Vina duduk di kursi belakang. Saat melihatku, dia awalnya tertegun, lalu membuka mulutnya lebar-lebar hendak berteriak.Aku segera menunjuk ke arah dua orang yang sedang berpelukan di tepi sungai dan berkata, "Vina, kamu sudah lihat, 'kan? Paman Haris akan segera bersama ibumu."Vina mencondongkan diri ke jendela mobil, mata terbuka lebar, melihat dengan penasaran.Aku melanjutkan ucapanku, "Vina, Paman Haris hanya akan mencintai ibumu mulai sekarang ... mungkin dia nggak akan mencintaimu lagi.""Mereka juga akan melahirkan banyak anak, lalu ....""Kamu bohong!" Vina akhirnya bereaksi dan membantah ucapanku dengan suara keras.Aku mengelus wajah Vina dan berkata, "Kalau kamu nggak percaya, kamu bisa coba sendiri, lihat siapa yang akan diselamatkan Paman Haris kalau kamu dan ibumu sama-sama dalam bahaya."Setelah mengatakan itu, aku pun keluar dari mobil.Karena aku tahu ....Vina sangat mencintai Haris, cintanya sudah di luar nalar. Dia ingin Haris menjadi ayahnya seorang.Tidak lama k
Terjadi kebakaran di TK dan putriku yang berusia empat tahun berada di dalam.Aku berulang kali memberi tahu suamiku yang merupakan seorang pemadam kebakaran, "Nea ada di kelas tengah di lantai dua!"Namun, dia dengan kesal berkata, "Aku tahu kamu hanya ingin menghentikanku menyelamatkan putri Stella, bisakah kamu nggak begitu jahat?""Stella sangat rapuh, aku nggak bisa melihatnya kehilangan putrinya.""Kalau dia kehilangan putrinya, dia pasti nggak ingin hidup lagi!"Malam itu, dia keluar dari gedung yang terbakar sambil memeluk putri wanita pujaan hatinya, Stella Prisa, dan menjadi seorang pahlawan.Saat tengah malam tiba, aku memeluk abu putri kami dan menangis sampai pingsan. Sementara dia terus menemani Stella."Haris, aku akan membuatmu menyesal seumur hidup!"....Detak jantung lebih cepat dari yang seharusnya saat aku menerima telepon yang mengatakan ada kebakaran di TK. Aku bergegas ke sana tanpa sempat bersiap-siap.Karena putriku yang berumur empat tahun, Nea, berada di san
Aku berlutut di depannya dan memohon, "Haris, aku mohon padamu, selamatkan Nea!""Dia benar-benar ada di dalam! Aku mohon selamatkan dia!""Diam!" Dia mendorongku dengan kasar dan memalingkan wajahnya dengan muak. "Bawa dia pergi! Jangan biarkan dia mendekati tempat kebakaran!"Aku diseret paksa oleh beberapa petugas pemadam kebakaran. Aku berjuang melepaskan diri, menangis, berteriak, tetapi tidak ada gunanya."Haris!"Lingkungan sekitar begitu kacau dan bising, tetapi aku tidak dapat mendengar apa pun, kecuali detak jantungku yang makin cepat, seolah-olah akan berhenti kapan saja.Seiring berjalannya waktu, Nea masih belum terlihat di antara anak-anak yang berhasil diselamatkan satu per satu.Dua jam kemudian, Haris keluar.Dia sedang menggendong seorang gadis kecil. Hanya sekilas aku dapat mengenalinya, anak itu adalah Vina Prisa, putri Stella.Aku berlari seperti orang gila dan meraih lengan Haris, kuku tajamku hampir menusuk dagingnya. Aku berteriak, "Haris! Di mana Nea! Di mana p
"Nea sudah nggak bisa datang."Haris langsung marah, "Sudahi sandiwaramu itu!""Kuberi tahu saja! Kalau bukan karena mereka ingin bertemu dengan istriku, aku nggak akan meneleponmu!""Jangan nggak tahu diri!"Aku menarik napas panjang sebelum berkata, "Baik, aku akan membawa Nea ke sana."Setelah terdengar suara "tsk", dia lanjut berkata, "Lihat, kamu memang suka pura-pura! Nea baik-baik saja. Jangan terlambat malam ini, jangan membuatku malu!"Malam hari, aku tiba tepat waktu di hotel tempat Haris mengadakan pesta perayaannya. Dari kejauhan, aku melihat Stella, dia mengenakan gaun merah ketat dan duduk di samping Haris.Aku duduk di kursi tanpa ekspresi apa pun. Para petugas pemadam kebakaran bertubuh besar di sekitarku tertegun sejenak ketika mereka melihatku.Reaksi mereka tidak aneh. Dibandingkan dengan Stella yang berdandan rapi, aku hanya mengenakan kaus lama dan rambutku berantakan. Penampilan yang sangat tidak cocok di tempat seperti ini.Ketika Haris melihatku, dia mengernyit
Aku tertawa.Kutatap Stella sambil berkata, "Benar juga, kenapa aku hampir melupakanmu.""Kamu selalu mengelilingi pria yang sudah menikah! Kalau bukan karena kamu ....""Kalau bukan karena kamu, Nea nggak mungkin ....""Kamu ...!" Sebelum aku menyelesaikan ucapanku, Haris sudah menarik Stella ke belakangnya dan mengangkat tangannya seolah ingin menamparku lagi.Aku menyeka darah dari sudut mulutku, berdiri, dan menatap tajam Haris dengan mata merahku. "Haris, apakah kamu benar-benar ingin Nea datang?" tanyaku.Tanpa menunggu dia menjawab, aku membuka tas yang kuletakkan di depannya dan mengeluarkan kotak abu Nea.Stella spontan mundur karena terkejut sambil menggendong putrinya. Petugas pemadam kebakaran lainnya juga saling memandang dengan kaget.Siapa pun langsung tahu apa yang aku keluarkan hanya dengan sekali pandang.Namun, hanya Haris yang masih berpura-pura bodoh. "Mika, apa lagi rencanamu ini?"Mataku begitu merah karena marah dan kuucapkan setiap kata dengan penuh penekanan,
"Sudah puas buat keributan di sini?" Pada saat Haris melindungi Stella, dia tidak lupa menginjak abu Nea. "Sudah kubilang, jangan membuat keributan di sini!""Kamu pikir bisa menipuku dengan tepung ini?""Aaah! Minggir!" Aku terjatuh ke lantai, memukul kakinya berkali-kali, bahkan menggigitnya, tetapi dia tetap tidak menggeser kakinya.Haris mendengkus, mengangkat kepalanya dan berkata, "Memang anjing yang gila."Aku dengan hati-hati mengumpulkan abu Nea sedikit demi sedikit.Beberapa petugas pemadam kebakaran yang hadir merasa tidak tega, mereka berjongkok untuk membantuku, tetapi aku mendorong mereka satu per satu. "Nggak perlu.""Aku bilang nggak perlu! Minggir!"Beberapa petugas itu pun terdiam.Haris menarik pergi para rekannya itu dan berkata, "Aku sudah lama bersamanya, dia memang seperti ini, licik dan jahat, jangan percaya padanya."Aku berdiri dengan perlahan, menyeka air mataku, menatap Haris dengan tatapan dingin, dan mengucapkan kata demi kata, "Haris, dua hari i lagi adal
Haris membuka kertas itu dengan tangan gemetar. Saat melihat isinya, wajahnya seketika memucat.Kertas itu merupakan surat persetujuan kremasi Nea, tertulis dengan jelas identitas jasad yang dikremasi. Nama: Nea Yerno. Usia: 4 tahun.Haris jatuh terduduk di lantai, tatapannya menjadi kosong."Haris, Nea sudah pergi, kamulah yang membunuhnya!" teriak aku dengan nada yang penuh penekanan dan menatapnya dengan tatapan dingin."Bu ... bukan aku .... Aku hanya ...." Dia tiba-tiba teringat sesuatu, berdiri sambil menahan sakit dan lanjut berkata, "Hari itu, kepala sekolah di TK itu yang memberitahuku, hanya ada orang di lantai satu!""Makanya aku ...."Ayahku tidak ingin melihat wajahnya lagi, jadi menyuruh pengawal untuk mengusir Haris. "Kamu hanya seorang pria yang masuk ke keluarga istri! Berani-beraninya kamu menindas Mika dan Nea!""Rafa, kamu selidiki kepala sekolah itu."Bisnis usaha keluargaku bergerak di bidang keamanan, jadi memiliki banyak koneksi, baik di pihak yang sah maupun ti
Aku menyuruh pengawalku untuk membawa Desi ke kantor polisi. Tidak memerlukan waktu lama, Stella dan Haris pun tiba.Ibuku berteriak, "Semuanya sudah terungkap, apa lagi yang ingin kamu jelaskan sekarang?"Stella berdiri di depan Desi, tergagap-gagap saat berbicara, "Apa ... yang sedang kamu lakukan? Apa pun yang ingin kamu bicarakan ... tunggu sampai pengacara ibuku tiba ... baru kita bicarakan!"Aku mencengkeram kerah baju Stella dan berkata, "Stella! Kamu menghasut putrimu untuk menyulutkan api! Kamu meminta ibumu untuk berbohong kepada petugas pemadam kebakaran bahwa nggak ada seorang pun di lantai dua!""Kamu sudah merencanakan semua ini untuk membunuh putriku!"Haris menyaksikan semua ini dengan ekspresi tidak percaya, butuh beberapa saat baginya untuk tersadar kembali. "Apa kamu bilang?"Aku tertawa sinis, mengeluarkan ponselku dan memutar sebuah rekaman.Kata-kata Vina yang polos tetapi kejam, "Aku hanya menyalakan api, ingin melihat siapa yang akan diselamatkan oleh Paman Hari