Share

Bab 4. Pengangguran

Penulis: Rieyukha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-07 05:21:22

“Putri!”

Itu suara yang Putri kenal, dengan perasaan senang dan menahan gejolak di hati, ia pun berbalik kearah suara berasal. Bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman.

"Iya, Tra?"

"Kapan kamu balik?"

"Maksudnya?" Putri bingung, ia baru saja sama-sama keluar dari kelas setelah pelajaran terakhir usai, memang Putri terlebih dulu keluar dari kelas dibandingkan Putra, tapi pertanyaannya? Maksudnya apa ya?

"Kenapa kamu hanya menunggu? Selama ini aku juga menunggu kamu, Tri!"

Deg! Putri terhenyak, alisnya bertaut memandangi Putra yang tampak kecewa pada dirinya.

"Maksudnya kamu a--"

"Aku juga suka sama kamu Putri!"

Dag dig dug! Dag dig dug!

Begitulah detak jantung Putri mendengar pernyataan Putra, cintanya bersambut? Lalu kenapa dia tidak bilang dari dulu?

"Kamu mau kan Tri jadi yang ke lima?"

"Hah!?" Putri melongo mendengarnya, tiba-tiba muncul para pacar Putra-- Serli, Gita, Bella dan adik kelas yang sudah berdiri di belakang Putra. Mereka bagai moo yang di cucuk hidungnya-- manut, nurut dan pasrah.

SRREETTT!

Putri menggeliat, ia terbangun dengan jantung yang dag dig dug nggak karuan. Matanya menyipit begitu silaunya cahaya menembus pengelihatannya.

"Kenapa? Mimpi dikejar matahari kamu!?"

Itu Hanum, Bunda Putri. Ia sedang kesal melihat anak gadisnya belum juga bangun dari tidurnya, padahal matahari pagi sudah mulai terik.

Putri menggelengkan kepalanya mengingat mimpinya yang aneh, pacar ke lima? "Gila!" desisnya.

"HEH! Kurang ajar kamu Nin! Bunda sendiri dibilang gila!?" Hanum melotot pada Putri, ia sudah berjalan mendatangi anaknya dengan tangan yang siap memberi pelajaran pagi.

"Bukan, Bun! Bukan Bunda." ucap Putri seraya bergerak menghindari pukulan Bundanya, "Anin mimpi buruk, Bun." adunya dengan wajah memelas, agar Hanum berhenti melangkah untuk melakukan kekerasan pada anak gadis satu-satunya itu.

Hanum mendengkus kesal, "Makanya jangan begadang, tidur baca doa, bangun!" titah Hanum seraya keluar dari kamar Putri.

Putri menghela napas lega, ia kembali naik keatas kasurnya, baru saja duduk Hanum sudah kembali dengan suara menggelegar.

"ANIN BANGUN!"

Putri melompat dari kasurnya, dengan langkah dipaksa ia menyambar ikat rambutnya, mencepol rambutnya dengan asal. Sekali lagi ia mengulet kan badannya sebelum turun keluar kamarnya.

Putri menggaruk-garuk lehernya, menutup mulutnya yang masih menguap, ia pun mengusap air mata karena kuapannya. Hanum yang melihat itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Putri menarik kursi di dapur dan duduk dengan malas, ia menuangkan air dalam gelas didepannya sambil memperhatikan pergerakan sang Bunda yang hendak bersiap-siap pergi.

"Kemana Bun?" tanya Putri setelah menegak habis minumannya.

"Ke depan," jawab Hanum datar, ia pun pergi meninggalkan Putri begitu saja.

Kembali Putri menggeliat, menguap dan menghapus air matanya. Kalau boleh melanjutkan tidurnya dengan senang hati akan ia lakukan, tapi itu tidak akan mungkin. Wejangan Bundanya lebih menyakitkan daripada cubitannya.

Suara bayi meronta-ronta menarik langkah Putri untuk mendatanginya, seolah-olah itu adalah suara minta tolong. Lagi-lagi Putri menguap, ia mendapati Ayi-- Kakak iparnya sedang repot dan stres menyuapi makan anak keduanya.

"Hai Boy! Suaramu itu loh, memekakkan telinga. Kenapa sih, nggak enak ya masakan Mami mu?"

Ayi mendelik pada Putri, wajahnya jelas menunjukkan protes tidak terima.

"Mulut mu Nin, awas ya kamu makan rendang masakan Mbak!" ancam Ayi,

"Bercanda Mbak, jangan dong! Udah lama aku nggak makan rendang asli buatan Mbak Ayi urang awak." Putri cengengesan. Ayi hanya mencebik melihatnya.

"Mas Alvin mana Mbak?" tanya Putri sambil duduk dikursi kosong samping Ayi. Matanya celingukan melihat ke garasi dan pagar rumah yang sudah terbuka lebar.

"MAS!" teriak Ayi membuat Putri kaget,

Dari balik mobil yang terparkir muncullah orang yang ditanyakan Putri barusan, ia menoleh dengan tatapan lembut. "Iya yang, kenapa?"

"Nih, dicariin." jawab Ayi sambil menunjuk Putri disampingnya dengan bibir dan matanya, tangannya sibuk menyuapi si bayi berumur sembilan bulan.

"Mbak, aku kan cuma tanyain doang, nggak nyariin banget." Putri menghela napas, nggak bisa banget sih basa-basi.

Alvin sudah melihat Putri saat dia menoleh tadi, kini tatapannya menyelidik seolah benar adiknya itu sedang mencarinya. "Kenapa, Nin? Mau tanya lowongan kamu?"

Putri menggeleng, "Tanya doang Mas, Mbak Ayi nih serius amat."

"Kamu belum dapat kerjaan, Nin?" tanya Ayi tidak menggubris ucapan Putri barusan,

"Belum Mbak,"

"Lulusan luar negeri kok belum kerja juga," sindir Hanum yang baru saja datang dari depan,

Putri melirik tangan Hanum yang sudah ada sekantong sayuran yang Putri yakini dibeli sama Mamang sayur keliling yang menjadi tempat Bundanya mencari bahan ghibah terbaru di komplek.

"Namanya belum rejeki Bun, nggak ada hubungannya dengan lulusan darimana." bela Ayi menenangkan Putri yang memang merasa tersudutkan. "Memang belum ada panggilan interview juga, Nin?" Putri menggeleng.

"Gimana mau dapat rejeki, kalau bangunnya siang terus keburu di patok ayam toh." Putri ingin cau dari sana tapi kalau dia pergi yang ada kata-kata memotivasi alias menyakitkan itu semakin lama dan bertambah nantinya, jadi ia memilih bertahan dengan menebalkan telinga dan hatinya.

"Mau enam bulan belum juga dapat kerja, Nin. Kawin aja kalau gitu, umurmu juga udah cukup."

"Emang udah ada calonnya, Bun?" teriak Alvin.

"Tinggal dicari, nggak ada pacar kan kamu Nin?"

"Apaan sih, Bun. Nggak mau ah!" Putri merajuk.

Hanum tidak peduli, ia melanjutkan langkahnya masuk kedalam rumah. Kini Ayi menatap Iba pada Putri, ia tau ucapan mertuanya itu menyinggung perasaan Putri.

"Legowo Nin, Bunda lho itu nggak boleh dendam." ingat Ayi,

"Iya Mbak, iya, aku tau diri kok."

"Aduh Boy! Jangan di lepeh, makan sayang..." kini Ayi kembali fokus pada anaknya.

"Yang, ayo!" Alvin sudah siap untuk joging, Putri melirik jam dinding didalam, masih jam tujuh rupanya tapi matahari serasa jam sepuluh, lebih panas seperti perasaannya kini.

"Mboten purun, Mas. Ini si Boy sama siapa, mana makannya belum habis."

"Sama Anin, biar ada kerjaan dia." Putri memonyongkan bibirnya melihat tatapan kakaknya yang mengejek.

"Lanjut ajalah Mas," kata Ayi malas.

Alvin pun pergi joging keliling komplek sendirian.

"Malas aku Nin, rencana mau lanjut tidur sama Boy!" curhat Ayi.

Putri hanya diam, ia menoleh pada batita didepannya sedang memainkan potongan wortel yang berada diujung jempolnya.

"Hai Nin, joging yuk!"

Putri dan Ayi menoleh ke asal suara yang menyapa, mata Ayi mendelik melihat seorang wanita memakai pakaian joging yang merusak mata. Putri hanya diam, pemandangan joging dengan pakaian terbuka dan sexy itu sudah biasa ia lihat saat kuliah di Australia dulu.

"Lanjut Mbak Tin! Aku lagi malas." teriak Putri jujur,

"Ya udah duluan ya, salam sehat!"

"Salam sehat?" gumam Putri aneh, Putri kaget ketika menoleh Ayi sudah tidak ditempatnya. Anaknya sudah sendirian memainkan tangannya yang kotor dengan makanannya sendiri.

"Nin, titip ya!"

Putri kembali kaget melihat kakak iparnya sudah rapi dengan pakaian jogingnya, tidak luput lipstik warna menggoda yang menghiasi bibir tipisnya. Katanya itu warna lipstik kesukaan Alvin yang kalau dipakai Ayi, bawaan pengen cium terus. Putri bergidik, iparnya tidak berniat akan berciuman diluar kan??

"Hatcih!" Putri bersin, parfum Ayi bagai pengusir bau kentut, wangi banget sampai Putri dua kali bersin.

"Lebay banget sih, Mbak." protes Putri.

"Itu si Kartini yang naksir bojoku kan, Nin?" Putri mengangguk-angguk. "Titip Boy ya, dikit lagi udah mau habis kok makannya." kata Ayi sambil mengikat tali sepatunya.

"Pesona Mas kamu itu semakin membahana setelah punya dua anak, aku yang istrinya aja masih klepek-klepek apalagi orang lain yang pernah naksir lagi. Khawatir kalau dia masih naksir, belum kawin kan dia?" kembali Putri mengangguk-angguk sambil mencebik.

"Titip ya! Mbak harus jaga Mas mu dari wewe gombel." Ayi pun berlari keluar pekarangan rumah, "MAS!" teriaknya membuat Putri menutup kedua telinganya.

"Sorry Boy," lirih Putri melihat keponakannya itu kaget dengan suara teriakan emaknya. "Ayo sekarang kita habiskan makanan kamu, tapi minum dulu kamu dari tadi di jejelin makanan terus, apa nggak seret."

Putri mengambil gelas plastik berisi air di meja lain, meminumkannya pada keponakannya itu. Boy yang gesit merampas gelas itu dari Putri yang tidak siaga lalu melemparkan gelas berisi air itu pada dirinya.

"Boy!" Putri histeris wajah dan bajunya basah dengan air minum yang sudah berisi sedikit nasi-nasi sisa makanan Boy.

**

Bab terkait

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 5. Kenangan Toko Tua

    "Anin, tolong ya beliin keperluan tugas ketrampilan Girly."Ayi sudah berdiri didepan pintu kamar Putri dengan Boy yang berada dalam gendongannya. Wajah lelah iparnya itu tidak bisa disembunyikan."Kamu mau keluar kan?" tanyanya lagi."Iya Mbak," jawab Putri sambil memasang sepatu kets nya, lalu ia berdiri mematut dirinya pada cermin besar didepannya. "Mbak WA aja ya apa aja yang mau dibeli." kata Putri sambil menyelempangkan tasnya."Makasih ya Nin, Mbak numpang tidur kamar kamu ya, malas kebawah lagi.""Boleh, asal jangan bau pipis Boy aja," ucap Putri sambil mencubit gemas pipi gembul keponakannya itu.~Putri menepikan mobilnya di depan disebuah toko tua yang semakin tua dan masih berdiri dengan kokoh, dimana kenangan pernah ada disana, kebersamaan itu juga pernah muncul disana serta rasa bahagia penuh harap.Seorang pegawai wanita sedang hamil tua memperhatikan Putri dengan seksama, Putri tersenyum tipis. Wanita itu semakin menyipitkan matanya menatap Putri serius membuat ia jeng

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 6. Cerita Masa Lalu

    "Kecewa deh kalau nonton film nggak sama dengan novelnya," curhat Tami,Selepas melepas rindu dengan bercerita, Putri dan Tami menghabiskan waktu pergi menonton film yang kebetulan diadaptasi dari sebuah novel yang menjadi favorit bacaan Tami."Iya, feel-nya beda." Putri setuju,"Aku rate jelek aja kali ya," ucap Tami lagi membuat Putri menatapnya aneh."Penting?" Putri mengangkat kedua alisnya mengejek membuat Tami yang melihatnya tertawa."Bercanda, Put!""Jadi nginap rumah aku kan?" tanya Putri seraya berjalan membuang sampah minuman dan popcorn nya ke tong sampah yang tersedia."Aku udah nikah, Put. Kalau balik ya pasti nginap dirumah orang tua lah, masa dirumah kamu. Rumah kita bersebelahan, ingat."Putri tertawa sambil melanjutkan langkahnya menuju rest room yang pasti sudah ramai, tapi kebersihan rest room di bioskop bisa dikatakan lebih bersih daripada mall sendiri."Bawa tissue kan kamu?" tanya Tami yang mengingat acara menontonnya masuk dalam list dadakan.Mereka kalau ke to

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 7. Cari Jodoh

    Putri mencepol rambutnya dengan asal, semenjak kembali dari Aussie dan menjadi pengangguran, waktu bangun, mandi dan makan wanita itu tidak pernah lagi sesuai waktu semestinya.Setelah membasuh wajahnya dan turun dengan wajah bangun tidurnya, Putri melangkah menuju dapur mencari sarapan seperti biasa."Wuenak tenan Mbak, bangun-bangun makan, mandi belum, bantu Bunda sama Mbok enggak!"Itu Affan, si bungsu yang masih duduk dikelas sebelas. Ia mengatakannya dengan suara lantang yang disengaja agar sang Bunda mendengarnya, tentu tujuannya hanya untuk membuat Putri kesal."Mulut elu yah!" Putri melempar Affan dengan serbet didepannya sambil memperhatikan sekitar, khawatir Bundanya tiba-tiba muncul dengan spatula kayu yang siap ditimpuk ke kepalanya, Affan mengelak seraya tertawa puas mengerjai kakaknya."Kamu itu bisa prihatin sedikit nggak sih, kasihani aku gitu loh malah manasi Bunda buat tambah penderitaan aja!" curhat Putri ketus seraya mengambil roti tawar didepannya."Deritamu ya de

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 8. Lowongan Kerja

    "Emang dikira barang apa pakai di coba dulu, apanya yang mau dicoba!?" sungut Putri ketika sudah berada di taman depan yang persis seberang rumahnya dan juga Tami. "Semuanya mungkin," celetuk Tami menahan tawa. "Kamu juga Tam, ada apa kamu sama Bunda kok tiba-tiba minta di cariin jodoh, nggak cerita lagi sama aku." Putri merajuk, wajahnya seketika sinis. "Sorry, tadinya aku mau cerita hari ini, sekarang. Eh keburu Bunda kamu udah cus duluan, nggak sabar kayaknya." Tami kembali tertawa, "Nggak usah serius gitu ah Put," Tami mencolek Putri, "Aku juga belum ada ngomong apa-apa sama Rama, ataupun teman suami aku." ucap Tami berusaha menenangkan. "Rama?" "Iya, Rama Wishnu Perdana. Teman kuliah aku dulu, yang sekarang sudah jadi dokter umum dirumah sakit AB, lagi sekolah ambil spesialis saraf. Kata Mas Alvin cocok buat kamu, biar selalu waras." "Sialan, dia kali yang sarap!" Tami tertawa, "Rama itu kayaknya suka kamu deh Put, semenjak video call bareng dulu kalau ketemu aku pas

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 9. Tempat Kerja

    "Santai aja, disini rata-rata asik kok, yang paling solid tim iklan karena kebanyakan uang masuk dari sana, hahah..." Itu Nesta, untungnya diakhir namanya tidak pakai 'pa' , kalau tidak ia tidak mungkin bisa tertawa seperti sekarang. Nesta adalah sepupu suami Tami yang diceritakan tempo lalu saat di taman depan rumahnya, ia sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun. Nesta menjabat sebagai asisten HRD, walau begitu rekomendasi pegawai dari Nesta selalu menjadi andalan perusahaan, karena kebanyakan rekomendasi darinya selalu menjadi karyawan yang tidak banyak masalah dan selalu bisa diandalkan. Maka dari itu, Nesta juga tidak sembarang memasukkan atau merekomendasikan orang untuk bekerja di perusahaan tempatnya bekerja. Sejauh ini ia menilai Putri masuk kriteria penilaiannya, selebihnya branding dari Tami tentunya. Belum lagi embel-embel lulusan luar negerinya menambahkan nilai plus untuk Putri. "Besok jam delapan tiga puluh, hari pertama. Gue daft

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 10. Bersua dengan Kegalauan

    "Put, Putra!" seseorang yang kembali berteriak memanggil itu akhirnya berada di ujung anak tangga, "Ya elah Put, lu dipanggil diam aja." protes lelaki berambut cepak itu, tidak luput satu tepukan dia layangkan pada bahu lelaki yang bernama Putra yang masih bergeming diujung anak tangga teratas. Lelaki yang bernama Putra itu hanya terdiam, matanya tidak beralih dari Putri yang juga terdiam. Mereka saling diam, terkejut dan penuh tanda tanya tapi tiada satu pun yang bersuara sampai akhirnya Nesta keluar membuyarkan semuanya. "Put!" Lagi-lagi, Putra dan Putri menoleh ke asal suara yang memanggil. Nesta yang menatap Putri kebingungan lalu beralih pada Putra yang terkejut didampingi pria cepak yang melongo sedari tadi yang didiamkan dan bingung tidak tau apa-apa dengan drama keheningan antara Putra dan Putri. "Wah, ada elu Put," kini Nesta berbicara menatap Putra, namun Putri menatap kearah Nesta. "Aduh, kayaknya gue harus panggil nama lengkap ya kalau didepan kalian daripada planga

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 11. Kembali Bernyanyi Untuknya

    "Put ikutan yuk!" Itu Novi dari departemen iklan, ia sebagai admin iklan yang satu-satunya wanita didalam ruangan yang rata-rata designer grafis yang disana didominasi oleh para pria. Namun sepertinya Novi tidak mempermasalahkan itu, karena ia terlihat baik-baik saja, mungkin karena Kiki-- pacarnya salah satu desain grafis iklan dan satu ruangan dengannya. "Kemana?" tanya Putri seraya membereskan meja kerjanya, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore lewat. "Makan, karaoke lepas penatlah. Kamu belum pernah ikutan, ayo lah sekali-kali, sekalian kenalan sama anak iklan." Ucapan Novi bukan lagi seperti ajakan tapi lebih memaksa membuat Putri tersenyum tipis menanggapinya, ia tidak begitu akrab dengan Novi tapi lebih dari dua bulan bekerja di media XY sekali-kali mereka pergi makan siang bareng, karena bagaimanapun Novi butuh teman perempuan untuk bergaul tidak melulu dengan rekan kerjanya yang laki-laki semua. "Ayolah, jangan senyum-senyum aja." paksa Novi. "Aku absen dulu," j

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 12. Kamu?

    Putri berjalan dengan terus menundukkan wajahnya, ia tidak berani menatap Putra yang masih saja menatapnya tajam."Lu kenapa Put, demam panggung?" tanya Nesta, ia kini menoleh sempurna pada Putri yang terlihat pucat dan sedikit was-was. Putri menggeleng pelan, perlahan seraya menghela napas ia mengangkat wajahnya mencari keberadaan Putra, apakah masih disana atau tidak.Putri kaget karena Putra sudah tidak ada disana, Putri pun memutar kepalanya mencari keberadaan pria itu. Ia sangat yakin Putra ada disana, dan itu bukan sekedar ilusi semata. Putri mengernyit heran, apa yang dilakukan Putra disini? Sebuah kebetulan kah? Lalu kemana pria itu sekarang?"Put?" Nesta mencolek Putri, ternyata ia masih khawatir dengan tingkah Putri yang tiba-tiba aneh menurutnya. Putri menoleh pada Nesta dan memaksakan dirinya tersenyum untuk membuktikan bahwa ia baik-baik saja."Aku pamit ke rest room sebentar ya Mbak." ucap Putri seraya pergi meninggalkan Nesta sebelum wanita itu menjawab apa-apa. Kepergi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19

Bab terbaru

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 23

    "Jadi dimana sekarang suami kamu?" tanya Putri penasaran, karena dari ceritanya mereka datang berdua namun yang didepannya hanya Tami seorang."Sebelah," jawab Tami datar, Putri tau yang dimaksud sebelah adalah sebelah rumahnya alias rumah Tami─ rumah mertua Aiden."Terus yang buat kamu marah sama Kak Aiden apa?" tanya Putri lagi, ia beranggapan apa yang dilakukan Aiden terhadap mantannya sudah benar."Nggak peka banget sih kamu, Put." kesal Tami, "Dia udah bohong sama aku dengan pura-pura tidak kenal padahal dia kenal." sungut Tami."Kak Aiden begitu kan buat jaga perasaan kamu," bela Putri, secara logikanya ia menilai begitu dari cerita Tami barusan."Buat jaga perasaan aku atau yang lain!" tuduhnya mulai curiga pada suaminya sendiri,"Yang lain bagaimana maksud kamu?"Tami mengedikkan bahunya, "Nggak tau, mungkin buat bisa ketemuan lain kali atau─ ya pokoknya gitu lah, Put! Aku nggak bisa mikir." keluh Tami.Putri terdiam, ia mencoba mencerna dan menelaah kalimat Tami sampaikan bar

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 22

    Karena gelisah Aiden menjadi susah tidur, ia gelisah karena Tami yang jadi merajuk padanya dan yang paling membuat ia sengsara adalah dirinya yang sudah terlanjur ingin bercinta dengan sang istri, apalagi tadi ia sudah sangat dekat dan tiba-tiba Tami menjauhinya. Aiden frustrasi.Tami sudah tertidur, dua jam lamanya untuk Aiden memastikan sang istri benar-benar tertidur. Saat Aiden yakin Tami sudah tertidur ia langsung mendekat dan memeluk istrinya itu. Tiga bulan LDR sebagai pengantin baru bukan hal mudah untuknya, terlebih ia juga sangat mencintai Tami.Tami terbangun dengan selimut yang tersingkap, tangan sang suami sudah bergelayut memeluknya erat, tapi memutar matanya kesal. Perlahan ia melepaskan dirinya dari pelukan suaminya lalu pergi untuk mandi dan memulai aktivitas paginya seperti biasa.Tami keluar dari kamar mandi dengan gusar, ia berjalan cepat menghampiri Aiden lalu memukul lengan sang suami dengan kesal, walau ia yakin pukulan itu tidak akan terasa apa-apa oleh Aiden.

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 21

    Putri berjalan gontai membuka pintu kamarnya yang terus diketuk tanpa jeda, ketika pintu terbuka ia melihat Tami dengan wajah muram dengan mata sembab. Seketika ia mengusap wajahnya untuk segera sadar dari dirinya yang masih setengah mengantuk.Tami berjalan masuk melewati Putri lalu duduk dipinggiran kasurnya, Putri kembali menutup dan mengunci pintu kamarnya.Putri berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya secara singkat, membasuh wajahnya dan sikat gigi. Sekembalinya ia sudah melihat Tami meringkuk diatas kasur dengan suara tangis yang terdengar samar.Putri memilih duduk dikursi meja belajarnya dulu, yang kini menjadi meja serbaguna. Rak kecil yang dulu berisi buku pelajarannya kini telah diisi dengan buku-buku motivasi, novel, dan sedikit komik. Karena semenjak lulus SMA dan kuliah dia Australia Putri sudah sangat amat jarang membeli komik untuk bacaannya.Ia membiarkan Tami menangis, selagi menunggu Tami tenang dan mau bicara ia memilih sebuah novel karya dari Josie

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 20

    "Bunda?" Putri kaget, ia menelan salivanya dengan paksa lalu tersenyum kaku pada Hanum. "Baru pulang, Nin?" tanya Hanum jelas hanya berbasa-basi saja, tentu ia tau anak gadisnya itu baru pulang. Kini Hanum menoleh pada Putra yang berada tak jauh dibelakang Putri dan tersenyum hangat, namun wajahnya jelas menyiratkan sebuah pertanyaan besar. Pria di hadapannya sekarang adalah pria yang berbeda dengan yang tadi saat pamit pergi bersama putrinya. "Malam Tante, saya Elgiar Putra, pacar Anindya Putri." ucap Putra ramah dan sopan, tak luput sebuah senyuman hangat penuh pesona itu ia tunjukkan pada Hanum-- calon mertuanya. Seketika Hanum menatap tajam Putri, jelas ia akan menodong pertanyaan pada anaknya itu nanti. "Maaf Tante, kalau saya terlalu malam mengantarkan Putri pulang." ucap Putra dengan wajah menyesal, ia bisa melihat wajah protes singkat itu pada Putri. Hanum tersenyum hangat, "Nggak apa-apa Nak Elgiar, yang penting Anin diantar sampai rumah dengan selamat dan utuh. Suda

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 19

    Sepanjang jalan pulang Putri hanya diam menatap jalan didepannya, begitu pun dengan Putra. Sepuluh menit berlalu dengan hening, Putra menoleh pada Putri."Kamu kenapa?" tanyanya kemudian, Putri melirik Putra sesaat lalu kembali melihat ke depan."Kenapa? Emangnya aku harus bagaimana, Tra?" tanya Putri bingung."Jangan diam aja,"Putri menatap Putra tajam, ada apa dengan lelaki idamannya ini? Putri seperti melihat Putra dengan versi lain, bukan seperti Putra yang ia kenal selama ini."Kamu mau aku ngapain, Tra? Bercerita untuk kamu?" Putri mulai frustrasi,"Nyanyi untuk aku, Tri." pinta Putra dengan entengnya.Putri semakin menatap Putra dengan aneh, itu hal yang sangat tidak mungkin ia lakukan sekarang. "Nggak!" tolak Putri seraya mengalihkan pandangannya."Kenapa?" Putra menatap Putri dengan kecewa, "Aku suka dengar suara kamu, terlebih lagu itu kamu nyanyikan untuk aku."Putri menelan salivanya dengan payah, wajahnya memerah karena malu mendengar pernyataan Putra yang begitu gamblan

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 18

    "Akhirnya ketemu kamu juga, Nin." ucap Marsha seraya menekan angka satu pada lift. Putri yang mendengarnya hanya tersenyum, ia tidak berani menanyakan maksud ucapan Marsha walau sebenarnya ia penasaran."Apa Elgiar memaksa kamu kerumah?" tanya Marsha begitu mereka sudah berada disalah satu ruang tamu yang mewah. Putri hanya tersenyum kikuk, tidak berani berkata jujur bahwa anaknya telah melakukan lebih dari sekedar pemaksaan. Bukan hanya memaksanya kerumah tapi juga memintanya menjadi pacar bahkan istri dengan jarak yang hanya beberapa jam saja."Maafkan Elgiar ya, Anin." ucap Marsha tulus, senyuman indah wanita berumur itu membuat Putri terus ingin memujinya, sungguh ia sangat cantik."Nggak ada yang salah Tan, Putra juga meminta persetujuan saya," jawab Putri berbohong."Jujur Nin, Tante surprise bisa ketemu kamu sekarang. Tante pikir dia akan terus menunggu─ memastikan perasaannya untuk bisa sama kamu." Marsha tersenyum seraya menerawang mengingat bagaimana Putra bercerita tentang

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 17

    "Kamu masih cinta aku kan?"Putri terdiam mendengarnya, dengan susah payah ia menelan salivanya. Putra tau ia mencintainya selama ini? Ia pun teringat dengan percakapannya pada Tami saat acara pensi, apakah Putra sepeka itu dengan lagu yang ia nyanyikan untuknya.'Gimana nggak peka, kamu nyanyi cuma ngeliatin dia doang.' ucapan Tami terus terngiang dibenak Putri. Ia juga mengingat bagaimana Putra menatapnya tajam dan pergi meninggalkan aula setelahnya."Kamu tau?" lirih Putri, seketika ia menyesali dirinya yang dengan enteng berucap begitu. Putra tersenyum tipis melihatnya, lalu mengangguk."Sejak kapan?" Putri penasaran, atau justru ia hanya ingin membuktikan ucapan Tami kalau Putra memang peka saat itu."Sejak pertama aku terpilih jadi ketua kelas dan kamu terpilih jadi bendahara."Putri tampak berpikir dan mengingat serta mencerna ucapan Putra, tiga tahun berturut-turut mereka selalu terpilih dengan jabatan yang sama lalu jika pertama kali berarti itu disaat tingkat satu. Disaat pe

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 16

    "Anindya Putri yang lagi sama lu adalah pacar gue! Harusnya lu yang jangan ganggu pacar gue, Kaf!"Putri yang berdiri dibelakang Putra tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, bahkan ia sampai harus memegang kuat lengan Putra didepannya agar tidak terjatuh dari berdirinya. Pegangan pada lengannya langsung disambut Putra dengan mengelusnya lembut membuat Putri semakin salah tingkah, namun Putra tau kalau Putri sedang bingung dan kaget sekarang atas pernyataannya, tapi ia tidak peduli.Kafka memandang Putra tidak percaya, ia mencobanya menatap Putri yang berdiri dibalik badan Putra namun Putra sengaja menghalangi Kafka."Anin," panggil Kafka lembut,"Iya Kafka," jawab Putri mencoba menampakkan diri, namun dengan cepat Putra menghalanginya. "Tra, kamu kenapa sih?" akhirnya Putri protes atas perlakuan pria yang ia sukai selama ini."Lindungi kamu dari pria brengsek ini." jawabnya cuek masih menatap tajam pada Kafka."Tra, Kafka nggak brengsek." bela Putri lembut,"Tau apa kamu tentang d

  • Penantian Pertama sang CEO   Bab 15. Pacar El

    "Kafka." ucap pria itu mengulurkan tangannya pada Putri sebelum ia turun dari mobil karena tujuannya sudah sampai. Putri menoleh heran pada pria itu, perkenalan yang aneh menurutnya setelah mereka dua kali semobil dan beberapa kali bertemu walau tidak saling menyapa. Ya, dia adalah pria yang Putri lihat pertama kali saat di lift bersama Nesta."Putri." balas Putri menyambut uluran tangan Kafka sopan."Bukan Anin?" tanyanya seraya mengangkat kedua alisnya menatap Putri dalam. Putri tersenyum kecil, pasti karena Bunda dan Ayahnya selalu menyebut namanya didepan Kafka, Anin itu Anin ini."Anindya Putri. Bebas kamu mau dengan panggilan apa, tapi biasa memang aku di panggil Putri sih kalau di luar." Putri memberi tahu."Aku mau jadi orang dalam, berarti panggil kamu Anin, boleh?" Putri tersenyum simpul lalu mengangguk membolehkan, bukan hal yang aneh menurutnya membiarkan Kafka memanggilnya dengan nama Anin, toh itu juga tetap namanya.Putri turun dari mobil, matanya memandang takjub denga

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status