersenyum tipis menanggapinya, lalu pergi tanpa berkata apa-apa lagi. Tami menyimpulkan bahwa Putra juga menyukai Putri, yang Tami tidak mengerti kenapa Putra tidak mengatakannya, malah memilih menjalin hubungan dengan orang lain selama ini

Flashback off

"Cuma itu doang? Dia datang ke kelas merengek lalu ditinggal udah?"

"Iya cuma begitu drama yang terjadi," tentu Tami tidak menceritakan yang ia ketahui kemungkinan besar Putra juga menyukainya.

"Kurang greget," Putri mencebik.

Ia pun melajukan mobilnya memecah belah jalan didepannya menuju rumahnya.

**

Related chapters

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 7. Cari Jodoh

    Putri mencepol rambutnya dengan asal, semenjak kembali dari Aussie dan menjadi pengangguran, waktu bangun, mandi dan makan wanita itu tidak pernah lagi sesuai waktu semestinya.Setelah membasuh wajahnya dan turun dengan wajah bangun tidurnya, Putri melangkah menuju dapur mencari sarapan seperti biasa."Wuenak tenan Mbak, bangun-bangun makan, mandi belum, bantu Bunda sama Mbok enggak!"Itu Affan, si bungsu yang masih duduk dikelas sebelas. Ia mengatakannya dengan suara lantang yang disengaja agar sang Bunda mendengarnya, tentu tujuannya hanya untuk membuat Putri kesal."Mulut elu yah!" Putri melempar Affan dengan serbet didepannya sambil memperhatikan sekitar, khawatir Bundanya tiba-tiba muncul dengan spatula kayu yang siap ditimpuk ke kepalanya, Affan mengelak seraya tertawa puas mengerjai kakaknya."Kamu itu bisa prihatin sedikit nggak sih, kasihani aku gitu loh malah manasi Bunda buat tambah penderitaan aja!" curhat Putri ketus seraya mengambil roti tawar didepannya."Deritamu ya de

    Last Updated : 2024-12-14
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 8. Lowongan Kerja

    "Emang dikira barang apa pakai di coba dulu, apanya yang mau dicoba!?" sungut Putri ketika sudah berada di taman depan yang persis seberang rumahnya dan juga Tami. "Semuanya mungkin," celetuk Tami menahan tawa. "Kamu juga Tam, ada apa kamu sama Bunda kok tiba-tiba minta di cariin jodoh, nggak cerita lagi sama aku." Putri merajuk, wajahnya seketika sinis. "Sorry, tadinya aku mau cerita hari ini, sekarang. Eh keburu Bunda kamu udah cus duluan, nggak sabar kayaknya." Tami kembali tertawa, "Nggak usah serius gitu ah Put," Tami mencolek Putri, "Aku juga belum ada ngomong apa-apa sama Rama, ataupun teman suami aku." ucap Tami berusaha menenangkan. "Rama?" "Iya, Rama Wishnu Perdana. Teman kuliah aku dulu, yang sekarang sudah jadi dokter umum dirumah sakit AB, lagi sekolah ambil spesialis saraf. Kata Mas Alvin cocok buat kamu, biar selalu waras." "Sialan, dia kali yang sarap!" Tami tertawa, "Rama itu kayaknya suka kamu deh Put, semenjak video call bareng dulu kalau ketemu aku pas

    Last Updated : 2024-12-15
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 9. Tempat Kerja

    "Santai aja, disini rata-rata asik kok, yang paling solid tim iklan karena kebanyakan uang masuk dari sana, hahah..." Itu Nesta, untungnya diakhir namanya tidak pakai 'pa' , kalau tidak ia tidak mungkin bisa tertawa seperti sekarang. Nesta adalah sepupu suami Tami yang diceritakan tempo lalu saat di taman depan rumahnya, ia sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun. Nesta menjabat sebagai asisten HRD, walau begitu rekomendasi pegawai dari Nesta selalu menjadi andalan perusahaan, karena kebanyakan rekomendasi darinya selalu menjadi karyawan yang tidak banyak masalah dan selalu bisa diandalkan. Maka dari itu, Nesta juga tidak sembarang memasukkan atau merekomendasikan orang untuk bekerja di perusahaan tempatnya bekerja. Sejauh ini ia menilai Putri masuk kriteria penilaiannya, selebihnya branding dari Tami tentunya. Belum lagi embel-embel lulusan luar negerinya menambahkan nilai plus untuk Putri. "Besok jam delapan tiga puluh, hari pertama. Gue daft

    Last Updated : 2024-12-16
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 10. Bersua dengan Kegalauan

    "Put, Putra!" seseorang yang kembali berteriak memanggil itu akhirnya berada di ujung anak tangga, "Ya elah Put, lu dipanggil diam aja." protes lelaki berambut cepak itu, tidak luput satu tepukan dia layangkan pada bahu lelaki yang bernama Putra yang masih bergeming diujung anak tangga teratas. Lelaki yang bernama Putra itu hanya terdiam, matanya tidak beralih dari Putri yang juga terdiam. Mereka saling diam, terkejut dan penuh tanda tanya tapi tiada satu pun yang bersuara sampai akhirnya Nesta keluar membuyarkan semuanya. "Put!" Lagi-lagi, Putra dan Putri menoleh ke asal suara yang memanggil. Nesta yang menatap Putri kebingungan lalu beralih pada Putra yang terkejut didampingi pria cepak yang melongo sedari tadi yang didiamkan dan bingung tidak tau apa-apa dengan drama keheningan antara Putra dan Putri. "Wah, ada elu Put," kini Nesta berbicara menatap Putra, namun Putri menatap kearah Nesta. "Aduh, kayaknya gue harus panggil nama lengkap ya kalau didepan kalian daripada planga

    Last Updated : 2024-12-17
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 1. Si Tuna Cinta

    “Putri!”Itu suara yang Putri kenal, dengan perasaan senang dan menahan gejolak di hati, ia pun berbalik kearah suara berasal.Huufft... Sejelek dan seaneh apapun, kalau sudah suka tetap saja terlihat sempurna sekali, selama itu diterima secara logika. Itu menurut Putri dan sebagian orang saja, tapi belum tentu dengan sebagiannya lagi. Tapi si punya suara itu tidak jelek kok, malah sangat dan sangat tampan, pikir Putri.“Ada apa, Tra?” tanya Putri se-datar mungkin, mencoba untuk bersikap biasa saja.“Beli perlengkapannya besok sore aja ya sepulang sekolah, nggak apa-apa kan? Aku ada acara dadakan hari ini.”Putri tersenyum simpul “Ya udah, gampang kok! Besok juga bisa.” jawab Bendahara kelas itu seperti biasa-- tetap berusaha menjadi dirinya sendiri walaupun didepan orang yang sedang ia sukai ini.“Gak ada masalahkan?” tanya Putra, yang menjabat sebagai ketua kelasnya melangkah mendekati Putri.Putri tersentak, dan ketika Putri akan menjawab ia melihat seseorang berjalan kearah mereka

    Last Updated : 2024-12-07
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 2. Rasa yang Perlu Disampaikan

    "Mau sampai kapan sih kamu nunggu dia?! Kamu bilang aja kalau kamu suka sama dia atau nggak tunjukin ke dia rasa suka kamu. Jangan jadi perawan tua dong sis, aku nggak tega." kata Tami serius.Mereka sudah memasuki akhir tahun pelajaran dan seminggu lagi hasil kelulusan di umumkan, tapi kisah cinta Putri hanya begitu-begitu saja, tidak ada perubahan. Putri sudah memilih dan mendaftar kuliah di University of Canberra, Australia. Itu memang sudah keinginannya sejak lama."Aku rasa aku udah nunjukin kalau aku suka selama ini. Aku ikutin maunya dia, aku perhatian sama dia, aku selalu ngejaga hubungan baik dengan dia dan hubungan dia dengan pacarnya. Aku akan tetap nunggu aja, Tam.""Dari dulu selalu bilangnya nunggu, saking nunggunya dia udah empat kali pacaran dan itu bukan sama kamu. Kalau kamu udah tunjukin berarti dia tahu, pasti ada perubahan. Setidaknya dia juga perhatian kalau dia suka kamu dan menjauh kalau emang enggak. Rata-rata kan begitu, tapi ini enggak, gini-gini aja. Apa ka

    Last Updated : 2024-12-07
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 3. Bernyanyi untuk Putra

    "Bilang aja ini bisa-bisanya kamu buat aku tampil," sinis Putri."Kenapa sih, suara kamu kan bagus nggak malu-maluin juga, udah biasa tampil di panggung juga.""Panggung apa!?""Orgen tunggal dekat rumah. Dari tahun ke tahun kamu ngisi acara kok sekarang mendadak demam panggung.""Beda Tam, beda! Ini kan sekolah, mana ada Putra lagi.""Sama-sama panggung, udah sana udah lewat lima menit nih," Tami cuek bebek dengan kepanikan Putri, ia tidak siap tapi Tami tidak peduli."Katanya ini sebagai persembahan untuk perpisahan dari senior kita teman-teman, Kak Putri kami persilahkan naik ke atas panggung! Beri applaus untuk Kak Putri!" Pembawa acara kembali memanggil Putri, kini dengan meriah membuat Putri semakin salah tingkah."Kata elu!" sinis Putri pada Tami yang disambut gelak tawa tidak peduli.Mau tidak mau Putri berdiri, ia berjalan menaiki panggung dan Tami berdiri pindah duduk tidak jauh dari Putra berada, ia ingin leluasa memperhatikan reaksi dari si target.Sebelum tampil Putri ber

    Last Updated : 2024-12-07
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 4. Pengangguran

    “Putri!”Itu suara yang Putri kenal, dengan perasaan senang dan menahan gejolak di hati, ia pun berbalik kearah suara berasal. Bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman."Iya, Tra?""Kapan kamu balik?""Maksudnya?" Putri bingung, ia baru saja sama-sama keluar dari kelas setelah pelajaran terakhir usai, memang Putri terlebih dulu keluar dari kelas dibandingkan Putra, tapi pertanyaannya? Maksudnya apa ya?"Kenapa kamu hanya menunggu? Selama ini aku juga menunggu kamu, Tri!"Deg! Putri terhenyak, alisnya bertaut memandangi Putra yang tampak kecewa pada dirinya."Maksudnya kamu a--""Aku juga suka sama kamu Putri!"Dag dig dug! Dag dig dug!Begitulah detak jantung Putri mendengar pernyataan Putra, cintanya bersambut? Lalu kenapa dia tidak bilang dari dulu?"Kamu mau kan Tri jadi yang ke lima?""Hah!?" Putri melongo mendengarnya, tiba-tiba muncul para pacar Putra-- Serli, Gita, Bella dan adik kelas yang sudah berdiri di belakang Putra. Mereka bagai moo yang di cucuk hidungnya-- manut, nu

    Last Updated : 2024-12-07

Latest chapter

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 10. Bersua dengan Kegalauan

    "Put, Putra!" seseorang yang kembali berteriak memanggil itu akhirnya berada di ujung anak tangga, "Ya elah Put, lu dipanggil diam aja." protes lelaki berambut cepak itu, tidak luput satu tepukan dia layangkan pada bahu lelaki yang bernama Putra yang masih bergeming diujung anak tangga teratas. Lelaki yang bernama Putra itu hanya terdiam, matanya tidak beralih dari Putri yang juga terdiam. Mereka saling diam, terkejut dan penuh tanda tanya tapi tiada satu pun yang bersuara sampai akhirnya Nesta keluar membuyarkan semuanya. "Put!" Lagi-lagi, Putra dan Putri menoleh ke asal suara yang memanggil. Nesta yang menatap Putri kebingungan lalu beralih pada Putra yang terkejut didampingi pria cepak yang melongo sedari tadi yang didiamkan dan bingung tidak tau apa-apa dengan drama keheningan antara Putra dan Putri. "Wah, ada elu Put," kini Nesta berbicara menatap Putra, namun Putri menatap kearah Nesta. "Aduh, kayaknya gue harus panggil nama lengkap ya kalau didepan kalian daripada planga

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 9. Tempat Kerja

    "Santai aja, disini rata-rata asik kok, yang paling solid tim iklan karena kebanyakan uang masuk dari sana, hahah..." Itu Nesta, untungnya diakhir namanya tidak pakai 'pa' , kalau tidak ia tidak mungkin bisa tertawa seperti sekarang. Nesta adalah sepupu suami Tami yang diceritakan tempo lalu saat di taman depan rumahnya, ia sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun. Nesta menjabat sebagai asisten HRD, walau begitu rekomendasi pegawai dari Nesta selalu menjadi andalan perusahaan, karena kebanyakan rekomendasi darinya selalu menjadi karyawan yang tidak banyak masalah dan selalu bisa diandalkan. Maka dari itu, Nesta juga tidak sembarang memasukkan atau merekomendasikan orang untuk bekerja di perusahaan tempatnya bekerja. Sejauh ini ia menilai Putri masuk kriteria penilaiannya, selebihnya branding dari Tami tentunya. Belum lagi embel-embel lulusan luar negerinya menambahkan nilai plus untuk Putri. "Besok jam delapan tiga puluh, hari pertama. Gue daft

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 8. Lowongan Kerja

    "Emang dikira barang apa pakai di coba dulu, apanya yang mau dicoba!?" sungut Putri ketika sudah berada di taman depan yang persis seberang rumahnya dan juga Tami. "Semuanya mungkin," celetuk Tami menahan tawa. "Kamu juga Tam, ada apa kamu sama Bunda kok tiba-tiba minta di cariin jodoh, nggak cerita lagi sama aku." Putri merajuk, wajahnya seketika sinis. "Sorry, tadinya aku mau cerita hari ini, sekarang. Eh keburu Bunda kamu udah cus duluan, nggak sabar kayaknya." Tami kembali tertawa, "Nggak usah serius gitu ah Put," Tami mencolek Putri, "Aku juga belum ada ngomong apa-apa sama Rama, ataupun teman suami aku." ucap Tami berusaha menenangkan. "Rama?" "Iya, Rama Wishnu Perdana. Teman kuliah aku dulu, yang sekarang sudah jadi dokter umum dirumah sakit AB, lagi sekolah ambil spesialis saraf. Kata Mas Alvin cocok buat kamu, biar selalu waras." "Sialan, dia kali yang sarap!" Tami tertawa, "Rama itu kayaknya suka kamu deh Put, semenjak video call bareng dulu kalau ketemu aku pas

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 7. Cari Jodoh

    Putri mencepol rambutnya dengan asal, semenjak kembali dari Aussie dan menjadi pengangguran, waktu bangun, mandi dan makan wanita itu tidak pernah lagi sesuai waktu semestinya.Setelah membasuh wajahnya dan turun dengan wajah bangun tidurnya, Putri melangkah menuju dapur mencari sarapan seperti biasa."Wuenak tenan Mbak, bangun-bangun makan, mandi belum, bantu Bunda sama Mbok enggak!"Itu Affan, si bungsu yang masih duduk dikelas sebelas. Ia mengatakannya dengan suara lantang yang disengaja agar sang Bunda mendengarnya, tentu tujuannya hanya untuk membuat Putri kesal."Mulut elu yah!" Putri melempar Affan dengan serbet didepannya sambil memperhatikan sekitar, khawatir Bundanya tiba-tiba muncul dengan spatula kayu yang siap ditimpuk ke kepalanya, Affan mengelak seraya tertawa puas mengerjai kakaknya."Kamu itu bisa prihatin sedikit nggak sih, kasihani aku gitu loh malah manasi Bunda buat tambah penderitaan aja!" curhat Putri ketus seraya mengambil roti tawar didepannya."Deritamu ya de

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 6. Cerita Masa Lalu

    "Kecewa deh kalau nonton film nggak sama dengan novelnya," curhat Tami,Selepas melepas rindu dengan bercerita, Putri dan Tami menghabiskan waktu pergi menonton film yang kebetulan diadaptasi dari sebuah novel yang menjadi favorit bacaan Tami."Iya, feel-nya beda." Putri setuju,"Aku rate jelek aja kali ya," ucap Tami lagi membuat Putri menatapnya aneh."Penting?" Putri mengangkat kedua alisnya mengejek membuat Tami yang melihatnya tertawa."Bercanda, Put!""Jadi nginap rumah aku kan?" tanya Putri seraya berjalan membuang sampah minuman dan popcorn nya ke tong sampah yang tersedia."Aku udah nikah, Put. Kalau balik ya pasti nginap dirumah orang tua lah, masa dirumah kamu. Rumah kita bersebelahan, ingat."Putri tertawa sambil melanjutkan langkahnya menuju rest room yang pasti sudah ramai, tapi kebersihan rest room di bioskop bisa dikatakan lebih bersih daripada mall sendiri."Bawa tissue kan kamu?" tanya Tami yang mengingat acara menontonnya masuk dalam list dadakan.Mereka kalau ke to

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 5. Kenangan Toko Tua

    "Anin, tolong ya beliin keperluan tugas ketrampilan Girly."Ayi sudah berdiri didepan pintu kamar Putri dengan Boy yang berada dalam gendongannya. Wajah lelah iparnya itu tidak bisa disembunyikan."Kamu mau keluar kan?" tanyanya lagi."Iya Mbak," jawab Putri sambil memasang sepatu kets nya, lalu ia berdiri mematut dirinya pada cermin besar didepannya. "Mbak WA aja ya apa aja yang mau dibeli." kata Putri sambil menyelempangkan tasnya."Makasih ya Nin, Mbak numpang tidur kamar kamu ya, malas kebawah lagi.""Boleh, asal jangan bau pipis Boy aja," ucap Putri sambil mencubit gemas pipi gembul keponakannya itu.~Putri menepikan mobilnya di depan disebuah toko tua yang semakin tua dan masih berdiri dengan kokoh, dimana kenangan pernah ada disana, kebersamaan itu juga pernah muncul disana serta rasa bahagia penuh harap.Seorang pegawai wanita sedang hamil tua memperhatikan Putri dengan seksama, Putri tersenyum tipis. Wanita itu semakin menyipitkan matanya menatap Putri serius membuat ia jeng

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 4. Pengangguran

    “Putri!”Itu suara yang Putri kenal, dengan perasaan senang dan menahan gejolak di hati, ia pun berbalik kearah suara berasal. Bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman."Iya, Tra?""Kapan kamu balik?""Maksudnya?" Putri bingung, ia baru saja sama-sama keluar dari kelas setelah pelajaran terakhir usai, memang Putri terlebih dulu keluar dari kelas dibandingkan Putra, tapi pertanyaannya? Maksudnya apa ya?"Kenapa kamu hanya menunggu? Selama ini aku juga menunggu kamu, Tri!"Deg! Putri terhenyak, alisnya bertaut memandangi Putra yang tampak kecewa pada dirinya."Maksudnya kamu a--""Aku juga suka sama kamu Putri!"Dag dig dug! Dag dig dug!Begitulah detak jantung Putri mendengar pernyataan Putra, cintanya bersambut? Lalu kenapa dia tidak bilang dari dulu?"Kamu mau kan Tri jadi yang ke lima?""Hah!?" Putri melongo mendengarnya, tiba-tiba muncul para pacar Putra-- Serli, Gita, Bella dan adik kelas yang sudah berdiri di belakang Putra. Mereka bagai moo yang di cucuk hidungnya-- manut, nu

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 3. Bernyanyi untuk Putra

    "Bilang aja ini bisa-bisanya kamu buat aku tampil," sinis Putri."Kenapa sih, suara kamu kan bagus nggak malu-maluin juga, udah biasa tampil di panggung juga.""Panggung apa!?""Orgen tunggal dekat rumah. Dari tahun ke tahun kamu ngisi acara kok sekarang mendadak demam panggung.""Beda Tam, beda! Ini kan sekolah, mana ada Putra lagi.""Sama-sama panggung, udah sana udah lewat lima menit nih," Tami cuek bebek dengan kepanikan Putri, ia tidak siap tapi Tami tidak peduli."Katanya ini sebagai persembahan untuk perpisahan dari senior kita teman-teman, Kak Putri kami persilahkan naik ke atas panggung! Beri applaus untuk Kak Putri!" Pembawa acara kembali memanggil Putri, kini dengan meriah membuat Putri semakin salah tingkah."Kata elu!" sinis Putri pada Tami yang disambut gelak tawa tidak peduli.Mau tidak mau Putri berdiri, ia berjalan menaiki panggung dan Tami berdiri pindah duduk tidak jauh dari Putra berada, ia ingin leluasa memperhatikan reaksi dari si target.Sebelum tampil Putri ber

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 2. Rasa yang Perlu Disampaikan

    "Mau sampai kapan sih kamu nunggu dia?! Kamu bilang aja kalau kamu suka sama dia atau nggak tunjukin ke dia rasa suka kamu. Jangan jadi perawan tua dong sis, aku nggak tega." kata Tami serius.Mereka sudah memasuki akhir tahun pelajaran dan seminggu lagi hasil kelulusan di umumkan, tapi kisah cinta Putri hanya begitu-begitu saja, tidak ada perubahan. Putri sudah memilih dan mendaftar kuliah di University of Canberra, Australia. Itu memang sudah keinginannya sejak lama."Aku rasa aku udah nunjukin kalau aku suka selama ini. Aku ikutin maunya dia, aku perhatian sama dia, aku selalu ngejaga hubungan baik dengan dia dan hubungan dia dengan pacarnya. Aku akan tetap nunggu aja, Tam.""Dari dulu selalu bilangnya nunggu, saking nunggunya dia udah empat kali pacaran dan itu bukan sama kamu. Kalau kamu udah tunjukin berarti dia tahu, pasti ada perubahan. Setidaknya dia juga perhatian kalau dia suka kamu dan menjauh kalau emang enggak. Rata-rata kan begitu, tapi ini enggak, gini-gini aja. Apa ka

DMCA.com Protection Status