Aku menggeleng."Nggak.""Aku yang punya penyakit mental seperti ini nggak cocok jadi polisi. Bisa-bisa sedetik kemudian, malah aku yang membunuh orang.""Teman ayahku benar, jalan hidupku masih panjang.""Aku mau hidup dengan baik supaya ayahku nggak mengkhawatirkanku."Aku menyentuh ujung hidungku yang terasa pedih.Kemudian aku memandang ke kejauhan.Mungkin aku memang harus melihat jauh demi masa depan.Aku dan Gilbert berdiri di bawah matahari terbenam.Kami berdiri diam untuk waktu yang lama, lalu tiba-tiba aku tersenyum.Aku baru berumur 18 tahun, kehidupanku baru dimulai.Ayah, percayalah padaku.Aku pasti akan jadi orang hebat.TambahanSudah tak terhitung berapa kali ayahku dan aku bertengkar bulan ini.Sejak dia menjadi polisi, dia sering lupa menjemputku dari sekolah.Aku sering sampai hampir tertidur di sekolah karena menunggunya.Nah, ini dia ayahku baru datang.Hari ini adalah hari ulang tahunku, tapi aku menunggu sepanjang malam dan ayahku malah datang sambil mengganden
Sebagai perayaan aku menjadi anak mereka, kami pun mengadakan perjamuan yang meriah.Bu Cindy, yang kemarin masih memelukku dalam kondisi terpuruk, kini malah mengizinkanku dibawa pergi oleh orang-orang yang dulu menindasku.Di taman belakang, salah seorang gadis kaya mencubit daguku dan mencibir."Cih, kamu pikir sekarang kamu benar-benar jadi putri orang kaya?""Coba hitung saja sendiri berapa banyak gadis yang Keluarga Camari akui sebagai putri hilang yang sudah ditemukan?"Aku mengatupkan bibirku rapat-rapat, diam membisu.Mungkin karena melihat tingkahku yang seperti seorang pengecut, gadis itu mengeluarkan sebuah botol dari belakang punggungnya.Dia mengguncang botol itu sambil berkata, "Janice, mau coba mainan baruku nggak?"Di label botol itu tertulis 'Asam Sulfat'.Gadis itu menyunggingkan senyum angkuh dan berkata dengan nada provokatif."Oke, kita lihat apa malam ini kamu bisa keluar hidup-hidup dari vila ini."Pernyataanku ini sontak langsung membuat gadis itu murka.Dia me
Mereka malah mengurungku di ruang bawah tanah vila yang tersembunyi.Satu per satu obat pun disuntikkan ke tubuhku.Ketika Bu Cindy melihatku kejang-kejang, dia mulai bertepuk tangan dengan penuh semangat.Terkadang, dia bahkan mengabadikan kondisiku yang menyedihkan dengan memfotoku.Pak Willy yang tiap kali bertugas menyuntikku, dari awal sampai sekarang tetap diam.Padahal jelas-jelas dialah orang terkaya paling tersohor di Kota Silo, namun dia tampak sangat pendiam dan tidak berkutik di depan Bu Cindy.Seolah dia takut membuat Bu Cindy marah jika dia tidak berhati-hati.Menurutku, otak kejahatan semua hal ini pastilah Bu Cindy.Hari ini, akhirnya aku bisa bangun.Bu Cindy membawaku keluar dari ruang bawah tanah dengan cemas dan meminta para pelayan untuk memandikan dan mendandaniku.Tubuhku gemetaran, aku tidak berani menatapnya. Para pelayan di sampingku pun tercengang ketakutan."Lakukan saja tugas kalian, kalau nggak, kalian akan kujadikan makanan anjing!"Ini bukan pertama kali
Aku menatap tumpukan informasi itu.Memang ada beberapa hal yang harus kita buat perhitungan sejelas-jelasnya.Gilbert dan aku bertemu secara kebetulan.Pada saat itulah dia menyadari bahwa tujuan kami sama, jadi dia mengambil alih kendali setelahnya.Sedangkan tugasku adalah membuat mangsa menggigit umpan.Untungnya, kemampuanku yang tidak bisa merasakan sakit adalah nilai tambah yang besar. Kalau tidak, mana mungkin Bu Cindy mau melirikku?Setibanya di apartemen Gilbert, dia memproyeksikan semua aset Keluarga Camari di dinding."Ini adalah mitra mereka, beberapa hari lagi akan ada pesta amal.""Bu Cindy yang mengatur semua ini. Kamu tahu 'kan harus ngapain?"Aku menatap Gilbert sambil tersenyum dan berkata dengan dingin."Kamu nggak perlu ngasih tahu aku harus apa, aku sudah tahu.""Ingat, jangan sampai tertangkap dan jangan bertindak tanpa izinku.""Kalau nggak, kamu tanggung sendiri akibatnya!"Setelah aku selesai bicara, aku langsung naik ke lantai atas sambil membawa tumpukan inf
Segera setelah aku selesai berbicara, tatapan kejam Bu Cindy tertuju padaku.Dia mendelik padaku.Bu Cindy mengatur kembali ekspresinya untuk menjelaskan perkara Melisha, lalu mulai berpidato dengan penuh semangat dan berapi-api.Dengan begitu, perkara ini dianggap selesai.Semua orang merasa saat ini Melisha sedang cari gara-gara.Namun Gilbert yang duduk di sebelahku tidak berpikir demikian.Saat melihat Gilbert yang hendak bangkit berdiri, aku pun langsung meraih pergelangan tangannya dan berkata dengan dingin."Belum waktunya, jangan gegabah.""Kalau mau tahu faktanya, kamu harus belajar bersabar."Setelah itu, aku tersenyum sambil menatap Bu Cindy yang berjalan menuruni panggung."Pak Gilbert, aduh maaf ya ada sedikit gangguan tadi. Apa malam ini Janice boleh menemaniku?"Bu Cindy terlihat sangat lelah.Pak Willy langsung berdiri dan memeluk pinggang Bu Cindy, kemudian dia menatapku dan mengernyit."Ngapain bengong? Mau menggoda istriku?"Gilbert menatap Pak Willy dengan heran.Ak
Melihat Bu Cindy terkejut, perlahan aku bangkit berdiri.Baru kemudian aku bisa melihat dengan jelas, orang yang dikelilingi kabut adalah Melisha, yang kulihat di pesta amal kemarin.Tapi wajahnya penuh bekas luka."Kamu takut? "Entah sejak kapan Bu Cindy mendekat ke telingaku dan berbisik.Aku tersenyum dan berkata, "Sekarang kamu mau mengubahku jadi seperti itu?"Bu Cindy menatapku seperti seorang maniak."Ya nggak lah! Meski kamu menyebalkan, wajahmu ini sangat cantik.""Jadi, aku mau punya wajah ini ...."Aku bergidik.Apa ini tujuan Bu Cindy? Tapi buat apa dia ingin kulit manusia?Tepat saat aku sedang melamun ....Bu Cindy merobek kulit pipi kanannya, memperlihatkan bekas luka yang mengerikan."Sudah selama bertahun-tahun ini, kupikir aku nggak bisa menemukan orang yang tepat.""Aku nggak nyangka kamu sendiri yang mendatangiku. Padahal awalnya aku mau kamu bisa lebih lama menikmati hidup sebagai putri anak orang kaya.""Sayang, kamu terlalu pembangkang. Jadi, aku harus memajukan
Sejak saat itu, Pak Willy merasa sangat bersalah terhadap Bu Cindy.Bu Cindy menjadi semakin sulit untuk dikontrol, bahkan Pak Willy akan memperingatkan para gadis yang bersosialisasi dengannya.Seiring berjalannya waktu, Bu Cindy merasa Pak Willy menjadi seperti ini karena wajahnya cacat.Lalu, dia membuat cerita tentang putrinya yang menghilang untuk bisa merekrut para gadis.Karena entah darimana Bu Cindy mendengar teknik pengobatan menggunakan kulit para gadis.Meski Bu Cindy bersikeras melakukan hal ini, Pak Willy tetap berdiri di sisinya.Bu Cindy menangis tersedu-sedu sambil menceritakan kesusahan hatinya.Aku tersenyum saat melihat bekas luka yang tidak basah oleh air mata di wajahnya.Lalu, aku mencibir, "Harusnya kamu ceritain hal ini pada semua gadis yang menghilang."Tangan Bu Cindy yang sedang menyeka air matanya pun berhenti bergerak.Dia tersenyum dan berkata, "Aku cuma mau melampiaskan emosiku, apa aku salah?"Aku menggeleng, "Kamu nggak salah, tapi Pak Willy 'kan sudah
"Aku juga akan memberi kalian uang yang banyak, atau kalian mau asetku? Aku akan kasih semuanya.""Asal kamu melepaskannya, aku akan memberikan semua yang kamu inginkan."Pak Willy menatapku dengan sangat memelas.Gilbert menatap lurus ke arahku, seolah ingin melihat keputusan apa yang akan kupilih.Aku menatap Bu Cindy yang wajahnya masih ditekan di lantai panggung oleh Gilbert, dia mengangkat wajahnya yang berlumuran darah dan tertawa terbahak-bahak."Kamu akan memberikan semua yang aku mau?"Aku menatap Pak Willy yang sedang berlutut.Dia buru-buru mengangguk, takut aku berubah pikiran."Oke, kalau begitu aku mau nyawamu!"Setelah berkata demikian, aku meraih kerah bajunya dan membawanya ke hadapan jasad Melisha.Gilbert tidak menyangka kalau aku akan segila itu, tatapannya terlihat begitu terkejut.Saat ini, Bu Cindy meronta.Tapi Gilbert langsung mendorongnya kuat-kuat ke atas lantai panggung."Janice! Sebenarnya mau apa kamu!""Gilbert melakukannya demi Melisha, tapi kamu? Demi s