Janice kembali ke kampus. Dia masuk ke asramanya. Tidak ada siapa pun di dalam. Sepertinya mereka pergi wawancara.Janice membuka lacinya. Ketika melihat barang di dalam, matanya sontak menyipit. Janice hendak mengambilnya, tetapi tiba-tiba terdengar suara di belakang. "Janice."Janice menurunkan tangannya dan berbalik. Malia langsung berlari ke hadapannya dan menampar wajah sendiri."Janice, aku minta maaf. Semua ini gara-gara aku tamak. Reporter bilang aku cuma menyampaikan beberapa patah kata pakai akunmu dan aku percaya. Kamu juga tahu ibuku membenciku karena aku menghamburkan uangnya untuk kuliah. Makanya, aku tertipu. Maafkan aku."Malia menampar diri sendiri sambil meminta belas kasihan dari Janice. Janice pura-pura termangu supaya Malia tidak menghentikan tamparannya.Malia kesal, tetapi tidak berani mengatakan apa pun. Setelah wajahnya merah, Janice baru menghentikannya. "Sudahlah, nggak ada gunanya minta maaf lagi sekarang."Janice menunduk mengelus tangannya yang cedera. Mat
Sebelum menoleh untuk melihat, Janice sudah tahu siapa yang datang. Kaleng di tangannya pun terjatuh dan bergelinding, lalu akhirnya berhenti di depan sepasang sepatu kulit pria.Janice buru-buru membungkuk untuk memungut, tetapi sepasang tangan tiba-tiba merangkul pinggangnya. Tangan itu seperti lilitan ular berbisa.Janice ditahan di depan meja. Napas yang panas mengenai kepalanya, lalu mengenai lehernya. Ini membuat napasnya menjadi tidak karuan.Bibir Jason menempel dengan telinga Janice. Dengan nada bicara nakal, dia bertanya, "Kamu sangat suka digandeng orang?"Napas panas itu membuat telinga Janice seperti digelitik. Rasanya sangat geli. Dia ingin kabur, tetapi Jason akan menahannya dengan makin kuat nanti.Meskipun dihalangi pakaian, Janice bisa merasakan hawa panas pada dada Jason. Dia tidak bisa menahan diri. Telinganya memerah.Jason yang berada di belakang terus mengamati Janice yang malu dan berusaha mengontrol diri. Tatapannya yang mendalam tertuju pada Janice lekat-lekat
Hanya dengan satu sentuhan, seluruh tubuh Janice seolah-olah tersengat listrik. Dia tak kuasa gemetaran.Setelah memperhatikannya, tatapan Jason menjadi mendalam. Dia mendekati Janice. Tetesan air di kerah bajunya menetes ke perut Jason.Tubuh Janice bergetar makin hebat. Jason menatap Janice lekat-lekat. Tatapannya dipenuhi hasrat yang tidak bisa disembunyikan."Sama sensitifnya dengan malam itu.""Nggak!" bantah Janice segera."Masa? Kamu bukan bicara begini malam itu?" Jason terkekeh-kekeh sambil mengusap perut Janice yang basah karena tetesan air tadi. Tangannya yang lembut sungguh hangat. Rasanya sangat nyaman dan aneh.Perut Janice menegang. Dia tak kuasa mendesah dan hanya bisa membiarkan Jason mengambil alih tubuhnya."Um ...." Jason benar-benar gila. Jika anggota Keluarga Karim tahu, Janice bisa mati di sini. Namun, tenaga Janice kalah telak dari Jason. Dia hanya bisa membiarkan Jason mengangkatnya dan lanjut menciumnya.Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu. "Janice, kamu
Selesai menyeduh teh, Janice membawakan teh ke ruang tamu. Hari ini suasana sangat harmonis. Anwar sampai terus tersenyum.Setelah membagi teh, Janice berdiri di samping Ivy dan Zachary untuk menjadi manusia transparan lagi.Saat ini, Jason masuk dengan kerah baju yang masih basah. Tracy bertanya dengan heran, "Jason, biasanya kamu paling memperhatikan kebersihan. Kenapa pakaianmu kotor hari ini?"Jason duduk, lalu mengambil teh sambil melirik Janice dan menyahut dengan nada datar, "Ketemu kucing tadi."Tracy menyesap tehnya dan berujar dengan tersenyum, "Menarik sekali. Kucing itu pasti menabrak mulutmu ya?"Jason meniup tehnya dan mengiakan, "Ya, tenaganya besar sekali."Janice menunduk. Wajahnya terasa panas. Setelah mengobrol sesaat, Anwar ingin tidur siang. Dia bangkit dan berkata, "Jason, bawa aku kembali ke kamar.""Ya." Jason bangkit dan memapah Anwar.Janice yang menunduk terus merasakan ada tatapan menyapu ke arahnya. Akan tetapi, dia tidak mendongak, berpura-pura tidak ada y
Anwar tidak menyukai latar belakang Vania. Untungnya, Vania punya citra dan reputasi yang baik jika dibandingkan dengan wanita lain yang mengejar Jason. Namun, Vania sangat mengecewakan saat konferensi pers.Ekspresi Jason tetap terlihat datar. Responsnya bahkan terdengar sangat dingin. "Ya."Usai mengobrol, keduanya berpisah.Sesaat kemudian, Vania keluar dari taman belakang. Karena gugup, tangannya meremas gaunnya dengan sekuat tenaga. Dia harus menang!....Ivy ingin Janice menginap semalam, tetapi Janice menolak. Tidak ada kenangan indah di rumah ini. Janice akan teringat pada dirinya yang dicampakkan pada kehidupan lampau dan putrinya yang menyedihkan.Jadi, ketika langit mulai gelap, Janice pergi. Namun, di tengah jalan, angin kencang tiba-tiba bertiup. Janice pun mempercepat langkah kakinya, tetapi hujan deras sudah turun, membuatnya basah kuyup.Tiba-tiba, terdengar suara rem di belakang. Janice pun berbalik, menghalangi hujan dengan tangan supaya dia bisa melihat.Seorang pria
Di tengah perjalanan, Yoshua ditelepon orang rumah. Katanya, reumatik ibunya kambuh. Di hari hujan seperti ini, rasanya sangat sakit kalau reumatik kambuh, sampai tidak bisa tidur.Setelah suami Tracy meninggal, Tracy terus berdoa di kuil. Karena terus berlutut, dia jadi terkena reumatik.Janice menunjuk ke depan dan berkata, "Kak, turunkan aku saja. Aku bisa naik MRT pulang kok. Tapi, aku harus pinjam jaketmu.""Janice ...." Yoshua merasa bersalah."Kak, aku sudah 20-an tahun. Tenang saja. Bu Tracy pasti kesakitan sekarang. Sebaiknya cepat pulang dan temani dia," ucap Janice."Oke." Setelah menghentikan mobil, Yoshua melepas jaketnya untuk Janice dan berpesan padanya untuk hati-hati.Janice mengiakan dan pergi. Setelah mobil Yoshua pergi, Janice langsung naik MRT. Sesampainya di stasiun selanjutnya, dia membuka payung dan berjalan kaki ke kampusnya.Sebelum tiba di kampus, tiba-tiba terlihat lampu yang sangat terang di depan sana. Dia menyipitkan mata untuk melihat, mengira dirinya sa
Janice pun menyentuhnya lagi. Memang basah, bahkan keluar air saat diremas. Dia baru memakai baju ini. Kenapa bisa begitu basah?Janice menoleh menatap Jason. Pakaian di sisi kirinya juga terlihat basah. Sebenarnya apa yang dia lakukan?Di perjalanan, Jason menyuruh sopir menyalakan penghangat. Janice yang kedinginan pun merasa lebih baik. Bokongnya juga terasa hangat sekarang.Janice menunduk dan tidak memahami tujuan Jason melakukan semua ini. Pada akhirnya, Jason membawanya ke apartemen sebelumnya."Mandi sana," ujar Jason sambil mengambilkan sandal wanita untuk Janice. Begitu meliriknya, Janice langsung teringat pada barang-barang Jason di apartemen Vania. Ini mungkin sandal Vania."Aku nggak mau pakai sandal itu." Janice berjalan masuk dengan kaki ayam. Karena lantai dingin, dia berjinjit saat berjalan.Jason hanya mengangkat alis dan tidak mengatakan apa pun lagi. Janice langsung masuk ke kamar mandi. Dia tiba-tiba bersin dua kali.Ketika teringat dirinya harus mengikuti lomba, J
Janice termangu. Wajahnya memerah. Dia tidak tahu bahwa celah pintu yang sempit ini telah memperlihatkan sosoknya yang terpantul di cermin.Rambut panjang tergerai di punggung putihnya, samar-samar menunjukkan lengan dan payudaranya. Seiring gerakan tubuhnya, payudaranya pun seperti kehilangan kendali.Jason mengepalkan tangan untuk menahan gairahnya yang bergolak. Karena tidak bisa menang dari Jason, Janice akhirnya menutup pintu.Jason kembali ke sofa dan minum teh. Aroma teh memenuhi seluruh ruangan, membuat hatinya kembali tenang.Tidak berselang lama, Janice menghampiri. Terlihat Jason tidak sengaja menumpahkan teh sedikit setelah meliriknya sekilas. Apa mungkin karena teh terlalu panas?Namun, Jason segera terlihat tenang kembali. Dia berkata dengan nada datar, "Minum teh."Jason meletakkan cangkir tehnya, lalu pergi mandi tanpa mengatakan apa pun lagi. Sementara itu, Janice mengambil cangkir teh dan menyesap. Saat berikutnya, dia malah menyemburkan tehnya.Janice terbengong mena
Melihat Marco yang semakin mendekat, Janice berusaha keras untuk meronta. Namun, tubuhnya tetap tak dapat digerakkan. Bahkan ketika dia mencoba menjatuhkan dirinya dari kursi, tubuhnya tetap tak bergeser sedikit pun.Tanpa tergesa-gesa, Marco berhenti di depannya, lalu berjongkok. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh wajah serta punggung Janice dengan penuh kesadaran."Benar-benar kulit yang sempurna. Nggak heran hargamu jauh lebih mahal daripada yang lain. Tenang saja, aku akan berhati-hati."Kulit?Janice terkejut dan matanya membelalak. Dengan susah payah, dia membuka mulut dan tergagap, "Ku ... kulit apa? Ha ... harga apa?"Setelah mengatakan itu, rasanya dia telah menghabiskan seluruh tenaganya. Tubuhnya langsung terkulai di lantai, tak mampu bergerak lagi.Mendengar pertanyaannya, Marco sepertinya teringat sesuatu yang membuatnya semakin bersemangat. Tangannya bergerak dengan gelisah, sulit menahan kegembiraannya. Tiba-tiba, dia membungkuk lebih dekat ke Janice, dengan senyum yan
Perasaan di dalam tubuh Janice seperti roller coaster. Dia tahu perumpamaan itu tidak masuk akal, tetapi pikirannya terus berpikir seperti itu. Sensasi itu terasa nyaman sekaligus aneh.Marco menatap Janice dengan saksama, lalu berkata, "Apakah rasanya menyenangkan? Nyaman, bukan? Kamu jauh lebih sesuai dengan kriteriaku dibandingkan yang ada di foto."Foto?Kriteria?Apa maksudnya?Janice tidak punya waktu untuk berpikir lebih jauh. Dia hanya melihat Marco membuka tas yang sudah diletakkan sebelumnya di ruangan itu dengan puas.Ketika Janice melihat isi tas tersebut, rasa takut menyelimutinya. Dia berusaha keras untuk melawan, tetapi tubuhnya tetap sulit dikendalikan. Sementara itu, Marco mendekatinya dengan senyum lebar dan membawa barang-barang dari dalam tasnya.....Di ruang jamuanAcara penyambutan Jason diatur oleh saudara sepupu Anwar yang juga merupakan penanggung jawab tambang saat ini. Menurut urutan keluarga, Jason harus memanggil mereka sebagai paman kelima dan keenam.Beg
Tempat jamuan makan dipindahkan ke sebuah restoran yang lebih mewah, dengan tingkat privasi yang jauh lebih baik. Begitu memasuki ruangan, suasana mewah tersebut langsung terasa.Di dalam ruang privat, sebuah meja panjang dihias dengan sangat elegan dan berkelas.Amanda masuk terlebih dulu untuk menyapa beberapa tamu asing dengan mencium pipi, lalu duduk dengan sopan dan ramah.Janice mengikutinya dengan tenang dari belakang. Namun, baru berjalan beberapa langkah, seorang pria tinggi tiba-tiba muncul dan mengadang jalannya."Hai, Nona," sapa pria itu.Mendengar suara itu, Janice mengangkat pandangannya dan terkejut melihat salah satu desainer favoritnya.Marco.Namanya sangat tradisional dan umum di Idali. Namun, desain-desainnya terkenal karena inovasi dan daya tariknya yang kuat. Kabarnya, semua karya Marco terinspirasi oleh "dewi inspirasi"-nya, yang menunjukkan bahwa dia adalah seseorang yang setia dalam masalah perasaan.Janice merasa terhormat disapa oleh Marco. Saat dia bersiap
Anwar mengangkat pandangannya, dan tatapannya sudah mengatakan segalanya. Pelayan itu tertegun sejenak, lalu segera menunduk dan menyanggupi perintahnya.....Sore hariJanice mengganti pakaiannya dengan sesuatu yang lebih sederhana dan sopan, riasannya juga sangat tipis, membuat penampilannya tampak rendah hati dan bersih.Bagaimanapun, dia hanya karyawan Amanda. Janice tidak ingin mencuri perhatian. Saat hendak berangkat, notifikasi di ponselnya menunjukkan sebuah topik yang sedang trending.[ Jason dan Vania menghabiskan sore yang penuh cinta.]Hanya dari judulnya, Janice sudah tahu isi beritanya. Dia memilih untuk mengabaikan notifikasi itu, lalu mengenakan sepatu hak tinggi dengan tenang dan keluar dari kamar.Baru saja masuk ke dalam lift, dia bertemu dengan Amanda. Amanda mengenakan jumpsuit elegan dengan potongan V-neck yang dihiasi kalung Mutiara. Penampilannya tampak Anggun, tetapi tetap profesional.Dia melirik Janice dan berkata, "Kamu nggak usah berpakaian terlalu sederhan
Norman kembali ke sisi Jason dan berbicara pelan, "Pak Jason, Bu Janice sudah pergi sendiri."Jason terdiam beberapa detik sebelum berkata, "Suruh seseorang mengawasinya.""Baik. Selain itu ...." Norman mendekat dan berbisik beberapa patah kata di telinganya. Jason hanya mengangguk tanpa ekspresi.Dia kemudian berjalan ke arah Vania, mengulurkan tangan untuk mengambilkan tasnya dari bagasi kabin dan menyampirkan jaketnya di Pundak Vania dengan santai."Kota Gunang lebih dingin dibandingkan Kota Pakisa," katanya."Hmm." Vania tersenyum malu-malu, dengan tatapan penuh semangat melihat Jason. Para tamu di sekitar mereka memandangnya dengan iri.....Setelah mengambil barang bawaannya, Janice menemukan Amanda. Amanda terlihat sendirian. "Vania nggak pergi sama kita?""Hmm."Janice sudah menduganya. Ketika dia sedang berpikir, sebuah keributan terjadi tidak jauh darinya.Jason keluar dari bandara sambil menggandeng Vania, menciptakan pemandangan yang heboh. Vania mengangkat pandangannya dan
Ini hanyalah salah satu langkah dalam rencananya untuk mendapatkan kendali penuh atas tambang. Karena itu, dia membiarkan Janice mencari Caitlin, kemudian membiarkan Caitlin menyiksanya. Sementara itu, dia memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan keuntungan tanpa usaha.Saat ini, hati Janice terasa seperti ditusuk oleh ribuan jarum dan tenggorokannya terasa sesak.Setelah Norman pergi, Janice kembali ke tempat duduknya dengan tenang. Baru saja duduk, pramugari datang membawakan makanan, tetapi dia benar-benar tidak bisa makan."Aku nggak lapar, tolong bawakan aku segelas anggur," katanya.Pramugari itu tampak terkejut sejenak, lalu melirik ke arah Jason di sampingnya. Jason mengangkat pandangannya dengan tatapan dingin dan berkata, "Minum alkohol dengan perut kosong?"Janice tidak melihat ke arahnya, matanya tetap tertuju ke luar jendela. "Aku nggak akan mati karenanya."Jason melambaikan tangan ke pramugari, tidak membiarkan dia membawa anggur untuk Janice. Dengan sabar, dia menunju
Janice mengikuti arah pandang Jason dan menyadari bahwa sweternya tersangkut di tali pinggang Jason.Jika Jason bergerak sedikit saja, baju Janice akan terangkat.Dengan panik, Janice menarik sweternya. Namun, dia malah tidak sengaja menyentuh tempat yang tidak seharusnya disentuh. Seketika, tangannya dicengkeram oleh Jason.Jason mengatupkan bibirnya. Di tengah kegelapan, terlihat tatapannya yang suram seperti binatang buas yang sedang menahan diri. Dia berucap dengan tegas, "Jangan bergerak."Saat merasakan perubahan pada tubuh Jason, mata Janice sontak terbelalak. Dahinya juga mulai berkeringat. Dia menarik sweternya dengan terburu-buru."Bajuku ..."Klik! Tali pinggang itu terbuka."Pak ...." Norman datang dengan membawakan berkas. Saat melihat pemandangan ini, dia segera menutup mulut dan berbalik. "Aku nggak lihat apa-apa. Aku akan kembali nanti."Norman buru-buru pergi. Janice ingin sekali mencari tempat untuk bersembunyi. Dia harus segera melepaskan sweternya dari ikat pinggang
Janice mengangguk, lalu kembali ke kursinya. Ketika melewati pria di sebelahnya, pria itu sengaja menyenggolnya dengan kaki.Janice tidak tahan lagi. "Pak, kalau kamu terus begini, aku juga nggak akan segan-segan. Kalau aku marah, mungkin pesawat ini harus putar balik."Pria itu bukan hanya tidak marah, melainkan tertawa. "Cantik, apa pernah ada yang bilang kamu terlihat semakin menggoda kalau marah?""Menggoda kepalamu ...." Janice mengangkat sepatu hak tingginya untuk menginjak kaki pria itu yang terulur. Namun, pramugari tiba-tiba datang."Bu Janice?""Ya?" Janice menurunkan kakinya."Rekan kerjamu ingin menemuimu." Pramugari menunjuk ke depan.Janice mengira Amanda yang mencarinya, jadi dia membawa tasnya dan mengikuti pramugari. Ternyata pramugari malah membawanya ke kabin first class.Norman melambaikan tangan. "Bu Janice, di sini."Janice termangu sesaat. Tiba-tiba, dia memahami sesuatu dan berbalik. "Nggak usah."Tiba-tiba, tangannya diraih oleh seseorang. "Kamu mau terus digan
"Ka ... kamu ...." Vania menggertakkan gigi. Dia tidak menyangka dirinya akan diperas oleh Malia, orang yang seharusnya tidak berbahaya untuknya.Malia tertawa ringan. "Vania, jangan main-main. Aku sudah nggak punya apa-apa lagi. Kalau aku mati, aku pasti akan menarik seseorang untuk ikut denganku."Vania mengepalkan tinjunya. Dia tidak takut pada anjing yang tidak patuh, melainkan takut pada anjing liar yang tiba-tiba menyerang. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Aku transfer sebentar lagi.""Terima kasih." Malia tertawa dan mengakhiri panggilan.Vania menatap ponselnya. Dia bisa menilai bahwa nafsu Malia hanya akan semakin besar. Semua ini salah Janice! Jika bukan karena Janice, Malia tidak akan berani bertindak seperti ini padanya!Saat ini, masuk pesan dari Azka.[ Sayang, malam ini ada waktu nggak? ]Vania ingin membalas dia tidak ada waktu, tetapi sebuah rencana tiba-tiba muncul dalam benaknya.[ Ada, tapi ... aku butuh bantuanmu untuk melakukan sesuatu. ][ Sejak kapa