Share

BAB 5. Pertemuan

     "Untung saja dia tidak tahu apa-apa tentang aku. Kau juga tidak memberitahukan informasi apa-apa tentang hubunganku dengan Yaslin, kan? Jangan sampai ada yang tahu tentang hubunganku dengan Yaslin!" ucap Tarun pada Rizal. Rizal mengangguk, mengkonfirmasi ucapan Tarun.

     *****

     Dua hari setelahnya, Tarun sudah tidak pernah lagi bertemu dengan Yaslin. Dia sudah tidak pernah tahu kabar dari Yaslin setelah hari pernikahan yang benar-benar berantakan pada saat itu. Dia juga berusaha melupakan mantan istrinya itu. Walau terkadang dirinya masih terbayang-bayang kenangan bersama Yaslin.

     "Pagi, Pak!" sapa salah seorang karyawan sambil tersenyum saat melihat Tarun yang baru saja turun dari mobilnya. Tarun hanya mengangguk kecil dengan senyum tipis.

     Saat ingin masuk ke dalam gedung, dia melihat ada beberapa orang berpakaian putih hitam sedang menunggu di dekat pintu masuk. Tarun sadar orang-orang itu pasti ingin melamar kerja di perusahaannya. Dia menghampiri orang-orang itu sambil menenteng tas hitam miliknya. 

     "HRD-nya masih belum datang?" tanya Tarun pada orang-orang itu. Mereka pun mengiyakannya.

     Tak lama, datang seorang wanita yang juga berpakaian putih hitam, bergesa-gesa menghampiri Tarun sambil mengeluarkan map yang berisi lamarannya. 

     "Aduh, maaf banget, ya, Pak! Tadi macet banget. Jadi saya agak telat datangnya," ucap wanita itu yang masih sibuk mengeluarkan map lamarannya, tanpa melihat wajah Tarun. 

     Tarun terpaku diam. Merasa dia pernah mendengar suara wanita itu. Suara yang tidak asing baginya. Hingga wanita itu mengangkat kepalanya, menatap Tarun. Mereka berdua langsung terdiam, menatap satu sama lain. 

     "Tarun!" ucap wanita itu, yang ternyata adalah Yaslin. Dirinya begitu terkejut melihat Tarun yang berada di depan matanya. Tak terkecuali Tarun. Dia juga terkejut melihat Yaslin. Seolah tak percaya dengan apa yang di lihatnya. Mereka berdua terpaku saling menatap. Hingga datang seorang pria memecah keheningan di antara mereka.

     "Sayang, bukan dia HRD-nya!" bisik pria itu pada Yaslin. Dia kemudian menatap Tarun dan menyapa, "Pagi, Pak! Maaf tadi istri saya ngira kalau bapak HRD-nya."

     Turun kembali dikejutkan ketika dirinya melihat wajah pria itu. David? Istrinya? Mereka sudah benar-benar menikah! Tarun berusaha menyadarkan dirinya agar tetap bersikap normal. Tapi Yaslin malah sebaliknya. Wajahnya terlihat begitu keheranan dengan semua yang terjadi. 

     "Dia—"

     "Saya Tarun Odi Darmawan. Petinggi perusahaan ini," ucap Tarun memotong ucapan Yaslin. 

     Tentu Yaslin semakin bingung. Kedua alisnya saling bertemu, mulutnya terbuka separuh. Dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Di hadapannya ada mantan suaminya yang setahunya adalah seorang pengangguran. Tapi tampilannya begitu rapih, seolah orang yang dilihatnya adalah orang yang berbeda. 

     "Ya sudah, saya masuk dulu, ya." Tarun—berusaha bersikap normal—meninggalkan mereka berdua dan bergegas masuk ke dalam gedung. 

     Di dalam ruang kerjanya, Tampak Tarun sedang mondar-mandir sambil menggigit ujung jempolnya. Dirinya masih memikirkan kejadian sebelumnya. 

     "Kenapa, Run? Kok gelisah banget?" tanya Rizal yang juga berada di sana. 

     "Zal, kamu pasti gak bakal percaya sama apa yang baru saja aku lihat," ucap Tarun dengan penuh keseriusan menatap Rizal. 

     "Apaan memangnya yang kamu lihat?" 

     "Yaslin! Aku ketemu dia di bawah."

     Rizal yang tengah duduk menyimak ucapan Tarun, seketika terperanjat. Terkejut dengan apa yang di dengarnya. "Yaslin? Yang benar, kamu?"

     "Serius, Zal! Tadi dia ada di depan pintu masuk. Kayaknya sih mau melamar kerja di sini," ucap Tarun sambil menyender ke meja kerjanya. 

     "Ya bagus, dong!" Rizal tersenyum. Tarun langsung menoleh ke arahnya, membingungkan apa yang dimaksud Rizal. Rizal kemudian mengatakan, "kan kamu mau balas dendam ke Yaslin. Sekarang jadi gampang, kan? Dia muncul sendiri ke hadapanmu."

     Tarun menunduk, mencoba mencerna perkataan Rizal. Setelah dipikir-pikir lagi, perkataan Rizal ada benarnya juga. Tarun bisa membalaskan dendamnya tanpa perlu mencari keberadaan Yaslin. Yaslin sendirilah yang datang menemuinya. Permainan ini akan menjadi semakin mudah, pikirnya. 

     Di ruang tunggu Interview, Yaslin duduk di kursi, menunggu gilirannya di panggil. Tapi dia masih saja sibuk memikirkan perjumpaannya dengan Tarun. Dia masih belum bisa mencerna semua itu. Rasanya seperti mimpi yang tidak nyata, pikirnya. 

     "Tarun Odi Darmawan? Mengapa wajahnya mirip sekali dengan Tarun mantan suamiku? Tarun Prasetya," gumam Yaslin sambil mengulung-gulung ujung map lamarannya. "Apa dia satu orang yang sama?"

     "Mbak, namanya Yaslin?" bisik seseorang di sampingnya sambil menyenggol-nyenggol tubuh Yaslin dengan sikutnya. 

     Lamunan Yaslin langsung terpecah. Dia langsung menoleh ke arah orang yang menyenggolnya dan menanyakan apa yang baru saja orang itu katakan. 

     "Nama Mbak Yaslin, bukan? Soalnya dari tadi HRD lagi manggil-manggil yang namanya Yaslin," orang itu menjawab dengan jutek. 

     Yaslin tersadar, mendengar suara seseorang dari speaker yang sedang memanggil-manggil namanya. Dia langsung beranjak dari duduknya dan bergegas pergi ke ruangan Interview. 

     "Dari mana saja kamu?" tanya HRD dengan jutek sambil sibuk menaruh beberapa berkas yang dia pegang ke atas meja. 

     "Maaf, Bu. Tadi saya abis dari toilet," jawab Yaslin sambil duduk di kursi depan meja HRD. Dia beralasan agar tidak dimarahi.

     Wajah HRD itu semakin jutek. Dia memutar bola matanya sambil membuang napas setelah mendengar alasan Yaslin. 

     "Coba saya lihat lamarannya." HRD itu mengulurkan tangannya, meminta map berisi lamaran kerja yang dipegang Yaslin. Tanpa ragu Yaslin langsung memberikannya. "Ok, sekarang jelaskan tentang diri kamu," lanjut HRD sambil melihat-lihat isi lamaran Yaslin.

     "Nama saya Yaslin, saya lulusan SMK jurusan teknik komputer, saya memiliki pengalaman sebagai buruh pabrik," ucap Yaslin.

     HRD yang sedang membaca lamaran miliknya seketika langsung meliriknya. Dia menarik napas, menghadap Yaslin sambil melipat bibirnya ke dalam. 

     "Memangnya kamu mau melamar sebagai apa di perusahaan ini?" tanya HRD sambil menatap Yaslin dengan sangat serius. 

     "Saya mau melamar sebagai Sales Manager, Bu."

     "Hah?" HRD dengan spontan melongo mendengar ucapan Yaslin. 

     "Saya istrinya pak David, Bu," ucap Yaslin. Dia berharap dengan mengatakan itu dirinya akan segera di terima bekerja. 

     HRD itu menghela napas. Memasukkan kembali berkas-berkas lamaran kerja Yaslin ke dalam map, lalu memberikannya kembali pada Yaslin. 

     "Begini, ya, Yaslin. Saya tidak peduli kamu—" Belum selesai berucap, tiba-tiba saja ada yang datang dan menghampiri HRD itu. Berbisik di kuping si HRD dengan telapak tangan menutupi mulutnya agar tidak dilihat Yaslin. Setelahnya orang itu langsung bergegas pergi.

     "Baiklah, kamu ikuti saya!" HRD itu beranjak dari kursinya dan keluar dari ruangan itu. Disusul Yaslin yang mengikutinya dari belakang. Yaslin jelas bingung. Apakah dirinya ingin segera dipekerjakan di perusahaan itu, atau malah akan diusir, pikirnya. 

     HRD itu berdiri di antara kerumunan pelamar yang lain. Menginformasikan ke semua pelamar kerja agar segera menuju ke ruangan yang berada tidak jauh dari sana. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status