"Winola, lihat baik-baik, ini adalah Kristal Aegis!" Sutrisno kembali menegaskan sambil menunjukkan kristal itu ke hadapan Winola. Orang yang berasal dari keluarga kultivator kuno pasti mengetahui keuntungan kristal ini. Mana mungkin akan menolaknya?Namun kenyataannya adalah, Winola benar-benar menolaknya."Ayo ikut aku!" Winola mengabaikan ucapan Sutrisno, lalu menarik tangan Yoga untuk masuk ke mobil. Setelah itu, mereka tiba di sebuah tempat yang terpencil. Tatapan Winola sangat dingin, seolah-olah waktu telah berhenti di saat itu juga.Tiba-tiba, dia menoleh pada Yoga sambil menggertakkan giginya, seakan-akan telah bergelut dengan pikirannya sendiri sangat lama.Yoga mulai tidak sabaran. "Kalau ada yang mau dibicarakan, cepat katakan. Aku masih ada urusan lain."Winola berkata, "Yoga, sekarang Keluarga Salim sedang menyerang keluargaku mati-matian. Keluarga kami sudah hampir nggak bisa bertahan.""Lalu?" tanya Yoga.Winola mengangkat kepalanya sedikit, lalu berkata dengan pandanga
Sutrisno mengepalkan kedua tangannya dan melaporkan dengan bersemangat. Dia juga tidak lupa mengakhiri laporannya dengan menghaturkan pujian terhadap Bimo. Mendengar laporan Sutrisno, Yoga kembali teringat dengan penampilan Winola tadi.Pantas saja Winola tampak begitu panik. Ternyata Keluarga Bramasta benar-benar sudah tidak sanggup bertahan lagi."Nak, kerja bagus! Aku sangat menghargaimu!" puji Yoga dengan asal-asalan.Mendengar hal ini, Sutrisno merasa terkejut. Wajahnya terus menunjukkan senyum semringah. "Terima kasih, Tuan Bimo. Aku pasti akan terus berusaha untuk menekan Keluarga Bramasta. Aku nggak akan mengacaukan tugas yang Anda berikan!" ucap Sutrisno penuh percaya diri."Kebetulan, ada sesuatu yang mau kuberikan padamu," lanjut Yoga dengan misterius.Setelah itu, dia berbisik pada Agnes sejenak. Agnes mengerutkan alisnya dengan tak percaya. Wajahnya dipenuhi dengan ekspresi jijik. Dia menatap Yoga dengan tatapan yang seolah-olah bertanya "yang benar saja?"Yoga membalasnya
Sutrisno dengan hati-hati membawa harta karun yang diberikan kepadanya, kemudian diam-diam mundur. Dia menatapnya seolah-olah itu adalah harta yang tak ternilai dan matanya dipenuhi dengan antusiasme.Dia bahkan tak bisa menahan diri untuk mendekat dan menciumnya. Rasanya menembus sampai ke lubuk hati! Suasana hatinya juga berubah secara drastis. Terutama ketika tiba-tiba pikirannya menjadi linglung, seolah-olah telah memasuki dunia lain.Namun, ada keraguan yang melintas di matanya. Kenapa aroma ini terasa tidak asing? Di mana dia pernah menciumnya?Melihat punggung Sutrisno yang semakin menjauh, Yoga dan yang lainnya hanya bisa menjulurkan kepala untuk memandangnya. Tatapan mereka seolah-olah sedang melihat orang bodoh."Kalau ada hal seperti ini lagi lain kali, ingat beri tahu aku secepatnya," kata Markus sambil melirik kaus kaki yang tersisa, berpikir untuk menambahkan sesuatu di atasnya."Mulai hari ini, setiap malam kamu harus mandi dan cuci kaki. Kalau ketahuan sekali saja kamu
Sutrisno buru-buru menghalangi Yoga. "Dengarkan penjelasanku dulu. Aku nggak punya niat jahat pada Winola ataupun Nadya. Kamu nggak lihat mereka baik-baik saja?""Kenapa memangnya?" sahut Yoga.Sutrisno menghela napas. "Sebenarnya aku punya kesulitan sendiri."Yoga hanya menatapnya dengan tenang, ingin tahu pria ini memainkan tipu muslihat apa.Sutrisno berkata, "Waktu ayahku menghamili ibuku, ibuku dicampakkan seperti sampah. Setelah aku lahir, aku dibawa pulang, tapi nggak punya posisi apa-apa di Keluarga Salim. Aku diperlakukan dengan sangat buruk. Aku berkali-kali hampir mati karena keturunan resmi Keluarga Salim."Nada bicara Sutrisno terdengar penuh emosi. Bahkan, tebersit niat membunuh pada sorot matanya.Yoga bisa merasakan bahwa Sutrisno tidak berbohong. Dia bertanya dengan penasaran, "Kalau begitu, untuk apa kamu datang ke Kota Pawana?""Tentu saja untuk menjadi tameng orang." Sutrisno mengedikkan bahunya sambil tersenyum getir. Kemudian, dia menjelaskan, "Aku nggak berniat m
Keesokan hari, Yoga terbangun karena dering ponselnya."Gawat! Ada tamu tak diundang datang ke perusahaan. Mereka akan mengadakan rapat pemegang saham untuk merebut posisi presdir!"Tanpa perlu dipikirkan, Yoga tentu tahu siapa tamu tak diundang itu. Hanya Farel yang punya nyali sebesar ini.Yoga langsung berangkat ke perusahaan. Setibanya di sana, para pemegang saham telah berkumpul. Farel duduk di kursi utama. Di sampingnya adalah Harsha yang berwajah angkuh."Huh! Ngapain kamu datang? Kamu mau memberi selamat kepada ayahku yang sudah jadi presdir?" cela Harsha sambil mendongak.Seluruh ruang rapat sunyi senyap. Para pemegang saham tidak berani berbicara."Presdir? Jangan mimpi di siang bolong," hina Yoga."Kamu masih nggak mau ngaku? Kami pemegang saham terbesar di Grup Yoga. Kami memegang hak untuk membuat keputusan. Kami yang menentukan siapa presdir perusahaan!" pekik Harsha.Farel mengangkat tangannya untuk menyela ucapan Harsha. Kemudian, dia menghampiri Yoga dan menatapnya den
"Omong kosong! Kalau begitu, saham kami ...." Sebelum Harsha selesai berbicara, Yoga menyela, "Saham kalian saham Grup Yoga. Semua data tercatat di sini."Yoga melempar dokumen lain. Itu adalah pendaftaran Grup Yoga. Bukan saja tidak punya kekuasaan untuk merebut aset, tetapi juga punya banyak utang.Begitu melihatnya, Farel dan Harsha sontak merasa pusing. Harsha bertanya, "Sejak kapan ada hal seperti ini? Kenapa utangnya banyak sekali? Utang siapa ini?"Farel benar-benar pusing dibuat Yoga. Nama kreditur di atas adalah Sutrisno. Dia tidak pernah mendengar tentang orang ini."Yoga! Beraninya kamu mempermainkanku!" Farel tentu tahu bahwa semua ini adalah tipu muslihat Yoga. Kini, mereka terjebak dan terlilit utang.Meskipun jumlah utang ini tidak ada apa-apanya bagi Keluarga Husin, mereka tetap malu jika hal ini tersebar."Sudah kubilang, jangan senang terlalu cepat. Kalian nggak seharusnya mengambil barang yang bukan milik kalian. Kalau memaksakan kehendak, kalian yang bakal sial. Ini
Farel hanya datang untuk merebut posisi presdir, tetapi putranya malah terbunuh. Dia tidak bisa menerima hasil seperti ini.Jika Yoga yang membunuh Harsha, Farel pasti akan mengerahkan seluruh pasukan Keluarga Husin untuk membalas dendam.Namun, yang membunuh Harsha adalah Sutrisno, bahkan ini adalah perintah Bimo. Farel yang tidak berdaya hanya bisa membawa jenazah putranya pergi dengan gusar."Kerja bagus," puji Yoga sambil tersenyum. Dia berdiri di depan jendela, menatap Farel dan orang-orangnya pergi."Tentu saja, aku memang bisa diandalkan. Tapi, kamu nggak boleh membocorkan identitasku. Kalau keluargaku tahu, rencanaku bakal terganggu," ujar Sutrisno dengan cemas."Nggak bakal. Farel akan menyalahkanku atas segalanya yang terjadi. Dia akan mencari masalah denganku. Soalnya kamu cuma melaksanakan perintah Tuan Bimo," sahut Yoga.Sutrisno pun merasa lega. Dia membusungkan dadanya dan berkata dengan senang, "Kamu benar."Sikapnya ini seolah-olah menunjukkan bahwa dirinya adalah oran
Yoga menceritakan semua yang terjadi di ruang rapat. Kedua wanita itu tertegun mendengarnya. Mereka merasa semua ini seperti mimpi."Maksudmu, kita bukan cuma mendapat kembali saham kita, tapi mereka juga terlilit utang besar?" tanya Nadya yang terbelalak dengan terkejut. Metode ini terlalu tidak masuk akal, seolah-olah Yoga sudah mengetahui semuanya sehingga membuat persiapan duluan."Pantas saja kamu begitu tenang. Ternyata kamu sudah mengatur semuanya." Karina juga terbelalak mendengar penjelasan Yoga. Semua ini di luar nalar.Karina menanyakan rencana Yoga berkali-kali, tetapi Yoga tidak ingin memberitahunya. Ternyata Yoga menyiapkan semuanya untuk hari ini. Keren sekali!Kedua wanita itu menatap Yoga dengan tatapan penuh kekaguman. Saat berikutnya ... cup! Kedua wanita itu sama-sama mencium pipi Yoga."Yoga, kamu hebat sekali!" puji Nadya dengan ekspresi lembut dan suara merdu. Dia memeluk Yoga dan bersandar di bahunya."Yoga, aku memang nggak salah menilaimu!" Karina tidak mau ka