Pagi itu, baru saja Nur menapakkan tungkai kakinya ke dalam ruangan kantor, terdengar suara berisik dari beberapa karyawan, jika dulu kehadirannya selalu diabaikan,kini, melihat Nur, mereka menganggukkan kepala tanda menyapa dengan hormat." May. Ada apa, kok rame!"" Ada kepala divisi baru, ganteng, biasa lah, para gadis itu berisik kalau tau ada yang ganteng," jelas Maya sambil matanya menunjuk ke arah gerombolan wanita yang tadi berkumpul dan bergosip, memang sebelum jam 8 pagi, para karyawan wanita biasanya berkumpul di salah satu meja karyawan yang lain, ada yang sambil makan, dan ada yang sambil bersolek, lima menit sebelum jam delapan, biasanya sudah pada bubar. Nur hanya tersenyum sekilas dan mengabaikan."May, kau udah sarapan? Ini aku ada jajanan pasar, tadi beli waktu mau berangkat ke kantor.""Wiii, kue lapis, terima-kasih, Nur!" seru Maya sambil membuka jajanan pasar terbungkus plastik dilapisi kertas nasi berwarna coklat, kini mulut Maya sibuk mengunyah."Baru saja Nur d
"Jangan Buk, jangan bawa aku, ini bukan keguguran, aku cuma minta pembalut saja, paling juga dalam lima atau enam hari, darahnya ga keluar lagi." "Loh, berarti kau menstruasi? Ga hamil? Tadi katanya udah test pack.""Hamil Buk, tapi ini sudah biasa, nanti hilang sendiri." Fitri masih berkilah. "Berarti kau menstruasi, ada-ada saja kau ah, menambah pekerjaan kami saja.""Bukan menstruasi, ini flek penebalan dinding rahim, biasa itu Buk saat awal kehamilan.""Astaga, bikin darah tinggi berdebat sama kau, kau itu menstruasi, bukan hamil!""Hamil Buk.""Ya udah, ayo ikut ke dokter kandungan, jangan banyak lagi cakapmu.""Tapi, aku ti—""Diam!"Dua sipir wanita itu sudah kehilangan kesabaran menghadapi Fitri, mereka menyuruh Fitri terlebih dahulu untuk mengganti celana dan memakai pembalut, sebelum dibawa ke dokter kandungan. Fitri terlihat gelisah sepanjang perjalanan, duduknya miring kiri dan kanan, apalagi posisi tangan di borgol. "Kami sudah menghubungi suamimu, mungkin dalam perja
"Percuma kau cari di segala sudut, Rai, Allah pasti menyembunyikan, selama ini engkau sibuk memperdalam agama, apakah kau tau, jika perceraian itu salah satu hal yang dibenci oleh Allah?""Bu, saya permisi dulu, seperti yang saya bilang tadi, saya tidak bisa lagi menjadi suaminya Fitri, Bu, maafkan saya," ucap Raihan sopan, sebelumnya ia memang mengatakan secara baik-baik pada Bu Beti maksud dan tujuannya, bahkan ia tidak datang seorang diri, ia datang bersama pakcik dan makciknya. "Oh, sudah panggil 'bu' kau sekarang, biasanya manggil mamak, coba kau pikirkan lagi dengan kepala dingin, dalam rumah tangga memang tidak selalu berjalan mulus, pasti ada badai dalam rumah tangga, nah, di saat ini, rumah tanggamu sedang ada badai menerpa, cobalah pertahankan, apalagi Fitri baru saja keguguran anak kalian, betapa hancur hatinya, dipenjara, kehilangan anak dan sekarang hendak kehilangan suami, dimana perasaanmu Raihan.""Bu, ini masalahnya beda, kesalahan Fitri sudah terlalu fatal, sulit ba
"Hai Nur, kok masam kali wajahmu." Maya menepuk pundak Nur yang sedari tadi memperhatikan wanita yang dalam dua hari lagi akan menjabat sebagai supervisor. "Nur, Fitri sedang sakit, dia keguguran." "Haiiss, dia lagi … dia lagi, sudah dipenjarapun masih saja bikin muak ya, kehamilannya saja masih diragukan, sekarang malah keguguran, dasar ratu drama.""Nanti, kita sempatkan yuk May, jenguk si Maya, mau ga?""Sebenarnya aku males Nur, cuma penasaran aku sama drama si kuntilanak itu.""Sama, aku pun May.""Pagi Nur," ucap seseorang, Nur dan Maya melihat ke arah sumber suara yang menyapa mereka, ternyata Rizki yang menyapa dengan membawa dua cup kopi dari brand ternama. "Assalamualaikum," ucap Nur sambil memutar kedua bola matanya. "Eh iya Assalamualaikum," ucap Rizki lagi dengan cengengesan, Nur dan Maya menjawab 'walaikum salam' dengan serentak. "Nur, ini ada abang bawakan kopi, oiya ini buat kakak juga, maaf, namanya siapa, kak?" tanya Rizki sambil meletakkan cup kopi di atas mej
Mendengar teriakan Maya, para sipir dan beberapa perangkat yang bekerja di rutan langsung dengan cepat pergi berhamburan ke ruangan jenguk vip dan segera mengamankan Fitri. Maya memeluk Nur yang meringis kesakitan karena darah terus mengalir. "Mati kau, Pelakor! Sengaja kau masukkan aku dalam penjara agar bisa merebut suamiku, perawan tua! Pelakor Syariah! Betina busuk, binatang!" Fitri terus berteriak memakis, wanita yang sudah seperti orang gila itu diseret masuk ke dalam sel, sedangkan Nur, dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. "Diam kau disitu, kalau kau bertingkah lagi, kami masukkan ke dalam sel bawah tanah, kalian hati-hati ya, dia baru saja menusuk orang yang menjeguknya," jelas sipir, teman satu sel Fitri menatap dengan raut wajah sinis dan bengis. "Kayaknya betah kau disini Fit, bukannya tobat, malah melakukan kesalahan yang lebih fatal, habislah kau Fit, siap-siap kau disini seumur hidup." ucap Deni salah satu teman satu sel Fitri. "Hahahaha, bentar l
Nur sedang tertidur dengan pulasnya, mungkin karena banyak kehilangan darah dan pengaruh obat, Bu Zubaidah menangis pilu melihat anaknya yang terbaring lemah seperti itu, berulang kali ia mengurut dada untuk menekan rasa sakit yang seolah menjalar di sanubari, Bu Zubaidah teringat kala Nur remaja, waktu itu hampir selalu pulang sekolah dengan wajah yang murung, setiap ibunya bertanya, jawaban Nur pasti karena perbuatan Fitri. Sampai suatu hari, Nur meminta kedua orang tuanya untuk pindah rumah, Bu Zubaidah dan suaminya tidak pernah menggubris, mereka menganggap hanya permasalahan anak remaja pada umumnya, apalagi pindah dan menjual rumah tidak semudah membalikkan telapak tangan, kini, Bu Zubaidah merasa gagal sebagai seorang ibu, karena tidak bisa memahami anaknya. "Bu, Nur pasti baik-baik saja, setau saya, anak ibu bukan wanita yang lemah," ucap Raihan menguatkan Bu Zubaidah. "Terima-kasih Raihan, bantu doa ya Nak, agar Nur baik-baik saja.""Pasti Bu, saya pasti mendoakan Nur," uc
"Hatiku bahagia, riang tak terkira …." Bu Beti bersenandung di sepanjang jalan menuju rumahnya, betapa tidak, Bu Betty merasa bangga memiliki anak yang berotak cerdas lagi cerdik menurut versi Bu Beti. Sekarang sudah pukul tujuh malam, Mail–anak kampung sebelah yang ditugaskan untuk mencoret dinding rumah Bu Zubaidah dengan menggunakan pilox dengan tulisan 'Pelakor Syariah' pasti sudah selesai, ia ingin melihat bagaimana nanti reaksi Nur dan Bu Zubaidah saat membacanya. "Si Zubaidah itukan sudah sakit-sakitan, pasti tambah stress dan malu dia melihat coretan itu, apalagi para tetangga pasti menertawakan, biar cepat dia matinya," ucap Bu Beti riang, ojek online yang sedang membawa Bu Beti menuju rumahnya sedari tadi melirik dari kaca spion, pengendara ojek online itu berfikir jika Bu Beti 'agak miring' otaknya karena sedari tadi berbicara sendiri, tertawa tidak jelas, gemetaran pengendara tersebut di sepanjang jalan, takut kalau tiba-tiba Bu Beti mencekiknya, karena menurutnya orang
Namaku Fitri Amelia, aku lahir dari pasangan Bapak Sucipto dan Ibu Beti, sedari kecil, kedua orang tuaku begitu menyayangiku. Apapun yang aku inginkan, selalu menuruti walaupun dalam kondisi ekonomi yang tidak berlebihan, bahkan jika aku salah pun, mereka masih tetap membelaku, karena saat hamil dan melahirkan, perjuangan mamak begitu berat karena ia didiagnosa memiliki penyakit kista, seiring pertumbuhan janin, kista di rahim mamak juga ikut membesar sehingga pendarahan sering terjadi, tetapi Allah masih mengizinkan aku untuk hadir kedunia ini walaupun dengan resiko yang besar dan melalui operasi, sehingga setelah kelahiranku, mamak divonis tidak bisa mengandung lagi. Karena di vonis seperti itu, mamak dan bapak sangat mencurahkan kasih sayangnya secara berlebihan, dan kadang menghalalkan segala cara untuk membahagiakanku. Aku memiliki tetangga yang anaknya seumuran denganku, namanya Nuri dan biasa dipanggil Nur, aku sedikit terganggu dengan kehadirannya, karena biasanya anak seusi