Home / Romansa / Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku / Bab 3. Tawaran yang Enak-Enak

Share

Bab 3. Tawaran yang Enak-Enak

Author: Kak Gojo
last update Last Updated: 2024-12-23 21:41:09

“Aku dengar-dengar kalau kau butuh uang buat kuliah. Bagaimana jika kau menjadi pemuasku selama tiga bulan ke depan? Aku akan membayarmu dengan mahal. Sangat mahal. Dengan uang itu kau bisa menggunakannya untuk berkuliah bahkan masuk ke kampus termahal pun pasti cukup. Bagaimana? Apa kau mau?” sambung Bryan, tersenyum licik.

Melihat Nina hanya diam, Bryan kembali bersuara.

“Oh come on! Pasti kau mau! Bukankah kau bekerja di sini untuk mengumpulkan uang kuliah? Ini akan menjadi tawaran yang menguntungkan untukmu dan juga untukku. Kau akan mendapatkan uang yang banyak dan aku akan mendapatkan kenikmatan.”

“Dengar ya, Tuan! Aku bukan gadis murahan seperti yang kau kira! Aku tidak sudi menerima penawaran hinamu itu! Aku akan tetap melaporkan ini ke Tuan Fredrinn!” balas Nina ketus.

Setelah berkata, Nina mendorong tubuh Bryan menjauh darinya. Segera ia pergi menuju pintu kamar dan membuka kunci pintu tersebut. Bryan ingin mencegah, namun Nina melakukan serangan mendadak.

PLAK!!

Sebuah tamparan mendarat di pipi pria tampan itu.

“Berani-beraninya kau menampar majikanmu sendiri, huh?!” ujar Bryan geram.

“Kau bukan lagi majikanku, Tuan! Majikanku hanya Tuan Fredrinn. Aku tidak mau lagi bekerja untukmu!”

Nina pun berhasil keluar dari ruangan suram tersebut, meninggalkan hawa panas di sana. Bantingan pintu yang keras dari Nina membuat Bryan terkejut.

“Sudah tak perawan. Tapi masih saja jual mahal! Cih! Akan aku buat kau menyesali perbuatanmu itu, Nina!” gerutu Bryan seorang diri di kamar.

Nina segera masuk ke dalam kamar mandi khusus digunakan untuk para pelayan rumah. Di sana, Nina menyalakan keran dan menangis sejadi-jadinya. Nina menggosok-gosok kulitnya dengan kuat hingga kemerahan. Ia berharap segala noda hasil perbuatan kotor majikannya itu bisa menghilang sempurna.

“Hiks. Hiks. Apa yang harus aku lakukan? Kalau aku melapor, Tuan Fredrinn bakalan percaya sama aku gak ya? Huhuhu.”

*

Keesokan harinya, pukul 08.00 pagi.

Nina masih tertidur pulas di kamarnya. Bi Lastri mengetuk-ngetuk pintu kamar dan memanggil-manggil Nina dengan keras.

“Masih tidur kali, Bi. Udah ah. Jangan dipanggil terus. Biarin aja dia,” kata Laras, salah satu dari mereka. Pelayan yang umurnya 35 tahun.

“Gak mungkin dia masih tidur jam segini, Laras. Bibi hapal sekali sama Nina. Anaknya rajin. Biasanya sebelum subuh dia sudah bangun dan membantu Bibi beberes. Beda sama kamu yang bangunnya suka telat!” balas Bi Lastri. Hubungan antara Laras dan Bi Lastri bisa dibilang kurang baik, sebab Laras adalah orang yang kurang cekatan dalam bekerja dan suka menggosipkan orang lain. Bi Lastri kurang suka dengan karakter Laras.

“Bi Lastri apa-apaan sih? Kok malah banding-bandingin saya sama Nina? Nina kan anak ingusan yang baru kerja di mari. Baru semingguan, Bi! Semangat kerjanya ya pasti lagi tinggi-tingginya! Tunggu aja kalau dia udah kerja dua tahun kayak saya, pasti sikapnya juga jadi kayak saya kok!” protes Laras.

Bi Lastri tidak peduli dengan celotehan Laras, perempuan berusia 60 tahun itu terus saja mengetuk-ngetuk pintu kamar Nina.

“Aduh, Bi. Langsung buka aja napa sih, Bi? Lagian kan kamar para pembantu gak dikasih kunci. Ngapain pake diketuk-ketuk segala?” ujar Laras.

“Itu namanya gak sopan, Laras!”

“Bi Lastri, dipanggil sama Tuan Besar,” ucap Sarah yang datang dari arah ruang tamu. Sarah adalah pelayan di rumah itu juga, yang sudah bekerja selama lima tahun di sana.

“Sarah, tolong kamu ketuk kamar Nina. Bibi khawatir sama dia. Takut terjadi apa-apa di dalam.” Sarah mengangguk pelan. Setelah itu, Lastri pun meninggalkan area itu dan pergi menemui Fredrinn di ruang tamu.

TOK TOK TOK

“Nina bangun kamu! Jangan tidur terus! Ini sudah jam kerja loh!” ucap lantang Sarah. Sarah semakin mengeraskan ketukannya namun nihil. Tak terdengar sahutan dari orang yang dimaksud. Kehabisan sabar, Sarah langsung membuka pintu kamar Nina.

“Loh? Kok kosong? Ke mana dia?”

*

Di sisi lain, Nina duduk merenung di area parkir rumah sakit, tempat di mana nyonya besarnya dirawat. Sebelum semua orang terbangun, Nina sudah lebih dulu pergi meninggalkan rumah majikannya tersebut. Nina trauma dengan kejadian semalam. Dan ia tidak mau lagi melihat wajah Bryan.

Nina sengaja ke rumah sakit ini dengan harapan ia akan bertemu Fredrinn di tempat ini. Nina akan menceritakan semua kejadian yang Bryan lakukan kepadanya semalam. Nina bolak-balik mengecek layar ponselnya, biasanya Fredrinn akan datang mengunjungi sang istri pada pukul 9 atau 10 pagi.

Nina membuang napas lelah. “Huftt… kira-kira satu atau dua jam lagi aku harus menunggu,” ucapnya sendu.

DUA JAM KEMUDIAN

Nina akhirnya melihat mobil milik Fredrinn melaju menuju area parkir. Di sana tampak supir membukakan pintu mobil untuk Fredrinn. Fredrinn keluar dengan seikat bunga mawar merah di tangannya. Sedangkan sopir membawa parcel buah-buahan. Mereka berdua berjalan masuk menyusuri koridor rumah sakit menuju ruangan kamar VVIP milik Rosalina.

Nina mengikuti jejak langkah tuan besarnya itu dari belakang. Nina semakin mempercepat langkahnya kala Fredrinn sudah tiba di depan pintu kamar tersebut.

“Tu-Tuan Fredrinn?” panggil Nina membuat Fredrinn berbalik badan.

Fredrinn mengerutkan kening. Ia heran kenapa pembantunya itu bisa sampai di sini. Apalagi wajah Nina tampak kacau.

“Ada yang ingin saya sampaikan, Tuan,” ucap Nina lagi, sesopan mungkin.

“Apa itu?” sahut Fredrinn penasaran.

*

“Bi Lastri! Bibi!!!” panggil Bryan yang baru saja bangun. Bryan berjalan menuju meja makan dan membuka tudung saji. Seperti biasa, hidangan di rumah ini selalu lengkap. Di antaranya ada telur rebus, roti panggang, dada ayam, salad sayur beserta sepaket buah-buahan. Walaupun lauk pauk sudah tersedia di depan mata, Bryan sudah terbiasa meminta Bi Lastri untuk menuangkan makanan di piringnya.

“Iya, sebentar, Tuan Muda,” sahut Bi Lastri dari dapur.

Bi Lastri segera membersihkan tangannya dan berlari kecil menemui tuan muda yang sudah menunggunya di ruangan makan.

“Silakan dinikmati, Tuan Muda,” ucap Bi Lastri mempersilakan. “Saya kembali kerja ya, Tuan.”

“Bi?”

“Iya, Tuan?”

“Si pembantu baru itu ke mana, ya? Kok gak kelihatan?” tanya Bryan penasaran. Sebab yang ia lihat mondar-mandir di hadapannya hanyalah Laras dan Sarah.

“Nah itu Bibi juga gak tau, Tuan. Nina gak ada di kamarnya semenjak pagi. Udah ditelponin berkali-kali juga, tapi telponnya gak dijawab.”

Jawaban dari Bi Lastri jelas membuat Bryan menelan ludah. Bryan panik apabila Nina bersungguh-sungguh akan melaporkannya ke polisi atau perlindungan wanita. Tidak perlu jauh-jauh dari situ, jika hal ini sampai ketahuan oleh Fredrinn saja, tamatlah sudah riwayat Bryan.

Bryan tidak bisa menelan makanan yang ada di depannya. Dengan cepat Bryan segera mengambil kunci mobil. Berkeliling kota Jakarta demi mencari sosok gadis yang ia nodai semalam tadi.

*

Di tempat yang lain, Nina menarik napas panjang sebelum berbicara kepada majikannya tersebut.

“Apa yang ingin kamu sampaikan ke saya, Nina? Saya tidak punya banyak waktu untuk ini! Istri saya di dalam sudah menunggu,” tegas Fredrinn sebab Nina belum menyampaikan sesuatu yang ingin ia katakan.

Nina memberanikan diri untuk bersuara setelah beberapa menit menyiapkan mentalnya.

“A-anu… jadi begini, Tuan… sebelumnya maaf jika apa yang saya sampaikan ini membuat Tuan marah atau kecewa. Tapi… saya berbicara jujur… bahwa—”

Drtt! Drtt!

Tiba-tiba saja ponsel Nina bergetar. Nina berpikir bahwa orang yang memanggilnya tak lain adalah Sarah atau pun Laras. Nina mengabaikan panggilan suara itu, namun ponselnya masih saja berbunyi tanpa henti.

Fredrinn membuang napas kasar. “Hm. Begini saja, jika hal ini sangat penting. Nanti saja kita bicarakan ini setelah saya selesai menjenguk istri saya. Kamu jawablah dulu telepon itu dan langsung pulang ke rumah! Bekerjalah dengan baik! Saya menggaji kamu bukan untuk menghabiskan waktu tidak jelas di luar.”

“Ta-tapi, Tuan—”

“Sudah sana! Saya tidak punya banyak waktu lagi,” usir Fredrinn. Ia pun segera masuk ke dalam ruang rawat, meninggalkan Nina yang masih mematung di depan pintu.

Nina melihat punggung majikannya  yang sudah hilang di balik pintu. Nina menghela napas dan meraih ponselnya yang ia taruh di saku celana.

“Ibu?” ucap Nina saat melihat ada tujuh panggilan tidak terjawab dari ibunya.

Tanpa basa-basi, Nina langsung menghubungi nomor ibunya kembali.

“Bu, maaf tadi Nina lagi di jalan, Bu. Makanya telepon Ibu gak Nina angkat,” ujar Nina.

“Nina…” Terdengar suara wanita paruh baya dari seberang sana. Dia adalah Aliyah, ibu Nina yang tinggalnya di kampung. Sedetik kemudian, suara itu terdengar bergetar. Sesekali Aliyah pun mengeluarkan tangisan sedunya.

“Ibu… Ibu kenapa? Ibu baik-baik saja, kan?” tanya Nina mendadak khawatir dengan sang ibu.

“Nina, penyakit Bapak semakin parah. Kata dokter, Bapak harus segera dioperasi. Paling lambat sampai besok siang. Kalau tidak, mungkin Bapak akan….” Aliyah tidak melanjutkan kalimatnya, melainkan kembali menangis tersedu-sedu.

Mendengar ucapan ibunya sukses membuat air mata Nina ikut terjatuh. Namun, Nina berusaha kuat kala berbicara dengan ibunya melalui telepon itu.

“Lalu sekarang Bapak ada di mana, Bu?” tanya Nina sembari menahan air mata yang akan jatuh di pipinya lagi.

“Sekarang Bapak ada di rumah sakit, Nak. Tetangga tadi melihat Bapak tiba-tiba jatuh di belakang rumah. Mereka langsung memanggil Ibu dan membawanya ke rumah sakit terdekat.”

Nina hanya menyimak ucapan ibunya tanpa mengeluarkan kata-kata sedikit pun.

“Ya sudah, Nina. Ibu tutup teleponnya ya, Nak. Ibu harus mencari pinjaman dulu untuk membayar biaya administrasi rumah sakit. Do’a kan Ibu ya, Sayang. Do’a kan agar ada yang mau meminjamkan Ibu uang yang besar supaya Bapak bisa segera dioperasi.”

“Emang berapa biayanya, Bu?” tanya Nina dengan suara lirih.

“Seratus juta, Nak. Itupun belum termasuk biaya perawatan dan obat-obatan setelah operasi nanti. Ya sudah, Ibu harus bergerak cepat. Kamu baik-baik di sana ya, Nak. Ibu sayang sama kamu, Nina.”

Panggilan suara itu pun berakhir. Nina kembali meluruhkan air matanya. Berulang kali ia menyeka bulir hangat itu, berulang kali juga air matanya kembali menetes.

Sesaat kemudian Nina teringat tentang penawaran dari tuan mudanya semalam.

‘Haruskah aku menerima tawaran itu?’ batin Nina.

Related chapters

  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 4. Kesepakatan

    Bryan akhirnya kembali ke rumah dalam keadaan tak karuan setelah satu jam berkeliling kota, namun tetap saja ia tidak menemukan jejak pembantu barunya itu.‘Aduh, mampus aku kalau dia beneran ngelapor,’ batin Bryan. Ia berjalan menuju sofa dan merebahkan badannya di sana sembari memijit kepala yang terasa pusing. Ia kemudian memejam mata, berharap untuk tertidur dan melupakan masalah ini sementara.Nina yang menyadari kedatangan Bryan pun bergegas menghampirinya. “Tuan Bryan…”Mendengar suara yang familiar di telinganya membuat Bryan kembali membuka mata dan menengok ke sumber suara.“Nina?”Sebenarnya Nina sangat malu karena harus bertemu lagi dengan Bryan. Pria yang sudah menodainya semalam. Namun kali ini, gadis malang itu harus kembali merendahkan harga dirinya di depan pria bangsat ini, semua demi kesembuhan sang ayah. Nina meyakinkan diri untuk menyampaikan tujuan utamanya terhadap Bryan.“Tuan… soal tawaranmu yang semalam, apa… apa itu masih berlaku?” tanya Nina dengan suara yan

    Last Updated : 2024-12-23
  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 5. Meminta Jatah

    Bryan tak merespon perkataan Nina. Lelaki itu tetap melanjutkan aktivitas panasnya sembari mencumbu leher pembantunya dengan agresif. Sesekali tangan Bryan bergerak nakal menyelip ke dalam rok pendek yang Nina kenakan.“Tu-Tuan, tolong tutup pintunya. Nanti ada yang melihat,” sambung Nina ketakutan.Bryan tersenyum tipis kemudian tertawa kecil. “Tenang saja, Nina Sayang. Ini sudah larut malam. Jam segini mereka sudah pada tidur. Jadi gak mungkin ada yang melihat kita. Lagian siapa yang mau ke lantai dua malam-malam gini?”Nina mengangguk pelan. “Baiklah, Tuan.”Bryan kembali menerkam Nina dengan ciuman brutalnya. Ia membawa tubuh Nina untuk duduk di pinggir ranjang tanpa melepas cumbuannya itu. Perlahan ciuman tadi berubah menjadi lumatan penuh birahi. Nina melepaskan pagutannya dan menjauhi bibirnya dari bibir Bryan ketika lidah mereka saling bersentuhan. Rasanya ada yang aneh. Nina sangat canggung untuk melakukannya.“Kenapa, Honey? Apa ini pertama kali bagimu?”Nina menggeleng denga

    Last Updated : 2024-12-23
  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 6. Pagi yang Nikmat

    Pandangan Nina langsung tertuju pada benda di balik celana tuan muda. Sesuatu di dalam sana agaknya sudah meronta-ronta meminta makan. Terlihat sudah menegang dan ingin dibebaskan.“Bagaimana, Nina? Kita harus lanjutkan kegiatan yang semalam tertunda. Ingat aku sudah memberimu DP semalam. Dan kamu harus memuaskanku pagi ini!” tegas Bryan. Langsung saja pria itu melumat brutal bibir Nina tanpa ampun. Nina hampir kehabisan napas dibuatnya.Bryan membawa tubuh Nina mendekat tanpa melepas cumbuannya dan memeluknya sejenak. Lalu kedua tangan kekar itu turun ke area bokong sang gadis dan meremasnya dengan kuat. Sesekali Bryan memukul bokong padat itu.“Tuan Bryan?” lirih Nina ketika Bryan melepaskan pagutannya demi mengambil beberapa oksigen. Keduanya saling bertatapan satu sama lain. Wajah mereka begitu dekat membuat Nina sampai tak berkedip menatap kagum tuan mudanya.“Yes, Baby?” jawab Bryan dengan nada menggoda. Bryan menampakkan senyum tipis karena melihat Nina menatapnya tanpa berkedip

    Last Updated : 2025-01-07
  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 7. Ketahuan?

    “Tuan, saya mau bebersih rumah dulu, Tuan.”“Ini masih terlalu pagi, Nina.”“Saya takut dimarah sama Mbak Laras, Tuan. Saya harus kelarin kerjaan rumah dulu. Izinkan saya bekerja dulu ya, Tuan? Boleh ya, Tuan?” pinta Nina memelas. Tubuh Nina masih ditahan oleh Bryan.“Aku tidak bisa menunggu lagi. Jangan memancing emosiku, Nina!”Bryan segera menutup pintu kamarnya kembali tanpa menguncinya. Tanpa panjang lebar, ia membuka paksa celana Nina beserta dalamannya. Bryan menyandarkan tubuh Nina ke dinding dekat pintu dan membuka selangkangan gadis itu. Bryan melihat liang Nina juga sudah basah.“Lihat? Kamu bahkan sudah basah. Lantas kenapa kamu menolak untuk melakukannya sekarang? Kita sama-sama menginginkannya sekarang, Baby. Jadi ayo kita saling memuaskan satu sama lain,” bisiknya parau.Bryan mengarahkan miliknya yang sudah semakin menegang itu ke dalam liang surgawi milik Nina.“Tuan, ja-jangan dulu…. akkhhh…”Bryan tidak mau menunda lagi. Ia langsung mendorong masuk adik kecilnya seca

    Last Updated : 2025-01-08
  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 8. Uang dari Mana?

    “Tidak, aku jamin semuanya bakalan aman. Kamu santai saja,” balas Bryan berusaha menenangkan Nina.Setelah mereka berpakaian lengkap, Bryan mengintip lebih dulu sebelum menyuruh Nina keluar.“Nina, ayo keluar. Gak ada siapa-siapa di sini. Semuanya pada di lantai bawah.”Nina mengangguk pelan kemudian melangkah keluar dari kamar Bryan. Dirinya kembali melanjutkan pekerjaan rumah. Sedangkan Bryan turun ke bawah untuk sarapan bersama sang ayah.*“Ehhem.” Bryan sengaja berdeham saat tiba di meja makan. Dirinya memperhatikan Fredrinn yang sangat sibuk memperhatikan layar ponsel.Fredrinn yang menyadari kedatangan putranya pun segera meletakkan ponsel miliknya ke atas meja dan fokus kepada Bryan.“Papa memanggilku?” tanya Bryan singkat dengan nada yang datar. Ia pun langsung melahap hidangan yang telah tersaji di depan mata tanpa memedulikan perkataan Fredrinn selanjutnya.“Besok

    Last Updated : 2025-01-10
  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 9. Mesum di Toilet

    Nina bisa mendengar jelas bahwa ibunya sedang cemas padanya. Nina terpaksa berbohong. “Duit ini dari majikan Nina, Bu. Nina juga meminjamnya. Majikan Nina kasian mendengar berita bahwa Bapak harus dioperasi secepatnya tapi terkendala biaya. Makanya Nina dipinjemin duit sebanyak ini. Dan bisa dikembalikan kapan saja katanya.”Di seberang telepon terdengar helaan napas lega dari Aliyah. “Syukurlah, Nak, kamu dapat majikan yang baik hati. Ibu sempat khawatir mengenai asal uang itu. Ingat selalu pesan Ibu, jaga diri kamu baik-baik di sana, ya! Jangan terpengaruh hal-hal buruk di sana. Kalau soal biaya rumah sakit Bapak, kamu jangan khawatir, Nak. Ibu sudah mendapatkan pinjaman dari juragan beras di kampung kita dan juga sumbangan dari para tetangga. Kamu kembalikan saja uang itu ke majikanmu, Nak. Dan katakan terima kasih karena sudi membantu kita, meskipun uang itu tidak jadi dipakai.”“Ba-baiklah, Bu. Nina tutup teleponnya ya, Bu. Nina mau n

    Last Updated : 2025-01-11
  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 10. Terciduk Laras?

    “Mau melakukan apa?” tanya Bryan dingin.“Mencicipi punya, Tuan. Jangan marah-marah lagi ya, Tuan. Nanti gantengnya hilang,” goda Nina dengan terpaksa. Ia melakukannya agar Bryan tidak murka padanya. Nina takut jika dirinya dipecat dari kerjaan.Nina merasa lega saat Bryan menampakkan senyum tipis.“Anak pinter. Lain kali jangan berani menolak permintaanku lagi, ya.”“I-iya, Tuan. Saya janji.”“Sekarang kamu jongkok dan buka celanaku.”Tanpa melawan lagi, Nina menuruti semua permintaan Bryan. Ia perlahan membuka celana milik Bryan. Pipi Nina seketika merah merona saat berhadapan dengan alat tempur Bryan. Meskipun masih menciut, barang itu masih menunjukkan keperkasaannya.“Bangunkan dia, sayang. Perlakukan dia dengan lembut. Berikan sentuhan terbaikmu.”Nina meneguk ludah susah payah. Ia sangat malu dan tidak mau melakukan hal ini. Nina mendongakkan kepala

    Last Updated : 2025-01-12
  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 11. Belum Klimaks

    Bukannya menjawab, Bryan tidak ambil pusing. Lelaki itu melanjutkan kembali memompa batangnya ke milik Nina.“Tuan Bryan, berhenti, Tuan. Saya takut.”“Dia cuman pembantu, Sayang. Kenapa harus takut?”“Saya takut keciduk, Tuan.”“Ah, jangan gugup, Nina. Dia bisa apa di hadapanku? Kalau ketahuan, aku pecat saja dia dari sini. Gampang, kan?”Rasa panik, gugup, takut, dan nikmat bercampur menyatu dalam diri Nina. Ingin rasanya mendesah, namun ia menahan diri. Samar-samar Nina masih mendengar suara Laras yang masih mencari dirinya.“Aaahhh.. hngg.. mmpss.. pe-pelan-pelan, Tuan… ouhh…” Nina tak kuasa menahan desahannya lagi karena Bryan semakin menusuknya lebih dalam dan bergoyang lebih cepat.Sementara Laras sadar, ia seperti mendengar suara percikan air dari dalam toilet di ujung dapur. Tidak hanya itu, Laras pun samar-samar mendengar suara wanita dan hantaman enta

    Last Updated : 2025-01-13

Latest chapter

  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 57. Menjadi Sarapan Pagimu

    Bryan terkekeh mendengarnya. “Bahaya kamu, Nin. Sudah mulai nakal ya.”Bryan pun mengarahkan tongkat pusakanya ke mulut Nina. Sementara Nina mendadak panik saat Bryan bersungguh-sungguh melakukan itu. “S-saya tadi cuman bercanda, Tuan,” katanya. Tetapi Bryan tidak berhenti. Sontak Nina langsung menutup mulutnya dengan cepat.“Ayo dong, sayang. Buka mulutnya. Katanya tadi kepengen ngemut permen lolipop.”Nina menggeleng-geleng. Ia masih menutup mulutnya dengan rapat.Bryan tidak tinggal diam. Lelaki itu menggesek-gesek bibir Nina dengan alat tempurnya. “Come on, Baby. Buka pintunya. Adik aku mau masuk nih. Apa kamu gak kasihan lihat dia kedinginan di luar, hm?”Nina terus menggeleng. Gadis itu lalu memalingkan wajahnya, menjauhi adik kecil Bryan.Bryan akhirnya pasrah. Ia kini memakai kembali boxernya itu, menutupi sang junior yang sudah sangat kedinginan terkena hawa dari AC di kamarny

  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 56. Lolipop Mayones

    "Sengaja. Biar pijatanmu langsung terasa di badanku. Kalau pake baju kurang terasa, soalnya kehalang sama kain,” jawab Bryan dengan wajah datarnya.Nina mengangguk paham. Rasa waspadanya pun hilang saat mendengar jawaban itu. Terlebih lagi, ekspresi wajah Bryan tampak datar, tidak mencurigakan.“Oh iya, Tuan. Benar juga.”Nina pun mulai mengerjakan tugasnya. Gadis itu duduk di tepi ranjang sambil memijati Bryan yang sedang berbaring santai di sana. Nina dengan telatennya memijat lengan kiri Bryan lalu berpindah ke lengan kanan.“Coba pijat di bagian dadaku, Nin. Soalnya yang pegal di bagian itu,” imbuh Bryan modus.“Di sini ya, Tuan?” tanya Nina sembari meletakkan kedua tangannya pada dada atletis majikannya.“Iya, di situ. Pijat yang lembut ya. Jangan kuat-kuat, ntar malah tambah nyeri.”Nina hanya mengangguk kecil dan mulai memijat pada area dada Bryan. Diurutnya area itu, diteka

  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 55. Bryan Modus

    Bryan memicingkan mata. Seolah tak percaya dengan omongan Nina. “Masa sih? Kok bisa bibirku berdarah? Kok kayak gak ada apa-apa,” ucapnya sambil mengusap-usap bibirnya sendiri.Melihat wajah Nina yang sudah memerah karena malu, membuat Bryan tertawa kecil.Nina lalu mengangkat wajahnya, menatap Bryan yang kini sudah bisa bersuara bahkan tertawa bahagia. “Ih, kok Tuan Bryan malah ketawa sih?”“Soalnya kamu lucu.”“Lucu? Tapi saya gak lagi ngelawak, Tuan.”Tiba-tiba Bryan hendak bangkit dari posisi tidurnya. Ia berusaha untuk duduk, meskipun kepalanya masih terasa berat.“Tuan Bryan jangan banyak gerak dulu,” tegur Nina panik.Nina pun berinisiatif membantu Bryan dengan memegangi kedua lengannya. “Hati-hati, Tuan.”Bryan menghela napas panjang kemudian menyandarkan punggungnya pada dinding di belakangnya. Ia lalu memijat keningnya yang terasa pusing, seakan a

  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 54. Ciumanmu Menggoda!

    Bryan segera memejamkan matanya kembali saat Nina sudah semakin dekat dengannya. Bryan berpura-pura, seolah dirinya masih belum sadar. Ia ingin mendengar kalimat-kalimat yang akan Nina katakan selanjutnya.Nina pun kembali duduk di samping ranjang Bryan. Kini Nina sudah tidak menangis lagi. Dirinya telah pasrah dengan keadaan. Ia hanya berharap agar Bryan segera sadarkan diri.‘Ayo dong, Nina. Bicara lagi. Aku mau mendengar suaramu,’ batin Bryan.‘Aku harus ngapain ya, biar Tuan Bryan cepat sadar. Apa aku nyanyi saja? Siapa tau dengan begitu dia segera terbangun,’ pikir Nina dalam hati.Sejenak Nina mengambil napas. Dan ia pun kembali berbicara.Tiba-tiba saja, Bryan mendengar Nina sedang menyanyikan lagu untuknya.Ada berondong muda~Tebar-tebar pesona~Sukanya daun muda~Dia lupa dosanya~Berondong-berondong muda~Jelalatan cari mang

  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 53. Cepatlah Sadar, Tuan!

    “Hush. Jangan berpikiran yang aneh-aneh, Nduk! Lagian suster tadi kan sudah mengatakan kondisi Tuan Muda sudah stabil. Mungkin sepuluh menit lagi sudah sadar. Kita berpikir positif saja ya, Nduk.”Nina mengangguk kecil.Tiba-tiba saja terdengar suara gemuruh dari perut Bi Lastri. Wanita tua itu pun bangkit dari sofanya. “Nina, Bibi keluar dulu ya.”“Bibi mau ke mana?”“Bibi mau cari makan dulu buat kita, Nduk. Kita belum makan siang loh dari tadi. Bibi sudah lapar banget. Kamu mau dibelikan makanan apa, Nduk?”“Terserah saja, Bi.”“Ya sudah kalau gitu. Bibi tinggal sebentar ya. Kamu jangan ke mana-mana. Tunggu Bibi sampai kembali. Ok?”“Oke, Bi,” jawab Nina disertai sebuah anggukan kecil.Sekarang tinggal Nina dan Bryan berdua di dalam ruang rawat VVIP yang lumayan besar itu. Fasilitas di ruangan itu pun terbilang lengkap. Desain dan tata ruangn

  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 52. Aku Khawatir!

    “A-apa? Serius kamu, Sarah? Kamu gak lagi ngeprank Bibi, kan?”“Ya serius dong, Bi!”Bi Lastri kalang kabut, membereskan semuanya lalu mencuci tangan. Begitu pun dengan Nina.“Ayo kita ke rumah sakit sekarang!” kata Bi Lastri.“Terus siapa yang jaga rumah, Bi?” tanya Sarah. Ia lalu melirik ke Nina. “Kamu aja ya, yang jaga rumah.”Nina menggeleng dengan cepat. “Saya juga mau ikut ke rumah sakit, Mbak. Saya gak mau jaga rumah.”“Kamu saja yang jaga rumah, Sarah!” suruh Bi Lastri. Tidak memberi celah kepada Sarah untuk menolak.Sarah pun mengangguk pelan. Kemudian Bi Lastri dan Nina bergegas bersiap-siap, berganti pakaian lalu berangkat ke rumah sakit tujuan menggunakan taksi.Sepanjang perjalanan, tubuh Nina terasa lemas tak bertenaga ketika mendengar kabar bahwa Bryan jatuh pingsan dan kini dilarikan ke rumah sakit. Perasaan bersalah menyelimuti

  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 51. Bryan Pingsan

    “Iya, Pa. Maaf,” sahut lirih Bryan dengan lemas.“Buat apa kamu lemesin suara, hah? Sengaja? Mau berpura-pura sakit di depan Papa?” Tuduhan yang dilontarkan oleh Fredrinn berhasil menorehkan rasa perih di hati Bryan.“Aku beneran lagi gak enak badan, Pa,” jawabnya memelas.“Jadi anak laki-laki itu jangan lemah, Bryan! Kamu cuman sakit sedikit saja sikapnya sudah kayak sakaratul maut saja! Cepat ke kantor! Jangan sampai investor kita tidak sudi menjalin kerja sama lagi dengan perusahaan. Kamu mau lihat perusahaan Papa bangkrut? Kalau nanti Papa bangkrut, dari mana uang buat membayar pengobatan Mama?!”Bryan menarik napas panjang kemudian berkata pasrah. “Baiklah, Pa. Aku akan ke kantor sekarang juga.”Sebenarnya Bryan merasa tidak sanggup, bahkan untuk bergerak sedikit saja kepalanya sudah terasa pusing. Tetapi jika semua ini berkaitan dengan sang ibunda, Bryan pun memilih untuk menuruti ke

  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 50. Aku Bukan Robotmu, Pa!

    Keesokan harinya…Jam dinding telah menunjukkan pukul sepuluh pagi, namun belum ada tanda-tanda Bryan sudah terbangun atau belum. Sedari pulang kantor kemarin, Bryan langsung masuk ke dalam kamarnya dan melewatkan makan malamnya.Bi Lastri yang biasanya selalu memberikan sarapan kepada majikannya itu seketika cemas, karena sudah pukul segini Bryan belum juga turun ke bawah untuk sarapan.Tringg…. Tring… Tringg…Telepon rumah berbunyi. Bi Lastri sigap menjawab panggilan suara tersebut.“Halo. Dengan kediaman keluarga Lawrence. Ada yang bisa saya bantu?” sapa Bi Lastri ramah.“Ini saya, Bi,” sahut si penelpon. Suaranya terdengar familiar.“Oh, Tuan Besar. Ada apa, Tuan?” tanya Bi Lastri.“Apa Bryan ada di rumah, Bi? Kenapa jam segini dia belum berangkat ke kantor? Saya sudah telepon nomernya berkali-kali, tapi gak diangkat. Apa dia masih tidur, Bi?”“I-iya, Tuan Besar. Sepertinya Tuan Muda masih tidur. Soalnya pintu kamarn

  • Pemuas Hasrat Liar Tuan Mudaku   Bab 49. Gundah

    Bryan mencari Bi Lastri dengan membawa boneka jumbo itu dalam dekapannya.“Bi Lastri, seperti biasa ya,” ucapnya kala bertemu dengan wanita tua itu.Bi Lastri yang sudah paham pun langsung menganggukkan kepalanya pelan dan mengambil boneka itu dari Bryan.Setelahnya, Bryan memutuskan untuk beristirahat lebih awal di kamarnya.*Di sisi lain, Nina saat ini sedang asik membaca buku di dalam kamarnya. Sejenak ia lirikkan matanya ke arah kalender yang tertempel di dinding kamarnya itu. Empat hari lagi genap sebulan dirinya bekerja di rumah mewah ini.‘Tidak terasa, empat lagi aku akan resign dari kerjaan ini,’ batin Nina.Dari awal, setelah mendapati Bryan bermain dengan seorang gadis di kantor waktu itu, membuat Nina berpikir untuk berhenti bekerja. Apalagi setelah kejadian dirinya yang ditampar oleh Bryan, membuat Nina semakin yakin dengan keputusannya untuk resign.Nina tidak bisa berlam

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status