"Baik, Pak! Nanti bakal langsung saya kirim ke Bapak," jawab Ussy.
Tarun menyuruh Ussy membawa kembali berkas-berkas itu. Ia juga berpesan pada Ussy untuk menyuruh OB agar segera datang ke ruangannya.
Beberapa saat kemudian, pintu ruang kerja Tarun terbuka. Tarun yang sedang sibuk dengan komputernya, langsung berkata, "Tolong buatkan saya susu!"
Bukannya mengiyakan perkataan Tarun, orang itu malah berdehem. Tarun yang bingung langsung menatap ke arahnya.
"Ah, kamu ternyata, Zal," ucap Tarun sambil tersenyum menatap Rizal yang baru saja datang, lalu kembali fokus pada komputernya.
"Apa Ussy sudah berikan berkas-berkas itu padamu?"
"Sudah, emangnya kenapa kamu suruh dia kasih berkas-berkas itu ke aku?" Tarun masih fokus ke layar komputernya.
Belum sempat Rizal menjawab, Tarun sudah mendahuluinya, menanyakan pegawai bernama 'David Darmawansyah' ke Rizal.
"Bukannya dia salah satu orang pemasaran, ya?" jawab Rizal sambil menerka-nerka.
Suara ketukan tiba-tiba muncul dari balik pintu. Sedetik kemudian pintu terbuka. Tarun dan Rizal bersamaan menoleh ke arah pintu.
"Permisi, Pa—""Tolong jangan sekarang, saya lagi sibuk!" potong Tarun sebelum OB yang baru saja datang menyelesaikan kalimatnya. OB itu langsung menutup kembali pintu ruangan itu. Tapi tak lama, pintu kembali terbuka.
"Saya bilang jangan ganggu dul ...rupanya kamu, Ussy," gertakan Tarun terhenti saat dia melihat kalau yang datang membuka pintu adalah Ussy.
Ussy menghampiri Tarun sambil membawa beberapa berkas. Ia meletakkan beberapa berkas di meja, dan membuka salah satunya lalu menunjukkannya pada Tarun.
"Saya hanya ingin mengantarkan ini, Pak. Ini data yang Bapak minta." Ussy mengarahkannya pada Tarun.
Tarun mengambil berkas itu dari tangan Ussy. Ia memperhatika dengan baik data-data yang bersangkutan dengan orang yang sedang ia selidiki. Kemudian ia membuka data diri dari orang terkait. Hingga Tarun benar-benar dibuat terkejut saat melihat foto orang yang bernama 'David Darmawansyah.'
"Ternyata memang dia," Tarun bergumam. Tarun menarik napas panjang, tak menyangka fakta yang ia temukan.
Saat itu juga Tarun menyuruh Ussy untuk segera pergi dari ruangannya. Ussy pun pergi dari sana sambil membawa kembali berkas-berkas yang sebelumnya ia bawa. Kecuali berkas yang Tarun pegang.
Setelahnya, Tarun mulai menceritakan tentang David ke Rizal. Ia bercerita sedari awal dirinya melihat sepatu pria berada di depan pintu rumah, sampai dirinya yang diusir dari rumah. Wajahnya mulai memerah. Sebisa mungkin Tarun menahan emosinya saat bercerita. Walau terkadang nada bicaranya tidak bisa ia kontrol.
"Kamu adalah asisten sekaligus penasehatku. Menurutmu apa yang harus aku lakukan?" tanya Tarun pada Rizal.
"Ada dua pilihan. Kalau kamu mau berdamai, kamu bisa langsung pecat si David. Tapi kalau kamu ingin balas dendam pada istrimu, kamu bisa membayar si David. Memintanya untuk mengacau dan mempermalukan istrimu di acara pernikahannya. Atau, mungkin kamu memiliki rencana lain?"
Tentu saja Tarun tidak mau memilih jalan damai. Hatinya sudah benar-benar terluka. Kejadian itu masih terbayang-bayang di pikirannya. Walau ia masih memiliki sedikit persamaan cinta pada Yaslin, tapi dendamnya lebih besar dari rasa cinta itu.
*****
Tarun keluar dari dalam mobil dengan menggunakan setelan kemeja hitam, memakai masker dan kacamata hitam. Dia bertujuan menyamar menjadi fotografer di acara pernikahan Yaslin, setelah membayar fotografer yang sebenarnya dengan sejumlah uang.
"Kau yakin?" tanya Rizal dari dalam mobil. Tarun pun mengangguk dan langsung bergegas masuk ke dalam acara pernikahan yang di gelas di kediaman rumah Yaslin. Di dalam, sudah banyak tamu undangan yang hadir. Terlihat penghulu masih menunggu pasangan pengantin. Beberapa orang mulai bertanya-tanya tentang mempelai pria yang tak kunjung datang. Terlihat juga Riyeti sedang sibuk menelepon seseorang. Wajahnya terlihat panik, tubuhnya tidak bisa diam bergerak kesana-kemari. Tapi Tarun tidak sama sekali melihat Yuslin. Tarun meletakkan tripodnya di sudut panggung akad yang tidak begitu tinggi. Ia mengeluarkan kamera dari dalam tasnya dan memasangnya pada tripod itu. Ia kemudian menghubungkan kamera itu pada ponsel miliknya. Sesekali ia melirik, memastikan tidak ada yang mencurigai dirinya."Kamu di mana, sih, David?" gumam Riyeti sambil mondar-mandir menghubungi David lewat Handphone-nya.
Lama berselang, David akhirnya datang. Dia hanya seorang diri, menggunakan setelan jas berwarna hitam. Ia datang menghampiri Riyeti dengan wajah yang sangat cemas. Riyeti yang melihatnya, langsung menghampirinya.
"David, kamu dari mana saja? Semua orang sudah menunggu. Ayo cepat!" Riyeti memegang tangan David dan mencoba menariknya ke atas panggung akad. Tapi David malah diam saja. "Bu, kita harus segera pergi dari sini!" David berbisik para Riyeti.Riyeti sangat tidak mengerti maksud David. Dia bingung mengapa David malah ingin mengajaknya pergi dari sana. Padahal akad akan segera di mulai.
Dengan sedikit memaksa, Riyeti menarik tangan David untuk segera naik ke panggung akad, tak peduli pada apa yang diucapkan David. Setelahnya Riyeti langsung masuk ke dalam rumah berniat memanggil Yaslin untuk segera keluar.
"Yaslin, kamu di mana?" Terdengar suara panggilan Riyeti dari dalam rumah.
Tarun yang mendengar Riyeti memanggil-manggil Yaslin, mulai merasa bingung. Ia melirik ke arah David yang sedang berdiri di samping penghulu. Wajahnya terlihat begitu cemas. Gelagatnya sangat aneh, seperti khawatir akan sesuatu. Tarun mulai merasakan ada yang aneh dari situasi itu."Yaslin gak ada! Dia hilang!" Seru Riyeti sambil berlari panik keluar rumah menghampiri David.
Orang-orang di sana mulai riuh, bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Tarun yang juga ada di sana malah merasa curiga dengan hal itu. Ditambah gerak gerik David yang tampak aneh.Akhirnya Tarun memberanikan diri menghampiri David. Berusaha mendapatkan informasi atas apa yang terjadi. Ia mendekat ke arah David dan mulai berbisik, "Apa yang kau lakukan?" Bukannya menjawab, David malah berteriak, menuduh Tarun yang sudah menculik Yaslin.
Orang-orang di sana semakin riuh. Semua mata tertuju pada tarun. Beberapa orang mulai menghampiri Tarun. Termasuk Riyeti yang mendekat sambil marah-marah. Karena panik, Tarun langsung lari dan pergi dari sana. Meninggalkan kamera dan perlengkapan fotografer miliknya.Tarun berlari menuju mobilnya yang masih berada di tempat yang sama seperti sebelumnya. Dia langsung masuk ke dalam mobil dengan nafas tersengal-sengal dan menyuruh Rizal untuk langsung tancap gas. Tanpa banyak tanya Rizal langsung tancap gas pergi dari tempat itu.
"Kurang ajar! Dia berkhianat!" Sergah Tarun sambil menarik masker yang dia kenakan. "Dia pasti sudah membocorkan rencana kita pada Yaslin!"
Mobil terus melaju. Tarun sesekali melihat ke arah belakang, memastikan tidak ada orang yang mengikuti mobilnya. Dia kemudian membuka ponselnya, memastikan ponselnya masih terhubung pada kamera yang ia tinggalkan.
["Tadi pagi saat aku ingin pergi ke sini, ada beberapa orang yang mencegat mobilku. Dia memberikan sejumlah uang dan memaksaku untuk mengacau di pernikahan ini,"] ucap David pada Riyeti, yang didengarkan Tarun lewat rekaman kamera dari ponselnya.
"Untung saja dia tidak tahu apa-apa tentang aku. Kau juga tidak memberitahukan informasi apa-apa tentang hubunganku dengan Yaslin, kan? Jangan sampai ada yang tahu tentang hubunganku dengan Yaslin!" ucap Tarun pada Rizal. Rizal mengangguk, mengkonfirmasi ucapan Tarun. ***** Dua hari setelahnya, Tarun sudah tidak pernah lagi bertemu dengan Yaslin. Dia sudah tidak pernah tahu kabar dari Yaslin setelah hari pernikahan yang benar-benar berantakan pada saat itu. Dia juga berusaha melupakan mantan istrinya itu. Walau terkadang dirinya masih terbayang-bayang kenangan bersama Yaslin. "Pagi, Pak!" sapa salah seorang karyawan sambil tersenyum saat melihat Tarun yang baru saja turun dari mobilnya. Tarun hanya mengangguk kecil dengan senyum tipis. Saat ingin masuk ke dalam gedung, dia melihat ada beberapa orang berpakaian putih hitam sedang menunggu di dekat pintu masuk. Tarun sadar orang-orang itu pasti ingin melamar kerja di perusahaannya. Dia menghampiri orang-orang it
“kalian semua ikuti saya!” Semua pelamar yang ada di sana merasa bingung dengan seruan HRD itu. Terutama Yaslin. Hatinya bertanya-tanya ke mana HRD akan membawanya dan pelamar lainnya. Mereka semua disuruh masuk ke dalam sebuah ruangan yang tidak jauh dari ruangan sebelumnya. Ruangan itu cukup luas dengan kursi-kursi tersusun rapi. Semua pelamar mulai duduk di kursi yang sudah di sediakan. Sambil duduk di kursinya, Yaslin melihat ke sana dan ke mari mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi. Terlihat HRD dan beberapa orang lainnya begitu sibuk berbisik sambil mondar-mandir ke sana ke mari. Lama menunggu, akhirnya HRD mulai berbicara, “Sebentar lagi pimpinan perusahaan ini akan masuk ke ruangan ini. Kemungkinan besar beliau ingin mengetes kemampuan kalian sesuai posisi yang kalian lamar. Jadi saya mohon untuk segera mempersiapkan diri kalian.” Jantung Yaslin mulai berdetak kencang setelah mendengar ucapan HRD itu. Dirinya mulai panik. Dia tidak tahu
Tarun berjalan meninggalkan ruangan itu diikuti Yaslin di belakangnya. Terlihat Yaslin masih bingung tentang Tarun yang tiba-tiba saja marah-marah membelanya dan mengajaknya pergi dari ruangan itu. “Yaslin, kamu sudah makan, belum? Kita ke kantin, ya?” Tarun melambatkan langkahnya sambil menatap Yaslin. Yaslin langsung menatap Tarun dengan bingung. Lalu dengan gugup dia menjawab, “Su–sudah, Pak!” “Ya sudah kamu temani saya makan, ya. Nanti sekalian kita ngobrol-ngobrol.” Yaslin semakin bingung melihat sikap Tarun pada dirinya. Mengapa Tarun begitu memedulikannya? Apa orang ini benar-benar Tarun mantan suaminya yang sudah dirinya selingkuhi, pikirnya. Di kantin, Tarun sudah mendapatkan makanannya di atas meja tempat dirinya dan Yaslin duduk setelah memesan beberapa saat yang lalu. Tarun mulai memakan makanan yang berupa telur orak-arik dengan beberapa sayuran rebus. “Kamu benar enggak mau makan? Saya bayarin, loh,” tanya Tarun setelah menyuap makanannya. Yaslin meng
David sudah tidak bisa lagi menahan emosinya. Dia langsung saja ingin mengarahkan pukulannya ke Tarun. “Eits! Sabar David, sabar!” Tarun menahan pukulan David. “Tenang, enggak usah pakai kekerasan. Lagi pula aku enggak akan merebut dia dari kamu, kok. Aku enggak suka sama wanita yang kayak dia. Apa lagi sama wanita yang kemampuannya hanya bisa menyalahkan komputer saja.” Tarun langsung saja pergi dari sana meninggalkan mereka berdua. Setelah Tarun sudah tak lagi ada di sana, David langsung menanyakan semua yang terjadi ke Yaslin dengan begitu kesalnya. “Apa-apaan ini? Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa kalian bisa ada di sini? Dan kenapa kamu bilang kalau dia itu mantan suamimu?” David benar-benar tidak habis pikir dengan semua yang terjadi. Yaslin pun menceritakan semua yang terjadi pada David. Mulai dari dirinya yang ditertawakan sampai dia yang diajak makan di kantin. “Tapi kenapa kamu sampai mengira kalau dia itu mantan suami kamu?" tanya Ta
“Ternyata benar dugaanku. Pasti dia memang Tarun mantan suamiku,” gumam Yaslin yang sedang berada di rumah sakit setelah membaca pesan dari David. Tak lama, datang seorang suster menghampiri Yaslin yang sedang terbaring. Dia membawa nampan berisi obat dan segelas air putih. “Obatnya langsung di minum ya, Kak. Nanti sore kakak sudah bisa langsung pulang,” ucap suster itu sambil meletakkan nampan yang dibawanya di atas meja. Yaslin mengangguk. Suster itu kemudian pergi dari sana meninggalkan Yaslin. Yaslin langsung saja mengambil obatnya yang terletak di atas meja, lalu meminumnya. Sesaat setelahnya, rasa kantuk langsung menyerangnya dan membuatnya tertidur. ***** “Ussy, tolong kabari yang lain kalau besok pagi akan ada pertemuan besar-besaran di halaman gedung sebelum masuk ke kantor,” ucap Tarun yang terlihat begitu tergesa-gesa sambil membawa jasnya yang diletakkan di pundaknya. Ussy mengangguk. Tarun langsung saja pergi dari sana menuju Lift.
Yaslin merasa sangat aneh mendengar ucapan suster itu. Seingatnya, dirinya sudah diperbolehkan pulang sore itu oleh suster yang sebelumnya mengantarkan obat untuknya. "Bukannya saya sudah diperbolehkan pulang ya, Sus?" tanya Yaslin penuh kebingungan. Suster itu terlihat kebingungan mendengar ucapan Yaslin. Dia memperlihatkan gelagat yang aneh seakan xx berkata apa. Sambil mengucek matanya, Yaslin semakin bingung melihat gelagat aneh suster itu. "Pokoknya sekarang kakak langsung kembali saja ke kamar. Nanti dokter akan datang ke sini untuk memberikan kakak obat. Mungkin setelah itu kakak bisa langsung pulang." Suster itu kemudian mengantar Yaslin ke kamar rawatnya. Saat sedang menuju kamar, Riyeti tiba-tiba saja datang menghampiri Yaslin. Dengan wajah cemas dia berlari menuju Yaslin. "Loh, kamu habis dari mana? Kok sampai dipapah begini?" tanya Riyeti dengan begitu paniknya. "Enggak apa-apa, kok, Bu. Tadi aku habis dari toilet," jawab Yaslin. Ri
Yaslin akhirnya menelan obat yang dimasukkan paksa oleh pria berseragam dokter itu. Tak lama, matanya mulai kembali berkunang-kunang. Penglihatannya semakin lama semakin memudar. Saat itu, pria berseragam dokter itu mulai melepaskan cengkeramannya. Yaslin melihat pria itu mulai membuka baju di depannya sambil tersenyum lebar. Dia berusaha keras untuk tetap tersadar. Tapi pengaruh obat itu membuatnya semakin lama semakin tidak berdaya. ***** David berlari menyusuri lorong rumah sakit untuk segera menjemput Yaslin. Saat sudah hampir sampai, dirinya menemui Riyeti. Dia langsung saja menghampirinya dan menanyakan Yaslin padanya. “Yaslin masih di dalam. Tadi kata dokter ibu harus keluar biar enggak ketularan alerginya,” ucap Riyeti menjawab pertanyaan Tarun. “Apa? Menular? Sejak kapan alergi menular?” David benar-benar terkejut mendengar ucapan Riyeti. Firasatnya semakin buruk. Dia langsung saja bergegas menuju ruangan Yaslin meninggalkan Riyeti. Riyeti yang bing
12. "Tarun!" panggil Rizal sambil berlari menghampiri Tarun. Dirinya terlihat begitu compang-camping dengan jas lusuh dan rambut acak-acakan. "Bagaimana? Belum mulai kan? Maaf aku telat," sambungnya. Tarun memperhatikan Rizal dari kepala hingga kaki. Dia yang melihat tampilan Rizal yang acak-acakan, merasa bingung. "Kamu dari mana saja, sih? Dari tadi aku sudah menunggumu. Bahkan sampai pertemuannya sudah mau selesai kamu masih belum juga sampai. Dan sekarang, kau baru sampai saat aku sudah ingin pulang dengan tampilan yang acak-acakan seperti ini." Tarun kesal d nahn Rizal. Dia tak pikir panjang untuk memarahi Rizal. Mendengar pertanyaan Tarun, Rizal langsung menunjukkan gelagat yang aneh. Dia terlihat bingung seolah tak tahu apa yang harus dia katakan. "I–itu, ta–tadi aku, a–aku kejebak macet." Rizal seperti sedang berusaha menutup-nutupi sesuatu. Tarun yang melihat gelagatnya yang begitu aneh, menjadi curiga pada Rizal. Tampilanmu acak-acakan, g