Share

Bab 2

Mereka malah mengurungku di ruang bawah tanah vila yang tersembunyi.

Satu per satu obat pun disuntikkan ke tubuhku.

Ketika Bu Cindy melihatku kejang-kejang, dia mulai bertepuk tangan dengan penuh semangat.

Terkadang, dia bahkan mengabadikan kondisiku yang menyedihkan dengan memfotoku.

Pak Willy yang tiap kali bertugas menyuntikku, dari awal sampai sekarang tetap diam.

Padahal jelas-jelas dialah orang terkaya paling tersohor di Kota Silo, namun dia tampak sangat pendiam dan tidak berkutik di depan Bu Cindy.

Seolah dia takut membuat Bu Cindy marah jika dia tidak berhati-hati.

Menurutku, otak kejahatan semua hal ini pastilah Bu Cindy.

Hari ini, akhirnya aku bisa bangun.

Bu Cindy membawaku keluar dari ruang bawah tanah dengan cemas dan meminta para pelayan untuk memandikan dan mendandaniku.

Tubuhku gemetaran, aku tidak berani menatapnya. Para pelayan di sampingku pun tercengang ketakutan.

"Lakukan saja tugas kalian, kalau nggak, kalian akan kujadikan makanan anjing!"

Ini bukan pertama kalinya Bu Cindy memperlakukan mereka seperti ini.

Bagaimanapun, gelar Bu Cindy sebagai seorang dermawan hebat hanya layak menyandang namanya di mata orang luar.

Seluruh penghuni vila tahu iblis macam apa dia.

Bu Cindy menyisir rambutku sambil memperingatkan.

"Nanti kamu akan ketemu tamu yang sangat penting, kamu tahu 'kan harus ngapain?"

"Kalau kamu nakal, nanti hukumannya nggak cuma sebatas ini."

"Janice yang pintar, aku tahu kamu pasti akan melakukannya dengan baik."

Suara Bu Cindy sangat lembut, namun nada bicaranya penuh ancaman.

Menurutku tamu yang akan datang nanti pasti memang sangat penting.

Saat aku melihat seorang pria yang duduk di ruang tamu, aku pun paham.

Gilbert Sambada, seorang pemain baru di bidang sains dan teknologi Kota Silo memang mitra yang ingin direkrut semua orang.

Aku menatap Bu Cindy di sebelahku yang terlihat gugup.

Aku tersenyum.

Ibu sayang, sekarang permainan kita dimulai.

"Ah Pak Gilbert, maaf ya menunggu. Anak gadis kalau dandan memang lama."

Bu Cindy membungkuk sopan sambil tersenyum.

Pak Willy sudah duduk di sofa, dia menuangkan teh tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Sepertinya dia tidak punya niat terlibat dalam masalah sepele ini.

Aku menundukkan kepalaku dan tetap diam, tetapi tiba-tiba Gilbert.

Dia berjalan menghampiriku dan mengangkat daguku.

Dia menatapku sebentar, lalu berujar sambil tersenyum, "Nyonya Cindy, apa Janice sudah punya pacar?"

Seketika, seluruh ruang tamu sunyi senyap.

Tidak ada yang menyangka Gilbert akan tiba-tiba menyerang seperti ini.

Wajahku seketika memerah saat menatap pria itu, lalu aku menoleh pada Bu Cindy dengan malu-malu.

Wajah Bu Cindy terlihat muram, namun dia masih memasang senyum.

"Pak Gilbert jangan bercanda, tahun ini Janice baru saja genap umurnya."

Sorotan mata Gilbert jadi lebih tajam, lalu dia berkata sambil tersenyum.

"Bagus dong. Begini saja, izinkan Janice menemaniku beberapa hari, dengan begitu aku akan menanggung semua investasi dalam proyek perusahaan kalian."

Setelah ucapan itu terlontar, Pak Willy yang selama ini diam tiba-tiba bangkit berdiri.

Dia berkata dengan tegas, "Nggak bisa!"

Semua orang seketika menatapnya, dia pun berdeham dan berkata.

"Janice adalah putri yang akhirnya susah payah kami temukan, dia bukan alat tawar-menawar."

Jawaban Pak Willy langsung membuat ekspresi Bu Cindy menjadi lebih menyeramkan.

Bu Cindy tersenyum, meraih tanganku dan mendelik pada Pak Willy.

Setelah itu, Bu Cindy meletakkan tanganku di telapak tangan besar Gilbert dan berkata dengan nada menyanjung.

"Kebetulan belakangan ini suasana hati Janice sedang buruk, silakan kalian pergi jalan-jalan, itu juga hal baik untuknya."

Seketika, hatiku menegang dan aku menatap Bu Cindy dengan tatapan memohon.

Kuharap dia bisa menarik kembali kata-kata itu, tapi tiba-tiba Bu Cindy menepis tanganku.

"Janice, jaga Pak Gilbert baik-baik ya. Ingat, anak yang nakal pasti akan kena karma."

Dengan begitu, Gilbert berhasil membawaku pergi.

Saat berjalan keluar vila, aku bisa mendengar pertengkaran Pak Willy dan Bu Cindy.

Pertengkaran itu berakhir setelah terdengar suara barang pecah. Setelah itu, aku melirik Gilbert yang sedari tadi selalu tersenyum di sampingku.

Aku memutar bola mataku dan berkata, "Jadi ini caramu supaya bisa membebaskanku? Basi!"

Melihatku mengeluh, Gilbert pun mengusap ujung hidungnya.

Kemudian, dia menyerahkan padaku kumpulan informasi.

"Ini data para gadis beberapa tahun ini yang diaku Keluarga Camari sebagai putri mereka yang menghilang, kamu sudah urutan belasan."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status