12. "Tarun!" panggil Rizal sambil berlari menghampiri Tarun. Dirinya terlihat begitu compang-camping dengan jas lusuh dan rambut acak-acakan. "Bagaimana? Belum mulai kan? Maaf aku telat," sambungnya. Tarun memperhatikan Rizal dari kepala hingga kaki. Dia yang melihat tampilan Rizal yang acak-acakan, merasa bingung. "Kamu dari mana saja, sih? Dari tadi aku sudah menunggumu. Bahkan sampai pertemuannya sudah mau selesai kamu masih belum juga sampai. Dan sekarang, kau baru sampai saat aku sudah ingin pulang dengan tampilan yang acak-acakan seperti ini." Tarun kesal d nahn Rizal. Dia tak pikir panjang untuk memarahi Rizal. Mendengar pertanyaan Tarun, Rizal langsung menunjukkan gelagat yang aneh. Dia terlihat bingung seolah tak tahu apa yang harus dia katakan. "I–itu, ta–tadi aku, a–aku kejebak macet." Rizal seperti sedang berusaha menutup-nutupi sesuatu. Tarun yang melihat gelagatnya yang begitu aneh, menjadi curiga pada Rizal. Tampilanmu acak-acakan, g
Tarun tersadar dari pingsannya. Dia membuka matanya perlahan, sambil memegangi kepalanya yang masih terasa begitu sakit. Tapi dirinya malah mendapati perban yang sudah terikat di kepalanya. Tarun melihat sekitar. Dia sadar kalau dirinya sudah ada di ruang rawat rumah sakit. Dia mencoba bangun untuk duduk sambil meringis kesakitan. Sayangnya tubuhnya begitu lemah yang membuatnya terbanting kembali ke ranjang rumah sakit yang ditempatinya. Tubuhnya makin terasa sakit dan membuatnya meringis kesakitan. Di saat yang bersamaan, seorang suster datang dan terkejut melihat Tarun yang sedang meringis kesakitan. Dengan panik, dia langsung bergegas menghampiri Tarun. “Bapak jangan terlalu banyak bergerak dulu. Kondisi bapak masih belum membaik,” ucap suster itu. “Kenapa saya bisa ada di sini, Sus?” tanya Tarun dengan lemah sambil meringis kesakitan. “Seseorang melihat mobil bapak yang kecelakaan. Dan dia menemukan bapak yang sudah bercucuran darah tak sadarka
Rizal terdiam, tak tahu mau menjawab apa. Dia baru teringat kalau dirinya tidak pernah berbicara dengan David sebelumnya. Dia langsung salah tingkah, tak tahu mau bilang apa. David yang melihat gelagatnya yang mencurigakan, tersenyum tipis. Dari awal dirinya sudah yakin kalau Rizal pasti terlibat dalam rencana Tarun. Tarun yang menyadari situasi itu, langsung berusaha mengalihkan pembicaraan. “David, kamu sudah tahu tentang demo di kantor?” “Demo? Demo apa?” jawab David bingung. Dia tidak tahu sama sekali tentang demo yang dibicarakan Tarun. Belum sempat Tarun menjelaskan, tiba-tiba saja ponsel David berdering. Dia langsung saja mengambil ponselnya dan melihat panggilan suara dari Yaslin. “Saya izin pamit dulu ya, Pak. Sekalian pergi ke kantor,” ucap David dan langsung saja pergi dari sana meninggalkan Tarun dan Rizal. Setelah David pergi dari sana, Rizal langsung saja mengatakan pada Tarun tentang kecurigaannya pada David. Dia mengatakan kala
Sontak Tarun terkejut mendengar fakta yang diberitahukan oleh Rizal. Tarun benar-benar tidak menyangka akan ada seseorang yang melakukan hal itu. Tak terkecuali David. Dia juga terkejut mendengar fakta itu. “Apa jangan-jangan dalangnya adalah kompetitor perusahaan?” tebak David. “Benar juga. Pasti ini semua ulah pesaing bisnis. Bisa-bisanya mereka bermain curang seperti ini.” Tarun benar-benar marah. Ekspresinya langsung berubah seketika. Tangannya mengepal dengan kencangnya. Di sisi lain, Rizal malah mencurigai kalau David adalah dalang di balik semua kekacauan ini. Karena dia merasa David pasti sudah mengetahui rencana Tarun. Tak lama, Ussy datang menghampiri Tarun. Dia menanyakan mengenai perkumpulan para pegawai yang akan dilaksanakan. “Dalam keadaan seperti ini, sepertinya perkumpulannya harus ditunda. Mungkin besok,” jawab Tarun. Setelah mendapatkan konfirmasi dari Tarun, Ussy langsung bergegas pergi. Mendengar hal itu, tiba-tiba terbesit
“Mana uangnya?” dengan jutek Yaslin menadahkan tangan di depan Tarun yang baru saja pulang setelah mencari pekerjaan. Tarun sama sekali belum sempat membuka sepatu yang dikenakannya. Ia memandang heran istrinya itu, “Aku belum ada uang, Yaslin. Aku baru saja selesai Interview kerja. Doain aku biar bisa langsung keterima kerja, ya.” Wajah Yaslin langsung murung. Dia melipat kedua tangannya di depan dada dan memutar kedua bola matanya ke samping sambil membuang napas. “Gini banget sih punya suami. Gak punya penghasilan, kerjaannya Cuma makan sama tidur doang setiap hari,” ucap Yaslin sambil memalingkan wajahnya dari Tarun yang berada di hadapannya. Kemudian dia menoleh ke arah Tarun dan langsung menodong wajah, “Kamu pikir aku gak butuh makan, apa? Dari kemarin kamu bilangnya sudah habis Interview kerja terus, tapi kenapa kamu masih belum dapat panggilan juga sampai sekarang?” Tarun menarik napas, tak menyangka Yaslin akan mengatakan itu. “Kamu pikir aku enggak
“Lelaki seperti dia memang gak sebaiknya kamu maafkan. Kalau bisa, kamu ikuti saja cara berselingkuhnya untukmu balas dendam.” Riyeti berusaha menghasut Yaslin. Yaslin menoleh ke arah ibunya, lalu berucap, “bagaimana caranya, Bu?” Riyeti tersenyum lebar mendengar ucapan Yaslin. Ia langsung mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sesuatu pada Yaslin. Mereka mulai serius membahas perihal rencana untuk membalaskan dendam Yaslin. ***** “Mumpung saat ini dia sedang ada di luar, kamu nikmati saja waktu luang ini.” Riyeti tersenyum lebar begitu antusias. Yaslin mengangguk kecil. Hatinya terasa begitu berat menjalankan rencana ibunya untuk membalaskan dendam pada suaminya. Tetapi amarah dan rasa cemburunya sudah begitu memuncak. Rasa cintanya sudah dilahap oleh rasa cemburu dan rasa balas dendam. Riyeti keluar dari kamar itu, meninggalkan Yaslin sendirian. Dia pergi ke luar rumah, berharap Yaslin tidak menguping percakapannya dengan orang yang akan diteleponn
"Seharusnya aku yang tanya ke kamu! Selama ini kamu anggap aku apa?" Yaslin menatap wajah Tarun dengan tatapan tajam. Tarun tentu saja bingung mendengar pertanyaan dari Yaslin. Dia tidak mengerti apa yang Yaslin maksud. Selama ini dirinya sudah berusaha keras menjadi suami yang baik. Tapi mengapa Yaslin malah menanyakan hal seperti itu, tanyanya di dalam hati. "Cepat kamu keluar dari rumah ini! Aku gak mau melihat kamu lagi!" ucap Yaslin dengan tegas sambil merangkul David yang babak belur. Tanpa memberikan Tarun kesempatan untuk berucap, ibu mertuanya langsung menarik lengannya dan menyeretnya ke luar rumah. "Mending sekarang kamu pergi saja dari rumah ini! Saya sudah tidak sudi melihat wajahmu lagi!" ucap Riyeti dengan keras sambil mendorong Tarun ke luar rumah. Tarun benar-benar tidak menyangka ibu mertuanya akan memperlakukannya seperti itu. Mengusirnya dari rumah, padahal Yaslin yang baru saja melakukan kesalahan. Ia benar-benar tidak mengerti den
"Baik, Pak! Nanti bakal langsung saya kirim ke Bapak," jawab Ussy. Tarun menyuruh Ussy membawa kembali berkas-berkas itu. Ia juga berpesan pada Ussy untuk menyuruh OB agar segera datang ke ruangannya. Beberapa saat kemudian, pintu ruang kerja Tarun terbuka. Tarun yang sedang sibuk dengan komputernya, langsung berkata, "Tolong buatkan saya susu!" Bukannya mengiyakan perkataan Tarun, orang itu malah berdehem. Tarun yang bingung langsung menatap ke arahnya. "Ah, kamu ternyata, Zal," ucap Tarun sambil tersenyum menatap Rizal yang baru saja datang, lalu kembali fokus pada komputernya. "Apa Ussy sudah berikan berkas-berkas itu padamu?" "Sudah, emangnya kenapa kamu suruh dia kasih berkas-berkas itu ke aku?" Tarun masih fokus ke layar komputernya. Belum sempat Rizal menjawab, Tarun sudah mendahuluinya, menanyakan pegawai bernama 'David Darmawansyah' ke Rizal. "Bukannya dia salah satu orang pemasaran, ya?" jawab Rizal sambil menerka-nerka.