Share

Bab 3

"Nea sudah nggak bisa datang."

Haris langsung marah, "Sudahi sandiwaramu itu!"

"Kuberi tahu saja! Kalau bukan karena mereka ingin bertemu dengan istriku, aku nggak akan meneleponmu!"

"Jangan nggak tahu diri!"

Aku menarik napas panjang sebelum berkata, "Baik, aku akan membawa Nea ke sana."

Setelah terdengar suara "tsk", dia lanjut berkata, "Lihat, kamu memang suka pura-pura! Nea baik-baik saja. Jangan terlambat malam ini, jangan membuatku malu!"

Malam hari, aku tiba tepat waktu di hotel tempat Haris mengadakan pesta perayaannya. Dari kejauhan, aku melihat Stella, dia mengenakan gaun merah ketat dan duduk di samping Haris.

Aku duduk di kursi tanpa ekspresi apa pun. Para petugas pemadam kebakaran bertubuh besar di sekitarku tertegun sejenak ketika mereka melihatku.

Reaksi mereka tidak aneh. Dibandingkan dengan Stella yang berdandan rapi, aku hanya mengenakan kaus lama dan rambutku berantakan. Penampilan yang sangat tidak cocok di tempat seperti ini.

Ketika Haris melihatku, dia mengernyit dengan kesal dan nadanya penuh rasa muak saat bertanya, "Kenapa kamu datang dengan pakaian seperti itu?"

"Kamu nggak tahu ini pesta perayaanku? Nggak bisakah kamu berdandan sedikit? Kamu ingin membuatku malu?"

Aku tidak ingin menanggapinya, langsung berjalan pergi mengambil piring dan sendok di atas meja di samping. Aku mengeluarkan tisu, menyeka piring dan sendok itu dengan sangat kuat, seakan-akan semua yang ada di depanku sangatlah kotor.

"Di mana Nea?" Dia masih menanyaiku dengan nada yang penuh kekesalan, "Kenapa kamu nggak bawa dia datang di hari yang begitu penting ini?"

Gerakan tanganku terhenti. Hatiku terasa sakit seperti ditusuk pisau. "Sudah kubilang, dia nggak bisa datang."

"Nggak bisa datang? Apa maksudmu itu?" Haris merebut sendok dari tanganku dan membantingnya ke meja. "Bagaimana kamu mengajari putrimu? Sejak kapan Nea menjadi begitu nakal?"

Ketika Stella melihat ini, dia segera meraih lengan Haris dan berkata, "Haris, jangan marah. Kak Mika nggak bermaksud seperti itu, dia ...."

"Memang itu maksudku!" Aku langsung berdiri, menatap mereka dengan tatapan dingin dan melanjutkan ucapanku, "Nea nggak bisa datang hari, ke depannya juga sudah nggak bisa datang!"

"Apa maksud ucapanmu itu?" Haris tertegun sejenak sebelum menjadi sangat marah. "Bicara yang jelas!"

Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menekan emosi yang meluap-luap, dan berkata dengan tegas, "Haris, aku sudah memohon padamu, aku memohon padamu untuk menyelamatkan Nea!"

"Tapi kamu nggak melakukannya! Kamu malah menyelamatkan dia!" teriak aku sambil menunjuk dengan marah ke Vina dan Vina seketika menangis dengan keras.

Stella segera mengambil putrinya dari pangkuan Haris dan menghiburnya, "Jangan takut, jangan takut."

Plak! Haris menamparku tanpa ragu, pipiku seketika terasa panas dan sakit.

"Mika, aku peringatkan, jangan menggila di sini!" teriak Haris sambil menunjuk ke hidungku.

"Cepat pulang dan bawa Nea kemari! Kalau nggak, jangan pernah kembali lagi ke rumah!"

Aku menatapnya dengan tatapan dingin, tiba-tiba merasa diriku begitu konyol.

Inilah pria yang kucintai selama sepuluh tahun. Inilah keluarga yang ingin kupertahankan dengan segenap jiwa ragaku.

Saat Nea meninggal, semuanya pun hilang.

"Haris, kamu sungguh memuakkan!" Aku membanting piring di tanganku ke lantai dengan keras, pecahannya berhamburan.

Udara di sekitarku seakan telah membeku, semua orang yang menatapku tercekat dan kemudian mencoba membujukku, "Kak Mika! Bicaralah baik-baik!"

"Jangan ... menakuti anak kecil ...."

"Kak Haris sudah sangat lelah karena melakukan penyelamatan. Mari kita semua duduk dan makan?"

Aku meletakkan tas yang kubawa di depan Haris.

Stella tiba-tiba melindungi Haris dan berkata, "Mika, jangan seperti ini. Haris sudah dua hari nggak bertemu Nea, dia merindukannya, biarkan Nea datang."

"Bagaimanapun juga, Nea adalah putrinya."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status