“Mana uangnya?” dengan jutek Yaslin menadahkan tangan di depan Tarun yang baru saja pulang setelah mencari pekerjaan. Tarun sama sekali belum sempat membuka sepatu yang dikenakannya. Ia memandang heran istrinya itu, “Aku belum ada uang, Yaslin. Aku baru saja selesai Interview kerja. Doain aku biar bisa langsung keterima kerja, ya.” Wajah Yaslin langsung murung. Dia melipat kedua tangannya di depan dada dan memutar kedua bola matanya ke samping sambil membuang napas. “Gini banget sih punya suami. Gak punya penghasilan, kerjaannya Cuma makan sama tidur doang setiap hari,” ucap Yaslin sambil memalingkan wajahnya dari Tarun yang berada di hadapannya. Kemudian dia menoleh ke arah Tarun dan langsung menodong wajah, “Kamu pikir aku gak butuh makan, apa? Dari kemarin kamu bilangnya sudah habis Interview kerja terus, tapi kenapa kamu masih belum dapat panggilan juga sampai sekarang?” Tarun menarik napas, tak menyangka Yaslin akan mengatakan itu. “Kamu pikir aku enggak
“Lelaki seperti dia memang gak sebaiknya kamu maafkan. Kalau bisa, kamu ikuti saja cara berselingkuhnya untukmu balas dendam.” Riyeti berusaha menghasut Yaslin. Yaslin menoleh ke arah ibunya, lalu berucap, “bagaimana caranya, Bu?” Riyeti tersenyum lebar mendengar ucapan Yaslin. Ia langsung mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sesuatu pada Yaslin. Mereka mulai serius membahas perihal rencana untuk membalaskan dendam Yaslin. ***** “Mumpung saat ini dia sedang ada di luar, kamu nikmati saja waktu luang ini.” Riyeti tersenyum lebar begitu antusias. Yaslin mengangguk kecil. Hatinya terasa begitu berat menjalankan rencana ibunya untuk membalaskan dendam pada suaminya. Tetapi amarah dan rasa cemburunya sudah begitu memuncak. Rasa cintanya sudah dilahap oleh rasa cemburu dan rasa balas dendam. Riyeti keluar dari kamar itu, meninggalkan Yaslin sendirian. Dia pergi ke luar rumah, berharap Yaslin tidak menguping percakapannya dengan orang yang akan diteleponn
"Seharusnya aku yang tanya ke kamu! Selama ini kamu anggap aku apa?" Yaslin menatap wajah Tarun dengan tatapan tajam. Tarun tentu saja bingung mendengar pertanyaan dari Yaslin. Dia tidak mengerti apa yang Yaslin maksud. Selama ini dirinya sudah berusaha keras menjadi suami yang baik. Tapi mengapa Yaslin malah menanyakan hal seperti itu, tanyanya di dalam hati. "Cepat kamu keluar dari rumah ini! Aku gak mau melihat kamu lagi!" ucap Yaslin dengan tegas sambil merangkul David yang babak belur. Tanpa memberikan Tarun kesempatan untuk berucap, ibu mertuanya langsung menarik lengannya dan menyeretnya ke luar rumah. "Mending sekarang kamu pergi saja dari rumah ini! Saya sudah tidak sudi melihat wajahmu lagi!" ucap Riyeti dengan keras sambil mendorong Tarun ke luar rumah. Tarun benar-benar tidak menyangka ibu mertuanya akan memperlakukannya seperti itu. Mengusirnya dari rumah, padahal Yaslin yang baru saja melakukan kesalahan. Ia benar-benar tidak mengerti den
"Baik, Pak! Nanti bakal langsung saya kirim ke Bapak," jawab Ussy. Tarun menyuruh Ussy membawa kembali berkas-berkas itu. Ia juga berpesan pada Ussy untuk menyuruh OB agar segera datang ke ruangannya. Beberapa saat kemudian, pintu ruang kerja Tarun terbuka. Tarun yang sedang sibuk dengan komputernya, langsung berkata, "Tolong buatkan saya susu!" Bukannya mengiyakan perkataan Tarun, orang itu malah berdehem. Tarun yang bingung langsung menatap ke arahnya. "Ah, kamu ternyata, Zal," ucap Tarun sambil tersenyum menatap Rizal yang baru saja datang, lalu kembali fokus pada komputernya. "Apa Ussy sudah berikan berkas-berkas itu padamu?" "Sudah, emangnya kenapa kamu suruh dia kasih berkas-berkas itu ke aku?" Tarun masih fokus ke layar komputernya. Belum sempat Rizal menjawab, Tarun sudah mendahuluinya, menanyakan pegawai bernama 'David Darmawansyah' ke Rizal. "Bukannya dia salah satu orang pemasaran, ya?" jawab Rizal sambil menerka-nerka.
"Untung saja dia tidak tahu apa-apa tentang aku. Kau juga tidak memberitahukan informasi apa-apa tentang hubunganku dengan Yaslin, kan? Jangan sampai ada yang tahu tentang hubunganku dengan Yaslin!" ucap Tarun pada Rizal. Rizal mengangguk, mengkonfirmasi ucapan Tarun. ***** Dua hari setelahnya, Tarun sudah tidak pernah lagi bertemu dengan Yaslin. Dia sudah tidak pernah tahu kabar dari Yaslin setelah hari pernikahan yang benar-benar berantakan pada saat itu. Dia juga berusaha melupakan mantan istrinya itu. Walau terkadang dirinya masih terbayang-bayang kenangan bersama Yaslin. "Pagi, Pak!" sapa salah seorang karyawan sambil tersenyum saat melihat Tarun yang baru saja turun dari mobilnya. Tarun hanya mengangguk kecil dengan senyum tipis. Saat ingin masuk ke dalam gedung, dia melihat ada beberapa orang berpakaian putih hitam sedang menunggu di dekat pintu masuk. Tarun sadar orang-orang itu pasti ingin melamar kerja di perusahaannya. Dia menghampiri orang-orang it
“kalian semua ikuti saya!” Semua pelamar yang ada di sana merasa bingung dengan seruan HRD itu. Terutama Yaslin. Hatinya bertanya-tanya ke mana HRD akan membawanya dan pelamar lainnya. Mereka semua disuruh masuk ke dalam sebuah ruangan yang tidak jauh dari ruangan sebelumnya. Ruangan itu cukup luas dengan kursi-kursi tersusun rapi. Semua pelamar mulai duduk di kursi yang sudah di sediakan. Sambil duduk di kursinya, Yaslin melihat ke sana dan ke mari mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi. Terlihat HRD dan beberapa orang lainnya begitu sibuk berbisik sambil mondar-mandir ke sana ke mari. Lama menunggu, akhirnya HRD mulai berbicara, “Sebentar lagi pimpinan perusahaan ini akan masuk ke ruangan ini. Kemungkinan besar beliau ingin mengetes kemampuan kalian sesuai posisi yang kalian lamar. Jadi saya mohon untuk segera mempersiapkan diri kalian.” Jantung Yaslin mulai berdetak kencang setelah mendengar ucapan HRD itu. Dirinya mulai panik. Dia tidak tahu
Tarun berjalan meninggalkan ruangan itu diikuti Yaslin di belakangnya. Terlihat Yaslin masih bingung tentang Tarun yang tiba-tiba saja marah-marah membelanya dan mengajaknya pergi dari ruangan itu. “Yaslin, kamu sudah makan, belum? Kita ke kantin, ya?” Tarun melambatkan langkahnya sambil menatap Yaslin. Yaslin langsung menatap Tarun dengan bingung. Lalu dengan gugup dia menjawab, “Su–sudah, Pak!” “Ya sudah kamu temani saya makan, ya. Nanti sekalian kita ngobrol-ngobrol.” Yaslin semakin bingung melihat sikap Tarun pada dirinya. Mengapa Tarun begitu memedulikannya? Apa orang ini benar-benar Tarun mantan suaminya yang sudah dirinya selingkuhi, pikirnya. Di kantin, Tarun sudah mendapatkan makanannya di atas meja tempat dirinya dan Yaslin duduk setelah memesan beberapa saat yang lalu. Tarun mulai memakan makanan yang berupa telur orak-arik dengan beberapa sayuran rebus. “Kamu benar enggak mau makan? Saya bayarin, loh,” tanya Tarun setelah menyuap makanannya. Yaslin meng
David sudah tidak bisa lagi menahan emosinya. Dia langsung saja ingin mengarahkan pukulannya ke Tarun. “Eits! Sabar David, sabar!” Tarun menahan pukulan David. “Tenang, enggak usah pakai kekerasan. Lagi pula aku enggak akan merebut dia dari kamu, kok. Aku enggak suka sama wanita yang kayak dia. Apa lagi sama wanita yang kemampuannya hanya bisa menyalahkan komputer saja.” Tarun langsung saja pergi dari sana meninggalkan mereka berdua. Setelah Tarun sudah tak lagi ada di sana, David langsung menanyakan semua yang terjadi ke Yaslin dengan begitu kesalnya. “Apa-apaan ini? Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa kalian bisa ada di sini? Dan kenapa kamu bilang kalau dia itu mantan suamimu?” David benar-benar tidak habis pikir dengan semua yang terjadi. Yaslin pun menceritakan semua yang terjadi pada David. Mulai dari dirinya yang ditertawakan sampai dia yang diajak makan di kantin. “Tapi kenapa kamu sampai mengira kalau dia itu mantan suami kamu?" tanya Ta