"Baiklah." Jafar menghela napas dengan kecewa. "Kalau begitu, kamu bersulang sama Pak Sutrisno dulu, lalu lanjutkan kesibukanmu. Biar kami yang jamu Pak Sutrisno."Nadya mengangkat gelas anggurnya, lalu berkata, "Pak Sutrisno, terima kasih telah datang untuk merayakan denganku. Aku bersulang anggur ini untukmu."Tadi Sutrisno melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Jafar telah menaruh obat di dalam anggur Nadya. Tentu saja dia tidak akan memberitahukan hal ini kepada Nadya. Dia hanya berkata dengan datar, "Baik."Setelah itu, kedua orang itu menenggak anggur tersebut hingga habis. Nadya mengucapkan beberapa patah kata untuk meminta maaf lagi sebelum beranjak pergi. Namun baru saja dia bangkit dari kursi, tiba-tiba sekujur tubuhnya terasa lemas. Kaki dan tangannya juga tidak bertenaga dan kesadarannya mulai memudar.Lantaran tidak bisa berdiri dengan stabil, dia kembali terjatuh di kursinya. Yuli dan Jafar bergegas bertanya dengan perhatian, "Nadya, kamu nggak apa-apa, 'kan?"Nadya men
Yoga langsung murka mendengar hal itu. Dia mencengkeram leher Jafar dan mengangkatnya. "Kalau nggak jawab pertanyaanku lagi, jangan salahkan aku bersikap kasar."Yuli terkejut melihat kejadian itu. Dia langsung meraih tangan Yoga dan mulai menangis tersedu-sedu. "Mau apa kamu? Cepat lepaskan suamiku .... Siapa pun, tolong! Ada pembunuh di sini ....""Minggir!" Yoga mengguncang lengannya sekilas, Yuli langsung terpental karena kekuatan tenaga dalam Yoga. "Kuberi waktu tiga detik untuk mempertimbangkannya. Tiga, dua ...."Jafar terkejut melihat mata Yoga yang memerah karena amarah. Firasatnya mengatakan bahwa Yoga benar-benar berani membunuhnya. Jafar yang akhirnya tidak bisa menahan diri lagi berkata, "Oke, aku bilang ...."Semua anggota Keluarga Wibowo menjadi panik. "Jafar, nggak boleh beri tahu dia. Usaha kita jadi sia-sia!""Nak, kusarankan sebaiknya kamu lepaskan Jafar. Kalau nggak, jangan salahkan kami nggak sungkan padamu!""Keluarga kami sudah berhasil mendekati Pak Sutrisno, pe
"Aku ... panas sekali .... Yoga, apa ini benar-benar kamu? Tolong aku .... Aku nggak sanggup lagi. Aku menderita sekali ...."Sekujur tubuh Nadya terasa panas bagaikan api yang membara. Dia terus menerus bergumam tanpa henti. Ucapannya terdengar begitu lembut hingga membuat orang tidak bisa menahan diri. Terutama tubuhnya yang terus menggeliat dan kedua kakinya yang bersilangan, membuat orang yang melihatnya langsung merasa tergoda.Yoga menggertakkan giginya dengan marah. Orang yang meracuninya ini benar-benar kejam! Efek obat ini sangat kuat! Jika Yoga tidak tiba tepat waktu, Nadya pasti sudah dinodai orang! Yoga melepas jaketnya dan menutupi tubuh Nadya."Kamu benar-benar cari mati!" Yoga berbalik dan melemparkan pandangan tajam. Sekujur tubuhnya memancarkan hawa dingin yang menyelimuti seisi ruangan itu.Bagaimanapun, Sutrisno adalah salah satu dari empat keluarga kultivator kuno. Oleh karena itu, dia tidak merasa terintimidasi dengan aura yang dipancarkan Yoga. Dia hanya tersenyum
Namun, Yoga tidak ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan. Di saat dia masih sedang ragu-ragu, tiba-tiba sebuah tangan dilingkarkan ke lehernya. Bagaikan seekor ular, Nadya terus menggeliatkan tubuhnya mendekati Yoga.Bibirnya yang ranum membisik di telinga Yoga, "Yoga, bantu aku ... aku mau melahirkan anak untukmu!"Napasnya yang membara itu merasuki telinga Yoga dan menghancurkan pertahanannya yang terakhir. Dia harus menolong Nadya! Yoga langsung berbalik dan menindih tubuh Nadya di ranjang.Setelah ditutup dengan selimut, terdengar erangan yang nikmat memenuhi seisi ruangan.Keesokan paginya saat Yoga terbangun, dia melihat bahwa ranjang itu tampak sangat berantakan dan ada bekas noda darah di atasnya. Tubuh Nadya yang indah kembali membuatnya bereaksi.Yoga terdiam sejenak. Tiba-tiba dia teringat bahwa kemarin adalah hari ulang tahun Nadya. Oleh karena itu, Yoga diam-diam keluar dari kamar dan keluar untuk membelikannya kue. Dia ingin merayakan ulang tahun Nadya berduaan denga
"Winola, lihat baik-baik, ini adalah Kristal Aegis!" Sutrisno kembali menegaskan sambil menunjukkan kristal itu ke hadapan Winola. Orang yang berasal dari keluarga kultivator kuno pasti mengetahui keuntungan kristal ini. Mana mungkin akan menolaknya?Namun kenyataannya adalah, Winola benar-benar menolaknya."Ayo ikut aku!" Winola mengabaikan ucapan Sutrisno, lalu menarik tangan Yoga untuk masuk ke mobil. Setelah itu, mereka tiba di sebuah tempat yang terpencil. Tatapan Winola sangat dingin, seolah-olah waktu telah berhenti di saat itu juga.Tiba-tiba, dia menoleh pada Yoga sambil menggertakkan giginya, seakan-akan telah bergelut dengan pikirannya sendiri sangat lama.Yoga mulai tidak sabaran. "Kalau ada yang mau dibicarakan, cepat katakan. Aku masih ada urusan lain."Winola berkata, "Yoga, sekarang Keluarga Salim sedang menyerang keluargaku mati-matian. Keluarga kami sudah hampir nggak bisa bertahan.""Lalu?" tanya Yoga.Winola mengangkat kepalanya sedikit, lalu berkata dengan pandanga
Sutrisno mengepalkan kedua tangannya dan melaporkan dengan bersemangat. Dia juga tidak lupa mengakhiri laporannya dengan menghaturkan pujian terhadap Bimo. Mendengar laporan Sutrisno, Yoga kembali teringat dengan penampilan Winola tadi.Pantas saja Winola tampak begitu panik. Ternyata Keluarga Bramasta benar-benar sudah tidak sanggup bertahan lagi."Nak, kerja bagus! Aku sangat menghargaimu!" puji Yoga dengan asal-asalan.Mendengar hal ini, Sutrisno merasa terkejut. Wajahnya terus menunjukkan senyum semringah. "Terima kasih, Tuan Bimo. Aku pasti akan terus berusaha untuk menekan Keluarga Bramasta. Aku nggak akan mengacaukan tugas yang Anda berikan!" ucap Sutrisno penuh percaya diri."Kebetulan, ada sesuatu yang mau kuberikan padamu," lanjut Yoga dengan misterius.Setelah itu, dia berbisik pada Agnes sejenak. Agnes mengerutkan alisnya dengan tak percaya. Wajahnya dipenuhi dengan ekspresi jijik. Dia menatap Yoga dengan tatapan yang seolah-olah bertanya "yang benar saja?"Yoga membalasnya
Sutrisno dengan hati-hati membawa harta karun yang diberikan kepadanya, kemudian diam-diam mundur. Dia menatapnya seolah-olah itu adalah harta yang tak ternilai dan matanya dipenuhi dengan antusiasme.Dia bahkan tak bisa menahan diri untuk mendekat dan menciumnya. Rasanya menembus sampai ke lubuk hati! Suasana hatinya juga berubah secara drastis. Terutama ketika tiba-tiba pikirannya menjadi linglung, seolah-olah telah memasuki dunia lain.Namun, ada keraguan yang melintas di matanya. Kenapa aroma ini terasa tidak asing? Di mana dia pernah menciumnya?Melihat punggung Sutrisno yang semakin menjauh, Yoga dan yang lainnya hanya bisa menjulurkan kepala untuk memandangnya. Tatapan mereka seolah-olah sedang melihat orang bodoh."Kalau ada hal seperti ini lagi lain kali, ingat beri tahu aku secepatnya," kata Markus sambil melirik kaus kaki yang tersisa, berpikir untuk menambahkan sesuatu di atasnya."Mulai hari ini, setiap malam kamu harus mandi dan cuci kaki. Kalau ketahuan sekali saja kamu
Sutrisno buru-buru menghalangi Yoga. "Dengarkan penjelasanku dulu. Aku nggak punya niat jahat pada Winola ataupun Nadya. Kamu nggak lihat mereka baik-baik saja?""Kenapa memangnya?" sahut Yoga.Sutrisno menghela napas. "Sebenarnya aku punya kesulitan sendiri."Yoga hanya menatapnya dengan tenang, ingin tahu pria ini memainkan tipu muslihat apa.Sutrisno berkata, "Waktu ayahku menghamili ibuku, ibuku dicampakkan seperti sampah. Setelah aku lahir, aku dibawa pulang, tapi nggak punya posisi apa-apa di Keluarga Salim. Aku diperlakukan dengan sangat buruk. Aku berkali-kali hampir mati karena keturunan resmi Keluarga Salim."Nada bicara Sutrisno terdengar penuh emosi. Bahkan, tebersit niat membunuh pada sorot matanya.Yoga bisa merasakan bahwa Sutrisno tidak berbohong. Dia bertanya dengan penasaran, "Kalau begitu, untuk apa kamu datang ke Kota Pawana?""Tentu saja untuk menjadi tameng orang." Sutrisno mengedikkan bahunya sambil tersenyum getir. Kemudian, dia menjelaskan, "Aku nggak berniat m