Share

Pembalasan Dendam yang Munafik
Pembalasan Dendam yang Munafik
Penulis: Larasati

Bab 1

Sebagai perayaan aku menjadi anak mereka, kami pun mengadakan perjamuan yang meriah.

Bu Cindy, yang kemarin masih memelukku dalam kondisi terpuruk, kini malah mengizinkanku dibawa pergi oleh orang-orang yang dulu menindasku.

Di taman belakang, salah seorang gadis kaya mencubit daguku dan mencibir.

"Cih, kamu pikir sekarang kamu benar-benar jadi putri orang kaya?"

"Coba hitung saja sendiri berapa banyak gadis yang Keluarga Camari akui sebagai putri hilang yang sudah ditemukan?"

Aku mengatupkan bibirku rapat-rapat, diam membisu.

Mungkin karena melihat tingkahku yang seperti seorang pengecut, gadis itu mengeluarkan sebuah botol dari belakang punggungnya.

Dia mengguncang botol itu sambil berkata, "Janice, mau coba mainan baruku nggak?"

Di label botol itu tertulis 'Asam Sulfat'.

Gadis itu menyunggingkan senyum angkuh dan berkata dengan nada provokatif.

"Oke, kita lihat apa malam ini kamu bisa keluar hidup-hidup dari vila ini."

Pernyataanku ini sontak langsung membuat gadis itu murka.

Dia membuka tutup botol dan hendak menyiram air keras itu ke tubuhku.

Aku mulai berteriak sekuat tenaga, berlari ke ruang tamu sambil menjinjing rokku.

"Tolong! Ada pembunuh!"

Jeritan ketakutanku langsung menarik perhatian para tamu di ruang tamu.

Saat mereka melihat ada gadis yang mengejarku sambil membawa asam sulfat, mereka langsung bergerak menjadi pelindungku, menghalangi gadis itu mendekatiku.

Aku memeluk lengan Bu Cindy dan mulai menangis.

Dalam sekejap, perjamuan yang meriah itu berubah menjadi kacau.

Bu Cindy pun menatapku dalam-dalam.

Akhirnya para tamu berhasil meringkus gadis itu dan membawanya ke kantor polisi.

Para tamu sadar sepertinya suasana pesta sudah rusak, mereka semua mencari alasan untuk undur diri.

Seketika, suasana vila yang begitu megah dan luas pun menjadi sunyi.

Hanya terdengar suara air yang menetes, suasana begitu mencekam dan terasa dingin.

Aku pun berlutut di hadapan Bu Cindy, memeluk pahanya dan menangis.

"Ibu, maaf aku sudah salah. Harusnya aku nggak bersikap lancang."

"Tapi tadi dia hampir membunuhku, Ibu lihat 'kan tadi dia bawa ...."

"Plak!"

Suara tamparan yang begitu keras pun menggema di seluruh vila.

"Aku 'kan sudah bilang, panggil aku Nyonya Cindy. Orang kayak kamu berani manggil aku Ibu? Nggak tahu diri!"

Wajah Bu Cindy terlihat muram.

Aku menutupi wajahku dan mengangkat kepalaku untuk terus memohon ampun, namun Bu Cindy melirik ke arah suaminya, Pak Willy yang tetap diam.

Setelah beberapa saat, Pak Willy mengeluarkan sebuah jarum suntik.

Kemudian, dia berjalan lurus menghampiriku.

Bu Cindy tersenyum puas saat melihat ekspresi panik di wajahku.

Dia menjambak rambutku kuat-kuat.

"Ngapain kamu takut? Kamu 'kan nggak bisa ngerasain sakit? Lagian cuma ditusuk jarum doang kok."

"Kan kamu sudah setuju sama syarat ini, putriku sayang ...."

Suara Bu Cindy sangat lembut, tapi tatapannya sangat menusuk.

Aku meronta sekuat mungkin, tapi Bu Cindy menahan tubuhku di sofa dan membuatku tidak bisa berkutik.

Pak Willy pun menyuntikkan cairan di jarum suntik itu ke lenganku.

Bu Cindy mendekat ke telingaku dan tersenyum.

"Orang pilihanku memang tepat. Lihat, dosis setinggi ini saja nggak pengaruh sama sekali."

"Putriku sayang, selama kamu nurut, aku yakin kerja sama kita akan menyenangkan."

Aku membenamkan kepalaku dan menatap darah yang sudah lama mengering di sofa.

Aku menyunggingkan senyum.

Pastilah akan menyenangkan.

Lagi pula, konflik apa yang akan terjadi saat bekerja sama dengan orang mati?

Setelah hari itu, Bu Cindy mengurungku.

Tapi hal ini tidak mengurangi penyiksaannya padaku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status