Kesepakatan kerja sama antara Hansen dan Almara sudah terwujud. Cherry yang mencoba mencegah ternyata percuma karena popularitas ini yang dibutuhkan bagi Hansen meraih kesuksesan. Almara sudah terkenal dalam agensi dan mengorbitkan banyak penyanyi bahkan boyband baru.
Tanpa disadari, anak dari Hansen dan Cherry yang masih berusia sembilan belas tahun ikut audisi terbuka pemilihan boyband di bawah naungan Almara. Edo yang merupakan anak dari Hansen dan Cherry tidak mau ketahuan kalau mendaftar audisi dan memilih menggunakan nama panggung. "Namanya Edo, tapi minta ditulis dengan nama panggung Leo. Entah kenapa dia minta seperti itu padahal namanya juga sudah bagus. Gimana? Mau dilanjut apa nggak?" Salah satu asisten dari Almara yang bernama Pinky sedang menunjukkan sebuah berkas milik salah satu talent yang mendaftar setelah lulus seleksi awal dua tahap. "Kalau dia berhasil lolos dua tahap seleksi berarti kemampuannya tidak bisa diabaikan. Biar dia bertemu aku sekarang. Wajahnya tampan dan tubuhnya proporsional. Aku pikir, dia bisa menjadi anggota boyband baru ini." Almara tersenyum, menyeringai. Dia ingin memberikan sebuah ujian kepada Edo. "Baik, deh." Pinky bertugas melakukan apa yang diminta oleh Almara. Beberapa saat kemudian, pria bertubuh proporsional dengan mengenakan kaos biru langit masuk ke ruangan Almara. "Permisi, apakah benar ini ruangan Pimpinan Almara?" "Ya, betul. Tutup pintunya dan silakan duduk di sofa," ucap Almara yang memiliki akses pintu otomatis terkunci jika ditutup. "Baik. Maaf sebelumnya, syarat untuk ganti nama panggung apakah tidak boleh?" Edo to the point bertanya lebih dahulu karena khawatir bisa ketahuan orang tuanya jika ikut audisi. "Itu bukan hal penting. Ada satu hal yang penting untuk aku pastikan lebih dahulu. Apakah kamu siap melakukan apa saja demi bisa menjadi anggota boyband ini? Karena masih banyak orang yang mau melakukan apapun untuk berada di posisi ini," kata Almara sambil membungkukkan badannya menatap tajam ke arah Edo. Edo menelan ludah sendiri saat melihat belahan gunung kembar yang menyembul dari balik pakaian Almara yang berusia mungkin hampir sama dengan orang tuanya, tetapi masih terlihat muda dan menggoda. "Apa itu?" tanya Edo mencoba tidak terhipnotis dengan pikirannya yang mulai bergerilya karena gejolak kaum muda yang belum pernah tersalurkan. "Temani aku malam ini dan kamu akan mendapatkan jawaban. Ini alamatku," ucap Tante Almara yang menyodorkan kartu nama dengan alamat yang tentu berbeda dengan tempat Faizal menunggu. "Baik. Jam berapa? Aku tidak akan terlambat." Edo berusaha sebaik mungkin bisa menjadi anggota dari pemimpin tersebut tanpa bantuan koneksi kedua orang tuanya. Malam harinya, Edo datang ke tempat yang ditentukan oleh Tante Almara. Dia sudah bersiap untuk segala kemungkinan yang ada. "Sudah datang? Bagus kalau tidak terlambat. Aku tidak suka orang ingkar janji atau terlambat." Tante Almara mempersilakan Edo masuk ke tempatnya. Sedangkan para penjaga bersiaga di depan rumah Tante Almara. Tempat itu berbeda dengan tempat Faizal menunggu dengan setia kepulangan Tante Almara. "Iya, aku sudah mengatakan kalau aku serius ingin menjadi bagian dari anggota boyband itu. Apalagi syaratnya selain ke sini?" Edo to the point bertanya karena ingin mengetahui syarat apa lagi yang harus dia lakukan. "Bagus kalau kamu to the point dan peka. Puaskan aku, maka kamu boleh menjadi bagian dari boyband itu." Tante Almara menatap tajam ke arah Edo. "A-apa? Tidak mungkin. Aku masih perjaka, mengapa aku harus melakukan itu? Buat alasan ini lebih masuk akal. Aku tidak mau melepaskan sesuatu yang berharga dalam hidupku untuk hal seperti ini." Edo terlihat berpendirian, meski sebenarnya jiwa kelakiannya meronta-ronta menatap tubuh Tante Almara yang terpampang nyata dan sangat menggiurkan di balik balutan kain tipis yang dikenakan saat ini. "Siapa bilang aku mau keperjakaan kamu? Aku hanya butuh .... Mulutmu .... Lidahmu .... Itu saja." Tentu jawaban dari Tante Almara membuat Edo mengernyitkan dahi. Ini adalah kali pertama bagi Edo. Beda dengan para berondong sebelumnya yang sudah berpengalaman. Edo pun memikirkan kembali soal syarat itu. Malam dingin menjadi saksi pendirian Edo pun goyah. Dia mengikuti apa yang diinginkan Tante Almara, toh bukan melakukan hubungan yang membuat kehilangan keperjakaan. Edo tak tahu hal itu akan membawanya dalam pusaran masalah yang tak bertepi. Malam itu Tante Almara kembali mendapatkan kepuasan tak bertepi. Dia merasa Edo sangat hebat dan meski pria itu pemula, bisa membuatnya puas berkali-kali dengan sentuhan itu. "Edo, aku janji bukan hanya menjadikan kamu sebagai anggota dari yang akan boyband terkenal, tetapi juga memastikan kehidupanmu terjamin. Namamu ganti Leo mulai sekarang dan besok masuk rumah pelatihan dan dikarantina hingga launching single dan album. Oke?" Tante Almara mengenakan kembali pakaiannya. Dia sangat berminat membuat Edo jadi yang terbaik. "Baik. Aku akan berusaha sebaik mungkin." Edo pun mengenakan kembali atasannya yang sudah kusut. Dia tidak membuka bawahan karena tidak diinginkan. Lagi pula, Edo melakukan itu untuk mendapatkan dan memastikan bisa berada dalam posisi boyband tanpa bantuan orang tuanya. Mengganti nama panggungnya menjadi Leo adalah langkah utama agar Edo bisa berlatih semaksimal mungkin. "Maafkan aku, Pa, Ma. Ini adalah jalan terjal yang aku pilih. Aku ingin sukses dengan pencapaianku. Aku tahu dunia entertainment seperti ini banyak sisi gelap, tapi aku akan berjuang," gumam Edo yang sudah keluar dari rumah Tante Almara. Edo naik motor berlalu pergi dan berhenti di pertigaan jalan yang agak sepi. Dia turun dari motor dan muntah-muntah. Tidak semua pria itu menikmati hubungan menjijikkan dengan Tante Almara. Contohnya Edo yang terpaksa tersenyum di hadapan Tante Almara, padahal hatinya tersiksa dan rasanya ingin muntah pun ditahan. "Kalau bukan karena syarat khusus penerimaan, aku tak sudi! Cih!" Edo pun kembali naik motor dan melaju pergi untuk membereskan semua barang-barang di kost-kostan dan pergi ke rumah karantina idol boyband yang sudah disiapkan oleh manajemen. Edo setelah ini akan mengubah nama sebutannya sebagai Leo. Tante Almara sudah memilih tiga kandidat boyband yaitu Leo, Joe, dan Apoy. Sedangkan dari manajemen milik Hansen Cherry memilih Gan, Ralf, dan Zinc. Nama yang unik untuk memulai debut sebagai boyband. "Light adalah nama boyband ini. Aku akan membuat mereka bersinar terang dan meraih kesuksesan." Tante Almara sangat yakin dengan tindakan ini. Keesokan harinya, proyek boyband bernama LIGHT akan dimulai. Karantina para personil untuk branding dan persiapan single rilis debut dan pembuatan album akan dilakukan. Tante Almara memastikan Hansen dan Cherry tak perlu khawatir tentang semua itu dan mendapatkan laporan nama personil sekaligus rekaman suara. Foto-foto personil masih dalam proses pemotretan khusus, sehingga Hansen dan Cherry tak tahu kalau Leo adalah Edo. "Bersinar lah seperti bintang. Aku akan mendukung kamu secara penuh," bisik lembut Tante Almara ke telinga Leo. "Apakah semua pemain boyband ini mendapatkan keistimewaan yang sama? Atau hanya aku yang diberi kesempatan itu?" Leo menatap wanita yang kemarin dia puaskan dengan sentuhan. "Hanya kamu, just you. Sudah paham?" Tante Almara langsung berlalu pergi agar tidak membuat yang lain curiga. Entah mengapa ada getaran yang berbeda setiap menatap Leo. Apakah ini getaran rasa cinta? Tante Almara yang masih perawan apakah bisa memiliki Edo yang masih muda belia?Di tempat karantina, Leo bersama dengan Joe, Apoy, Gan, Ralf, dan Zinc menjalani latihan yang intensif untuk mempersiapkan debut mereka sebagai anggota boyband Light. Mereka menghabiskan berjam-jam setiap hari untuk latihan vokal, koreografi, dan penampilan panggung. Dalam proses ini, mereka saling mendukung dan membantu satu sama lain, membentuk ikatan yang kuat sebagai rekan satu tim. "Hei, kamu ini tampan sekali. Pasti banyak fans yang akan antri mendapatkan kecupanmu," ujar Apoy menggoda Leo. "Kalian bxb? Bukan, kan? Gila!" Joe menertawakan kedua kawannya yang terlihat aneh. "Kalian semua juga tampan karena LIGHT harus perfect di hadapan para penggemar," jawab Leo sambil melempar senyum, lalu pergi setelah selesai latihan. "Ah, dia itu misterius. Setelah selesai latihan selalu menyendiri," ungkap Gan yang memperhatikan gerak-gerik Leo. Leo dengan nama panggungnya, terus berusaha menjadi yang terbaik dalam hal vokal dan penampilan panggung. Dia menunjukkan dedikasi dan semangat
Apoy yang pingsan segera dibawa ke atas sofa. Zinc dan Leo yang mengangkat Apoy. Keduanya mencoba mencari cara untuk menyadarkan Apoy. “Aku akan ambil minyak angin,” kata Zinc yang bergerak cepat. “Baiklah. Aku ambil minuman hangat. Kasihan dia.” Leo pun segera ke dapur. Sedangkan saat ini Ralf masih sibuk menasihati Gan dan Joe. “Kalian tahu kalau perkelahian ini bisa berefek buruk pada karier kita?” “Dia dulu yang buat masalah. Memangnya dia suka dengan Tante Almara atau dia itu saudaranya, tidak, kan? Kenapa dia panas saat kami membicarakan wanita itu?” Joe mendengus kesal tidak terima dikira menjadi biang kerok. “Iya, benar kata Joe. Kalau tidak ada urusan apa-apa dengan Tante Almara, harusnya jangan marah,” imbuh Gan yang merasa tidak bersalah. “Kalian dan kami, sama-sama kerja di bawah naungan Tante Almara. Harusnya, kita semua menghormati orang yang berjuang mengorbitkan kita. Jangan menjadikan bahan bercandaan atau jadi bahan imajinasi kalian!” gertak Ralf yan
Setelah Tante Almara sampai ke puncak surga dunia melalui bantuan dari lidah Leo yang menari-nari sejak tadi, permainan itu pun terhenti. Keduanya duduk bersebelahan di sofa nan empuk. Tante Almara sudah merapikan dress press body miliknya.Leo menundukkan kepalanya. Dia merasa terbebani dengan segala yang terjadi. Hubungannya dengan Tante Almara kini semakin rumit. Di satu sisi, dia merasakan perasaan yang tulus, namun di sisi lain, dia tahu bahwa hubungan seperti ini tidak akan pernah diterima oleh lingkungan maupun masyarakat.“Tante ... Apakah mungkin kita bersama? Aku ... Bukan orang berpunya dan masih menitih karier di sini. Sedangkan Tante ....” Leo semakin merasa tidak percaya diri dengan posisi derajat yang sangat berbeda.Setelah beberapa saat, Tante Almara duduk kembali dengan sikap yang lebih tenang. Dia menatap Leo dengan pandangan yang campur aduk antara kasih sayang, rasa bersalah, dan keraguan.“Leo, aku tak tahu ... Mungkin apa yang kita lakukan ini tidak benar,” ujar
Ancaman dari produser bahwa salah satu anggota Light akan diganti telah membuat suasana di rumah karantina berubah drastis. Masing-masing anggota, yang awalnya sering bercanda dan bersantai setelah latihan, kini menjadi lebih serius dan berhati-hati. Tidak ada yang ingin kehilangan kesempatan untuk debut.Selama beberapa hari berikutnya, latihan mereka menjadi lebih intens. Setiap koreografi diulang hingga sempurna, setiap vokal dipoles tanpa cacat. Bahkan Gan dan Joe, yang sebelumnya sering berseteru, kini tampak bekerja sama dengan baik untuk memastikan harmoni grup.Namun, suasana tegang juga menciptakan jarak di antara mereka. Di balik kerja keras dan sikap profesional, ada rasa khawatir dan ketidakpastian. Siapa yang akan diganti? Dan apakah mereka akan berhasil debut sebagai tim utuh?“Leo, kalau begini terus ... Kita malah saling tuduh satu dengan yang lain. Menerka-nerka siapa yang kira-kira akan dihentikan sebelum launching debut,” kata Apoy yang merasa heran dengan situasi s
Seminggu setelah ancaman dari produser, semua anggota Light dipanggil ke ruang latihan utama. Tante Almara dan produser Arman sudah menunggu mereka di sana.“Hari ini, saya ingin mengumumkan keputusan penting,” ujar Arman dengan nada serius.Semua anggota menahan napas, menunggu dengan cemas. Mereka saling menatap satu dengan yang lainnya karena merasa was-was andai kata satu dari antara mereka benar-benar akan dikeluarkan dan diganti oleh orang baru. Arman melanjutkan, “Setelah mempertimbangkan kerja keras kalian selama seminggu terakhir, saya memutuskan bahwa tidak ada satu pun dari kalian yang akan diganti.”Ruangan itu langsung dipenuhi dengan suara lega dan sorak-sorai kecil. Semua anggota boyband Light merasa begitu bahagia karena tidak ada di antara mereka yang akan digantikan posisinya. “Tapi,” lanjut Arman, “saya ingin kalian ingat bahwa ancaman ini tidak akan selalu kosong. Kalau kalian lengah atau tidak menunjukkan perkembangan, saya tidak akan ragu untuk membuat perubaha
"Terus sayang .... Terus ...." Ucapan yang tertahan dari bibir wanita nan menggoda itu membuat suaranya bergema di seluruh penjuru kamar. Membuat gelora asmara semakin memuncak karena keinginan melakukan penyatan semakin kuat. Tante Almara, namanya. Wanita usia empat puluh lima tahun itu masih terlihat cantik, awet muda, dan seksi dengan lingerie warna hitam kontras dengan kulit putih mulusnya. Seorang pria muda berusia dua puluh tahun tengah berkonsentrasi untuk memuaskan Tante Almara di bagian bawah. Pria itu memberikan pelayanan maksimal demi mendapatkan uang yang dijanjikan. Berondong bagi Tante Almara adalah obat mujarab dari segala kekesalan dalam hidup. Meski sebenarnya hal ini sudah banyak dilakukan orang-orang kesepian, tetap saja Tante Almara menyembunyikan sifat haus sentuhan dari khalayak ramai. Dia tidak mau nama baiknya tercemar. "Fast ... Sayang ... terus .... Sayang ...." Tante Almara menekan kepala pria muda itu agar semakin tenggelam dalam kenikmatan duniawi yang
"Tante, jadiin aku pemuasmu, dong! Aku masih perjaka dan kuat." Seorang pria memberanikan diri mendekati Tante Almara yang sedang bersantai di kursi lipat pinggir pantai. Kebetulan saat ini Tante Almara sedang menikmati senja sebelum mulai kerja keras besok. "Hmm, berani sekali bilang begitu. Dasar sampah!" Tante Almara kesal dengan pria muda alias berondong yang tiba-tiba muncul. Meski kelakuan Tante Almara bejat, tetap saja wanita itu pilih-pilih orang. "Tante, aku tahu siapa Tante sebenarnya. Semua ada di website para berondong. Jadi, nggak usah jual mahal. Bukankah Tante justru suka memberi banyak uang demi kepuasan?" Pria itu berani sekali sambil mengangkat satu alisnya menatap dengan wajah mesum. Tante Almara tidak terkejut. Sudah biasa ada berondong sewaan nya yang justru menyebarkan informasi pribadi di website. Semua itu bisa diurus, asal Tante Almara tahu apa websitenya. "Oke, ayo ke kamarku." Tante Almara langsung bangkit berdiri dari kursi lipat dan berjalan meninggalka
Faizal selalu bersemangat ketika melayani Tante Almara. Meski hanya dengan sentuhan, kecupan, dan menggunakan lidah, Faizal sudah merasa senang dan bangga. Kalau Faizal sudah tegang, dia akan ke kamar mandi untuk menuntaskan sendiri asal Tante Almara sudah puas dan meminta selesai. Faizal mengabdikan diri seutuhnya untuk mendapatkan kemudahan hidup pada Tante Almara. Padahal pria itu tahu persis jika sudah tidak dipakai, para berondong hanya akan dilupakan begitu saja. “Faizal .…” Tante Almara membuat suara yang menggema dan beberapa kali menggerakkan tubuhnya mencari tempat yang pas dan nyaman untuk bersama mencapai puncak surga dunia. Faizal makin membenamkan wajahnya di antara tungkai mulus milik Tante Almara. Ya, pria itu menikmati setiap tarian lidah yang menyapu milik Tante Almara hingga banjir dan merasa puas. Faizal merasa bangga bisa melakukan hal itu. Tante Almara pun masuk dalam surga dunia yang dibuat Faizal hingga tubuhnya bergetar hebat sambil menarik rambut berondong
Seminggu setelah ancaman dari produser, semua anggota Light dipanggil ke ruang latihan utama. Tante Almara dan produser Arman sudah menunggu mereka di sana.“Hari ini, saya ingin mengumumkan keputusan penting,” ujar Arman dengan nada serius.Semua anggota menahan napas, menunggu dengan cemas. Mereka saling menatap satu dengan yang lainnya karena merasa was-was andai kata satu dari antara mereka benar-benar akan dikeluarkan dan diganti oleh orang baru. Arman melanjutkan, “Setelah mempertimbangkan kerja keras kalian selama seminggu terakhir, saya memutuskan bahwa tidak ada satu pun dari kalian yang akan diganti.”Ruangan itu langsung dipenuhi dengan suara lega dan sorak-sorai kecil. Semua anggota boyband Light merasa begitu bahagia karena tidak ada di antara mereka yang akan digantikan posisinya. “Tapi,” lanjut Arman, “saya ingin kalian ingat bahwa ancaman ini tidak akan selalu kosong. Kalau kalian lengah atau tidak menunjukkan perkembangan, saya tidak akan ragu untuk membuat perubaha
Ancaman dari produser bahwa salah satu anggota Light akan diganti telah membuat suasana di rumah karantina berubah drastis. Masing-masing anggota, yang awalnya sering bercanda dan bersantai setelah latihan, kini menjadi lebih serius dan berhati-hati. Tidak ada yang ingin kehilangan kesempatan untuk debut.Selama beberapa hari berikutnya, latihan mereka menjadi lebih intens. Setiap koreografi diulang hingga sempurna, setiap vokal dipoles tanpa cacat. Bahkan Gan dan Joe, yang sebelumnya sering berseteru, kini tampak bekerja sama dengan baik untuk memastikan harmoni grup.Namun, suasana tegang juga menciptakan jarak di antara mereka. Di balik kerja keras dan sikap profesional, ada rasa khawatir dan ketidakpastian. Siapa yang akan diganti? Dan apakah mereka akan berhasil debut sebagai tim utuh?“Leo, kalau begini terus ... Kita malah saling tuduh satu dengan yang lain. Menerka-nerka siapa yang kira-kira akan dihentikan sebelum launching debut,” kata Apoy yang merasa heran dengan situasi s
Setelah Tante Almara sampai ke puncak surga dunia melalui bantuan dari lidah Leo yang menari-nari sejak tadi, permainan itu pun terhenti. Keduanya duduk bersebelahan di sofa nan empuk. Tante Almara sudah merapikan dress press body miliknya.Leo menundukkan kepalanya. Dia merasa terbebani dengan segala yang terjadi. Hubungannya dengan Tante Almara kini semakin rumit. Di satu sisi, dia merasakan perasaan yang tulus, namun di sisi lain, dia tahu bahwa hubungan seperti ini tidak akan pernah diterima oleh lingkungan maupun masyarakat.“Tante ... Apakah mungkin kita bersama? Aku ... Bukan orang berpunya dan masih menitih karier di sini. Sedangkan Tante ....” Leo semakin merasa tidak percaya diri dengan posisi derajat yang sangat berbeda.Setelah beberapa saat, Tante Almara duduk kembali dengan sikap yang lebih tenang. Dia menatap Leo dengan pandangan yang campur aduk antara kasih sayang, rasa bersalah, dan keraguan.“Leo, aku tak tahu ... Mungkin apa yang kita lakukan ini tidak benar,” ujar
Apoy yang pingsan segera dibawa ke atas sofa. Zinc dan Leo yang mengangkat Apoy. Keduanya mencoba mencari cara untuk menyadarkan Apoy. “Aku akan ambil minyak angin,” kata Zinc yang bergerak cepat. “Baiklah. Aku ambil minuman hangat. Kasihan dia.” Leo pun segera ke dapur. Sedangkan saat ini Ralf masih sibuk menasihati Gan dan Joe. “Kalian tahu kalau perkelahian ini bisa berefek buruk pada karier kita?” “Dia dulu yang buat masalah. Memangnya dia suka dengan Tante Almara atau dia itu saudaranya, tidak, kan? Kenapa dia panas saat kami membicarakan wanita itu?” Joe mendengus kesal tidak terima dikira menjadi biang kerok. “Iya, benar kata Joe. Kalau tidak ada urusan apa-apa dengan Tante Almara, harusnya jangan marah,” imbuh Gan yang merasa tidak bersalah. “Kalian dan kami, sama-sama kerja di bawah naungan Tante Almara. Harusnya, kita semua menghormati orang yang berjuang mengorbitkan kita. Jangan menjadikan bahan bercandaan atau jadi bahan imajinasi kalian!” gertak Ralf yan
Di tempat karantina, Leo bersama dengan Joe, Apoy, Gan, Ralf, dan Zinc menjalani latihan yang intensif untuk mempersiapkan debut mereka sebagai anggota boyband Light. Mereka menghabiskan berjam-jam setiap hari untuk latihan vokal, koreografi, dan penampilan panggung. Dalam proses ini, mereka saling mendukung dan membantu satu sama lain, membentuk ikatan yang kuat sebagai rekan satu tim. "Hei, kamu ini tampan sekali. Pasti banyak fans yang akan antri mendapatkan kecupanmu," ujar Apoy menggoda Leo. "Kalian bxb? Bukan, kan? Gila!" Joe menertawakan kedua kawannya yang terlihat aneh. "Kalian semua juga tampan karena LIGHT harus perfect di hadapan para penggemar," jawab Leo sambil melempar senyum, lalu pergi setelah selesai latihan. "Ah, dia itu misterius. Setelah selesai latihan selalu menyendiri," ungkap Gan yang memperhatikan gerak-gerik Leo. Leo dengan nama panggungnya, terus berusaha menjadi yang terbaik dalam hal vokal dan penampilan panggung. Dia menunjukkan dedikasi dan semangat
Kesepakatan kerja sama antara Hansen dan Almara sudah terwujud. Cherry yang mencoba mencegah ternyata percuma karena popularitas ini yang dibutuhkan bagi Hansen meraih kesuksesan. Almara sudah terkenal dalam agensi dan mengorbitkan banyak penyanyi bahkan boyband baru. Tanpa disadari, anak dari Hansen dan Cherry yang masih berusia sembilan belas tahun ikut audisi terbuka pemilihan boyband di bawah naungan Almara. Edo yang merupakan anak dari Hansen dan Cherry tidak mau ketahuan kalau mendaftar audisi dan memilih menggunakan nama panggung. "Namanya Edo, tapi minta ditulis dengan nama panggung Leo. Entah kenapa dia minta seperti itu padahal namanya juga sudah bagus. Gimana? Mau dilanjut apa nggak?" Salah satu asisten dari Almara yang bernama Pinky sedang menunjukkan sebuah berkas milik salah satu talent yang mendaftar setelah lulus seleksi awal dua tahap. "Kalau dia berhasil lolos dua tahap seleksi berarti kemampuannya tidak bisa diabaikan. Biar dia bertemu aku sekarang. Wajahnya tamp
Faizal selalu bersemangat ketika melayani Tante Almara. Meski hanya dengan sentuhan, kecupan, dan menggunakan lidah, Faizal sudah merasa senang dan bangga. Kalau Faizal sudah tegang, dia akan ke kamar mandi untuk menuntaskan sendiri asal Tante Almara sudah puas dan meminta selesai. Faizal mengabdikan diri seutuhnya untuk mendapatkan kemudahan hidup pada Tante Almara. Padahal pria itu tahu persis jika sudah tidak dipakai, para berondong hanya akan dilupakan begitu saja. “Faizal .…” Tante Almara membuat suara yang menggema dan beberapa kali menggerakkan tubuhnya mencari tempat yang pas dan nyaman untuk bersama mencapai puncak surga dunia. Faizal makin membenamkan wajahnya di antara tungkai mulus milik Tante Almara. Ya, pria itu menikmati setiap tarian lidah yang menyapu milik Tante Almara hingga banjir dan merasa puas. Faizal merasa bangga bisa melakukan hal itu. Tante Almara pun masuk dalam surga dunia yang dibuat Faizal hingga tubuhnya bergetar hebat sambil menarik rambut berondong
"Tante, jadiin aku pemuasmu, dong! Aku masih perjaka dan kuat." Seorang pria memberanikan diri mendekati Tante Almara yang sedang bersantai di kursi lipat pinggir pantai. Kebetulan saat ini Tante Almara sedang menikmati senja sebelum mulai kerja keras besok. "Hmm, berani sekali bilang begitu. Dasar sampah!" Tante Almara kesal dengan pria muda alias berondong yang tiba-tiba muncul. Meski kelakuan Tante Almara bejat, tetap saja wanita itu pilih-pilih orang. "Tante, aku tahu siapa Tante sebenarnya. Semua ada di website para berondong. Jadi, nggak usah jual mahal. Bukankah Tante justru suka memberi banyak uang demi kepuasan?" Pria itu berani sekali sambil mengangkat satu alisnya menatap dengan wajah mesum. Tante Almara tidak terkejut. Sudah biasa ada berondong sewaan nya yang justru menyebarkan informasi pribadi di website. Semua itu bisa diurus, asal Tante Almara tahu apa websitenya. "Oke, ayo ke kamarku." Tante Almara langsung bangkit berdiri dari kursi lipat dan berjalan meninggalka
"Terus sayang .... Terus ...." Ucapan yang tertahan dari bibir wanita nan menggoda itu membuat suaranya bergema di seluruh penjuru kamar. Membuat gelora asmara semakin memuncak karena keinginan melakukan penyatan semakin kuat. Tante Almara, namanya. Wanita usia empat puluh lima tahun itu masih terlihat cantik, awet muda, dan seksi dengan lingerie warna hitam kontras dengan kulit putih mulusnya. Seorang pria muda berusia dua puluh tahun tengah berkonsentrasi untuk memuaskan Tante Almara di bagian bawah. Pria itu memberikan pelayanan maksimal demi mendapatkan uang yang dijanjikan. Berondong bagi Tante Almara adalah obat mujarab dari segala kekesalan dalam hidup. Meski sebenarnya hal ini sudah banyak dilakukan orang-orang kesepian, tetap saja Tante Almara menyembunyikan sifat haus sentuhan dari khalayak ramai. Dia tidak mau nama baiknya tercemar. "Fast ... Sayang ... terus .... Sayang ...." Tante Almara menekan kepala pria muda itu agar semakin tenggelam dalam kenikmatan duniawi yang